Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat,
seingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan structural, bahkan
sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk
mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu
dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian aktivitas alam yang berbahaya
tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia,
misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian
istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau
malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga
tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang
mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang
berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard)
serta memiliiki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan
member dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki
ketahahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana
merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk
mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius yang hadir.
Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah
penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang
cukup.
Terjadinya bencana alam tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan
surveilans untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana
dilakukan sebelum bencana terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Surveilans Bencana?
2. Apa saja Klasifikasi dari Surveilans Bencana?
3. Apa Peran Surveilans Bencana?
4. Apa saja Manfaat dari Surveilans Bencana?
5. Apa saja Masalah Epidemiologi dalam Surveilans Bencana?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Surveilans Bencana?
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Surveilans Bencana?
3. Untuk Mengetahui Peran Surveilans Bencana?
4. Untuk Mengetahui Manfaat dari Surveilans Bencana?
5. Untuk Mengetahui Masalah Epidemiologi dalam Surveilans Bencana?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Surveilans Bencana


Menurut WHO, Surveilans adalah kegiatan pemantauan secara cermat dan
terus-menerus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran
penyakit atau gangguan kesehatan yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi
dan penyebarluasan data sebagai bahan untuk penanggulangan dan pencegahan.
Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang
terkait dengan kejadian bencana. Tujuan dibangunnya surveilans pada situasi
bencana yaitu mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara keseluruhan
untuk menekan dampak negatif yang lebih besar. Karakteristik sistem surveilans
yang dibangun pada situasi bencana ialah sistem harus sederhana, mencakup yang
sangat prioritas, dilakukan secara aktif dan intensif, melibatkan semua pihak,
mengutamakan unsur kecepatan, dan didukung juga adanya respon yang cepat.
Surveilans Bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada situasi
bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit, jenis
luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah korban
anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat penting untuk monitoring dan evaluasi
dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan
rencana program.

B. Klasifikasi Surveilans Bencana


Adapun surveilans bencana meliputi :
1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit
menular
Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey
penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini
diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi
transmisi penyakit tersebut.
Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD,
diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria,
penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma (fisik), dan thypoid

3
Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh
adanya penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana,
pengungsian, kepadatan penduduk di tempat pengungsian dan rusaknya
fasilitas public. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu bayi
dan anak balita, orangtua, lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu
hamil.
2. Surveilans data pengungsi
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di
tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan jenis
kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3. Surveilans Kematian
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau
barak, umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas
pelapor.
4. Surveilans Rawat jalan
5. Surveilans air dan sanitasi
6. Surveilans gizi dan pangan
7. Surveilans epidemiologi pengungsi
Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada
periode emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit dan
keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului dengan
kajian awal. Kajian awal harus dapat mengidentifikasi prioritas-prioritas
penyakit penyebab kesakitan dan kematian, faktor-faktor yang berpengaruh,
serta program intervensi yang mungkin dapat dilakukan, terutama penyakit
potensial KLB. Prioritas-prioritas penyakit tersebut nantinya menjadi
prioritas upaya perbaikan-perbaikan kondisi rentan pada kelompok
pengungsi, agar kejadian luar biasa penyakit dan keracunan dapat ditekan
frekuensi atau beratnya kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali.
Prioritas-priotas penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi
tersebut juga menjadi dasar perumusan terhadap kemungkinan
penyelenggaraan surveilans kesehatan masyarakat dalam bentuk sistem
kewaspdaan dini KLB dan keracunan. Model surveilans yang akan
dikembangkan juga perlu menjadi salah satu sasaran kajian awal. Prioritas-
prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada pengungsi
4
tersebut, juga menjadi dasar dari prioritas kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB penyakit menular dan
keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada kesiapsiagaan tenaga dan tim
penanggulangan gerak cepat, sistem konsultasi ahli, komunikasi, informasi
dan transportasi, serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB, baik dalam teknisk
penanggulangan, tim maupun logistic.

 Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kegunaan surveilans kejadian luar biasa yaitu identifikasi, investigasi, serta


penanggulangan KLB atau wabah sekaligus mencegah terulang lagi,
Identifikasi kelompok risiko tinggi, Menetapkan prioritas penanggulangan
penyakit, Evaluasi keberhasilan program dan Memonitor kecenderungan
(trends) penyakit, kematian, atau peristiwa kesehatan lain.
Tujuan surveilans KLB
1. Teridentifikasi adanya ancaman KLB
2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB
3. Terselenggaranya kesiap-siagaan menghadapi kemungkinan terjadinya
KLB
4. Terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB
5. Terdeteksi secara dini adanya KLB

Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, dilakukan kajian secara terus


menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB.
Berdasarkan kajian epidemiologi dirumuskan suatu peringatan
kewaspadaan dini KLB pada daerah dan periode waktu tertentu.
1. Bahan kajian :
a. Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB.
b. Kerentananan masyarakat : status gizi dan imunisasi.
c. Kerentanan lingkungan.
d. Kerentanan pelayanan kesehatan.
e. Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau
Negara lain.
f. Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidmeiologi.

5
2. Sumber data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB :
a. Sumber utama.
b. Sumber data lain.
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap
timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan-perilaku, dan
kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-
cara surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)-
kondisi rentan KLB.

Identifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upaya-upaya


pencegahan terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai
pihak terhadap KLB.Kegiatannya meliputi :
1. Identifikasi kondisi rentan KLB
Mengidentifikasi secara terus menerus perubahan kondisi lingkungan,
kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah.
2. PWS kondisi rentan KLB
Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi
rentan KLB menurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu, menyusun
tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB.
3. Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB
Tahapan kegiatan :
a. Sarana Yankes secara aktif mengumpulkan informasi kondisi
rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan
kondisi rentan, oleh perorangan, kelompok, maupun masyarakat,
b. Di sarana Yankes, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji
kondisi rentan KLB
c. Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut
diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB
d. Mengunjungi daerah yang dicu.rigai terhadap perubahan kondisi
rentan KLB

6
C. Peran Surveilans Bencana
Surveilans berperan dalam:
1. Saat Bencana :
Rapid Health Assesment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja
yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus disediakan, berapa banyak pengungsi
lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi
lingkungan.
2. Setelah Bencana:
Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis, dan
dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang
harus dilakukan masyarakat untuk kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan
rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan.
3. Menentukan arah respon/penanggulangan dan menilai keberhasilan
respon/evaluasi.
Manajemen penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap darurat, Fase
II untuk fase akut, Fase III untuk recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi). Prinsip
dasar penanggulangan bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan
sebelum terjadi bencana.

D. Manfaat Surveilans Bencana


Surveilans bencana sangat penting karena secara garis besar dapat disimpulkan
manfaatnya adalah:
1. Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air, sanitasi, kepadatan,
kualitas tempat penampungan.
2. Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat
diupayakan pencegahan.
3. Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, wanita
hamil, sehingga lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Pendataan pengungsi diwilayah, jumlah, kepadatan, golongan, umur, menurut
jenis kelamin.
5. Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6. Survei Epidemiologi.

7
E. Masalah Epidemiologi dalam Surveilans Bencana
1. Pertolongan terhadap kelaparan
Para ahli epidemiologi telah mengembangkan survey baru dan metode untuk
secara cepat menilai status nutrisi penduduk yang mengungsi, dan usaha
pertolongannya sebagai prioritas utama. Selanjutnya memonitor status nutrisi
populasi sebagai respon atas kualitas dan tipe makanan yang dibagikan. Perkiraan
epidemiologi secara cepat membuktikan ketidaktersediaan secara optimal dari
distribusi makanan sementara kondisi kesehatan terus-menerus berubah. Sejak
itulah pengawasan nustrisi dan distribusi makanan menjadi bagian dari usaha
pertolongan penanggulangan kelaparan, terhadap penduduk yang mengungsi.
2. Kontrol Epidemik : Kantor pengaduan
Para epidemiologis selanjutnya mesti terlibat dalam spek lain kondisi pasca
bencana, yaitu: Antisipasi berkembangnya desas-desus tentang
penyebaran/mewabahnya penyakit kolera ataupun typus. Untuk itulah sebuah
antor pengaduan dapat memberikan fungsi yang amat penting dalam memonitor
berkembangnya issu-issu yakni tentang menyelidiki yang benar-benar bermanfaat
serta kemudian menginformasikan kepada khalayak umum akan bahaya yang
mungkin terjadi. Konsep ini amat bermanfaat tidak hanya untuk penduduk
terkena musibah di Negara-negara berkembang tetapi juga terhadap lingkungan
kota, Negara-negara berindustri.
3. Surveilans Pencegahan Kematian, Sakit dan Cedera
Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana besar biasanya lebih luas,
tidak hanya ketakutan terhadap penyakit-penyakit wabah yang mungkin terjadi,
namun sering diukur berapa jumlah orang yang meninggal, terluka parah atau
berapa banyak yang jatuh sakit.
4. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan
Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup banyak dengan
cedera yang berat (contoh: ledakan, tornado) ataupun penyakit yang parah
(kecelakaan, nuklir, epidemi), maka kemampuan untuk mecegah kematian dan
menurunkan kesakitan yang berat akan sangat tergantung pada perawatan medis
yang tepat dan adekuat (memadai) atau tergantung pada pengiriman korban pada
pusat-pusat layanan yang menyediakan perawatan medis yang tepat.

