Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Farmasi klinik merupakan suatu disiplin imu farmasi yang menekankan


fungsi farmasis untuk mmberikan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care)
kepada pasien.bertujuan untuk meningkatkan hasil pengobatan.secara
filosofis,tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek
terapi,meminimlakan resiko,meminimalkan biaya pengobatan.Tenaga farmasi yag
bekerja di rumah sakit dan komunitas (Apotek,puskesmas,klinik,balai pengobatan
dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat) harrus memiliki
kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik yang berkualitas.

Budiana (2006), mengatakan bahwa gastritis ini tersebar di seluruh


dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara
yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara
maju sebagian besar dijumpai pada usia tua.

Angka kejadian infeksi gastritis Helicobacter pylory pada beberapa


daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Menurut
Maulidiyah dan Unun (2006), di Kota Surabaya angka kejadian gastritis
sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi
Helicobacter pylory cukup tinggi sebesar 91,6%. Adanya penemuan infeksi
Helicobacter pylory ini mungkin berdampak pada tingginya kejadian gastritis.
Faktor etiologi gastritis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan (20%),
merokok (5%), makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan teraphy
radiasi (2%) (Herlan, 2001).

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa


lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu
penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam (Hirlan dalam
Sudoyo,2006).

Gastritis adalah penyakit yang dapat kambuh sewaktu-waktu, dan


biasanya gastritis kambuh karena beberapa faktor sebagai berikut, yakni:
Konsumsi alkohol secara berlebihan karena dapat mengikis dan mengiritasi
mukosa lambung sehingga dinding lambung lebih rentan terhadap asam
lambung bahkan dalam keadaan normal. Penggunaan kokain juga merusak
lambung dan dapat menyebabkan perdarahan. Merokok, dan mengkonsumsi
kafein berlebihan juga bisa menjadi penyebab kambuhnya gastritis.

1|P age
Kurangnya olah raga, stress psikologis dan pola makan yang tidak teratur.

Penyakit gastritis yang dikenal dengan gastritis saluran pencernaan


bagian atas yang banyak dikeluhkan masyarakat dan paling banyak dibagian
gastroenterologi (Mustakim, 2009). Herlan (2001), menyatakan gastritis
bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada
peradangan lambung. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari
infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan borok lambung yaitu Helicobacter
Pylory.

Keluhan gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak


dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita
gastritis kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang
lain untuk mengobati keluhan gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan
penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasid, namun
keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang berkepanjangan dalam
menyembuhkan gastritis ini, dapat menimbulkan stress. Sekitar 10%
penderita gastritis mengalami stress dan pengobatannya mengeluarkan biaya
yang tidak sedikit. Bagi penderita gastritis, stress ini bukan tidak mungkin
justru menambah berat gastritis penderita yang sudah ada (Budiana, 2006).

2|P age
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di
klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi
pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis atau
lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu
keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis,
difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik
(Price dan Wilson, 2005). Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke
dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil
foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Wibowo, 2007).
2.2 Klasifikasi gastritis (Mansjoer, 2001):
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian super fisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan (Price danWilson, 2005). Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu
gastritis stres akut, gastritis erosifkronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe
gastritis akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat
menyebabkan gastritis kronik (Wibowo, 2007).
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
bervariasi (Wibowo, 2007). Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel
kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung
menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik di

3|P age
klasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan
gastritis hipertropi (Price danWilson, 2005).
 Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa
 Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa.
Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan
jumlah sel parietal dansel chief
 Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada
mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
2.3 Epidemiologi
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan
negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling
tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh
India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%dan Indonesia 40,8%.
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka
kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6%
yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%
dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh polamakan yang kurang sehat
(Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan 11
laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada
pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero,
2014). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota Bandar lampung,
gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun
2013 maupun tahun 2014 (Dinkes kota Bandarlampung, 2014).Lanjut usia
meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dindingmukosa lambung
semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi
Helicobacter pylori atau penyakit autoimun dari pada usia muda. Diperkirakan

4|P age
lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis
yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson, 2006). Prevalensi gastritis pada wanita
lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori
psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan
perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres psikologis
(Gupta,2008).
2.4 Etiologi
 Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok,
jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau
intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan
trauma langsung (Muttaqin, 2011).
Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS
(Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid,
Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2- deoxyuridine), Salisilat
dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Sagal, 2006). Hal
tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
Hal tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus
atau pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis
dan peptic ulcer (Jackson, 2006).
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol,
seperti whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat
mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat
dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada
kondisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (Wibowo, 2007).
Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H.
Pylori, namun dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli,
Tuberculosis dan Secondary syphilis (Anderson, 2007). Gastritis juga
dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Sitomegalovirus. Infeksi

5|P age
jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan Phycomycosis juga
termasuk penyebab dari gastritis (Feldman,2001).

Gatritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu


(komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari
usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan
mukosa (Mukherjee, 2009). Terjadinya iskemia, akibat penurunan aliran
darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan dengan
keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga
integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada
mukosa lambung (Wehbi, 2008).

Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf
pusat dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran
darah termasuk pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan
pada produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson,
2005; Wibowo, 2007).

Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres


adalah melalui penurunan produksi mukus pada dinding lambung. Mukus
yang diproduksi di dinding lambung merupakan lapisan pelindung dinding
lambung dari faktor yang dapat merusak dinding lambung antara lain asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter
pylori, OAINS, alkohol dan radikal bebas (Greenberg, 2002).

Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui,


tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian
gastritis kronik, yaitu infeksi dan non infeksi (Muttaqin, 2008).

a. infeksi Gastritis
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori
merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson,2007).

6|P age
Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat
bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi
Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis
(Wibowo, 2007; Price dan Wilson, 2005). Infeksi lain yang dapat
menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter heilmannii,
Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus (Wehbi, 2008).

b. Gastritis non-infeksi

1) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem


kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam
dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan
secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
mengganggu produksi faktor intrinsik yaitu sebuah zat yang
membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12. Kekurangan
vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan pernicious
anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat
mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua (Jackson,
2006).

2) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk


garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin
(Mukherjee, 2009).

7|P age
3) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang
menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan
gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008).

4) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan


berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener
granulomatus, penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis,
penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic
granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell
granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas
yang berhubungan dengan kanker lambung (Wibowo,2007).

5) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis


dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004).

2.5 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi
terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidak seimbangan faktor
penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensive) pada mukosa gastroduodenal,
yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa.Faktor
ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi
Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alcohol dan radikal bebas.
Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga
lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial (Pangestu, 2003). Elemen
preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate
yang merupakan penghalang fisiko kimiawi terhadap berbagai bahan kimia termasuk ion
hidrogen (Kumar, 2005). Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas
pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk
mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel (Kumar, 2005). Lapisan pertahanan
ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis pertahanan ini ialah
mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).

8|P age
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein,
alcohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih
sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan
daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS
(indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam
empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa
lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih
merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum
secara terpisah (Price danWilson, 2005).
2.6 Gejala klinis
Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik (Mansjoer, 2001):
 Gastritis akut Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual,
kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.
Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat
riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
 Gastritis kronik
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun
(Jackson,2006). Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati,
anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.
Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain)
pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah
makan beberapa gigitan.

9|P age
2.7 Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan
dengan gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan
muntah. Keluhan tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi
keberhasilan terapi dari gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan
informasi yang dibutuhkan
dalam menegakkan diagnosis gastritis (Hirlan, 2009).
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan
topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat
erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi
selain menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses
yang mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung.
Perubahan yang terjadi yaitu degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi
netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia,
hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga
menyertakan pemeriksaan Helicobacter pylori (Hirlan, 2009).
2.8 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).
2.9 Mekanisme Kerja Obat Gastritis
a. Antasida
Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik,
membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin
tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat
mengurangkan aktivitas pepsin (Finkel, 2009). Obat ini juga memiliki efek
pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin
(Mycek,2001).

10 | P a g e
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu
pertama secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku
sebagai buffer terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal
mempunyai pH 1-2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas.
Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan
melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan
menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk
waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih baik jika
dikonsumsi setelah makan (Mycek, 2001).
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan
magnesium. Contoh seperti alumunium hidroksida (biasanya campuran Al(OH)
hidroksida (MgOH3 dan alumunium oksidahidrat) atau magnesium2) baik tunggal
ataupun dalam bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang
pelepasan gastrin maka penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti
pada Kalsium bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan.
Absorbsi natrium bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan
alkalosis metabolik sementara. Oleh karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang (Mycek, 2001).
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur,
pagi hari dan diantara waktu makan (Depkes, 2007). Obat ini memiliki 2 bentuk
sediaan yaitu antasida DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari
kombinasi alumunium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg
adalah tablet kunyah, sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium
hidroksida 200 mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi
(Depkes, 2008).Golongan obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus

11 | P a g e
dikunyah terlebih dahulu, hal ini untuk meningkatkan kerja obat dalam
menurunkan asam lambung (Oktora, 2011).
Efek samping dari obat antasida bervariasi tergantung zat
komposisinya. Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan
magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat
membantu menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik,
natrium bikarbonat melepaskan CO(Mycek, 2001).
b. H2 Bloker
Meskipun antagonis histamin reseptor H semua reseptor H2 2

menghambat histamin pada namun penggunaan klinis utamanya ialah sebagai


penghambat sekresi asam lambung (Mycek, 2001). Penggunaan obat antagonis
reseptor H2 digunakan untuk menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan
efektif bagi menghambat sekresi asam nokturnal. Strukturnya homolog dengan
histamin. Mekanisme kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan histamin
pada reseptornya sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan
asam lambung. Inhibisi bersifat reversibel (Finkel, 2009).
Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin
dan nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan
waktu paruh yang singkat. Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima
sampai sepuluh kali lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan
ranitidin, hanya 20-50 kali lebih kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3-20
kali lebih kuat dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti
ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan sedikit yang terjadi metabolisme
(Mycek, 2001).
Dosis terapeutik yang digunakan adalah Simetidin 2x400 mg/800 mg
malam hari, dosis maintenance 400 mg. Ranitidin 300 mg malam hari, dosis
maintenance 150 mg. Nizatidin 1x300 mg malam hari, dosis maintenance 150
mg. Famotidin 1x40 mg malam hari, Roksatidin 2x75 mg atau 1x150 mg malam
hari, dosis maintenance 75 mg malam hari (Finkel, 2009). Konsumsi obat
antagonis reseptor H2hari dikarenakan lambung relatif kosong dan peningkatan

12 | P a g e
pH akan pada malam mempercepat penyembuhan penyakit tukak lambung
(Anonim, 2014, Oktora, 2011).
Efek samping simetidin biasanya ringan dan hanya terjadi pada
sebagian kecil pasien saja sehingga tidak memerlukan penghentian pengobatan.
Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot.
Efek samping saraf pusat seperti bingung dan halusinasi terjadi pada lanjut usia.
Simetidin memiliki efek endokrin karena obat ini bekerja sebagai antiandrogen
nonsteroid. Efek ini berupa ginekomastia, galaktorea dan penurunan jumlah
sperma (Mycek, 2001).
c. Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K (pompa proton)
yang akan memecah K+H++H+ ATPase ATP menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor
agresif pepsin dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen
triple drugs (Finkel, 2009).
Pada dosis standar baik lansoprazol atau omeprazol menghambat
sekresi asam lambung basal dan sekresi karena rangsangan lebih dari 90%.
Penekanan asam dimulai 1-2 jam setelah dosis pertama lansoprazol dan lebih
cepat dengan omeprazol. Penelitian klinis sampai saat ini menunjukkan bahwa
lansoprazol dan omeprazol lebih efektif untuk jangka pendek dibandingkan
dengan antagonis H Omeprazol digunakan dengan berhasil bersama obat-obat anti
mikroba untuk mengeradikasi kuman H. pylori (Mycek, 2009).
Omeprazol dan lansoprazol berupa tablet salut enterik untuk
melindunginya dari aktivasi prematur oleh asam lambung. Setelah diabsorbsi
dalam duodenum, obat ini akan dibawa ke kanalikulus dari sel perital asam dan
akan diubah menjadi dalam bentuk aktif. Metabolit obat ini diekskresikan dalam
urin dan feses (Mycek, 2001).
Dosis omeprazol 2x20 mg atau 1x40 mg, lansprazol/pantoprazol 2x40
mg atau 1x60 mg (Finkel, 2009). Sediaan omeprazol adalah kapsul. Saat

13 | P a g e
mengonsumsi omeprazol, kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak
dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.
Minum obat 30-60 menit sebelum makan, sebaiknya pagi hari (Anonim, 2012.,
Oktora, 2011).
Efek samping omeprazol dan lansoprazol biasanya dapat diterima baik
oleh tubuh. Namun dalam penggunaan jangka panjang, obat tersebut dapat
meningkatkan insidensi tumor karsinoid lambung yang kemungkinan
berhubungan dengan efek hiperklorhidria yang berkepanjangan dan
hipergastrinemia sekunder (Mycek, 2001).

