LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. M
Usia : 57 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Sekotong
No RM : 325705
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kaku kuduk
Pasien datang ke UGD RSUD 3P pada tanggal 26 mei 2019 pukul 20.59 WITA
rujukan dari Puskesmas sekotong , dengan keadaan sadar nyeri tenggorokan kaku leher 1 hari
SMRS mulut tidak bisa membuka 5 jam SMRS. Demam 1 hari SMRS nyeri (+) mual muntah
(-) awalnya [asien sempat tertusuk paku 1 minggu SMRS, tidak di beri pengobatan hanya di
cuci menggunakan sabun, kejang (-) BAK (+) BAB(-) nafsu makan menurun
1
Pemeriksaan Fisik
2
Bawah : hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-
Problem :
Kaku kuduk
Sakit gigi
Konstipasi
Nafsu makan menurun
Assesment
Tetanus
botulinum
Planning diagnosis
Planning terapi
3
HGB Cyanide free 12.0 g/dL 12.0 – 18.0
hemoglobin
spectrophotometry
HCT RBC pulse height 35.7 % 35.0 - 50.0
detection
MCV Calculated 78.6 fL 80.0 – 100.0
MCH Calculated 26.4 Pg 28.0 – 34. 0
MCHC Calculated 33.6 g/dL 31.0 – 37.0
RDW-SD fL 35.0 – 47.0
RDW-CV Calculated % 11.0 – 14.5
PLT Electric impedence 336 103/mL 170 – 380
(Focused flow
impedence)
Hitung jenis leukosit
LYM Electric impedence 9.8 % 12.0 – 15.0
(Focused flow
impedence)
MXD Electric impedence 7.4 % 0 – 10.0
(Focused flow
impedence)
NEUT Electric impedence 82.8 % 36.0 – 72.0
(Focused flow
impedence)
Laju Endap Darah Westergreen mm/jam L : < 15, P : <
(LED) 20
Retikulosit Mikroskopik dengan % 0.5 – 2.0
BCB
Sel LE Mikroskopik dengan Negatif
BCB
Lain-lain
Keterangan / saran
4
FOLLOW UP
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan
neuromaskular akut berupa trisums, kekakuan dan kejang otot akibat eksotoksin spesifik
kuman anaerob clostridium tetani.
Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka
nyata maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka
seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka
bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
2.2 Patogenesis
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka
dapat terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar,
luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Pada 60 % dari pasien
tetanus, port d’entre terdapat didaerah kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat
juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru
lahir Clostridium tetani dapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa
memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis media atau gigi berlubang dapat dianggap
sebagai port d’entre, bila pada pasien tetanus tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan
sebagai tempat masuknya kuman tetanus. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk
vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian
mengeluarkan ekotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada
penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah
merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung melainkan menambah optimal
kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat
toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik
dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah
mencapai susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat
dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin,
sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap.
6
2.3 Patofisiologi
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif ,
dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya toksin akan diproduksi dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut
akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala
klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular
junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan
setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi,
kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala
klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut
adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk
melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA)
dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin,
menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap rangsangan sensoris.
Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat
toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-
otot bergaris pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Saat toksin mencapai korteks serebri,
penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani
ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau
neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari system saraf
kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot leher.
7
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pernapasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih,
dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi,
hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena
penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi
dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali
dan di kelola dengan teliti.
• Tetanus generalisata
• Hipertonus otot
• Abdomen papan
• Tetanus local
• Gejala yang muncul ringan , terjadi kekakuan dan rasa kencang pada daerah
sekitar luka
• Tetanus sefalik
• gejala muncul jika ada luka atau trauma pada wajah dan kepala
8
• Periode inkubasi pendek 1-2 hari, terjadi kelemahan paralisis otot otot wajah
2.5 Diagnosis
Anamnesis
Pertanyaan seputar luka sangat penting, jika tidak ada luka di permukaan kulit pertimbangkan
untuk pemeriksaan gigi dan mulut, Waktu terkena luka sampai timbulnya gejala selain itu
tanyakan lokasi luka dan keadaan luka (luka kotor atau luka bersih)
Port d entre lain seperti penggunaan jarum suntik, otitis media akut maupun supuratif kronik
yang berulang
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisil dapat dijumpai tanda dan gejala yang telah dituliskan pada manifestasi
klinis
Pemeriksaan penunjang
2.7 Pengobatan
Perawatan luka : Pada luka yang dicurigai harus dilakukan debridement yang baik
sekaligus mengangkat kuman yang menghasilkan toksin.
Human anti tetanus gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra
muskuler dan dapat diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir toksin
yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin yang masih
beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis 100.000 - 200.000 unit
diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 intravena pada hari pertama, kemudian
60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga.
Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberikan immunisasi aktif
9
dengan toksoid, oleh karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki
kekebalan.
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap penicillin, oleh karena
clostridium tetani berada pada daerah anaerob dimana perfusi jaringan jelek, maka diperlukan
antibiotika dosis tinggi untuk memcapai daerah tersebut. Akan tetapi dengan adanya infeksi
campuran dengan kuman-kuman penghasil betalaktamase maka pinicillin menjadi kurang
efektif. Akhir-akhir ini diketahui bahwa Metronidazol dapat mencegah tetanus dan terbukti
lebih efektif dibanding dengan penicillin. Alternatif lain bila penderita tidak tahan terhadap
penicillin, juga boleh diberikan tetracyiclin.
Bahwa toxin adalah masih ada pada saat gejala pertama dari timbul gejala. Oleh
karena itu maka diberi antitoxin. Untuk mencegah penyebaran infeksi pyogenik, sisi dari
trauma haruslah di eksisi luas dengan "minimal handling" dari jaringan dan luka dibiarkan
terbuka.
2.8 Komplikasi
Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:
- Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada
waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang
dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.
- Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis
yang lama.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
- Metabolisme : hiperpireksi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Kowalak, Wels, Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
11
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS
Denganjudul/topic : Tetanus
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.
Pendamping
12