Anda di halaman 1dari 47

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A218109 / April 2019


** Pembimbing / dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC.FINASIM

HEMETESIS MELENA E.C SUSP. GASTRITIS EROSIF

Fajri Wardiannur, S.Ked *

dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC.FINASIM **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

HEMETESIS MELENA E.C SUSP. GASTRITIS EROSIF

Disusun Oleh :
Fajri Wardiannur, S.Ked
G1A1218109

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada April 2019

Pembimbing

dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC.FINASIM

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 2
2.1 Anamnesis ..................................................................................... 2
2.2 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 6
2.4 Diagnosa Kerja .............................................................................. 7
2.5 Diagnosa Banding.......................................................................... 7
2.6 Anjuran Pemeriksaan ..................................................................... 7
2.7 Tatalaksana .................................................................................... 7
2.8 Prognosis ....................................................................................... 8
2.9 Follow Up...................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12
3.1 Defenisi ......................................................................................... 12
3.2 Epidemiologi ................................................................................. 12
3.3 Klasifikasi ..................................................................................... 12
3.4 Manifestasi Klinis .......................................................................... 14
3.5 Faktor Resiko ................................................................................ 16
3.6 Patofisiologi ................................................................................. 18
3.7 Diagnosa........................................................................................ 21
3.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 23
3.9 Prognosis ....................................................................................... 28
3.19 Komplikasi .................................................................................. 28

iii
BAB IV ANALISA KASUS ........................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemeriksaan Darah rutin 8 Maret 2019.......................................... 6


Tabel 2.2 Follow Up ..................................................................................... 9
Tabel 2.3 Beda SCBA dengan SCBB ............................................................ 21

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Pembentukan Luka pada Gaster .............................. 18


Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana perdarahan SCBA ................................... 22

vi
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar


COX : Cyclooxygenase
DMARD : Disease Modifying Anti Rheumatic Drug
GI : Gastrointestinal
OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid
PPI : Proton Pump Inhibitor
PRC : Packed Red Cell
SMRS :Sebelum Masuk Rumah Sakit

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session (CRS) yang berjudul
“HEMETESIS MELENA E.C SUSP. GASTRITIS EROSIF” sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC.FINASIM
yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus


ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, April 2019

Fajri Wardiannur, S.Ked

viii
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

COX : Cyclooxygenase

DMARD : Disease Modifying Anti Rheumatic Drug

GI : Gastrointestinal

OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid

PPI : Proton Pump Inhibitor

PRC : Packed Red Cell

SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit

ix
BAB I
PENDAHULUAN

Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan


keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat
dirumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik
dalam menentukan sumber perdarahan.1

Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan


terbanyak sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptur varises
gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50%-60%, gastritis
erosif hemoragik sekitar 25%-30%, tukak peptik sekitar 10%-15% dan karena
sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan
yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak
sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang datang
ke Unit Gawat Darurat (UGD). Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan nonvarises sekitar 9%-12%.2

Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang


cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali
lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia, tetapi
jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian
meningkat pada usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita. 2,3

Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan


endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat
menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas. 4

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. J
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sungai Bahar
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 8 maret 2019

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Pasien datang dengan keluhan muntah darah berwarna hitam sejak ± 3 hari
SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

● Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat di RS Sungai Bahar, pasien


datang dengan keluhan muntah darah berwarna hitam 3 hari sebelum
masuk rumah sakit sungai bahar, pasien mengalami muntah darah
sebanyak 2 sendok, awalnya muntah pertama kali berwarna kuning
kemudian muntah berikutnya berwarna hitam, pasien di rawat inap selama
4 hari di RS Sungai Bahar, hari pertama di RS Sungai Bahar pasien
mengalami muntah darah berwarna hitam sebanyak ½ gelas belimbing,
kemudian pasien di rujuk di RS Raden Mattaher
● 3 hari sebelum masuk rumah sakit sungai bahar pasien juga mengeluhkan
nyeri pada ulu hati, rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk dan terasa panas, rasa
nyeri bertambah ketika sesudah makan, 1 hari sebelum masuk rumah sakit
sungai bahar rasa nyeri bertambah hebat

2
● ± 2 hari SMRS Selain itu pasien juga mengeluhkan mual (+), perut terasa
penuh (+), nafsu makan menurun (+),demam (-) dan keluhan BAK (-),
warna jernih, dalam batas normal. BAB berwarna hitam (+), Lendir (-)
● Diketahui pasien mempunyai riwayat magh dari 19 tahun sampai sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu :

● Riwayat Keluhan serupa (-)


● Riwayat Hipertensi (-)
● Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

● Riwayat magh dan muntah darah pada ibu (+)


● Riwayat kanker paru pada ayah (+)
● Riwayat Hipertensi (-)
● Riwayat DM (-)

Riwayat Sosial Ekonomi dan kebiasaan :

Pasien sudah menikah, pekerjaannya wiraswasta dan tinggal bersama


orang tuannya. Pasien memiliki kebiasaan Merokok (-), makan makanan yang
pedas (+), mengkonsumsi alkohol (-).pasien mimiliki kebiasaan menahan lapar
(+) pasien sering mengkonsumsi makanan pedas (+) dan mie instan.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 100/70 HR : 66x/menit RR : 20x/menit Suhu : 36,7 C

3
Status Gizi
BB : 60 Kg TB :165 cm IMT :22,2 (Normoweight)

Kulit
● Warna : sawo matang
● Efloresensi : (-)
● Jaringan Parut : (-)
● Pertumbuhan Rambut : normal
● Pertumbuhan Darah : (-)
● Suhu : 36,7 C
● Turgor : normal, <2detik
● Lainnya : (-)

Kelenjar Getah Bening


● Pembersaran KGB : (-)

Kepala
● Bentuk Kepala : Normocephal
● Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
● Ekspresi : Tampak sakit sedang
● Simetris Muka : Simetris

Mata
● Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
● Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
● Pupil : isokor
● Lensa : normal
● Gerakan : normal
● Lapangan Pandang : normal

4
Hidung
● Bentuk : Simetris
● Sekret :(-)
● Septum : deviasi (-)
● Selaput Lendir :(-)
● Sumbatan :(-)
● Pendarahan :(-)

Mulut
● Bibir : Kering (+), Sianosis (-),
● Lidah : atrofi papila lidah (-)
● Gusi : anemis (+)

Telinga
● Bentuk : simetris
● Sekret : (-)
● Pendengaran : normal

Leher
● JVP : 5+1 cmH2O
● Kelenjar Tiroid : tidak teraba
● Kelenjar Limfonodi : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra


Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

5
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-), Wheezing(-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, venatasi (-).
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) epigastrik
Perkusi : Timpani diempat kuadran.
Auskultasi : Bising Usus (+), normal

Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium :Darah Rutin ( 8 Maret 2019 )

Parameter Nilai Normal

WBC 10.74 x 109/L 4-10

RBC 5.06 x 1012/L 3.5-5.5

HGB 14 g/Dl 11-16 g/dl

HCT 40.4% 35-50

PLT 278 x109/L 100-300 103mm3

MCV 79.8 80-100 fl

MCH 27.7 27-34 pg

MCHC 347 320-360 g/l

6
Jenis Periksaan (8 November 2018) Hasil
Elektrolit Na : 142,73mmol/L
K : 3,49 mmol/L ( menurun )
Cl : 107,01 mmol/L
Ca : 1,31 mmol/L ( meningkat )
faal ginjal ureum : 24 (normal)
kreatinin : 0.8 (normal )
gula darah 86 mg/dl

2.5 Diagnosa Kerja

Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif

2.6 Diagnosa Banding


● Ulkus Peptikum
● Ruptur Varises esofagus

2.7 Anjuran Pemeriksaan


● Endoskopi

2.8 Tatalaksana

● Non farmakologis :
1. Tirah baring pasien
2. Pasang NGT
3. Puasa sampai tidak ada muntah dan BAB darah lagi, lanjutkan diet
lambung bertahap 6x200 cc/oral
4. Diet Lambung I
5. Pantau KU, TTV
● Farmakologis :
1. IVFD RL drip cepat 250 cc dilanutkan dengan RL/8 jam

7
2. Ceftriaxone 1 x 1gr iv
3. Omeprazole 1 x 40 mg iv
4. Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
5. As. Traneksamat 500 mg IV 2x1
6. Vitamin K 2x1 IV
● Edukasi
1. Jika timbul gejala nyeri pada perut segera periksa kedokter agar
dapat di tangani lebih lanjut.
2. Perbanyak makan buah dan sayuran,namun hindari sayur dan buah
yang bersifat asam.
3. Hindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia
atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak seperti makanan
pedas,kafein,dan alkohol
4. Hindari penggunaan obat-obat golongan NSAID
5. Makan makanan secara teratur
6. Hindari makanan yang bersoda
7. Jagalah berat badan ideal untuk mencegah heartburn,kembung,dan
konstipasi
8. Jangan berbaring setalah makan,dan istrhat yang cukup

2.9 Prognosis

● Quo Vitam : Dubia ad bonam


● Quo Functionam : Dubia ad bonam
● Quo Sanactionam : Dubia ad bonam

8
2.10 Follow Up

Tabel 2.1 Follow Up Pasien

Tanggal Perkembangan
08/3/2019 S: Muntah darah berwarna hitam (+), BAB bewarna hitam,
konsistensi lembek, darah (-), Nyeri perut di ulu hati (+) , mual
(+), badan terasa lemas (+)
O: TD: 110/70 N : 76x/menit RR: 20x/menit T : 36,5
Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis (-),
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
Darah rutin :
WBC : 10,74 x109/L
RBC : 5,06 x1012/L
HGB : 14 g/dL
MCV : 79,8 fL
MCH : 27,7 pg
MCHC : 347 g/L
HCT : 40,4 %
PLT : 278 x109/L
A: Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
P: Pasang NGT
IVFD RL 20 ttpm
Ceftriaxone 1 x 2gr iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
Domperidon 3x 10mg

9
As. Traneksamat 500 mg IV 2x1
Vitamin K 2x1 IV
9/3/2019 S: muntah darah (-), BAB hitam (-), darah (-), badan terasa
lemas berkurang (+), mual (+) masih, nyeri perut berkurang
O: TD:120/80 N: 83x/menit RR: 21x/menit T : 36,8
Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis (-).
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
A : Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
P: IVFD RL 20 ttpm
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
Domperidon 3x10 mg
10/3/2018 S: : BAB Hitam (-) badan terasa lemas berkurang (-), mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-)

O: TD:130/90 N: 80x/menit RR: 19x/menit T : 36,3


Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis minimal
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
A : Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
P:

10
IVFD RL 20 ttpm
Sucralfat syr 4x1C
Inj Omeprazole 2x1 (40 mg)
11/3/2019 S: : BAB Hitam (-) badan terasa lemas berkurang, mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-)

O: TD:130/90 N: 80x/menit RR: 19x/menit T : 36,7


Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis minimal
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
A : Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif + anemia ec
perdarahan
P:
IVFD RL 20 ttpm
Sucralfat syr 4x1C
Inj Omeprazole 2x1 (40 mg)

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan
keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat
dirumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik
dalam menentukan sumber perdarahan.1

3.2 Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per
100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang
sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana
perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia
perdarahan karena ruptura varises gastroesofageal merupakan penyebab tersering
yaitu sekitar 50-60 %, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30 %, tukak peptik
sekitar 10-15 %, dan karena sebab lainnya < 5 %.12

3.3 Klasifikas Penyebab Hematemesis Dan Melena1,3


1. Kelainan Esofagus
a. Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrum.Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan
masif.Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

12
b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis.Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada
pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir
menutup esofagus dan mudah berdaharah yang terletak di sepertiga bawah
esofagus.

c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat
yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum
alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu
sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami
disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.

d. Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil
analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI,
yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung.
Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas
seperti terbakar di mulut.Dada dan epigastrum.

e. Esofagitis dan tukak esophagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering
timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.

13
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita
sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah
sering minum alkohol atau jamu-jamuan.

b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati
dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis
karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah
darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu
masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.

c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan
sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh
merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh
karena melena.

3.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada:5
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan

14
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam hidroklorida
dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera
setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa
waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam.
Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas
kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal
ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di
bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung.
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis
biasanya mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena
menderita hematemesis. Melena biasanya menggambarkan perdarahan
esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan
kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui
traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan darah dari duodenum dan
jejunum akan tertahan disaluran cerna selama ± 6 – 8 jam untuk merubah warna
feses menjadi hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72
jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses warna
hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah sebanyak ± 60
mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam.
Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat
menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali
normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap positif selama
7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga
terbentuk hematin. Tinja akan memiliki tekstur yang lengket dan
menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna
hitam atau gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth
atau licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan
tes occult bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus
segera diobservasi.4

15
Kehilangan darah <500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan
darahyang sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan
yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan aliran darah balik kembali ke
jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan
perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik >10 mmHg (Tilt test)
menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang
sering menyertai yaitu, sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi
(berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ± 40 % terjadi renjatan (syok)
disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita
teraba dingin. Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas
singkat dan berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi
normal, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang
menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak).4