14 | P a g e
BAB III
STUDI KASUS
A. Profil Pasien
Nama : Ny. Txxx
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dxxx
Cara Bayar : BPJS
No RM : 19xxx
Kunjungan puskesmas : 16 – 04 – 2019

B. Profil Penyakit
Keluhan Utama : Mual, muntah, sakit ulu hati
Riwayat Penyakit : Gastritis akut
Diagnosa Awal : Gastritis Akut
Diagnosa Akhir : Gastritis Akut

C. Data Klinik
Pada saat kunjungan ke puskesmas pasien mendapatkan pemeriksaan secara
klinik. Adapun pemeriksaan pasien dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pemeriksaan klinik pasien di Puskemas Nosarara.

Aspek pemeriksaan Tanggal dan Hasil Pengamatan


16 April 2019
Tekanan darah
(120/80mmHg) 90/60
Pernafasan (16-20 kali/
menit) 20 kali
Denyut nadi
(70-80 kali/menit) 81 kali

15 | P a g e
Suhu (36,6-37,20C
36 0C
Demam -

Nyeri pada lambung +

Mual dan Muntah +

Nafsu makan ↓

Berdebar – debar -

Diare -

Sakit ulu hati +


Keterangan :
(+) = Ada gejala/keluhan
(-) = Tidak ada gejala/keluhan
(^) = Gejala berkurang
(↓) = Gejala menurun
( Hijau ) = Rendah
( Merah ) = Tinggi

16 | P a g e
D. Profil pengobatan
Berdasarka data klinik pasien, maka dilakukan intervensi pengobatan dan
diperoleh data profil pengobatan pada pasien seperti pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Profil pengobatan Pasien .
Tanggal Pemberian Obat
No Nama Regimen 16 April 2019
Obat Obat
P S M

1. Antasida 2x1
+ + -
sirup
2. Omepras 1x1
- - +
ol
3. Domperi 3x1
+ + +
don

Keterangan :
(+) = Diberikan
(-) = Tidak diberikan
( Tpm ) = Tetes permenit

17 | P a g e
E. Assesmen and Plan
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap pasien dapat dibuat data Subjective,
objective, Assessment and Plan ( penilaian dan rekomendasi ) dari beberapa obat
yang belum rasional dapat dilihat pada table 3.4.
Tabel 3.4. Tabel penilaian dan rekomendasi pengobata pada pasien
Tanggal Subjektif (S) / Assesment (A) Plan (P) Keterangan
Objektiv (O)

16/04/2019 S : Nyeri pada - Pemberian obat - Disarankan untuk Pemantauan


lambung, mual dan antasida syrup, memberikan obat kondisi pasien
muntah, dan sakit ul omeprasol dan hipotensi pada pasien yang di derita
u hati domperidon pada pasien
O : Tekanan darah sudah tepat
(90/60) indikasi

18 | P a g e
G. Uraian Obat
1. Antasida (Basic Pharmacology & Drug Notes, 27)
Indikasi : Meringankan gejala-gejala akibat kelebihan asam lambung,
misalnya dispepsia, tukak, GERD.
Dosis : Antasida doen tersedia dalam bentuk tablet dan sirup. Satu
tablet atau satu sendok takar (5 ml) mengandung :
Aluminium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida
200 mg. Dosis : 1-2 tablet sebelum makan (kunyah dahulu)
maks 4 X / sehari.
Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap Aluminium dan
Magnesium
Efek samping : Gangguan saluran cerna, gangguan absorbs fosfat.
Hipermagnesemia (bila dikonsumsi oleh pasien gagal
ginjal).
Perhatian : Gangguan ginjal.

2. Omeprazole (Basic Pharmacology & Drug Notes, 31)


Indikasi : Tukak lambung, tukak duodenum, GERD, hipersekresi
patologis (misal : sindroma Zollinger Ellison).
Dosis : Tukak lambung dan duodenum: Dosis awal 1 x 20 mg/hari
selama 4-8 minggu dapat ditingkatkan menjadi 40mg/hari
pada kasus berat atau kambuh. Dosis pemeliharaan 1 x 20
mg/hari.
Interaksi obat : Menghambat absorbs ketoconazole dan itraconazole.
Meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine, dan
phenytoin. Menurunkan kadar imipramine, beberapa
antipsikotik, teofilin.
Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap Omeprazole.
Efek samping : Uritkaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi, pandangan
kabur, edema perifer, perubahan hematologic (termasuk

19 | P a g e
eosinofolia, trombositopenia, leukopenia), perubahan enzim
hati dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering.
Perhatian : Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, memyusui.
Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker lambung
sebelum pemberian omeprazole.

