Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tidak sedikit wanita hamil mengalami perdarahan. Kondisi ini terjadi di
awal masa kehamilan (trimester pertama), tengah trimester (trimester kedu),
atau bahkan pada masa kehamilan tua (trimester ketiga). Perdarahan pada
kehamilan merupakan keadaan yang tidak normal sehingga harus di
waspadai. Ada beberapa penyebab perdarahan yang dialami wanita hamil,
setiap kasus muncul dalam fase tertentu .
Perdarahan pada kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina
yang terjadi pada masa kehamilan, bukan pendarahan dari organ atau sistem
lainnya. Pendarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup serius
terjadi pada masyarakat indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang
cukup tinggi pada ibu-ibu di indonesia. Pendarahan pada kehamilan sendiri
sebenarnya dapat di kelompokkan menjadi beberapa kelompok yang
selanjutnya akan memudahkan kita untuk mengetahui penyebab dan mencari
solusi atau penatalaksanaan dari perdarahan tersebut. Pada makalah ini secara
spesifik akan di bahas mengenai perdarahan pada kehamilan lanjut atau biasa
disebut perdarahan antepartum.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian plasenta previa, solution plasenta, dan rupturi uterus?
2. Apa diagnosa, outcome, dan intervensi perdarahan kehamilan lanjut?
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami proses patofisiologis dan upaya penanganan
pendarahan pada kehamilan lanjut dan mencegah komplikasi pada ibu
dan atau pada janin.
2. Tujuan Khusus

1
1) Untuk mengetahui pengertian plasenta previa, solution plasenta, dan
ruptura uteri
2) Untuk mengetahui diagnosa, outcome, dan intervensi perdarahan
kehamilan lanjut.
1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Manfaat bagi mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang
pendarahan pada kehamilan lanjut, dapat membedakan tanda dan gejala
kasus-kasus tersebut, serta mampu melakukan penanganan yang tepat
dan memberikan pelayanan sesuai dengan standar asuhan kebidanan
yang menyeluruh dan sesuai kebutuhan klien.
2. Bagi Pendidikan
Manfaat bagi pendidikan adalah dapat menjadikan referensi untuk
melengkapi kepustakaan berkenaan pada kehamilan dan informasi
tambahan atau ilmu pengetahuan yang disusun oleh mahasiswi Akademi
Kebidanan Bina Husada Tangerang guna untuk melengkapi tugas
kelompok.
3. Bagi Klien / Masyarakat
Merupakan informasi kepada masyarakat tentang pendarahan pada
kehamilan lanjut yang terjadi pada kehamilan serta mengetahui tanda
bahaya dan penanganannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan
dimana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari
1000 gram (Manuaba, 2010). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007),
perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa
kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan. Jadi dapat
disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada
akhir usia kehamilan. Berikut ini adalah jenis-jenis perdarahan antepartum:
1. Plasenta Previa
1) Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari
yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada
keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro,
2005).
2) Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan
plasenta atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu
tertentu.
a. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
b. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta.
c. Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau
ari-ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
d. Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada
segmen bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).

3
3) Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah
rahim tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding
rahim di fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya
ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk
memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum
di ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi
dan peradangan, sedangkan browne menekankan bahwa faktor
terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologinya :
a. Umur dan Paritas
a) Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada
umur di bawah 25 tahun.
b) Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c) Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda
dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia
menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum
matang.
b. Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur
muda.
c. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, kuretase dan manual plasenta.
d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum
siap menerima hasil konsepsi.
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f. Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
4) Patofisiologi

4
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya
sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan
lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila
plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran
segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian
plasenta dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi
perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan
plasenta yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005)
5) Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih dari
35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan Ibu yang
kehamilan pertamanya berumur kurang dari 25 tahun. Pada Ibu yang
sudah beberapa kali hamil dan melahirkan dan berumur lebih dari 35
tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang berumur
kurang dari 25 tahun. (Winkjosastro, 2003)
6) Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan
secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan

5
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga akan
tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena
sejak saat itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar
serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan
yang terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah
sinus rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding
rahim. Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya
kehamilan pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)
7) Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai
bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata
dugaan itu salah. Sedangkan diagnosis bandingnya meliputi
pelepasan plasenta prematur (ari-ari lepas sebelum waktunya),
persalinan prematur dan vasa previa (Winkjosastro, 2005)
8) Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan
dari pemeriksaan darah (Winkjosastro, 2005)
9) Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi
perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu
dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
a. Pemeriksaan luar. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan
letak janin.
b. Pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui sumber terjadinya perdarahan.

6
c. Penentuan letak plasenta tidak langsung. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk megetahui secara pasti letak plasenta atau ari-
ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan radiografi,
radioisotopi dan ultrasonografi.
d. Penentuan letak plasenta secara langsung. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang
adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta melalui
kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).
10. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak
terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah
kesalahan-kesalahan letak janin seperti letak kepala yang
mengapung, letak sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum
waktunya karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher
rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar
progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari
dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)
11. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
a. Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan
menjadi tidak normal
b. Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan
dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan (Mochtar, 2011)
12) Komplikasi Plasenta Previa
a. Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
b. Prolaps plasenta
c. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan

7
d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
e. Perdarahan setelah kehamilan
f. Infeksi karena perdarahan yang banyak
g. Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar,
2011)
13) Pragnosis Plasenta Previa
Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat
konservatif, maka angka kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi
tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari seluruh kasus terjadinya
plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh kasus
terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun.
Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian
perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan
(Mochtar, 2003).
14) Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22
minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai
ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit
yang fasilitasnya cukup.Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan:
a. Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum
waktunya dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan
gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah
kehamilan belum matang, belum ada tanda-tanda persalinan,

8
keadaan umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin masih
hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah
rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian
lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat
menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi
janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV,
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru-paru janin.
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan
plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
b. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak harus segera dilaksanakan
secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif:
a) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi
kesakitan dan kematian.
b) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih
lanjut
c) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan
yang mempunyai fasilitas yang cukup.
d) Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan
yang paling banyak dilakukan (Manuaba, 2010).

9
2. Solusio Plasenta
1) Pengertian
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari
tempat perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin
dilahirkan (Saifuddin, 2006).
2) Klasifikasi Solusio Plasenta Menurut Derajat Lepasnya Plasenta
a. Solusio Plasenta Parsialis. Bila hanya sebagian saja plasenta
terlepasnya dari tempat perletakannya.
b. Solusio Plasenta Totalis. Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya
dari tempat perlekatannya
c. Prolapsus Plasenta. Bila plasenta turun ke bawah dan teraba
pada pemeriksaan dalam.
3) Etiologi
a. Trauma langsung terhadap Ibu hamil
a) Terjatuh trauma tertelungkup
b) Tendangan anak yang sedang digendong
c) Atau trauma langsung lainnya
c. Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi karena
tindakan kebidanan yang dilakukan :
a) Setelah versi luar
b) Setelah memecahkan air ketuban
c) Persalinan anak kedua hamil kembar
d. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek
faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
a) Hamil tua
b) Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
c) Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d) Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e) Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).
4) Patofisiologi

10
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara rahim dan plasenta belum terganggu dan
tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian
dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban
keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot
rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding rahim. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,
anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya
gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin
lama sejak terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya
komplikasi (Manuaba, 2010).
5) Frekuensi
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan
(Winkjosastro, 2005).
6) Tanda dan Gejala

11
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan
gejala yang jelas, perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi
biasanya terdapat perasaan sakit yang tiba-tiba diperut, kepala terasa
pusing, pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan
akhirnya berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.
7) Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada anamnesis
ditemukan perdarahan disertai rasa nyeri, spontan dan dikutip
penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim.
8) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba diperut,
perdarahan, dari jalan lahir yang sifatnya hebat berupa gumpalan
darah besar dan bekuan-bekuan darah.
9) Pemeriksaan
a. Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi
solusio plasenta, pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah:
Pemeriksaan fisik secara umum.
b. Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen, auskultasi,
pemeriksaan dalam serta ditunjang dengan pemeriksaan
ultrasonogravi.
10) Komplikasi Solusio Plasenta
a. Komplikasi langsung
Adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik.
b. Komplikasi tidak langsung
Adalah couvelair rahim, hifofibrinogenemia, nekrosis korteks
renalis yang menyebabkan tidak diproduksinya air urin serta
terjadi kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan
lain-lain (Mochtar, 2003).
11) Prognosis Solusio Plasenta
a. Terhadap Ibu

12
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus Solusio plasenta. Hal ini dikarenakan
perdarahan sebelum dan sesudah persalinan, toksemia
gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal
dan infeksi.
b. Terhadap Anak
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus solusio plasenta. Hal ini tergantung pada
derajat pelepasan dari pelepasan plasenta, bila yang terlepas
lebih dari sepertiga ari-ari maka kemungkinan kematian anak
100% selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan
persalinan.
c. Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio
plasenta yang lebih hebat dengan persalinan prematur (Mochtar,
2011).
12) Penanganan Solusio Plasenta
1. Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan kemudian
persalinan berlangsung spontan. Sambil menunggu berhentinya
perdarahan kita berikan suntikan morfin subkutan, stimulasi
kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol serta
transfusi darah.
2. Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud
agar anak segera dilahirkan dan pedarahan berhenti. Pertolongan
persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya
dapat bersalin secara normal.
Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin
hidup dan pembukaan belum lengkap, gawat janin tetapi
persalinan normal tidak dapat dilaksanakan dengan segera,