3.5 Faktor Resiko


Menurut Djojoningrat (2011) faktor risiko perdarahan SCBA yaitu.13
1. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah
ibuprofen, diklofenak, meloxicam, naproxen, indomethacin,
ketoprofen, piroxicam dan ketorolac.
2. Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat
menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat.
Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus duodenum,
komplikasi perdarahan dan perforasi pada lambung. Obat
antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila
dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.
3. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok
meningkatkan risiko terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster

16
maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuha
ulkus, memicu kekambuhan dan meningkatkan risiko
komplikasi.
4. Alkohol
Mengonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak
pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan
menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan
perdarahan pada mukosa.
5. Riwayat Gastritis
Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap
terjadinya ulkus. Pada kelompok ini diprediksi risiko terjadi
bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam
mekanisme pertahan mukosa dan proses penyembuhan.
6. Diabetes Melitus (DM)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan
penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko
untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang
menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan
SCBA yang disebabkan oleh DM.
7. Infeksi bakteri Helicobacter pylori
H. pylori merupakan bakteri gram negative berbentuk
spiral yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi
dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan tingkat infeksi H. pylori <75% pada pasien ulkus
duodenum. Hasil penelitian di New York 61% dari ulkus
duodenum dan 63% dari ulkus gaster disebabka oleh infeksi H.
pylori.
8. Chronic kidney disease (CKD)
Patogenesis perdarahan saluran cerna pada CKD masih
beum jelas, diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia
terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit akibat

17
uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan
antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialisis.
9. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga
mudah terkena jejas.
10. Chronic heart failure (CHF)
Penelitian yang ada mengatakan bahwa CHF dapat
meningkatkan faktor risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali
lipat.

3.6 Patofisiologi
Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam
proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa
mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi
sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel
makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa
juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai
vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi
juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis
akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut.14

18
Gambar 1 Mekanisme Pembentukan Luka pada Gaster

(Sumber: Turner, J. R. 2010)

Agen korosif (asam dan pepsin) yang dikeluarkan oleh lambung


berperan utama dalam tukak lambung, tukak duodenum dan gastritis erosif akut.
Setiap penyakit ini memiliki patogenesis tersendiri tetapi tumpang tindih
dengan tema umum sekresi berlebih asam atau penurunan pertahanan mukosa.
H. pylori dapat menyebabkan penyakit asam-peptik melalui beragam
mekanisme termasuk mengubah transduksi sinyal dan menurunkan pertahanan
mukosa. H. pylori merupakan patogen yang sangat umum dan angka infeksinya
lebih tinggi di negara miskin dengan sanitasi yang kurang baik. Rute
penyebaran dari orang ke orang kemungkinan besar adalah melalui fecal-oral.
Ulkus peptikum (tukak lambung) dibedakan dari gastritis erosif oleh
kedalaman lesi, dengan ulkus peptikum yang sudah menembus mukosa. Ulkus
yang dikelilingi oleh mukosa yang meradang mengisyaratkan bahwa
sebelumnya telah terjadi gastritis terlebih dahulu.14
Prostaglandin diketahui dapat meningkatkan aliran darah mukosa serta
sekresi bikarbonat dan mukus serta merangsang perbaikan dan pembaharuan sel
mukosa. Karena itu, defisiensi prostaglandin akibat pemberian obat anti
inflamasi non-steroid (OAINS) atau gangguan lain dapat mempermudah

19
timbulnya gastritis erosif dan ulkus peptikum.15
Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang
sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat
antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya
dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang
menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster. Infeksi Helicobacter
pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung
dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan
sekresi lambung.14
Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol
yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan
perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada
terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh
karena hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada
perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien
DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan
prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah
terjadi perdarahan. Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum.
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum.
Merokok memicu kekambuhan, menghambat proses penyembuhan dan respon
terapi sehingga memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi. 14

3.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dapat tergantung dari keparahan yang ditimbulkan.
Apabila telah terbentuk ulkus maka dapat terjadi pendarahan bagian atas saluran
cerna, perforasi, obstruksi ,dan komplikasi lainnya yang dapat mengancam nyawa.
Berdasarkan letaknya dapat timbul tanda seperti darah samar, darah segar ,atau
melena atau bahkan hematemesis.

20
3.8 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam
keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom
Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang
menyebabkan nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal
kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik, menurut Djojoningrat, D. (2011) yang
pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC, pasien-pasien dengan
hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan
nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien
yang mengalami penurunan kesadaran.
 Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu,
oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular
Vein Pressure) meningkat.
 Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal
(pecahnya varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema
tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti,
venektasi dinding perut (caput medusa).
 Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia

21
 Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali
(hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia,
rasa lemah.
 Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
distensi, atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan
tanda ulkus peptikum, dan adanya hepatosplenomegali
meningkatkan kemungkinan varises.
 Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar
pada feses. Warna feses ini mempunyai nilai prognostik
3. Pemeriksaan Penunjang2,5
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan
tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor
pembekuan primer atau sekunder: CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru
kronis
e. Endoskopi :gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai
pengobatan endoskopik awal. Selain itu juga memberikan
informasi prognostik dengan mengidentifikasi stigmata perdarahan

Tabel 3.4 Beda perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dengan
saluran cerna bagian bawah (SCBB)

Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB


Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
3.9 Penatalaksanaan

22
Gambar 2 Algoritma Tatalaksana Perdarahan SCBA

(Sumber: Adi, P. 2014)

 Stabilisasi Hemodinamik

Resusitasi yang dilakukan adalah pemberian cairan intravena dan


suplementasi oksigen, koreksi koagulopati berat dan transfusi darah
pada saat dibutuhkan. Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan
infus cairan kristaloid dan pasang monitor CVP (central venous
pressure). Tujuannya untuk memulihkan tanda-tanda vital dan
mempertahankan tetap stabil. Penderita dengan perdarahan 500 – 1000
cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9% (Adi, P.
2014)

Pemberian transfusi darah menurut Adi, P. (2014) pada perdarahan


saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:

23
a. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil

b. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan


jumlahnya 1 liter atau lebih.
c. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan Hb < 10 &
atau hematokrit < 30%.
d. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan
yang menurun.

Pertimbangkan Intensive Care Unit (ICU) apabila:

 Pasien dalam keadaan syok

 Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan


transfusi darah multipel atau dengan akut abdomen
(Adi, P. 2014)

 Terapi Non-Farmakologi

 Pemasangan NGT (Nasogastric Tube)

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama


dilakukan adalah kumbang lambung melalui pipa nasogastrik. Kumbah
lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi
dan dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.

Pemasangan pipa nasogastrik ini dilakukan pada perdarahan yang


diduga masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik.
NGT bertujuan untuk mencegah distensi lambung, aspirasi, dekompresi
dan menilai perdarahan.14

Pada semua kasus perdarahan saluran cerna disarankan untuk


pemasangan pipa nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan
hemodinamik stabil atau yang sudah jelas perdarahan SCBB. Sekiranya
sejak awal tidak ditemukan darah pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa
nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau 24 jam. Bila dalam kurun

24
waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan
perdarahan SCBA.14

 Balon Temponade

Balon temponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus

 Terapi Farmakologi

 Transfusi darah PRC ( sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada
kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%. Bila perdarahan berat
(25-30%), boleh dipertimbangkan trasfusi whole blood.

 Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma dapat


digunakan NaCL 0.9% atau RL

 Untuk Pasien Non-Varises:

 Pemberian Vitamin K dan Anti-fibrinolitik

Vitamin K dapat dipertimbangkan karena berguna untuk


meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu
protombin, faktor VII, faktor IX dan faktor X yang berlangsung di hati.
Namun pemberian vitamin K pada penyakit hepatoselular seperti sirosis
hati, dapat terjadi hipoprotombinemia karena sel hati tidak dapat
membentuk faktor-faktor pembekuan darah sehingga pemberian vitamin K
biasanya tidak akan memberikan hasil yang baik.14

Asam traneksamat merupakan obat golongan antifibrinolitik yang


bekerja mengurangi perdarahan dengan cara menghambat aktivitas
plasminogen menjadi plasmin pada pembekuan darah. Karena plasmin
berfungsi mendegradasi fibrin, maka asam traneksamat bekerja
menghambat degradasi fibrin, yang berujung pada meningkatnya aktivitas
pembekuan darah. Dosis asam traneksamat yang digunakan adalahh 0,5-1
gram 3 kali sehari.14
 Obat anti sekresi asam

25
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan
bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena ulkus
peptikum adalah proton pump inhibitor dosis tinggi. Pemberian diawali
dengan bolus omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam
selama 72 jam.

Pada perdarahan SCBA, antasida, sitoprotektor (sukralfat), dan


antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa
penyebab perdarahan.

Obat golongan antagonis reseptor H2 (simetidin, ranitidin,


famotidin, nizatidin) menghmabat secara kompetitif ikatan histamin dengan
reseptor H2 sehingga mengurangi konsentrasi cAMP intraseluler dan
mengurangi sekresi asam lambung.