3. Domperidone (Basic Pharmacology & Drug Notes, 37)


Indikasi : Terapi mual dan muntah (akibat terapi levodopa atau
bromokriptin, kemoterapi atau radioterapi kanker),
dyspepsia fungsional.
Dosis : Dispepsia fungsional: Dewasa 3 x 10 mg sehari. Mual dan
muntah akut (termasuk mual dan muntah karena levodopa
dan bromokriptin;Dewasa 3-4x 10-20mg sehari.
Anak, mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi:
0,2 mg/kgBB diberikan setiap 8 jam.
Efek samping : kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktorea dan
ginekomastis), penurunan libido, ruam dan reaksi alergi
lain, reaksi dystonia akut.
Perhatian : gangguan ginjal, hamil dan menyusui, tidak dianjurkan
untuk profilaksis rutin pada muntah pasca bedah atau untuk
pemberian kronik, bayi < 1 tahun.

20 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Gastritis atas nama Ny. T datang memeriksakan kesehatan di


Puskesmas Nosarara dengan keluhan mual, muntah dan sakit uluh hati. Pasien
juga mempunyai riwayat penyakit gastritis akut.
Pasien datang memeriksakan kesehatan pada tanggal 16 April 2018
dengan diagnosa awal gastritis akut. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan
mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktkan dengan
adanya infltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis biasanya disebabkan
oleh mengkonsumsi alkohol berlebihan, merokok, mengkonsumsi kafeein
berlebihan dan penggunaan kokain yang dapat merusak mukosa lambung dan
dapat menyebabkan pendarahan.
Menurut keluhan pasien dan hasil pemeriksaan, Dokter memberikan
resep Antasida sirup, domeridon dan omeprazole. Antasida sirup diberikan
dengan aturan pakai 2x1 diminum pada saat pagi dan siang hari. Antasida
diberikan untuk meringankan gejala-gejala akibat asam lambung.
Domperidon diberikan dengan aturan pakai 3x1 di mnum pada pagi,
siang dan malam hari. Mekanisme kerja obat domperidon merupakan antagonis
dopamin yang mempunyai kerja anti emetik. Efek anti emetik dapat di sebabkan
oleh kombinasi pariferal (gastrokinetik) dengan antagonis terhadap reseptor
dopamin di kemoreseptor (triggerzone) yang terletak di luar saluran darah otak di
area postrema. Pemberian domeridon ini menambah lamanya kontraksi antaral
dan duodenum, meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk cairan
setengah padat dan sediaan padat pada penderita yang pengosongan terlambat dan
menambah tekanan pada sfingter esofagus bagian bawah pada orang sehat.
Indikas dari obat domperidon sendiri untuk dispepsia fungsional mual akut dan
muntah muntah termasuk yang di sebabkan karena lefodopa dan bromo kriptin
yang lama terapinya lebih dari 12 minggu. Hal ini di sebabkan karena obat
domperidon di nilai rasional karena obat domperidon meningkatkan pengosongan
lambung dan juga sesuai dengan keluhan pasien.
Omeprazol yang paling sering di gunakan atau di berikan pada pasien
yang menderita atau mengalami gejala penyakit gastritis mekanisme kerja daro
golongan PPI omeprazole yaitu dengan menghambat produks asam pada tahap
akhir mekanisme sekresi asam, yaitu pada enzim (H+, K+)-ATPase dari pompa
proton sel parietal. Hal in di nilai rasional karena golongan PPI yaitu omeprazole
di gunakan pada pasien gstritis maupun dispepsia karena obat golongan ini di
indikasikan terapi jangka panjang dan jangka pendek yang mengalami penyakit
gastritis.

21 | P a g e
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gastritis adalah kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi,


peradangan atau pengikisan. Pada lapisan lambung terdapat kelenjar yang
fungsinya untuk menghasilkan asam lambung dan juga enzim pencernaan. Agar
tidak terjadi iritasi pada lapisan lambung, lapisan tersebut dilindungi oleh lendir
yang tebal. Apabila lendir tersebut hilang, maka iritasi sangat mungkin terjadi.

5.2 Saran

Diharapkan agar kedepannya penggunaan obat terhadap suatu kasus penyakit


gastritis akan lebih baik dan bermanfaat jika benar-benar memenuhi kriteria
rasionalnya. Proses pemilihannya dilakukan secara konsisten mengikuti standar
baku (Standar Pelayanan Medis/SPM) dan menggunakan buku penunjang
(MIMS) akan menghasilkan penggunaan obat yang sesuai dengan kriteria
kerasionalnya.

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai