2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/11184
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN
CAKUPAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI) DI PUSKESMAS
TUKKA KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2018
SKRIPSI
OLEH
ADE IRMA OCTAVIA SIREGAR
NIM: 141000472
OLEH
ADE IRMA OCTAVIA SIREGAR
NIM: 141000472
iii
iv
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
2018”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih
dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Utara
4. dr. Fauzi, S.K.M selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
5. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
Sumatera Utara.
8. Seluruh staf di Puskesmas Tukka yang telah memberi izin dan bantuan kepada
penulis.
skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi. Akhir kata penulis
pengetahuan.
Penulis
vi
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ xiii
vii
vii
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
ix
xi
xii
tanggal 7 Oktober 1996. Penulis beragama Islam dan bersuku Batak Mandailing.
Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda
Abdul Hadi Siregar dan Ibunda Mariati Saragih. Alamat penulis di Jalan Padang
Kesehatan (2014-2018).
xiii
ganda (double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit
yang sangat penting. Imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa
dalam pembasmian penyakit cacar yang menjadi penyebab kematian ribuan orang.
Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta
hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit
polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal
ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program
diketahui masih ada beberapa kasus difteri dan campak yang ditemukan. Pada
meninggal
sebanyak 24 kasus sehingga Case Fatality Rate (CFR) difteri yaitu sebesar 5,8%.
Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 209 kasus dan
Jawa Barat yaitu sebanyak 133 kasus. Dari seluruh kasus difteri, sebesar 51 %
pada tahun 2015 sebesar 10.655 kasus. Kasus campak rutin terbanyak (lebih dari
1.000 kasus) dilaporkan berasal dari Provinsi Jawa Timur sebesar 2.937 kasus,
Provinsi Jawa Tengah sebesar 2.043 kasus, dan Provinsi Aceh sebesar 1.452
kasus. Dari seluruh kasus campak rutin tersebut, terdapat 1 kasus meninggal yang
dilaporkan berasal dari Provinsi Jawa Barat. Ini menunjukkan cakupan imunisasi
yaitu bayi, balita, anak-anak, wanita usia subur, dan ibu hamil. Di Indonesia,
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis
imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur satu tahun).
Pada tahun 2010 pemerintah menetapkan suatu rencana strategis dalam upaya
kegiatan GAIN UCI adalah seluruh bayi usia 0-11 bulan untuk mendapatkan
tahun 2010-2014 dengan target tahun 2010 mencapai UCI 80% dan 80% bayi usia
0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI
85% dan 82% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai
UCI 90% dan 85% mendapat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL). Tahun 2014
mencapai UCI 100% dan 80% bayi mendapat imunisasi dasar lengkap. Salah satu
Kecamatan dan 80% merata di Desa /Kelurahan (Kepmenkes RI No. 482 tahun
2010).
UCI sebesar 73,44% dan ini mengalami penurunan dari tahun 2014 dan tahun
2015, yaitu sebesar 78,01% dan 75,39%. Pada tiga tahun terakhir cakupan
yaitu Nias Selatan (8,7%), Padang Sidimpuan (19%), Padang Lawas (36,3%),
mengalami fluktuatif sejak tahun 2012 sebesar 21%, pada tahun 2013 meningkat
menjadi 40,93%, pada tahun 2014 mengalami penurunan 38,6%, pada tahun 2015
meningkat menjadi 43,7% dan pada tahun 2016 meningkat kembali menjadi
54,4%. Angka ini masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan Provinsi
100% dan cakupan terendah yaitu Desa/Kelurahan Tukka, Pasaribu Tobing dan
tingginya angka drop out. Hal ini terjadi karena akses tempat pelayanan yang sulit
dijangkau, jadwal pelayanan yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan kegiatan
Ibu dan Anak) atau kartu imunisasi, rendahnya kesadaran dan pengetahuan
imunisasi. Faktor budaya dan pendidikan serta kondisi sosial ekonomi juga ikut
tahun 2010).
Kalangan II, Desa Tapian Nauli Saur Manggita, Desa Aek Bontar, dan Kelurahan
Aek Tolang Induk. Jumlah posyandu balita yang dimiliki puskesmas Tukka ada
18 posyandu.
Tapanuli Tengah puskesmas Tukka memiliki data UCI terendah karena belum
pencapaian cakupan 11,1%, yaitu hanya ada 1 desa/kelurahan yang berhasil UCI
dari 9 desa/kelurahan. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus berisiko terhadap
angka kematian bayi yang semakin tinggi dan meningkatnya kejadian penyakit
puskesmas Tukka diperkirakan sudah berjalan dengan baik, namun ada juga
beberapa program yang belum dapat berjalan dengan maksimal karena adanya
tersebut. Salah satu bentuk analisis yang dapat dilakukan yaitu dengan melihat
penting dan strategis dalam upaya pelaksanaan program imunisasi, banyak tugas
manajemen program imunisasi oleh bidan desa yang terdiri dari 1) perencanaan,
di Kabupaten Lumajang.
Berdasarkan latar belakang di atas dan dari data – data yang disajikan
diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah analisis manajemen program
tahun 2018?
2018.
imunisasi di Puskesmas.
imunisasi.
2.1 Puskesmas
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
penyakit.
puskesmas meliputi :
kegiatan di puskesmas
membawahi:
4) Pelayanan gizi
3) Pelayanan KIA/KB
5) Pelayanan gizi
6) Pelayanan persalinan
7) Pelayanan kefarmasian
8) Pelayanan laboratorium
1) Puskesmas pembantu
2) Puskesmas keliling
3) Bidan desa
berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi
kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan
2.2.1 Perencanaan
dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, pelaksanaan kegiatan dari setiap
program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan, maupun dilakukan melalui forum
puskesmas sendiri, baik oleh kepala puskesmas, tim audit internal maupun setiap
eksternal dilakukan oleh instansi dari luar puskesmas antara lain dinas kesehatan
masyarakat.
cara membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan
(corrective action).
2016).
2.3 Imunisasi
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan, sedangkan vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa
mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh
atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila
atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang dapat dilihat pada
keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin
terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti
1. Imunisasi dasar
semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya
imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun adalah:
a. Imunisasi BCG
dapat juga diberikan pada umur antara 0-12 bulan. Vaksin BCG
steroid jangka panjang, bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif jika uji tuberkulin
waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal dan cepat terjadi di tempat
dilakukan tiga kali, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan dan enam
c. Imunisasi polio
terhadap penyakit poliomielitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan
imunisasi polio ini empat kali pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan),
dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Imunisasi ini diberikan melaui oral/
d. Imunisasi campak
e. Imunisasi hepatitis B
adalah tiga kali yaitu diberikan sedini mungkin dalam 12 jam setelah lahir,
usia satu bulan, dan usia antara tiga sampai enam bulan. Imunisasi
2. Imunisasi booster
bila terdapat suatu wabah yang berjangkit atau bila terdapat kontak dengan
2.4.1 Pengertian
imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun).
adalah upaya percepatan pencapaian UCI di seluruh desa/ kelurahan pada tahun
2014 melalui suatu gerakan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh
lapisan masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu di semua tingkat
Kegiatan pelayanan imunisasi rutin pada bayi dan berbagai kegiatan lainnya
tahun 2010-2014 sehingga penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat
2.4.4 Sasaran
menentukan sasaran berdasarkan skala prioritas sehingga kegiatan dapat fokus dan
baik untuk kuantitas dan kualitas guna mendukung imunisasi pada bayi
0-11 bulan.
dengan peraturan.
2010).
2.4.5 Kebijakan
bulan.
2010).
2.4.6 Strategi
berjenjang.
UCI di wilayah/ daerah/ desa yang sudah mencapai UCI desa di tahun
sebelumnya.
2.5.1 Perencanaan
yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara benar oleh petugas yang
1. Penentuan Sasaran
Kementerian Kesehatan.
Logistik Imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe (ADS) dan
3. Perencanaan Pendanaan
program, yaitu:
a. penyediaan vaksin
b. ADS
c. safety box
2.5.2.2 Pendistribusian
2017).
distribusikan ketingkat berikutnya, vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang
1. Provinsi
a. Vaksin polio tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freeze
b. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau
vaccine refrigerator
2. Kabupaten/Kota
a. Vaksin polio tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freezer
b. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau
vaccine refrigerator.
3. Puskesmas
a. Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada vaccine
refrigerator
tahun 2017).
administrasi dan unit pelayanan dari tingkat pusat sampai tingkat puskesmas,
harus memiliki jumlah dan jenis ketenagaan yang sesuai dengan standar, yaitu
kompetensi.
memelihara dan melaporkan vaksin, alat suntik, dan peralatan cold chain serta
dapat lebih dari satu orang disesuaikan jumlah dan kebutuhan ketenagaan
yang ada. Pada kondisi tertentu misalnya jumlah tenaga terbatas, maka
logistik imunisasi.
dengan tetap mengacu pada prinsip dan aturan pelaksanaan. Berdasarkan tempat
seperti rumah sakit swasta, praktek dokter, praktek bidan, dan Klinik swasta.
suntik, dan hal–hal penting saat pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat
penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar akibat limbah. Limbah dari
didalam gedung. Limbah Imunisasi dibagi menjadi 2, yaitu limbah infeksius dan
non infeksius.
1. Limbah Infeksius
a. Limbah medis tajam berupa alat suntik ADS yang telah dipakai, alat
b. Limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas
pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena
kuantitas program. Dipakai pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1985 dan
dikenal dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM terbukti efektif
kemudian diakui oleh WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM
2. Evaluasi
ININPUT PROSES
OUTPUT
1. SDM 1. Perencanaan
2. Pelayanan imunisasi Cakupan UCI di
2. Sarana Puskesmas Tukka
dan 3. Pengelolaan
rantai vaksin ≥80%
prasarana
3. Dana 4. Pencatatan dan
pelaporan
5. Monitoring dan
evaluasi
adalah peneliti itu sendiri. Sebagai instrument maka peneliti berfungsi untuk
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
sampel
28
2. Koordinator imunisasi
3. Pelaksana imunisasi
4. Pengelola vaksin
5. Kader
wawancara mendalam (indepth interview) secara semi standar atau tanya jawab
menggunakan alat bantu seperti alat tulis, alat perekam suara (Gunawan, 2013).
kegiatan yang paling utama dan teknik penelitian yang penting. Dalam penelitian
dengan tidak ikut dalam peristiwa atau kegiatan yang diamati secara langsung.
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas seperti data dari Puskesmas yang
cakupan pencapaian UCI, dan data tentang imunisasi dasar pada bayi.
3.5 Triangulasi
apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-
orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatannya sepanjang waktu,
(Moleong, 2014).