Obat golongan proton pump inhibitor bekerja dengan mengikat


sistem enzim H+K+ ATP-ase dari sel parietal dan menghambat masuknya
atau menekan ion hidrogen ke dalam lumen lambung. Sedangkan sukralfat
bekerja dengan cara berikatan dengan glikoprotein pada mukosa lambung
dan membentuk barier yang menghalangi difusi HCl serta mencegah
degradasi oleh pepsin. (Alwi, I. 2017)

Untuk Pasien Varises:

 Somatostatin dan analognya (ocreotide)

Somatostatin dan analognya (ocreotide) diketahui dapat


menurunkan aliran darah splanknik. Dapat digunakan untuk perdarahan
varises esofagus dan perdarahan nonvarises. Octreotide dapat menghambat
sekresi asam dan pepsin sekaligus mengurangi aliran darah mukosa
gastroduodenal. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan
per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti,
sedangkan untuk octreotide 0,1 mg/2 jam sampai peradarahan berhenti atau
bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi atau ligasi varises

26
esophagus.14

 Vasopressin

Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek


vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan
vena porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises
esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni)
dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian
vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100
ml dekstrose 5%, diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan
dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per
infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa
insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat,
misalnya nitrogliserin IV dengan dosis awal 40 mcg/menit kemduaian
secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit dengan tetap
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg. Hal ini dilakukan untuk
mencegah insufisiensi aorta mendadak.14
 Propanolol
Dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik
turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% ( setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
 Isobird dinitrat / mononitrat 2 x 1 tablet/ hari hingga keadaan stabil
 Metokloperamid 3 x 10 mg
- Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
- Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati
dapat ditambahkan :
a. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
b. Antibiotik ciprofloksasin 2 x 500mg atau sefalosporin generasi
ketiga. Obat ini diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja
normal

27
3.9 Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk atau terganggu
sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan
hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti
faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Mengingat
tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran
makan bagian atas maka perlu dipetimbangkan tindakan yang bersifat preventif
terutama untuk mencegah terjadinya pecahnya varises pada pasien. Pada gastritis
erosif prognosis baik apabila belum terjadi komplikasi dan etiologi telah diketahui
dan teratasi.2

3.10 Komplikasi
Adapun komplikasi dari hematemesis melena adalah:

- Syok hipovolemik
- Aspirasi pneumonia
- Gagal ginjal akut
- Sindrom hepatorenal
- Koma hepatikum
- Anemia karena perdarahan

28
BAB IV

ANALISA KASUS

4.1 Analisa Kasus

Pasien didiagnosis Hematemesis Melena ec sups Gastritis Erosif karena


didapatkan pada pasien:

a. Anamnesis
 Muntah dan BAB berwarna hitam sejak ± 3 hari SMRS
Muntah dan BAB yang berwarna hitam disebabkan karena adanya
darah yang telah teroksidasi dengan asam lambung. Dan perdarahan
tersebut pastinya berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu berasal dari
esophagus dan lambung.
 Nyeri pada ulu hati, nyeri kepala dan mual
Gejala di atas merupakan gejala yang khas pada gastritis. Nyeri pada
ulu hati disebabkan karena di lokasi tersebut tempat adanya lambung. Jika
terdapat peradangan pada lambung, maka akan nyeri pada daerah ulu hati.
Mual dan nyeri kepala merupakan kumpulan gejala dari sindroma
dyspepsia.
 Pasien mempunyai kebiasaan menahan lapar dan sering mengkonsumsi
makanan pedas
Kebiasaan manahan lapar dan sering mengkonsumsi makanan pedas
dapat menjadi pemicu meningkatnya asam lambung, dan jika dilakukan
terus menerus dapat terjadi gastritis erosif

b. Pemeriksaan Fisik
 Nyeri Tekan Epigastrium
Merupakan gejala yang khas pada gastritis. Menunjukkan gangguan pada
lambung. Gangguan dapat berupa lesi/tukak.
c. Pemeriksaan Laboratorium
 Leukositosis

