PENDAHULUAN
1|P age
Kurangnya olah raga, stress psikologis dan pola makan yang tidak teratur.
2|P age
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di
klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi
pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis atau
lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu
keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis,
difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik
(Price dan Wilson, 2005). Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke
dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil
foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Wibowo, 2007).
2.2 Klasifikasi gastritis (Mansjoer, 2001):
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian super fisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan (Price danWilson, 2005). Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu
gastritis stres akut, gastritis erosifkronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe
gastritis akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat
menyebabkan gastritis kronik (Wibowo, 2007).
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
bervariasi (Wibowo, 2007). Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel
kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung
menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik di
3|P age
klasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan
gastritis hipertropi (Price danWilson, 2005).
Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa
Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa.
Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan
jumlah sel parietal dansel chief
Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada
mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
2.3 Epidemiologi
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan
negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling
tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh
India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%dan Indonesia 40,8%.
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka
kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6%
yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%
dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh polamakan yang kurang sehat
(Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan 11
laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada
pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero,
2014). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota Bandar lampung,
gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun
2013 maupun tahun 2014 (Dinkes kota Bandarlampung, 2014).Lanjut usia
meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dindingmukosa lambung
semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi
Helicobacter pylori atau penyakit autoimun dari pada usia muda. Diperkirakan
4|P age
lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis
yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson, 2006). Prevalensi gastritis pada wanita
lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori
psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan
perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres psikologis
(Gupta,2008).
2.4 Etiologi
Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok,
jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau
intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan
trauma langsung (Muttaqin, 2011).
Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS
(Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid,
Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2- deoxyuridine), Salisilat
dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Sagal, 2006). Hal
tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
Hal tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus
atau pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis
dan peptic ulcer (Jackson, 2006).
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol,
seperti whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat
mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat
dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada
kondisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (Wibowo, 2007).
Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H.
Pylori, namun dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli,
Tuberculosis dan Secondary syphilis (Anderson, 2007). Gastritis juga
dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Sitomegalovirus. Infeksi
5|P age
jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan Phycomycosis juga
termasuk penyebab dari gastritis (Feldman,2001).
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf
pusat dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran
darah termasuk pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan
pada produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson,
2005; Wibowo, 2007).
a. infeksi Gastritis
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori
merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson,2007).
6|P age
Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat
bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi
Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis
(Wibowo, 2007; Price dan Wilson, 2005). Infeksi lain yang dapat
menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter heilmannii,
Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus (Wehbi, 2008).
b. Gastritis non-infeksi
7|P age
3) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang
menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan
gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008).
2.5 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi
terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidak seimbangan faktor
penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensive) pada mukosa gastroduodenal,
yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa.Faktor
ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi
Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alcohol dan radikal bebas.
Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga
lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial (Pangestu, 2003). Elemen
preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate
yang merupakan penghalang fisiko kimiawi terhadap berbagai bahan kimia termasuk ion
hidrogen (Kumar, 2005). Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas
pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk
mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel (Kumar, 2005). Lapisan pertahanan
ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis pertahanan ini ialah
mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).
8|P age
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein,
alcohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih
sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan
daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS
(indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam
empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa
lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih
merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum
secara terpisah (Price danWilson, 2005).
2.6 Gejala klinis
Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik (Mansjoer, 2001):
Gastritis akut Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual,
kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.
Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat
riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
Gastritis kronik
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun
(Jackson,2006). Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati,
anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.
Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain)
pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah
makan beberapa gigitan.
9|P age
2.7 Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan
dengan gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan
muntah. Keluhan tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi
keberhasilan terapi dari gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan
informasi yang dibutuhkan
dalam menegakkan diagnosis gastritis (Hirlan, 2009).
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan
topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat
erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi
selain menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses
yang mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung.
Perubahan yang terjadi yaitu degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi
netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia,
hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga
menyertakan pemeriksaan Helicobacter pylori (Hirlan, 2009).
2.8 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).
2.9 Mekanisme Kerja Obat Gastritis
a. Antasida
Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik,
membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin
tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat
mengurangkan aktivitas pepsin (Finkel, 2009). Obat ini juga memiliki efek
pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin
(Mycek,2001).
10 | P a g e
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu
pertama secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku
sebagai buffer terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal
mempunyai pH 1-2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas.
Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan
melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan
menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk
waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih baik jika
dikonsumsi setelah makan (Mycek, 2001).
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan
magnesium. Contoh seperti alumunium hidroksida (biasanya campuran Al(OH)
hidroksida (MgOH3 dan alumunium oksidahidrat) atau magnesium2) baik tunggal
ataupun dalam bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang
pelepasan gastrin maka penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti
pada Kalsium bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan.
Absorbsi natrium bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan
alkalosis metabolik sementara. Oleh karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang (Mycek, 2001).
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur,
pagi hari dan diantara waktu makan (Depkes, 2007). Obat ini memiliki 2 bentuk
sediaan yaitu antasida DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari
kombinasi alumunium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg
adalah tablet kunyah, sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium
hidroksida 200 mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi
(Depkes, 2008).Golongan obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus
11 | P a g e
dikunyah terlebih dahulu, hal ini untuk meningkatkan kerja obat dalam
menurunkan asam lambung (Oktora, 2011).
Efek samping dari obat antasida bervariasi tergantung zat
komposisinya. Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan
magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat
membantu menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik,
natrium bikarbonat melepaskan CO(Mycek, 2001).
b. H2 Bloker
Meskipun antagonis histamin reseptor H semua reseptor H2 2
12 | P a g e
pH akan pada malam mempercepat penyembuhan penyakit tukak lambung
(Anonim, 2014, Oktora, 2011).