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambar yang lebih
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Geografi
Kabupaten Tapanuli Tengah. Puskesmas ini memiliki wilayah kerja terdiri dari
sembilan desa yaitu Desa Tukka, Desa Bonalumban, Desa Hutanabolon, Desa
Desa Aek Bonar dan Desa Aek Tolang Induk. Puskesmas Tukka merupakan unit
dengan masyarakat.
Puskesmas Tukka memiliki luas wilayah kerja 148,92 km2 dengan jarak
dari ibu kota kabupaten Tapanuli Tengah 2,5 Km. Keadaan tanah terdiri dari
dataran rendah, rawa-rawa dan pegunungan yang ketinggian nya bervariasi yakni
antara 0 s/d 800 m diatas permukaan laut dan berbatasan dengan batas wilayah:
4.1.2 Demografi
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tolang Induk merupakan salah satu daerah yang menjadi sasaran pembangunan
Pembangunan perumahan yang begitu pesat menjadikan penduduk multi etnis dan
beberapa desa masih didiami oleh penduduk asli daerah. Jumlah penduduk di
Tabel 4.1 Data demografi di wilayah kerja puskesmas Tukka Tahun 2016
No Desa Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Tukka 1501 1569 3070
2 Bonalumban 1170 1299 2469
3 Hutanabolon 1622 1542 3164
4 Sipange 1539 1530 2069
5 Sigiring-giring 331 294 606
6 S. Kalangan II 460 403 864
7 T. Nauli S. Manggita 280 251 531
8 Aek Bontar 162 158 320
9 Aek Tolang Induk 766 676 1442
Jumlah 7812 7722 15534
Sumber: Profil Puskesmas Tukka tahun 2016
Tukka sebagai petani padi dan nelayan, hanya sebagian kecil bekerja di bidang
Desa (POSKESDES), 1 unit mobil puskesmas keliling. Hal tersebut dapat terlihat
3 Puskesmas Pembantu 5
4 Poskesdes 13
5 Mobil puskesmas keliling 1
Jumlah 41
Sumber: Profil Puskesmas Tukka tahun 2016
penelitian ini sebanyak 10 orang, yaitu petugas puskesmas dan masyarakat yang
informan tersebut adalah : 1 orang kepala puskesmas, 3 orang bidan desa, 1 orang
S. Kalangan
II
8 Morawasti Perempuan SMA Kader Informan 8
9 Marliani Lase Perempuan SMA Kader Desa Informan 9
Bonalumba
n
10 Roslinawati Perempuan SMA Kader Desa Informan
S. Kalangan 10
II
sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana yang merupakan penunjang
dalam pelaksanaan program imunisasi yang dapat dilihat pada uraian berikut :
Sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan
tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi. Menurut Werther dan Davis (1996)
yang dikutip oleh Sutrisno (2015) menyatakan bahwa sumber daya manusia
adalah pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Oleh karena itu adapun yang dikatakan sebagai sumber daya manusia
wewenang untuk melakukan upaya jenis tertentu dalam bidang yang digelutinya
Puskesmas Tukka:
“petugas imunisasi disini ada korim nya 1 orang dan dibantu 2 orang
petugas dari puskesmas, terus ada 9 bidan desa karna kan ada 9 desa
disini, ya ada kader juga yang bantu di posyandu, paling kalau dari luar
kayak camat dan ibu pkk gitulah yang bantu-bantu mengajak masyarakat
agar mau anaknya di imunisasi, saya rasa cuma itu aja” (Informan 1).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan 1 yaitu dijelaskan
atau petugas yang ikut serta dalam program imunisasi adalah tenaga kesehatan
dan tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari koordinator imunisasi,
petugas imunisasi dan bidan desa sedangkan tenaga non kesehatan terdiri dari
kader dan lintas sektoral. Hal yang sama juga dijelaskan oleh informan 2 dengan
“ya kalau petugas imunisasi di puskesmas ada saya, ada 2 petugas yang
bantu saya, kalau di posyandu nya ya ada bidan desa dan kader. Kalau
khusus pengelola vaksin disini sebenarnya tidak ada, yang menjalankan
tugas itu saya sendiri dan kadang-kadang dibantu sama ibu fitri dan ibu
mardiah, kalau lintas sektoral juga berperan sih secara tidak langsung
untuk ngajak ibu-ibu datang ke posyandu mengimunisasi anak nya”
(Informan 2).
“karna gini, kan pengelola vaksin itu berarti harus tau bagaiamana
pengelolaan rantai vaksin seperti penyimpanannya, penjemputannya ke
dinkes, penyediaannya, pengecekan suhu nya, dan untuk pengelola vaksin
kan harus sudah pernah mendapatkan pelatihan juga. Sedangkan petugas
imunisasi disini yang pernah mendapatkan pelatihan rantai vaksin itu
cuma pak pipin aja lah, ada juga kmarin itu yang pernah mendapat
pelatihan pengelolaan rantai vaksin tapi bapak itu sudah pindah tugas
tahun lalu. Lagian juga kan tugas pengelola vaksin bisanya dikerjakan
sama korim, kan sejalan nya tugas nya itu jadi gak ada masalah lah
menurut saya kalo dirangkap tugasnya, gak pernah pula lah ada keluhan
dari si pipin karna tugas rangkapnya soalnya dibantu nya dia sama 2
petugas di puskesmas, si fitri dan si mardiah”(Informan 1).
pengelola vaksin juga harus mendapat pelatihan terlebih dahulu, sedangkan dari
pengelolaan rantai vaksin hanya Bapak Pipin yaitu selaku koordinator imunisasi.