29
Leukosit yang meningkat dapat berasal dari suatu peradangan
 GDS 86 mg/dl
Dalam batas normal

d. Penatalaksanaan
 Ringer Laktat drip cepat 250cc dilanjutkan dengan RL/8 jam
Diberikan RL drip cepat untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik dan
memperbaiki keadaan dehidrasi pada pasien ini.
 IVFD Ringer Laktat : Aminofluid /12 jam
Diberikan cairan rumatan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.
 Vitamin K 2x1 mg IV
Vitamin K dapat membantu mempercepat pembekuan darah, sehingga
dapat meminimalisai perdarahan pada saluran pencernaan pasien.
 As.Traneksamat 500 mg IV 2x1
Berisi asam tranexamat yang berfungsi dalam pembekuan darah
 NGT terbuka, spooling es/6 jam
Untuk melihat isi dari lambung, dan ternyata lambung terisi dengan cairan
berwarna hitam yang menandakan masih terjadi perdarahan di dalamnya,
sehingga dilakukan spooling / pencucian lambung dengan menggunakan
air es, sehingga diharapkan dapat membantu menghentikan perdarahan.
 Ceftriaxone 1 x 2gr iv
ceftriaxone yang dapat membunuh bakteri gram negatif dan positif.
 Omeprazole 1 x 40 mg iv
Omeperazol berfungsi untuk mencegah perluasan ulkus karena dapat
menghambat asam lambung dengan menghambat kerja enzim
(K+H+ATPase) yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi
yang di gunakan untuk mengeluarka asam HCL dari kanalikuli sel parietal
ke dalam lumen lambung sehingga menyebabkan pengurangan rasa sakit
pada pasien.
 Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt

30
Sukralfat berfungsi untuk meningkatkan daya tahan dan perbaikan
mukosa,mekanisme kerja nya adalah membentuk lapisan pada dasar tukak
sehingga melindungi tukak dari pengaruh agresif asam lambung dan
pepsin.

e. Pemeriksaan Anjuran:
 Endoskopi
Dilakukan untuk mendiagnosis secara pasti dari gastritis erosif. Selain itu
dengan endoskopi bisa pula di lakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan
masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasikan perlu di
pertimbangkan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang
sekaligus bisa di gunakan untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatakan diagnosa


sementara yaitu Hematemesis Melena ec gastritis erosive. Terdapat tanda-tanda
klinis pada pasien yang mengarahkan pada diagnosis tersebut, yaitu muntah darah
yang bewarna hitam pekat seperti kopi, BAB hitam lengket seperti aspal, mual
dan muntah, nyeri tekan epigastrium, serta terdapat riwayat kebiasaan menahan
lapar dan mengkonsumsi makanan pedas. Muntah darah yang berwarna hitam
pekat seperti kopi diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna
bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung. Warna
darah tergantung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya kontak
dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan
asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur
dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami
proses oksidasi menjadi hematin. BAB yang berwarna hitam seperti aspal juga
diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena)
baru dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.

31
Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna
yang cepat. Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa
sakit di daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir
dan hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang
bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang
dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa
pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa
lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan
pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif
dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh
Helicobacter pylori. 5,6
Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-
kecil. 6,7
Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah
penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan , tidak
didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah masih
dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak
dingin. 8,9
Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak
Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan
penelitian bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah
diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum.
Gejala-gejala yang timbul hampir sama. Pada Hematemesis Melena yang
diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat penyakit atau kelainan hati
sebelumnya, dan umumnya darah yang dimuntahkan berwarna merah segar
karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga

32
warna muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke
lambung dan bercampur dengan asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah
terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT,
SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG hati. Sedangkan
Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan
endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil,
dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak
peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka. Nyeri
pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu
merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri dapat
berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. 7,9
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis
(waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin), endoskopi dan USG hati. Pemeriksaan darah
berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan untuk terapi. Sebagai
contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan
tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan darah baik melalui muntah
ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb
yang diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa
karena ketika pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang
bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi. 8,9,10
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah
terjadikelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi
khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati. Endoskopi dilakukan
untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber perdarahan, penyebab
perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai diagnostik pasti. USG hati dilakukan
apabila ada indikasi untuk melihat gambaran keadaan hati. 8,9,10
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat
penghambat pompa proton seperti Omeprazole. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan

33
energi yang akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel
parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti
sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh
agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin
seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa lambung. 2,3,4
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian
atas diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan
dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan
dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah
yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi
defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan berlangsung lama dan
perdarahan dapat terjadi terus-menerus. 2,3,7