13
persiapan untuk seksio sesarea, hematoma miometrium tidak
mengganggu kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan
terjadinya perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup,
gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar
panggul, janin telah meninggal dan pembukaan > 2 cm
(Saifuddin, 2006).
3. Ruptura Uteri
1) Pengertian
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam.
Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di
sekitarnya. Risiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang
menyebabkan hematoma pada parametrium, kadan-kadang sangat
sulit untuk segera dokenali sehingga seringkali menimbulkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar karena
perdarahan hebat dapat terjadi kedalam kavum abdomen. Keadaan-
keadaan seperti ini sangat perlu untuk di waspadai pada partus lama.
( sarwono, 2009)
Menurut sarwono ( 2010 ), Yang dimaksud rupture uteri komplit
ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum
viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian
janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi
terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga

14
abdomen, pada ruptura uteri komplit hubungan kedua rongga
tersebut masih dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang
demikian janin belum masuk ke dalam rongga peritoneum. Pada
dehisens dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga belum
robek, tetapi jika kantung ketuban ikut robek maka disebut telah
terjadi rupture uteri parut. Dehisens bisa berubah menjadi rutura
pada waktu partus atau akibat manipulasi lain pada rahim yang
berparut, biasanya bekas bedah sesar pada persalinan yang lalu.
Dehisens terjadi perlahan, sedangkan ruprura uteri terjadi secara
dramatis. Ketentuan ini berguna untuk membedakan ruptura uteri
inkomplit denga dehisens yang sama-sama bisa terjadi pada bekas
bedah sesar. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah,
tapi pada ruptur uteri perdarahan banyak yang berasal dari pinggir
parut atau robekan baru yang meluas.
2) Etiologi
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang
telah ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi
perlainan pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan
sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan
partus percobaan atau persalinan di rangsang dengan oksitosin atau
sejenis.
Pasien yang beresiko tinggi antara lain persalinan yang
mengalami distosia, grande multipara, pengunaan oksitosin atau
prostaglandin untuk mempercepat persalinan, pasien hamil yang
pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah sesar atau operasi lain
pada rahimnya. Pada pasien dengan panggul sempit atau bekas atau
bekas seksio sesarea
3) Patofisiologi
Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan mengalami
retraksi. Dengan demikian, dinding korpus uteri atau atau segmen
atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi

15
lebih kecil. Akibatnya, tubuh janin yang menempati korpus uteri
terdorongkebawah ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah
janin menjadi lebih lebar dan karena dindingnya menjadi lebih tipis
karena tertarik ke atas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat,
berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi
kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah
janin dapat terdorong turun tanpa halangan dan apabila kapasitas
segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati oleh
tubuh janin, maka pada gilirannya bagian terbawa janin terdorong
masuk kedalam jalan lahir melalui pintu atas panggul kedalam
vagina melalui pembukaan jika serviks bisa mengalah. Sebaliknya,
apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu
sebab yang menahannya( misalnya panggul sempit atau kepala janin
besar ) maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada
his harus diimbangi oleh peluasan segmen bawah rahim ke atas.
4) Tanda dan gejala
a. Tanda gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau
tenang.
b. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen
c. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
d. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
e. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan
darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
f. Bagian presentasi dapat digerakan diatas rongga panggul
g. Bagian janin lebih mudah di palpasi
h. Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
i. Nyeri berat pada supra pubis.
j. Kontraksi uterus hipotonik
5) Diagnosis
Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van bandl yang
semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu

16
yang gelisah takut karena nyeri abdomen atau his kuat yang
berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik
ruptur uteri adalah khas sekali. Oleh sebab itu pada umumnya tidak
sukar menetapkan diagnosisnya atas dasar tanda-tanda klinik yang
telah diuraikan. Untuk menetapkan apakah ruptura in komplit perlu
dilanjutkan denga priksa dalam. Pada ruptura uteri komplit jari-jari
tangan pemeriksa dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan
dinding perut yang licin.
b. Dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian
depan di segmen bawah rahim.
c. Dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan.
d. Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-
jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling
mudah meraba unung jari-jari tangan dalam.
6) Prognosis
Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri terjadi pada
uterus yang masih utuh atau pada bekas seksio sesarea atau suatu
dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio sesarea atau pada dehisens
perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai
menimbulkan kematian maternal dan kemtian parinatal. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah kecepata pasien menerima tindakan
bantuan yang tepat dan cekatan. Ruptura uteri spontan dalam
persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh mengakibatkan
robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bisa
meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteria uterina atau
kedalam ligamentum latum atau meluas keatas atau ke vagina di
sertai perdarahan yang banyak dengan mortalitas maternal yang
tinggi dan kematian perinatal yang jauh lebih tinggi.
7) Komplikasi