Efek samping simetidin biasanya ringan dan hanya terjadi pada
sebagian kecil pasien saja sehingga tidak memerlukan penghentian pengobatan.
Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot.
Efek samping saraf pusat seperti bingung dan halusinasi terjadi pada lanjut usia.
Simetidin memiliki efek endokrin karena obat ini bekerja sebagai antiandrogen
nonsteroid. Efek ini berupa ginekomastia, galaktorea dan penurunan jumlah
sperma (Mycek, 2001).
c. Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K (pompa proton)
yang akan memecah K+H++H+ ATPase ATP menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor
agresif pepsin dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen
triple drugs (Finkel, 2009).
Pada dosis standar baik lansoprazol atau omeprazol menghambat
sekresi asam lambung basal dan sekresi karena rangsangan lebih dari 90%.
Penekanan asam dimulai 1-2 jam setelah dosis pertama lansoprazol dan lebih
cepat dengan omeprazol. Penelitian klinis sampai saat ini menunjukkan bahwa
lansoprazol dan omeprazol lebih efektif untuk jangka pendek dibandingkan
dengan antagonis H Omeprazol digunakan dengan berhasil bersama obat-obat anti
mikroba untuk mengeradikasi kuman H. pylori (Mycek, 2009).
Omeprazol dan lansoprazol berupa tablet salut enterik untuk
melindunginya dari aktivasi prematur oleh asam lambung. Setelah diabsorbsi
dalam duodenum, obat ini akan dibawa ke kanalikulus dari sel perital asam dan
akan diubah menjadi dalam bentuk aktif. Metabolit obat ini diekskresikan dalam
urin dan feses (Mycek, 2001).
Dosis omeprazol 2x20 mg atau 1x40 mg, lansprazol/pantoprazol 2x40
mg atau 1x60 mg (Finkel, 2009). Sediaan omeprazol adalah kapsul. Saat
13 | P a g e
mengonsumsi omeprazol, kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak
dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.
Minum obat 30-60 menit sebelum makan, sebaiknya pagi hari (Anonim, 2012.,
Oktora, 2011).
Efek samping omeprazol dan lansoprazol biasanya dapat diterima baik
oleh tubuh. Namun dalam penggunaan jangka panjang, obat tersebut dapat
meningkatkan insidensi tumor karsinoid lambung yang kemungkinan
berhubungan dengan efek hiperklorhidria yang berkepanjangan dan
hipergastrinemia sekunder (Mycek, 2001).
14 | P a g e
BAB III
STUDI KASUS
A. Profil Pasien
Nama : Ny. Txxx
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dxxx
Cara Bayar : BPJS
No RM : 19xxx
Kunjungan puskesmas : 16 – 04 – 2019
B. Profil Penyakit
Keluhan Utama : Mual, muntah, sakit ulu hati
Riwayat Penyakit : Gastritis akut
Diagnosa Awal : Gastritis Akut
Diagnosa Akhir : Gastritis Akut
C. Data Klinik
Pada saat kunjungan ke puskesmas pasien mendapatkan pemeriksaan secara
klinik. Adapun pemeriksaan pasien dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pemeriksaan klinik pasien di Puskemas Nosarara.
15 | P a g e
Suhu (36,6-37,20C
36 0C
Demam -
Nafsu makan ↓
Berdebar – debar -
Diare -
16 | P a g e
D. Profil pengobatan
Berdasarka data klinik pasien, maka dilakukan intervensi pengobatan dan
diperoleh data profil pengobatan pada pasien seperti pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Profil pengobatan Pasien .
Tanggal Pemberian Obat
No Nama Regimen 16 April 2019
Obat Obat
P S M
1. Antasida 2x1
+ + -
sirup
2. Omepras 1x1
- - +
ol
3. Domperi 3x1
+ + +
don
Keterangan :
(+) = Diberikan
(-) = Tidak diberikan
( Tpm ) = Tetes permenit
17 | P a g e
E. Assesmen and Plan
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap pasien dapat dibuat data Subjective,
objective, Assessment and Plan ( penilaian dan rekomendasi ) dari beberapa obat
yang belum rasional dapat dilihat pada table 3.4.
Tabel 3.4. Tabel penilaian dan rekomendasi pengobata pada pasien
Tanggal Subjektif (S) / Assesment (A) Plan (P) Keterangan
Objektiv (O)
18 | P a g e
G. Uraian Obat
1. Antasida (Basic Pharmacology & Drug Notes, 27)
Indikasi : Meringankan gejala-gejala akibat kelebihan asam lambung,
misalnya dispepsia, tukak, GERD.
Dosis : Antasida doen tersedia dalam bentuk tablet dan sirup. Satu
tablet atau satu sendok takar (5 ml) mengandung :
Aluminium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida
200 mg. Dosis : 1-2 tablet sebelum makan (kunyah dahulu)
maks 4 X / sehari.
Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap Aluminium dan
Magnesium
Efek samping : Gangguan saluran cerna, gangguan absorbs fosfat.
Hipermagnesemia (bila dikonsumsi oleh pasien gagal
ginjal).
Perhatian : Gangguan ginjal.
19 | P a g e
eosinofolia, trombositopenia, leukopenia), perubahan enzim
hati dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering.
Perhatian : Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, memyusui.
Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker lambung
sebelum pemberian omeprazole.
20 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN
21 | P a g e
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
22 | P a g e