34
BAB V

KESIMPULAN

3.1 Resume
• Tn. J usia 29 tahun, pasien merupakan rujukan dari RS Sungai Bahar,
datang ke RS Raden Mattaher pada tanggal 8 Maret 2019, dengan keluhan
muntah darah berwarna hitam ± 3 hari SMRS sungai bahar, pasien
mengalami muntah sebanyak 2 sendok, awalnya muntah pertama kali
berwarna kuning kemudian muntah berikutnya berwarna hitam, pasien
dirawat inap selama 4 hari di RS sungai bahar, hari pertama di RS Sungai
Bahar pasien mengalami muntah darah berwarna hitam sebanyak ½ gelas
belimbing, kemudia pasien di rujuk RS Raden Mattaher Jambi.
• 3 hari SMRS Sungai Bahar pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati,
rasa nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan tersasa panas, rasa nyeri
bertambah ketika sesudah makan, 1 hari SMRS Sungai Bahar rasa nyeri
bertambah hebat
• Diketahui pasien mempunyai riwayat maag dari 19 tahun sampai sekarang
• Pasien mempunyai kebiasaan menahan lapar (+), sering mengkonsumsi
makan pedas (+)
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis
tampak sakit sedang, Konjungtiva pucat (-), ikterik (-), bibir kering
(+),Jantung dan paru dalam batas normal. Terdapat nyeri tekan pada
epigastrium,bunyi usus dalam batas normal, hepar dan limpa tidak teraba.
• Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan pasien dalam keadaan
Leukositosis. Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapat bahwa kadar ureum
dan kreatinin normal, pemeriksaan faal hati dalam keadaan normal,
pemeriksaan HbsAG (-).Dilakukan juga pemeriksaan GDS, dan di
dapatkan kadar glukosa darah 86 mg/dl dalam batas normal
• Jadi dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan bahwa
pasien sedang mengalami hematemesis dan melena yang di curigai
sebabkan karena gastritis erosif, yang diduga karena mempunyai

35
kebiasaan menahan lapar dan sering mengkonsumsi makanan pedas untuk
itu diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu endoskopi untuk memastikan
penyakit pasien. Kesan pada hasil endoskopi adalah gastritis erosif

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta


Kedokteran Edisi ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Media Aesculapius hal.634-636.
2. Current Perspective in NSAID-Induced Gastrophaty. Sinha M, Gautan L,
Shukla PK, Kaur P, Sharma S, et al. India : Hindawi Publishing Corporation.
Mediator of Inflamation 2013, Volume 2013, p 11-22.
3. A Comparison of efficacy between rebamipide and omeprazole in the treatment
of NSAIDs Gastropathy. Suyata S, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. Indonesia
: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy 2004, Volume 5 issue 3.
4. Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drug Gastropathy. Hawkey CJ. England
:American Gastroenterology Association. Gastroenterology 2000, p 521-535.
5. Inflamation, Immunomodulation, and hematopoesis In Goodman & Gillman's
The Pharmalogical Basis of THERAPEUTICS 12th Edition.Brunton L,
Chabner B, Knollman B. California : McGraw Hill. 2010. p 962-995.
6. Nonsteroidal anti-inflamatory drugs and upper and lower gastrointestinal
mucosal damage. Sostres C, Gargallo CJ, Lanas A. Spain : Biomed Central.
Arthritis research & therapy 2013, Volume 15, p 1-8.
7. An overview of gastropathy induced by nonsteroidal anti-inflamatory drugs.
Schellback N. South Africa : Medpharm. S Afr Pharm J 2012, Vol 79 No 4, p
12-18.
8. Peptic Ulcer Disease and Relative Disorder In Harrison's Principles of Internal
Medicine 19th Edition. Kasper DL et al. USA: McGraw Hill. 2015. p 1911-
1919.
9. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Hirlan,
Editor: Setiati siti, et al. Jakarta : InternaPublishing. 2014, hal 1768-1771.
10. .Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Bakta IM ,
Editor : Setiati siti, et al. Jakarta : InternaPublishing. 2014, hal 2575-2582.

37
11. Alwi, I. e. (2015). Hipertensi. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu PEnyakit
Dalam Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia
12. Nur fadila, milani. Hematemesis Melena karena Gastritis Erosive. Di akses
pada tanggal 5 april 2019 (
https://www.academia.edu/7031571/REFERAT_PERDARAHAN_SALURAN
_CERNA
13. Djojoningrat, D. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(Hematemesis Melena). Dalam: Rani, A. A. Buku Ajar Gastroenterologi
Edisi 1. jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 33-44
14. Tripathi, D., et al. 2015. UK guidelines on the management of the
variceal haemorrhage in cirrhotic patients. UK: BMJ Publishing Group;
1-25Turner, J. R., 2010. The Gastrointestinal Tract dalam Robbins and
Cotran Pathologis Basis of Disease. 8th edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders Inc; 763-770
15. Bunnet, N. W., et al. 2015. Penyakit Gastrointestinal. Dalam Ganong,
W.F. Patofisiologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC; 397-401

38

Anda mungkin juga menyukai