Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMAKOTERAPI SEMESTER V
PENATALAKSANAAN PEPTIC ULSER

Di Susun Oleh :
Nama : Olivia Friska Septania
NIM : F220165091
Kelas / jurusan : III-C / Farmasi

PROGAM STUDI STRATA 1 FARMASI


UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KUDUS
JL. Ganesha No. 1 Purwosari Telp/Faks (0291) 437218 Kudus 59316
Tahun 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan KaruniaNya sehingga penenyusun makalah yang berjudul “ Peptic Ulser’’ dapat
di selesaikan dengan lancar dan tepat waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan ini tidak terlepasbantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan yang berharga ini dengan segala kerendahan
hati, perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan setulus hati dalam proses penyusunan
makalah ini tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna dam masih
banyak kekurangan mengingat kemampuan kami yang terbatas. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kamiharapkan dan kami terima dengan
senang hati.

Kudus, 14 Januari 2019

Penyusun

Olivia Friska Septania


BAB I
PENDAHULUAN
a. Definisi

Tukak peptik adalah suatu penyakit terkait asam lambung yang dapat menyebabkan
luka hingga bagian muskularis mukosa lambung atau duodenum. Tukak lambung merupakan
salah satu penyakit yang mengganggu sistem gastrointestinal. Tukak lambung disebabkan
oleh adanya ketidak seimbangan antara mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa
lambung dengan asam lambung dan pepsin.

b. Epidemiologi

Sekitar 10 % orang Amerika mengalami tukak peptik kronis seumur hidup mereka .
Hal ini terjadi dengan variasi antar individu dengan jenis ulkus , ras , pekerjaan ,
kecenderungan genetik , dan sosial usia, jenis kelamin, dan lokasi geografis yang berbeda.
Faktor – faktor ini lebih kecil prevalensinya jika dibandingan adanya infeksi Helicobacter
Pylori dan penggunaan NSAID. Sejak tahun 1960 , kunjungan dokter terkait ulkus, pada unit
rawat inap, operasi, dan kematian telah menurun di Amerika Serikat oleh lebih dari 50 % ,
terutama karena tingkat penurunan pasien tukak peptik. Penurunan rawat inap di rumah sakit
dapat dilihat dari penurunan penerimaan pasien tukak duodenum. Namun, untuk rawat inap
orang dewasa untuk penyakit komplikasi terkait tukak (perdarahan dan perforasi ) mengalami
peningkatan. Meskipun angka kematian secara keseluruhan dari tukak peptik menurun, angka
kematian pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun mengalami peningkatan, yang
kemungkinan besar diakibatkan dari peningkatan konsumsi NSAID. Tukak peptik tetap
menjadi salah satu penyakit yang paling umum gastrointestinal, yang mengakibatkan
gangguan kualitas hidup, kehilangan pekerjaan, dan tingginya biaya perawatan medis.
Sampai saat ini, antagonis reseptor H2 (H2RAs), proton pump inhibitor (PPI), dan obat
penyakit mukosa tidak merubah tingkat komplikasi tukak peptik (Dipiro,2005 : 630).

c. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:
1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi asam lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)
d. Patofisiologi

Tukak petik terjadi akibat ketidak seimbangan faktor penyerang (asam lambung dan
pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan dan perbaikan mukosa).
Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki reseptor
histamin, gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam diukur dalam beberapa parameter:
basal acid output (BAO), maximal acid output (MAO), dan sekresi sebagai respon dari
adanya makanan. Rasio BAO : MAO merepresentasikan kelebihan sekresi asam lambung.
Pepsinogen, yang disekresi oleh chief cell, diaktifkan menjadi pepsin oleh produksi asam
(pH 1,8 – 3,5). Pepsin memiliki aktivitas proteolitik yang dapat mengakibatkan tukak.
Pertahanan mukosa meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan sel epitel
intrinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami perbaikan setelah terjadi luka dengan
cara regenerasi. Kedua proses tersebut dibantu oleh prostaglandin (PG).
Helicobacter Pylori adalah bakteri aerofilik yang menempati ruang antara lapisan
mukus dan permukaan sel epitel. Helicobacter Pylori memproduksi urease dalam jumlah
besar, yang menghidrolisis urea menjadi amonia dan CO2 dalam lambung. Infeksi Hpylori
menigkatkan sekresi asam lambung melalui mekanisme yang melibatkan sitokin (seperti
TNF-α).
NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui dua mekanisme:
iritasitopikal, dan inhibisi sistemik sintesis prostaglandin. Siklooksigenase (COX) berperan
dalam pembentukan Prostaglandin. COX terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2.
COX-1 menghasilkan prostaglandin yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, sedangkan
COX-2 merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan menghasilkan prostaglandin
yang berhubungan dengan inflamasi. Penghambatan COX-1 dapat menyebabkan penurunan
agregasi platelet dan terjadinya pendarahan mukosa saluran cerna.
Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptik adalah pendarahan akibat erosi
bagian ulkus hingga ke arteri, perforasi, penetrasi hingga kestruktur sekitar saluran cerna
(pankreas, empedu, hati), dan obstruksi akibat luka atau udem.
e. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan
dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi
atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi
bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang
ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanismerefleks lokal yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri
biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan
alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul.
Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada
epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan
memberikan tekanan local pada epigastrium.
Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi
atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada
ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat
yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

