i
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Fajri Wardiannur, S.Ked
G1A1218109
Universitas Jambi
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
iii
BAB IV ANALISA KASUS ........................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR SINGKATAN
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session (CRS) yang berjudul
“HEMETESIS MELENA E.C SUSP. GASTRITIS EROSIF” sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC.FINASIM
yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
viii
DAFTAR SINGKATAN
COX : Cyclooxygenase
GI : Gastrointestinal
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. J
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sungai Bahar
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 8 maret 2019
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan muntah darah berwarna hitam sejak ± 3 hari
SMRS.
2
● ± 2 hari SMRS Selain itu pasien juga mengeluhkan mual (+), perut terasa
penuh (+), nafsu makan menurun (+),demam (-) dan keluhan BAK (-),
warna jernih, dalam batas normal. BAB berwarna hitam (+), Lendir (-)
● Diketahui pasien mempunyai riwayat magh dari 19 tahun sampai sekarang
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 100/70 HR : 66x/menit RR : 20x/menit Suhu : 36,7 C
3
Status Gizi
BB : 60 Kg TB :165 cm IMT :22,2 (Normoweight)
Kulit
● Warna : sawo matang
● Efloresensi : (-)
● Jaringan Parut : (-)
● Pertumbuhan Rambut : normal
● Pertumbuhan Darah : (-)
● Suhu : 36,7 C
● Turgor : normal, <2detik
● Lainnya : (-)
Kepala
● Bentuk Kepala : Normocephal
● Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
● Ekspresi : Tampak sakit sedang
● Simetris Muka : Simetris
Mata
● Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
● Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
● Pupil : isokor
● Lensa : normal
● Gerakan : normal
● Lapangan Pandang : normal
4
Hidung
● Bentuk : Simetris
● Sekret :(-)
● Septum : deviasi (-)
● Selaput Lendir :(-)
● Sumbatan :(-)
● Pendarahan :(-)
Mulut
● Bibir : Kering (+), Sianosis (-),
● Lidah : atrofi papila lidah (-)
● Gusi : anemis (+)
Telinga
● Bentuk : simetris
● Sekret : (-)
● Pendengaran : normal
Leher
● JVP : 5+1 cmH2O
● Kelenjar Tiroid : tidak teraba
● Kelenjar Limfonodi : tidak teraba
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
5
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-), Wheezing(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, venatasi (-).
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) epigastrik
Perkusi : Timpani diempat kuadran.
Auskultasi : Bising Usus (+), normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)
6
Jenis Periksaan (8 November 2018) Hasil
Elektrolit Na : 142,73mmol/L
K : 3,49 mmol/L ( menurun )
Cl : 107,01 mmol/L
Ca : 1,31 mmol/L ( meningkat )
faal ginjal ureum : 24 (normal)
kreatinin : 0.8 (normal )
gula darah 86 mg/dl
2.8 Tatalaksana
● Non farmakologis :
1. Tirah baring pasien
2. Pasang NGT
3. Puasa sampai tidak ada muntah dan BAB darah lagi, lanjutkan diet
lambung bertahap 6x200 cc/oral
4. Diet Lambung I
5. Pantau KU, TTV
● Farmakologis :
1. IVFD RL drip cepat 250 cc dilanutkan dengan RL/8 jam
7
2. Ceftriaxone 1 x 1gr iv
3. Omeprazole 1 x 40 mg iv
4. Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
5. As. Traneksamat 500 mg IV 2x1
6. Vitamin K 2x1 IV
● Edukasi
1. Jika timbul gejala nyeri pada perut segera periksa kedokter agar
dapat di tangani lebih lanjut.
2. Perbanyak makan buah dan sayuran,namun hindari sayur dan buah
yang bersifat asam.
3. Hindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia
atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak seperti makanan
pedas,kafein,dan alkohol
4. Hindari penggunaan obat-obat golongan NSAID
5. Makan makanan secara teratur
6. Hindari makanan yang bersoda
7. Jagalah berat badan ideal untuk mencegah heartburn,kembung,dan
konstipasi
8. Jangan berbaring setalah makan,dan istrhat yang cukup
2.9 Prognosis
8
2.10 Follow Up
Tanggal Perkembangan
08/3/2019 S: Muntah darah berwarna hitam (+), BAB bewarna hitam,
konsistensi lembek, darah (-), Nyeri perut di ulu hati (+) , mual
(+), badan terasa lemas (+)
O: TD: 110/70 N : 76x/menit RR: 20x/menit T : 36,5
Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis (-),
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
Darah rutin :
WBC : 10,74 x109/L
RBC : 5,06 x1012/L
HGB : 14 g/dL
MCV : 79,8 fL
MCH : 27,7 pg
MCHC : 347 g/L
HCT : 40,4 %
PLT : 278 x109/L
A: Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
P: Pasang NGT
IVFD RL 20 ttpm
Ceftriaxone 1 x 2gr iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
Domperidon 3x 10mg
9
As. Traneksamat 500 mg IV 2x1
Vitamin K 2x1 IV
9/3/2019 S: muntah darah (-), BAB hitam (-), darah (-), badan terasa
lemas berkurang (+), mual (+) masih, nyeri perut berkurang
O: TD:120/80 N: 83x/menit RR: 21x/menit T : 36,8
Pemeriksaan generalisata:
Konjungtiva anemis (-).
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : Datar, Simetris.
Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normal
A : Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
P: IVFD RL 20 ttpm
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
Domperidon 3x10 mg
10/3/2018 S: : BAB Hitam (-) badan terasa lemas berkurang (-), mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-)
10
IVFD RL 20 ttpm
Sucralfat syr 4x1C
Inj Omeprazole 2x1 (40 mg)
11/3/2019 S: : BAB Hitam (-) badan terasa lemas berkurang, mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-)
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan
keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat
dirumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik
dalam menentukan sumber perdarahan.1
3.2 Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per
100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang
sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana
perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia
perdarahan karena ruptura varises gastroesofageal merupakan penyebab tersering
yaitu sekitar 50-60 %, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30 %, tukak peptik
sekitar 10-15 %, dan karena sebab lainnya < 5 %.12
12
b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis.Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada
pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir
menutup esofagus dan mudah berdaharah yang terletak di sepertiga bawah
esofagus.
c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat
yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum
alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu
sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami
disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.
d. Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil
analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI,
yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung.
Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas
seperti terbakar di mulut.Dada dan epigastrum.
13
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita
sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah
sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati
dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis
karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah
darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu
masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan
sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh
merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh
karena melena.
14
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam hidroklorida
dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera
setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa
waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam.
Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas
kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal
ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di
bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung.
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis
biasanya mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena
menderita hematemesis. Melena biasanya menggambarkan perdarahan
esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan
kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui
traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan darah dari duodenum dan
jejunum akan tertahan disaluran cerna selama ± 6 – 8 jam untuk merubah warna
feses menjadi hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72
jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses warna
hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah sebanyak ± 60
mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam.
Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat
menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali
normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap positif selama
7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga
terbentuk hematin. Tinja akan memiliki tekstur yang lengket dan
menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna
hitam atau gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth
atau licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan
tes occult bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus
segera diobservasi.4
15
Kehilangan darah <500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan
darahyang sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan
yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan aliran darah balik kembali ke
jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan
perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik >10 mmHg (Tilt test)
menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang
sering menyertai yaitu, sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi
(berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ± 40 % terjadi renjatan (syok)
disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita
teraba dingin. Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas
singkat dan berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi
normal, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang
menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak).4
16
maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuha
ulkus, memicu kekambuhan dan meningkatkan risiko
komplikasi.
4. Alkohol
Mengonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak
pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan
menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan
perdarahan pada mukosa.
5. Riwayat Gastritis
Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap
terjadinya ulkus. Pada kelompok ini diprediksi risiko terjadi
bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam
mekanisme pertahan mukosa dan proses penyembuhan.
6. Diabetes Melitus (DM)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan
penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko
untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang
menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan
SCBA yang disebabkan oleh DM.