Puskesmas Tukka belum mencukupi atau masih kurang dikarenakan tidak adanya
petugas pengelola rantai vaksin. Oleh sebab itu tugas dari pengelola rantai vaksin
rangkap di Puskesmas Tukka, akan tetapi adanya tugas rangkap tersebut tidak
tugas rangkap tersebut dikarenakan tidak adanya pelatihan yang didapatkan oleh
petugas baik dari puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli
Tengah.
“pernah saya mendapat pelatihan di dinkes, itu kira-kira satu tahun yang
lalu. Pelatihan itu perlu sekali ya menurut saya untuk mengembangkan
kinerja petugas tapi sayangnya pelatihan itu sangat jarang dilakukan di
tapteng ini. Harusnya kan pelatihan itu minimal sekali setahun
dilaksanakan, sedangkan ini tidak. Baru tahun lalu lah kira-kira ada
pelatihan nya. Tahun ini sepertinya tidak ada ya” (Informan 2).
pelaksanaan pelatihan petugas imunisasi hanya satu tahun yang lalu sedangkan
sebelumnya tidak ada. Adapun hasil wawancara dengan informan 3 dan informan
4 yaitu:
“saya sih belum pernah ya dek dapat pelatihan imunisasi itu, harusnya
kan perlu ya. Tapi mau gimana dari pihak dinkes tidak ada
mengadakan”(Informan 3).
“gak ada aku dapat pelatihan, seingatku dulu tahun lalu ada itu
dilaksanakan tapi aku gak ikut itupun cuma tahun lalu aja nya yang
dilaksanakan, sebelum-sebelumnya mana ada”(Informan 4).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh informan 5, informan 6 dan informan
7:
“Enggak, saya gak ada ikut pelatihan. Karna disini memang jarang ada
pelatihan kayak gitu dibuat”(Informan 6).
imunisasi di Puskesmas.
pelaksana imunisasi adalah petugas atau pengelola yang telah memenuhi standar
kurangnya tenaga pengelola rantai vaksin. Pengelola rantai vaksin memiliki peran
Puskesmas Tukka terdiri dari 1 orang koordinator imunisasi yang dibantu oleh 2
orang petugas imunisasi, 9 bidan desa dan 90 kader. Pelatihan terkait imunisasi di
tahun sekali.
imunisasi berupa buku pedoman imunisasi, vaksin, ADS (Auto Disable Syringe),
dan safety box. Hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan tentang
“peralatan disini sudah memadai dan sudah cukup juga seperti sudah
tersedianya kulkas khusus penyimpanan vaksin yang berwarna biru
disana, vaksin disini mencukupi karna kan langsung diambil ke dinkes,
buku pedoman juga sudah ada disini, safety box nya ada, vaccine carrier
juga ada, alat-alat suntik juga tersedia, komputer untuk mengolah datanya
juga sudah ada, tidak ada kendala selama ini kalau masalah sarana
prasarana saya rasa”(Informan 1).
imunisasi, vaksin, alat suntik, safety box, kulkas khusus penyimpanan vaksin,
vaccine carrier dan komputer pengolah data. Hal yang sama juga dijelaskan oleh
“mungkin bisa dibilang cukup bisa dibilang nggak juga, vaksin setiap
bulan kami ambil ke dinkes, alat suntik tersedia, safety box tersedia,
vaccine carrier tersedia, pemantau suhu nya juga tersedia, buku pedoman
tersedia, kulkas juga tersedia, untuk penyuluhan kami pakai LCD
proyektor, akan tetapi akses kami untuk menuju ke desa yang jauh itu
masih tidak ada, seperti ke desa Saidnihuta harus naik gunung dan itu
harus pake mobil truk atau yang bergardan 2, ya seenggaknya dari
pemerintah menyediakan untuk mempermudah kami kesana ataupun
masyarakat dijemput pakai mobil itu menuju ke posyandu, karna ya gitu
lah masyarakat gak mau imunisasi ke posyandu karna jauh kali tempatnya
harus naik truk dan truk gak tiap saat juga lewat” (Informan 2).
“kalo ditempat kakak udah lengkap, vaksin kami gak pernah kurang, alat
suntik pun gitu, bukunya, safety box nya, alat pencatat nya udah lengkap
pokoknya, tapi posyandu gak dibuat di desa saidnihuta nya dek karna
jarak kesana itu jauh kali jadi dibuat di desa sigiring-giring”(Informan 7).
memiliki posyandu:
“Iya masih ada desa yang tidak memiliki posyandu jadi kami buat di desa
yang dekat desa itu, itu seperti desa saidnihuta kami buat jadi di desa
sigiring-giring, karna memang ya menuju kesana itu jauh sekali dan akses
menuju kesana sangat sulit takut vaksin kurang atau ada bahan yang
kurang susah bolak baliknya. Yang gak ada posyandu itu desa saidnihuta
dan saur manggita” (Informan 2).
penyebab nya karena jarak desa tersebut sangat jauh dan akses menuju desa
belum lengkap, yaitu masih ada desa yang tidak memiliki posyandu karena jarak
tempuh menuju desa tersebut sangat jauh, yaitu desa S. Kalangan II dan desa Saur
Manggita
imunisasi. Kondisi sarana dan prasarana yang baik antara lain lengkap, modern,
Azwar (2010) biaya kesehatan merupakan besarnya dana yang harus disediakan
“kan sekarang dana bantuan untuk puskesmas itu sudah ada namanya
dana BOK yaitu Bantuan Operasional Kesehatan itu langsung dari
pemerintah. Tetapi dana ini hanya bisa digunakan untuk pelayanan
promotif dan preventif bukan untuk pengobatan dan rehabilitatif, kan
imunisasi bagian dari preventif makanya dana imunisasi itu berasal dari
BOK, kalau saya tidak salah BOK mulai berlaku pada tahun 2010 ya.