f. Faktor Resiko
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas, komplikasi
akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications (seperti kortikosteroid) atau
antikoagulan yang meningkatkan risiko pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel)
berisiko besar menyebabkan tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan
risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan makanan
rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan menyebabkan dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum diketahui
secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellison’s syndrome (ZES)

g. Tanda Klinik
Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan
komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa sakit epigastrik, dan dapat juga
terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas. Pada tukak duodenal, rasa sakit dapat
terjadi 1 hingga 3 jam setelah makan. Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit langsung
terasa ketika makanan masuk. Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut terasa penuh,
kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul 24.00 – 03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga beberapa
minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan berminggu-minggu hingga
bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa sakit tukak bervariasi pada setiap individu,
dan dapat terjadi musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.
h. Algoritma Terapi
i. Diagnosis
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik. Diagnosis
infeksi HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan untuk tukak peptik selain
akibat infeksi HP lebih sederhana.
 Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun
nonendoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi dari lambung
untuk uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease. Uji histologi dilakukan untuk
mengetahui klasifikasi keparahan gastritis, sedangkan kultur dilakukan untuk menentukan
terapi yang sesuai dan atau adanya resistensi antibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan
untuk mendeteksi adanya HP.
Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi, urea breath test
(UBT), dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi antibodi yang dihasilkan akibat infeksi
HP. UBT didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana pasien akan menghirup urea –
yang kemudian diuraikan menjadi amonia dan bikarbonat. Bikarbonat yang dihasilkan akan
terabsorpsi ke dalam darah dan diekskresikan melalui nafas. Jumlah bikarbonat yang
dihasilkan kemudian dihitung. Stool antigen test dilakukan untuk mendeteksi antigen HP
pada feses.
 Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat dilakukan dengan
radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai prosedur diagnostik awal pada
pasien yang suspek tukak peptik karena metode ini lebih murah dan lebih aman. Tetapi, jika
terjadi komplikasi atau jika diinginkan diagnosis yang akurat, dapat dilakukan endoskopi
bagian atas.
 Uji laboratorium
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini antara lain
studi sekresi asaml ambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai hematokritdan hemoglobin
(umumnya rendah).
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu ditentuka
penatalaksanaan terapi yang meliputi sasaran terapi, tujuan terapi, dan strategi terapi.
BAB II