7. Infeksi bakteri Helicobacter pylori
H. pylori merupakan bakteri gram negative berbentuk
spiral yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi
dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan tingkat infeksi H. pylori <75% pada pasien ulkus
duodenum. Hasil penelitian di New York 61% dari ulkus
duodenum dan 63% dari ulkus gaster disebabka oleh infeksi H.
pylori.
8. Chronic kidney disease (CKD)
Patogenesis perdarahan saluran cerna pada CKD masih
beum jelas, diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia
terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit akibat
17
uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan
antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialisis.
9. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga
mudah terkena jejas.
10. Chronic heart failure (CHF)
Penelitian yang ada mengatakan bahwa CHF dapat
meningkatkan faktor risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali
lipat.
3.6 Patofisiologi
Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam
proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa
mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi
sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel
makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa
juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai
vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi
juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis
akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut.14
18
Gambar 1 Mekanisme Pembentukan Luka pada Gaster
19
timbulnya gastritis erosif dan ulkus peptikum.15
Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang
sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat
antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya
dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang
menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster. Infeksi Helicobacter
pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung
dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan
sekresi lambung.14
Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol
yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan
perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada
terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh
karena hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada
perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien
DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan
prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah
terjadi perdarahan. Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum.
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum.
Merokok memicu kekambuhan, menghambat proses penyembuhan dan respon
terapi sehingga memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi. 14
20
3.8 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam
keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom
Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang
menyebabkan nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal
kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik, menurut Djojoningrat, D. (2011) yang
pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC, pasien-pasien dengan
hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan
nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien
yang mengalami penurunan kesadaran.
Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu,
oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular
Vein Pressure) meningkat.
Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal
(pecahnya varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema
tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti,
venektasi dinding perut (caput medusa).
Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia
21
Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali
(hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia,
rasa lemah.
Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
distensi, atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan
tanda ulkus peptikum, dan adanya hepatosplenomegali
meningkatkan kemungkinan varises.
Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar
pada feses. Warna feses ini mempunyai nilai prognostik
3. Pemeriksaan Penunjang2,5
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan
tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor
pembekuan primer atau sekunder: CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru
kronis
e. Endoskopi :gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai
pengobatan endoskopik awal. Selain itu juga memberikan
informasi prognostik dengan mengidentifikasi stigmata perdarahan
Tabel 3.4 Beda perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dengan
saluran cerna bagian bawah (SCBB)
22
Gambar 2 Algoritma Tatalaksana Perdarahan SCBA
Stabilisasi Hemodinamik
23
a. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
Terapi Non-Farmakologi
24
waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan
perdarahan SCBA.14
Balon Temponade
Terapi Farmakologi
Transfusi darah PRC ( sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada
kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%. Bila perdarahan berat
(25-30%), boleh dipertimbangkan trasfusi whole blood.
25
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan
bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena ulkus
peptikum adalah proton pump inhibitor dosis tinggi. Pemberian diawali
dengan bolus omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam
selama 72 jam.
26
esophagus.14
Vasopressin
27
3.9 Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk atau terganggu
sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan
hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti
faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Mengingat
tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran
makan bagian atas maka perlu dipetimbangkan tindakan yang bersifat preventif
terutama untuk mencegah terjadinya pecahnya varises pada pasien. Pada gastritis
erosif prognosis baik apabila belum terjadi komplikasi dan etiologi telah diketahui
dan teratasi.2
3.10 Komplikasi
Adapun komplikasi dari hematemesis melena adalah:
- Syok hipovolemik
- Aspirasi pneumonia
- Gagal ginjal akut
- Sindrom hepatorenal
- Koma hepatikum
- Anemia karena perdarahan
28
BAB IV
ANALISA KASUS
a. Anamnesis
Muntah dan BAB berwarna hitam sejak ± 3 hari SMRS
Muntah dan BAB yang berwarna hitam disebabkan karena adanya
darah yang telah teroksidasi dengan asam lambung. Dan perdarahan
tersebut pastinya berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu berasal dari
esophagus dan lambung.