Untuk pencairan nya terlebih dahulu membuat POA, dari POA itu
puskesmas mengusulkan kebutuhan dana untuk kegiatan imunisasi ke
dinkes, trus bendahara dinkes akan mencairkan permintaan dana
puskesmas”(Informan 1).
imunisasi berasal dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Dana BOK
digunakan untuk pelayanan promotif dan preventif yang berasal dari pemerintah.
Proses pencairan dana BOK terlebih dahulu membuat POA (Plan Of Action),
mencairkan permintaan dana puskesmas. Hal yang sama juga dijelaskan oleh
informan 2:
“gimana ya, kalau berbicara dana takut salah juga. Dan kalau masalah
dana yang lebih paham itu ibu kapus lah tanya, cuma dari yang saya tahu
dana imunisasi sekarang itu berasal dari dana BOK. Dana BOK itu
khusus buat dana puskesmas. Kalau adanya kegiatan imunisasi saya minta
dana ke bendahara, seperti pembiayaan untuk kader, ongkos, bahan
penyuluhan dan dana nya selalu mencukupi buat kegiatan kami”(Informan
2).
“dana imunisasi itu dek berasal dari BOK, pokoknya semua kegiatan yang
berhubungan dengan imunisasi kami minta lah dana nya,gak mungkin kan
pake uang pribadi orang udah di biaya dari pemerintah kok. Selama ini
gak pernah ada ke kurangan dana untuk kegiatan imunisasi disini”
(Informan 3).
dana untuk penyelenggaraan imunisasi berasal dari dana BOK. Dana BOK hanya
dapat digunakan untuk kegiatan pelayanan promotif dan preventif dan berasal dari
tahun 2017 menyatakan bahwa sumber pembiayaan untuk imunisasi dapat berasal
dari pemerintah dan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan
tahun 2016, BOK adalah dana dari pemerintah melalui kementerian kesehatan
kesehatan promotif dan preventif seperti Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga
karena dana selalu disediakan oleh pemerintah berupa dana BOK. Berdasarkan
pencairan dana BOK terlebih dahulu membuat POA (Plan Of Action) yang
persetujuan atas hasil verifikasi tim pengelola Jamkesmas dan BOK tingkat
kabupaten/kota.
4.3.2 Proses
4.3.2.1 Perencanaan
merupakan kegiatan yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara benar
jumlah sasaran, perencanaan vaksin, perencanaan ADS, safety box dan cold chain.
1. Penentuan sasaran
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena
menjadi dasar dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi dari suatu
menentukan berapa jumlah sasaran imunisasi dalam satu tahun yang akan dilayani
Tengah dan penetuan sasaran yang dilaksanakan oleh Dinkes Tapanuli Tengah
sering ada kesalahan data yaitu data di Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah berbeda
dengan data yang di lapangan dan umunya data sasaran di Dinas Kesehatan
Tapanuli Tengah lebih besar dari data sasaran sebenarnya yang ada di lapangan.
“menentukan jumlah sasaran itu dek caranya membagi jumlah bayi desa
tahun lalu dengan jumlah bayi kecamatan tahun lalu terus dikalin dengan
jumlah bayi kecamatan tahun ini dan yang melaksanakan perhitungan itu
langsung dari dinkes kami cuma nerima dari dinkes” (Informan 3).
penentuan jumlah sasaran imunisasi yaitu jumlah bayi di desa pada tahun lalu
dibagi dengan jumlah bayi di kecamatan tahun lalu kemudian dikali dengan
jumlah bayi di kecamatan tahun ini dan jumlah sasarannya diperoleh dari Dinas
“sasaran imunisasi itu kan bayi, jadi kami perlu data bayi di tiap desa dan
kecamatan baru bisa kami tentukan berapa jumlah sasarannya” (Informan
4).
informasi bahwa cara penentuan jumlah sasaran imunisasi yaitu jumlah bayi di
desa pada tahun lalu dibagi dengan jumlah bayi di kecamatan tahun lalu kemudian
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 12 tahun 2017
jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran dari hasil sensus
penduduk atau Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan oleh
BPS.
oleh Dinkes Tapanuli Tengah sering ada kesalahan data yaitu data di Dinas
Kesehatan Tapanuli Tengah berbeda dengan data yang ada di lapangan dan
umunya data sasaran di Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah lebih besar dari data
“kalau perencanaan vaksin itu harus tau dulu jumlah sasaran imunisasi,
target cakupan, hitung indeks pemakaian vaksin baru bisa ditentukan
berapa kebutuhan vaksin, baru dikasihkan ke dinkes terus dinkes membuat
pengadaan vaksin itu” (Informan 2).
“perhitungan nya dihitung tiap bulan sesuai dengan jumlah sasaran yang
mau di imunisasi, terus hasil laporan nya kami kirim ke dinkes”
(Informan 3).
“setiap bulan buat perencanaan jumlah vaksin nya sesuai sama jumlah
bayi nya dan jumlah posyandu yang ada di desa” (Informan 4).
pemakaian vaksin yaitu membagi jumlah cakupan dengan jumlah vaksin. Setelah
Tengah dan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 12 tahun 2017
penduduk dan jumlah bayi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah.