17
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis
akibat infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptur
uteri. Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat
infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu
yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar
mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga
mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu
lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasi koagulopati
dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak
diperlukan untuk mengatasi atau mencegah gangguan kesimbangan
elektrolit antar-kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi
syok hipovolemik. Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien
kiriman di mana ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit
dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam
yang berulang. Jika dalam keaadaan yang demikian pasien tidak
segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti
pasien akan menderita peritonitas yang luas dan menjadi sepsis pasca
bedah. Sayangnya hasil pemeriksaan kultur dan resistensi
bakteriologik dari sample darah pasien baru di peroleh beberapa hari
kemudian. Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya
diberikan untuk mengantisipasi kejadian sepsis. Syok hipovolemik
dan sepsis merupakan sebab utama yang meninggikan angka
kematian maternal dan obstetrik.
7) Penatalaksanaan
Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention
is better than curesangat perlu di perhatikan dan dilaksanankan oleh
setiap pengelola persalinan di mana punpersalinan itu berlangsung.
Pasien resiko tinggi haruslah di rujuk agar persalinannya
berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang
cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas
berpengalaman. Bila terjadi ruptur uteri tindakan terpilih hanyalah

18
histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan
infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan
antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum luas, dan sebagainya.
Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan
masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya anak hidup.

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. P, berusia 29 tahun, mengaku hamil 8 bulan dengan keluhan


perdarahan dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Usia kehamilan berdasarkan hari
pertama haid terakhir adalah 35 minggu. Sejak 6 jam yang lalu, keluar darah dari
kemaluan berwarna merah kehitaman, disertai kontraksi yang sering. Tidak ada
keluhan keluar air-air dari kemaluan, gerakan janin masih terasa aktif. Pasien
selama ini sudah periksa hamil 5 kali di bidan dan tidak ditemukan ada kelainan.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, frekuensi nadi
90 kali/menit, frekuensi pernapasan 20 kali/menit, dan suhu 37oC. Konjungtiva
tampak pucat, sklera ikterik, status generalis lainnya dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen, didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, janin presentasi
kepala. Kontraksi 5 kali dalam10 menit, kuat, relaksasi baik. Pemeriksaan
inspekulo menunjukkan porsio licin ostium terbuka dengan darah merah
kehitaman keluar dari ostium.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pendarahan kehamilan lanjut adalah pendarahan pada trimester akhir


kehamilan. Pada trimester akhir kehamilan sebab-sebab utama pendarahan adalah
plasenta previa, solution plasenta dan rupture uteri. Selain oleh sebab-sebab
tersebut juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada jalan lahir karena trauma,
koitus, atau varises yang pecah, dan oleh kelainan serviks seperti karsinoma,
erosi atau polip. Komplikasi tersebut yang menyebabkan pendarahan pada
kehamilan lanjut, merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu,
sangat penting bagi bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada
penderita agar dapat segera melakukan penanganan yang tepat.
4.2. Saran
1) Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan agar klien dapat meningkatkan pengetahuan tentang
pendarahan pada kehamilan lanjut, sehingga klien dapat mengantisipasi
dan tetap waspada akan komplikasi tersebut.
2) Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat mengetahui pengertian tentang pendarahan pada
kehamilan lanjut, dapat membedakan tanda dan gejala kasus-kasus
tersebut, serta mampu melakukan penanganan yang tepat dan
memberikan pelayanan sesuai dengan standar asuhan kebidanan yang
menyeluruh dan sesuai kebutuhan klien.
3) Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi dapat meningkatkan kualitas pengajaran,
pelatihan dan bimbingan untuk mahasiswa dalam melakukan praktek
belajar lapangan, khususnya dalam asuhan kebidanan kehamilan serta
meningkatkan ketersediaan dan kelengkapan perpustakaan untuk dapat
menunjang dalam penyelesaian laporan studi kasus.

21
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB


untuk.Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Marilynn, E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan


Maternal/Bayi, Edisi 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sandra, M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina


Pustaka.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan kesehatan Martenal dan Neonatal.


Jakarta: Bina Pustaka.

Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: tim

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Manuaba. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Ginekologi
dan KB. Jakarta: EGC.

Saifudin. 2010.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka

http://www.edukia.org/web/kblatibu/start13/ 28 Nov. 17 21.53 WIB


http://retnooandianii.blogspot.co.id/p/pendarahan-pada-kehamilan-lanjut.html 28
Nov. 17 21.53 WIB
http://ilmukeperawatananes.blogspot.co.id/2015/03/askep-perdarahan-
antepartum.html 28 Nov. 17 21.53 WIB

22
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-
maternitas/askep-pada-pasien-perdarahan-antepartum/ (diakses 12 Maret 2015)
http://www.litbang.depkes.go.id/

http://www.menegpp.go.id/

23

Anda mungkin juga menyukai