TERAPI

2.1 Sasaran Terapi


Pada pasien dengan H. pylori positif
1. Membasmi bakteri H. pylori
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mengobati penyakit
Pada pasien akibat penggunaan NSAID dengan menyembuhkan ulkus sesegera
mungkin.
2.2 Tujuan Terapi
1. Meredakan nyeri akibat ulkus pada lambung
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mencegah kekambuhan ulkus
4. Mengurangi komplikasi terkait dengan ulkus
2.3 Strategi Terapi
2.3.1 Terapi Non Farmakologi
1. Mengurangi penggunaan NSAID ,jika tidak dapat dihindari pakai dosis efektif
minimum atau dapat di ganti dengan parasetamol jika hanya untuk analgetik pada
nyeri kepala dan antipiretik, atau ganti NSAID yang selektif menghambat COX 2
seperti nabumeton, dan etodolak atau yang lebih selektif lagi seperti celecosib dan
refecosib.
Uji klinis dengan selektif COX-2 inhibitor telah melaporkan penurunan risiko ulkus
gejala dan komplikasi GI atas sebesar 50% sampai 60% bila dibandingkan dengan
NSAID nonselektif
2. Mengurangi merokok
3. Pasien harus hindari makanan dan minuman (misalnya, makanan pedas, kafein, dan
alkohol) yang menyebabkan dispepsia atau yang memperburuk gejala maag.
4. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Probiotik
Probiotik (misalnya, strain Lactobacillus dan Bifidobacterium) dan bahan makanan
(misalnya, jus cranberry dan beberapa protein susu) dengan komponen bioaktif telah
digunakan untuk secara proaktif mengendalikan H. pylori kolonisasi pada individu
yang berisiko dan mungkin memiliki peran dalam mengurangi peradangan mukosa
dan menyembuhkan tukak lambung.
2.3.2 Terapi Farmakologi
A. Proton Pump Inhibitor
1. Omeprazole
 Indikasi : terapi Jangka pendek lukak doedenal dan yang tidak memberi respon
terhadap antagonis reseptor H2. Terapi janga pendek tukak lambung. Refluk
esofagitiserosif atau ulseratif. Terapi jangka panjang sindromZollinger-Ellison
 Mekanisme : menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+ ATPase), yang bekerja dalam
‘proton pump’ dari sel parietal lambung.
 Interaksi Obat : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3 hingga 9,1% ;
Diazepam, phenytoin, dan warfarin dapat memperpanjang eliminasi obat-obat tersebut
: Dasatinib, ketoconazole , dan itraconazole Mengurangi penyerapan obat-obat
tersebut ; Digoxin, Peningkatan absorpsi digoxin; Cyanocobalamin dan vitamin C
Mengurangi absorpsi cyanocobalamin dan vitamin C.
 Efek Samping : Sakit kepala , diare , dan ruam kulit, pruritus , pusing, kelelahan ,
sembelit , mual dan muntah , perut kembung , sakit perut , arthralgia , dan myalgia ,
urtikaria , dan mulut kering . hipersensitivitas , mengantuk , dan vertigo , depresi.
 Pemberian obat : Berikan sebelum makan.

2. Lansoprazole
 Indikasi : Tukak Lambung, tukak duodenum, refluk esophagus
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+ ATPase), yang bekerja dalam
‘proton pump’ dari sel parietal lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl
 Interaksi Obat : Antasida dan sukralfat, Mengurangi bioavailabilitas lansoprazole
 Efek Samping : Trombositopenia, glositis, diare, eosinophilia
 Perhatian : Hamil dan laktasi
 Pemberian obat : Berikan sebelum makan
3. Rabeprazole
 Indikasi : Tukak duodenum aktif, tukak lambung jinak
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+ ATPase), yang bekerja dalam
‘proton pump’ dari sel parietal lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi Obat : Sama seperti Omeprazole namun interaksi klinis yang signifikan
dengan diazepam, fenitoin, teofilin, atau warfarin belum ditemukan pada subyek
sehat.
 Efek Samping : Sakit kepala, diare, mual, Nefritis, neuropsikiatri
 KI : Hipersensitif terhadap pengganti benzimidazol. Hamil dan laktasi.
 Perhatian : Terapi jangka panjang harus dilakukan dibawah pengawasan berkala.
 Pemberian obat : Telan utuh, jangan dikunyah atau dihancurkan.

4. Pantoprazole
 Indikasi : Terapi jangka pendek gaster dan terapi intestinal
 Mekansme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+ ATPase), yang bekerja dalam
‘proton pump’ dari sel parietal lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interkasi Obat : Warfarin Meningkatan waktu protrombin pada pasien yang
memakai pantoprazole dan menunjukkan kurangnya efek pada warfarin. Dengan
Methotrexate menyebabkan mialgia dan nyeri tulang yang parah.
 KI : Kerusakan fungsi hati dan kehamilan
 Efek Samping : Gangguan fungsi hati, trombositopenia, nefritis, reaksi sensitifitas
kulit.
 Pemberian obat : Berikan sebelum atau saat makan pagi.

5. Esomeprazole
 Indikasi : Terapi refluk esophagitis erosif, terapi simtomayik GERd, kombinasi terapi
dengan antibakteri yang cocok untuk penyembuhsn H.pylori.
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+ ATPase), yang bekerja dalam
‘proton pump’ dari sel parietal lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3 hingga 9,1% ;
Diazepam, phenytoin, dan warfarin dapat memperpanjang eliminasi obat-obat tersebut
: Dasatinib, ketoconazole , dan itraconazole Mengurangi penyerapan obat-obat
tersebut ; Digoxin, Peningkatan absorpsi digoxin; Cyanocobalamin dan vitamin C
Mengurangi absorpsi cyanocobalamin dan vitamin C.
 KI : Hipersensitifitas. Pemberian bersama atazanavir dan nelvinavir, laktasi, anak <
12 tahun. Untuk tab saja, intoleransi fruktosa, malabsorbsi glukosa dan galaktosa atau
insufisiensi sukrase – isomeltase.
 Efek samping : Nefritis, eksaserbasi vitiligo pada kulit.