Perencanaan kebutuhan alat suntik dan safety box tidak dapat dipisahkan
memperhatikan ketersediaan vaksin dan peralatan alat suntik dengan cukup, jika
hal ini tidak tersedia dengan cukup maka sasaran akan pulang tanpa diimunisasi.
Safety box merupakan kotak tempat pembuangan limbah medis tajam yang
bertujuan untuk keamanan baik bagi petugas, sasaran maupun masyarakat. Cold
chain merupakan sarana khusus yang digunakan untuk menjaga kualitas vaksin.
Berikut hasil wawancara dengan informan terkait kebutuhan alat suntik, safety box
“gak ada perencanaan itu kami buat, soalnya perencanaan itu dibuat
langsung dari dinas kesehatan. Kami langsung nerima peralatan nya dari
dinas kesehatan”(Informan 2).
“Setau aku ya dek gak ada kami buat perencanaan alat-alat suntik itu,
peralatan itu langsung dikasih sama pihak dinas kesehatan”(Informan 3).
“sudah disediakan dari dinas kesehatan, alat-alat nya kami terima dari
dinas kesehatan kami gak ada buat perencanaan alat suntik, safety box
sama cold chain itu”(Informan 4).
diperoleh informasi yaitu perencanaan kebutuhan alat suntik, safety box dan cold
Tukka hanya menerima alat suntik, safety box dan cold chain tanpa melakukan
Hasil penelitian terkait perencanaan kebutuhan alat suntik, safety box dan
cold chain tidak dilaksanakan oleh puskesmas Tukka akan tetapi dilaksanakan
jumlah sasaran.
“biasanya kalo mau ada imunisasi ada pengumuman dulu ke orang tua
bayi minta persetujuannya dulu. Ada penyuluhan juga tentang imunisasi
apa keuntungan dan kerugiannya, efek sampingnya gimana. Kalo
penyuluhan biasanya bekerja sama, sama lintas sektoral” (Informan 4).
alat suntik dan vaksin serta persiapan safety box. Setelah itu diadakan kegiatan
maupun lintas sektoral. Adapun yang termasuk dalam lintas program dan lintas
“lintas program itu ya seperti petugas imunisasi, bidan desa, KIA kalau
lintas sektoral kepala desa, camat, ibu-ibu PKK, kader juga” (Informan
4).
lintas program meliputi bidan desa, petugas imunisasi dan KIA, sedangkan
kerjasama lintas sektoral meliputi camat, kepala desa, ibu PKK dan kader. Hal ini
dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Untuk
dengan baik, yaitu dengan melakukan kerjasama lintas program dan lintas
sektoral.
“Ya kayak biasa sih menurut saya, masyarakat diberi tahu kan akan ada
imunisasi besok. Besoknya kan udah pada datang, ke meja 1 dulu untuk
“Kalau di desa saya itu pelayanannya sudah baik, saya di bantu oleh
beberapa kader. pertama sekali harus mempersiapkan petugas dulu,
kemudian mempersiapkan vaksin-vaksin nya, suntik, safety box. Setelah
siap semua baru dilaksanakan imunisasinya”(Informan 6).
pelaksanaan imunisasi. Kemudian pada saat satu hari sebelum hari buka posyandu
posyandu, menghubungi Pokja posyandu, dan pembagian tugas kader. Pada hari
setelah kegiatan imunisasi dilakukan pemindahan data dari KMS ke buku register
“kalau pelayanan yang kami berikan udah baik kok, cuma masyarakatnya
aja yang gak mau datang imunisasi” (Informan 7).
“taulah dek desa saidnihuta itu jauh kali, menuju kesana pun harus
nunggu truk lewat, gak ada pula transportasi yang disediakan dari
pemerintah untuk kesana, selain itu disana juga masyarakatnya masih
kental budaya pengetahuan orang itu tentang imunisasi masih rendah
penyuluhan memang jarang kami kesana karna gak ada masyarakatnya
yang mau, susah lah pokoknya” (Informan 7).
menuju posyandu.
pelayanan imunisasi:
dan dibantu kader. Kader bertugas untuk mencatat nama bayi yang akan
Menuju sehat (KMS) dan memberikan penyuluhan berdasarkan hasil KMS. Bayi
imunisasi dilakukan langsung oleh bidan desa. Untuk setiap posyandu ditangani
balita dan ibu hamil yang berkunjung ke posyandu, mencatat hasil penimbangan
di buku KIA atau KMS dan membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan
cakupan program imunisasi campak pada balita menyatakan bahwa ada hubungan
beberapa posyandu:
“hambatan nya sih dari masyarakat sendiri ya, terkadang ada yang tidak
sempat membawa anak nya karena sibuk atau kerja, ada juga karna malas
katanya, jadi kalau gitu pergi kami kerumah-rumah masyarakat langsung
mengimunisasi dirumahnya, mau kok orang itu kalau datang langsung
kerumahnya”(Informan 5).
“susah kali masyarakat disini kalau disuruh imunisasi, sampe pergi kami
ke rumah-rumah penduduk untuk mengimunisasi. nggak lagi di posyandu
kami imunisasi tapi itu pun masih ada juga ibu-ibu nya yang bersembunyi
di rumah gak mau keluar, pengetahuan mereka tentang imunisasi itu
masih kurang walaupun udah kami kasih penyuluhan berkali-kali tapi
tetap takut juga orang itu imunisasi anak nya, tapi kalau menurut saya itu
suami-suami orang itu yang melarang keras anak nya imunisasi kalau
udah dilihatnya dikit anak nya demam langsung disalahkan istrinya karna
dibawa anaknya itu imunisasi”(Informan 6).