Nyeri pada ulu hati, nyeri kepala dan mual
Gejala di atas merupakan gejala yang khas pada gastritis. Nyeri pada
ulu hati disebabkan karena di lokasi tersebut tempat adanya lambung. Jika
terdapat peradangan pada lambung, maka akan nyeri pada daerah ulu hati.
Mual dan nyeri kepala merupakan kumpulan gejala dari sindroma
dyspepsia.
Pasien mempunyai kebiasaan menahan lapar dan sering mengkonsumsi
makanan pedas
Kebiasaan manahan lapar dan sering mengkonsumsi makanan pedas
dapat menjadi pemicu meningkatnya asam lambung, dan jika dilakukan
terus menerus dapat terjadi gastritis erosif
b. Pemeriksaan Fisik
Nyeri Tekan Epigastrium
Merupakan gejala yang khas pada gastritis. Menunjukkan gangguan pada
lambung. Gangguan dapat berupa lesi/tukak.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis
29
Leukosit yang meningkat dapat berasal dari suatu peradangan
GDS 86 mg/dl
Dalam batas normal
d. Penatalaksanaan
Ringer Laktat drip cepat 250cc dilanjutkan dengan RL/8 jam
Diberikan RL drip cepat untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik dan
memperbaiki keadaan dehidrasi pada pasien ini.
IVFD Ringer Laktat : Aminofluid /12 jam
Diberikan cairan rumatan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Vitamin K 2x1 mg IV
Vitamin K dapat membantu mempercepat pembekuan darah, sehingga
dapat meminimalisai perdarahan pada saluran pencernaan pasien.
As.Traneksamat 500 mg IV 2x1
Berisi asam tranexamat yang berfungsi dalam pembekuan darah
NGT terbuka, spooling es/6 jam
Untuk melihat isi dari lambung, dan ternyata lambung terisi dengan cairan
berwarna hitam yang menandakan masih terjadi perdarahan di dalamnya,
sehingga dilakukan spooling / pencucian lambung dengan menggunakan
air es, sehingga diharapkan dapat membantu menghentikan perdarahan.
Ceftriaxone 1 x 2gr iv
ceftriaxone yang dapat membunuh bakteri gram negatif dan positif.
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Omeperazol berfungsi untuk mencegah perluasan ulkus karena dapat
menghambat asam lambung dengan menghambat kerja enzim
(K+H+ATPase) yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi
yang di gunakan untuk mengeluarka asam HCL dari kanalikuli sel parietal
ke dalam lumen lambung sehingga menyebabkan pengurangan rasa sakit
pada pasien.
Sukralfat syr 3 x 1 C via ngt
30
Sukralfat berfungsi untuk meningkatkan daya tahan dan perbaikan
mukosa,mekanisme kerja nya adalah membentuk lapisan pada dasar tukak
sehingga melindungi tukak dari pengaruh agresif asam lambung dan
pepsin.
e. Pemeriksaan Anjuran:
Endoskopi
Dilakukan untuk mendiagnosis secara pasti dari gastritis erosif. Selain itu
dengan endoskopi bisa pula di lakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan
masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasikan perlu di
pertimbangkan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang
sekaligus bisa di gunakan untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan.
31
Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna
yang cepat. Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa
sakit di daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir
dan hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang
bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang
dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa
pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa
lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan
pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif
dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh
Helicobacter pylori. 5,6
Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-
kecil. 6,7
Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah
penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan , tidak
didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah masih
dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak
dingin. 8,9
Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak
Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan
penelitian bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah
diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum.