B. H2 Antagonis
1. Simetidine
 Indikasi: tukak lambung maag
 Interaksi : asetamizole,cisapride, dofetilide, lomatapide, pimozide, terfernadine.
 Efek samping: pusing, sakit kepala, mual, muntah, diare, mengantuk.
 Kontraindikasi : hipersnsitif dengan simetidin atau penggunaan H2 antagonis
reseptor lainnya.
 Mekanisme : H2 reseptor antagonis memblok H2 reseptor dari sel pariental gastrik/
lambung sehingga menghambat ekskresi lambung.
 Metabolisme: dimeatabolisme di liver, diekskresikan di urin dan feces
 Sediaan : injeksi: 150 mg/ml
Oral solution (cairan) sirup : 300 mg/5ml
Oral tablet : 200, 300, 400, 800 mg/oral ; 400 mg per oral/ 12 hari ; gastrik 800
mg per oral; 300 mg per oral 6 hari.
2. Famotidine
 Indikasi: ulkus duodenum, terapi pemeliharaan ulkus duodenum pada pasien yang
baru sembuh dari ulkus aktif, sindroma zolliger allison.
 Mekanisme: Memblokir reseptor H2 sel parietal lambung, menyebabkan
penghambatan sekresi lambung.
 Interaksi:
- Serius,gunakan alternatif: atazanavir, dapsone, dasatinib, delvirdine, digoxin,
indinavir, itraconazole, ketokonazole, mefloquin, nimodipin, nisoldipin,
nitrendipin, ponatinib.
- Signinifikan,monitor ketat: ampicilin, karbonil iron, sefdinir, sefditoren,
sefpodoxim, sefurosime, crizotinib.
- Minor : blessed thistle, cyanocobalamin, devil’s claw.
 Efek samping : sakit kepala, pusing, konstipasi, diare, artralgia, trombositopenia,
ruam kulit
 Sediaan : Injeksi solution : 10 mg/ml ; 0,4 mg/ml
Oral suspensi : 45 mg/5 ml
Oral tablet : 10 mg ;20 mg; 40 mg
Tablet kunyah: 10 mg; 20mg

3. Ranitidine
 Dosis : Pengobatan: 300 mg/hari per oral Pemeliharaan: 150 mg/hari per oral
 Indikasi: Gastroesophageal, peptik ulser, Kondisi hipersekresi asam lambung,
Esofagitis
 Mekanisme Kerja: Ranitidin bekerja sebagai histamin H2-antagonis, yaitu
menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh reseptor H2 seperti sekresi asam
lambung dan pepsin.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap ranitidine atau H2-reseptor agonis yang
lain
 Efek Samping Obat: sakit kepala, diare, pusing, reaksi hipersensitivitas, mual,
muntah,anemia, pankreatitis, trombositopenia
 Interaksi Obat:
- Dasatinib : menurunkan efek dasatinib dengan meningkatkan pH lambung,
Digoxin: meningkatkan tingkat atau efek digoxin dengan meningkatkan pH
lambung,
- Itrakonazol: menurunkan tingkat atau efek itrakonazol dengan meningkatkan
pHlambung,
- Cimetidin: meningkatkan tingkat atau efek ranitidine dalam kompetisi obat untuk
pembersihan tubular ginjal.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide dengan meningkatkan
pH lambung.
 Sifat Fisikakimia:
- Warna: putih-putih kekuningan.
- Bentuk: serbuk kristal, polimorfisme
- Kelarutan: sangat larut dalam air, dan sangat sedikit larut dalam diklorometana.