“aduh dek kayakmana lah kakak bilang ya, tahu la kan desa kakak itu jauh
kali didesa itu pun gak ada posyandu nya jadi posyandunya itu kami buat
di desa sigiring-giring sana, karna kalau mau menuju kesana susah kali
ada sekitar 2 jam itupun harus naik mobil truk kesana. Jadi kami suruh
masyarakatnya yang datang ke desa sigiring-giring, kayakmana ya karna
jarak nya jauh terus transportasi kesana pun susah orang itupun malas
lah jadinya, jalan kaki gak mungkin juga memang karna jauh kali. Selain
itu juga ya dek, disana kan tempatnya memang masih kental budaya kami
aja kalau datang kesana entah mau penyuluhan gitu gak ada orang itu
yang mau keluar, masuk semua, pengetahuan orang itu juga masih sangat
kurang sekali, marah suami sama mertua nya kalau anak mereka di
imunisasi juga, pernah kami sweeping imunisasi kesana. Tapi lah memang
udah masyarakat nya susah sekali di ajak dan diberitahukan tentang
imunisasi, akses kesana juga susah itu lah yang buat rendah kali
imunisasinya disini jadinya” (Informan 7).
petugas imunisasi, peralatan alat suntik dan vaksin serta persiapan safety box.
Setelah itu diadakan kegiatan penyuluhan kepada orangtua bayi tentang manfaat
imunisasi, efek samping setelah diimunisasi dan kerugian jika tidak diimunisasi.
lintas program maupun lintas sektoral. Kerjasama lintas program meliputi bidan
desa, petugas imunisasi dan KIA, sedangkan kerjasama lintas sektoral meliputi
camat, kepala desa, ibu PKK dan kader. Pelayanan imunisasi dilaksanakan di
posyandu yang dilakukan oleh bidan dan dibantu kader. Kader bertugas untuk
mencatat nama bayi yang akan diimunisasi, menimbang bayi, mencatat hasil
berdasarkan hasil KMS. Bayi yang sudah mendaftar menunggu antrian untuk
imunisasi, jarak tempuh yang jauh dan sulitnya akses menuju posyandu.
penyediaaan vaksin:
“Dinkes menerima vaksin dari provinsi itu setahun sekali biasanya, terus
di dinkes vaksin disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dan kami dari
pihak puskesmas hanya menerima langsung dari pihak dinkes setiap
sebulan sekali” (Informan 3).
pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta vaksin yang datang dalam jangka
waktu 1 tahun sekali di letakan di gudang Dinas Kesehatan dan setiap bulan nya
Tapanuli Tengah.
penyediaan vaksin, ADS (Auto Disable Syringe), safety box, dan peralatan cold
chain berupa: alat penyimpan vaksin, meliputi cold room, freezer room, vaccine
khusus, cold box, vaccine carrier, cool pack, dan cold pack; dan alat pemantau
“Vaksin yang sudah dibuka harus segera dipake dan kalau untuk
penyimpanan nya sudah sesuai standar yaitu suhu nya 2-8oC. Vaksin disimpan di
dalam kulkas, pemeliharaan vaksin nya di lakukan pengecekan suhu setiap hari
dan menaikkan grafik suhu sesuai standar selain itu ruangan tempat
penyimpanan vaksin terhindar dari sinar matahari langsung dan hasilnya dibuat
laporan dalam buku setiap hari. Kalo mau lihat vaksin bisa dipakai apa gak bisa
liat VVM juga”(Informan 2).
setiap pagi dan sore hari, pengecekan cairan pada dasar lemari es, apabila terdapat
Tukka sudah sesuai standar yaitu 20C-80C . Kemudian dalam proses penyimpanan
vaksin keadaan ruangan sudah baik dengan terhindar dari sinar matahari secara
terdapat permasalahan. Untuk melihat kualitas vaksin dapat dilihat dari VVM
tahun 2017 menyatakan bahwa ada 4 indikator VVM pada vaksin yaitu A : Segi
empat lebih terang dari lingkaran artinya gunakan vaksin bila belum kadaluarsa, B
: segi empat berubah gelap tapi lebih terang dari lingkaran artinya gunakan vaksin
lebih dahulu bila belum kadaluarsa, C : segi empat berwarna sama dengan
lingkaran artinya jangan gunakan vaksin dan merupakan batas untuk tidak
digunakan lagi, D : segi empat lebih gelap dari lingkaran artinya jangan gunakan
vaksin dan melewati batas buang. Masa kadaluarsa vaksin dengan VVM yang
sama maka yang digunakan terlebih dahulu adalah vaksin yang lebih pendek masa
dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang
diterima lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek
digunakan dan harus dibuang, selain itu vaksin yang telah mendapatkan paparan
digunakan kembali pada hari berikutnya dengan syarat harus terpenuhi yaitu
disimpan pada suhu 20C-80C, VVM dalam kondisi A atau B, belum kadaluarsa,
tidak terendam air selama penyimpanan dan belum melampaui masa pemakaian.