Gejala-gejala yang timbul hampir sama. Pada Hematemesis Melena yang
diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat penyakit atau kelainan hati
sebelumnya, dan umumnya darah yang dimuntahkan berwarna merah segar
karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga
32
warna muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke
lambung dan bercampur dengan asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah
terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT,
SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG hati. Sedangkan
Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan
endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil,
dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak
peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka. Nyeri
pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu
merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri dapat
berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. 7,9
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis
(waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin), endoskopi dan USG hati. Pemeriksaan darah
berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan untuk terapi. Sebagai
contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan
tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan darah baik melalui muntah
ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb
yang diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa
karena ketika pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang
bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi. 8,9,10
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah
terjadikelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi
khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati. Endoskopi dilakukan
untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber perdarahan, penyebab
perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai diagnostik pasti. USG hati dilakukan
apabila ada indikasi untuk melihat gambaran keadaan hati. 8,9,10
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat
penghambat pompa proton seperti Omeprazole. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan
33
energi yang akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel
parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti
sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh
agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin
seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa lambung. 2,3,4
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian
atas diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan
dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan
dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah
yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi
defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan berlangsung lama dan
perdarahan dapat terjadi terus-menerus. 2,3,7
34
BAB V
KESIMPULAN
3.1 Resume
• Tn. J usia 29 tahun, pasien merupakan rujukan dari RS Sungai Bahar,
datang ke RS Raden Mattaher pada tanggal 8 Maret 2019, dengan keluhan
muntah darah berwarna hitam ± 3 hari SMRS sungai bahar, pasien
mengalami muntah sebanyak 2 sendok, awalnya muntah pertama kali
berwarna kuning kemudian muntah berikutnya berwarna hitam, pasien
dirawat inap selama 4 hari di RS sungai bahar, hari pertama di RS Sungai
Bahar pasien mengalami muntah darah berwarna hitam sebanyak ½ gelas
belimbing, kemudia pasien di rujuk RS Raden Mattaher Jambi.
• 3 hari SMRS Sungai Bahar pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati,
rasa nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan tersasa panas, rasa nyeri
bertambah ketika sesudah makan, 1 hari SMRS Sungai Bahar rasa nyeri
bertambah hebat
• Diketahui pasien mempunyai riwayat maag dari 19 tahun sampai sekarang
• Pasien mempunyai kebiasaan menahan lapar (+), sering mengkonsumsi
makan pedas (+)
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis
tampak sakit sedang, Konjungtiva pucat (-), ikterik (-), bibir kering
(+),Jantung dan paru dalam batas normal. Terdapat nyeri tekan pada
epigastrium,bunyi usus dalam batas normal, hepar dan limpa tidak teraba.
• Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan pasien dalam keadaan
Leukositosis. Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapat bahwa kadar ureum
dan kreatinin normal, pemeriksaan faal hati dalam keadaan normal,
pemeriksaan HbsAG (-).Dilakukan juga pemeriksaan GDS, dan di
dapatkan kadar glukosa darah 86 mg/dl dalam batas normal
• Jadi dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan bahwa
pasien sedang mengalami hematemesis dan melena yang di curigai
sebabkan karena gastritis erosif, yang diduga karena mempunyai
35
kebiasaan menahan lapar dan sering mengkonsumsi makanan pedas untuk
itu diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu endoskopi untuk memastikan
penyakit pasien. Kesan pada hasil endoskopi adalah gastritis erosif
36
DAFTAR PUSTAKA
37
11. Alwi, I. e. (2015). Hipertensi. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu PEnyakit
Dalam Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia
12. Nur fadila, milani. Hematemesis Melena karena Gastritis Erosive. Di akses
pada tanggal 5 april 2019 (
https://www.academia.edu/7031571/REFERAT_PERDARAHAN_SALURAN
_CERNA
13. Djojoningrat, D. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(Hematemesis Melena). Dalam: Rani, A. A. Buku Ajar Gastroenterologi
Edisi 1. jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 33-44
14. Tripathi, D., et al. 2015. UK guidelines on the management of the
variceal haemorrhage in cirrhotic patients. UK: BMJ Publishing Group;
1-25Turner, J. R., 2010. The Gastrointestinal Tract dalam Robbins and
Cotran Pathologis Basis of Disease. 8th edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders Inc; 763-770
15. Bunnet, N. W., et al. 2015. Penyakit Gastrointestinal. Dalam Ganong,
W.F. Patofisiologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC; 397-401
38