8
5. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu
Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan bantuan peralatan
dan tenaga untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan. Sebagai contoh: pengiriman obat-obatan yang tidak penting,
kadaluwarsa ataupun yang tidak berlabel pada daerah-daerah yang terkena
bencana, seringkali justru mengganggu usaha pertolongan sebab menyebabkan
beberapa personil terpaksa harus mengidentifikasi bantuan yang relevan dari
sekumpulan material yang tidak diperlukan.
6. Analisis Epidemiologi : Konsekuensi pencegahan kesehatan pada bencana
yang akan datang
Pada beberapa bencana seperti; gempa bumi, tornado atau angin rebut, jumlah
kematian atau terluka parah terutama terjadi akibat kejadian bencana itu sendiri.
Pada masing-masing pencegahan ini strategi-strategi pencegahan sering
direkomendasikan, padahal belum melalui suatu penelitian epidemiologi yang
mendalam.
7. Analisis Peringatan dari Usaha Pertolongan
Konsekuensi bencana jangka panjang tidak cukup diperkirakan. Tidak ada
evaluasi dibuat 5 atau 10 tahun sesudah bencana untuk menentukan apakah
perubahan epidemiologi atau praktik pertolongan, pengarahan ulang dana untuk
tujuan jangka panjang atau perubahan dari pola dan kebiasaan membuat
bangunan, memiliki pengaruh jangka panjang terhadap respon masyarakat
terhadap bencana. Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat yang mengalami
bencana, lebih peduli terhadap usaha-usaha persiapan di masa yang akan datang.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Surveilans Bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada situasi
bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit,
jenis luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah
korban anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat penting untuk monitoring
dan evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun
kebijakan dan rencana program.
Kegiatan yang dilakukan;
1. Sebelum bencana : pengorganisasian dengan lembaga terkait
2. Saat bencana : melakukan RHA (Rapid Health Assesment) penilaian
kesehatan secara cepaat
3. Pasca bencana : melakukan intervensi dari RHA yang sudah dibuat. Misalnya
dengan memberikan bantuan makanan, pengobatan, dll.

B. Saran
Surveilans bencana seharusnya dilakukan secara berkesinambungan mulai dari
pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Jadi perlu koordinasi dan
kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait agar persiapan mengahadapi
bencana dan intervensi setelah bencana dapat terlaksana dengan baik.

10
11
DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/documents/makalah-surveilans-bencana-dan-klb.html, Makalah
Surveilans Bencana, diakses tanggal 9 Oktober 2019, jam : 17.55
http://arimasriadi.blogspot.com/Surveilans Epidemiologi Setelah Terjadinya Bencana.
Diakses tanggal, 9 Oktober 2019 jam : 17.49
Nugrahaeni, D.K. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC
Mardiah, dkk. 2011. Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC
Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Sosial. 2007. Pengelolaan Kesehatan Masyarakat dalam
Kondisi Bencana. Yogyakarta : Yudhistira
Widyastuti, P (Ed.). 2006. Bencana Alam. Jakarta : EGC

12

Anda mungkin juga menyukai