“Kalo ke posyandu itu kadang kami yang antar, kadang juga bidan desa
yang jemput kesini menggunakan termos vaksin. Tapi kalo vaksin dari
dinkes biasanya saya yang ambil tapi kadang-kadang mereka mau juga
ngantar, orang itu ngantar pake cold box dan ada lampiran surat bukti
barang keluar nya dan suhu harus tetap dijaga juga. Biasanya kami
ajukan permintaan vaksin ke dinkes baru mereka antar lah, kalo gak saya
langsung kesana yang ambilnya”(Informan 2).
diisi coolpack dan vaksin diantar petugas puskesmas ke posyandu atau dijemput
kualitas vaksin harus tetap dijaga yaitu disimpan pada suhu 20C-80C.
puskesmas Tukka dilakukan dengan cara diantar langsung oleh petugas Dinas
Kesehatan atau diambil langsung oleh petugas puskesmas dan dilakukan atas
kesehatan ke puskesmas menggunakan cold box atau vaccine carrier yang disertai
dengan cool pack dan juga disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat
vaksin sesuai ketentuan yaitu penyediaan vaksin diadakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara kemudian dalam waktu 1 tahun sekali dikirim ke Dinas
Tukka sudah sesuai standar yaitu 20C-80C . Kemudian dalam proses penyimpanan
vaksin keadaan ruangan sudah baik dengan terhindar dari sinar matahari secara
menggunakan vaccine carrier yang diisi coolpack dan vaksin diantar petugas
prosedur tetap rantai dingin (Cold Chain) vaksin tingkat puskesmas dengan
Jember tahun 2010. Hal tersebut dikarenakan sebanyak 47,1% petugas pelaksana
imunisasi tidak memeriksa kembali kondisi VVM saat berada di posyandu. Selain
itu pada saat persiapan pelayanan imunisasi, terdapat 69,4% petugas pelaksana
imunisasi yang tidak meletakkan 4 buah cool pack di dalam vaccine carrier yang
“saya catat itu semua ke buku kohort bayi baru saya kasi kan ke
puskesmas”(Informan 6).
“kakak catat kedalam buku imunisasi abis itu kakak laporkan ke
koordinator imunisasi” (Informan 7).
kegiatan imunisasi dimasukkan ke dalam buku kohort bayi dan setiap bulan
selanjutnya adalah pelaporan tiap bulan dari desa dimasukkan ke induk dan
tidak tepat waktu. Pencatatan yang dilakukan meliputi pencatatan imunisasi rutin
imunisasi, laporan KIPI dan laporan pemakaian vaksin yang diisi secara lengkap
dilakukan oleh bidan desa sedangkan pelaporannya dilakukan oleh setiap unit
rumah sakit dan rumah bersalin kepada pengelola program di tingkat administrasi
kualitas baik, kelemahan sistem pemantauan pada kualitas sistem pelaporan yaitu
hasil imunisasi desa belum dilaporkan tepat waktu ke puskesmas dan terdapat
kegiatan imunisasi dimasukkan ke dalam buku kohort bayi dan setiap bulan
untuk melihat dan memantau jalannya organisasi selama kegiatan berlangsung dan
“setiap bulan saya melakukan monitoring karna saya harus tanda tangan
laporan tiap bulannya, jadi dari situ saya liat mengapa cakupan bisa kurang,
mengapa rendah dan apa yang harus dilakukan jika kurang” (Informan 1).
sekali yang bertujuan untuk mengetahui apa saja kendala ataupun kekurangan
“evaluasi itu diadakan setiap bulan yaitu melalui lokmin dan lokbun, kalo
lokmin itu semua yang hadir petugas imunisasi dan lintas sektoralnya.
Kalo lokbun cuma petugas dari puskesmas aja” (Informan 1).
satu bulan sekali dengan mengadakan lokakarya mini dan lokakarya bulanan.
Yang terlibat dalam pelaksanaan lokakarya mini adalah lintas program dan lintas
sektoral, sedangkan yang terlibat dalam lokakarya bulanan hanya petugas dari
puskesmas.
Puskesmas Tukka sudah melakukan monitoring dan evaluasi setiap bulan dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
yang tidak memiliki posyandu yaitu Desa S. Kalangan II dan Desa Saur
Manggita.
Tengah.
66
yaitu 20C-80C.
5.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
Saur Manggita.
langsung ke lapangan.
dalam setahun.
b. Menyediakan akses transportasi khusus untuk desa yang jauh dan sulit
DAFTAR PUSTAKA
Susyanty, Andi Leny; Supardi, Sudibyo; Herman, Max Joseph; Lestary, Heny. 2014.
Kondisi Sumber Daya Tenaga Pengelola Vaksin di Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas. Jurnal,
Badan Litbang Kesehatan RI, Jakarta.
A. Identitas informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tanggal wawancara :
B. Pertanyaan
Puskesmas Tukka
A. Identitas informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tanggal wawancara :
B. Pertanyaan
Tukka ?
puskesmas Tukka?
Tukka ?
Puskesmas Tukka
A. Identitas informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tanggal wawancara :
Tukka ?
Puskesmas Tukka
A. Identitas informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tanggal wawancara :
B. Pertanyaan
Tukka ?
puskesmas Tukka?
Tukka ?
A. Identitas informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tanggal wawancara :
B. Pertanyaan
Posyandu ?
imunisasi di posyandu ?
Informan 1 Penyebab double job Karna gini, kan pengelola vaksin itu
berarti harus tau bagaiamana
pengelolaan rantai vaksin seperti
penyimpanannya, penjemputannya
ke dinkes, penyediaannya,
pengecekan suhu nya, dan untuk
pengelola vaksin kan harus sudah
pernah mendapatkan pelatihan juga.
Sedangkan petugas imunisasi disini
yang pernah mendapatkan pelatihan
rantai vaksin itu cuma pak pipin aja
lah, ada juga kmarin itu yang pernah
mendapat pelatihan pengelolaan
rantai vaksin tapi bapak itu sudah
pindah tugas tahun lalu. Lagian juga