4. Nizatidine
 Dosis : Pengobatan: 300 mg/hari per oral, Pemeliharaan: 150 mg/hari per oral
 Indikasi: Duodenum ulser, Pemeliharaan duodenum ulkus
 Mekanisme Kerja: Nizatidine bekerja sebagai histamin H2-antagonis, yaitu
menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh reseptor H2 seperti sekresi asam
lambung dan pepsin.
 Interaksi Obat:
- Dasatinib: menurunkan tingkat atau efek dasatinib dengan meningkatkan pH
lambung.
- Itraconazole: menurunkan tingkat atau efek itraconazole dengan meningkatkan
pH lambung.
- Digoxin: meningkatkan tingkat atau efek digoxin dengan meningkatkan pH
lambung
- Ampisilin: menurunkan tingkat atau efek ampisilin dengan meningkatkan pH
lambung.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide dengan meningkatkan
pH lambung.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap nizatidine atau H2-reseptor agonis yang
lain
 Efek Samping Obat: Sakit kepala, Nyeri perut, Ansietas, Constipation, Insomnia,
Anemia, Mual / muntah
 Sifat Fisikakimia:
- Warna: Hampir putih atau agak kecoklatan
- Bentuk: bubuk kristal
- Kelarutan: Sedikit larut dalam air, dan larut dalam metil alkohol.

C. Chelate dan kompleks


1. Sukralfat
 Dosis : Dewasa :dosis awal untuk duodenal ulcer 1 g tiap 6 jam, pemeliharaan 1 g tiap
12 jam
 Indikasi : Terapi jangka pendek pada ulkus duodenum dan gaster,gastritis kronis
 Mekanisme Aksi : Sukralfat bekerja dengan cara melindungi mukosa dari serangan
asam pepsin pada tukak lambung dan duodenal setelah membentuk kompleks dengan
eksudat yang bersifat protein seperti albumin dan fibrinogen pada lokasi tukak. Pada
kondisi yang lebih ringan, Sukralfat membentuk viscous sehingga memberikan
perlindungan pada permukaan mukosa lambung dan duodenum.
 Interaksi Obat : Absorpsi obat berikut berkurang bila digunakan bersamaan:;Utama :
Ciprofloxacin, Cimetidine, Ranitidin, Digoxin, Ketoconazole, Teofilin, Fenitoin,
Tetrasiklin.;Sedang : Moxifloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Sparfloxacin,
Warfarin.;Penggunaan obat-obatan tersebut di atas sebaiknya dilakukan pada 2 jam
sebelum atau sesudah pemberian Sukralfat.
 Efek Samping : Konstipasi (paling sering, sekitar 2%). ; mual, muntah, kembung,
mulut kering, gatal-gatal, sakit kepala, insomnia, diare (sangat jarang, < 1%)
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap produk sukralfat
 Sifat Fisikokimia : Merupakan garam aluminium dari sukrosa oktasulfat. Serbuk
warna putih, praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam asam kuat dan basa.
 Farmakologi
Absorpsi : setelah pemberian oral, Sukralfat diabsorpsi dalam jumlah kecil dari
saluran cerna, kemungkinan disebabkan karena polaritas yang tinggi dan kelarutan
yang rendah dari Sukralfat pada saluran cerna.2,7;Bioavailabilitas oral (lokal) :
komponen disakarida 5%, aluminium < 0.02%. (1);Distribusi (2) : distribusi ke dalam
jaringan dan cairan tubuh setelah absorpsi sistemik belum ditentukan. Studi pada
hewan, volume distribusi kurang lebih 20% dari berat badan.;Ekskresi (1,2) :
Sukralfat bereaksi dengan asam klorida dalam saluran cerna, membentuk sukrosa
sulfat yang tidak dimetabolisme. ;Studi pada hewan menunjukkan 90% dosis oral
sukrosa sulfat diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui feses dalam waktu 48
jam. ;Sejumlah kecil sukralfat (3-5%) diabsorpsi sebagai sukrosa sulfat, diekskresi
dalam bentuk tidak berubah melalui urin dalam waktu 48 jam.
 Stabilitas Penyimpanan : tablet Sukralfat disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada
suhu kamar dan stabil selama 2 tahun setelah tanggal produksi. Suspensi Sukralfat
disimpan pada suhu 15-300 C, hindari penyimpanan yang terlalu dingin (beku).
 Parameter Monitoring : Berkurangnya rasa tidak nyaman pada bagian
perut/abdomen,perbaikan hasil endoskopik,CBC (Complete Blood Count),;tanda-
tanda dan gejala-gejala dari toksisitas aluminium terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronis atau pasien yang menjalani dialysis
 Bentuk Sediaan : Suspensi 500 mg/5 ml, Tablet 500 mg
 Peringatan : Antasida dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi dengan
Sukralfat untuk mengurangi rasa sakit, tetapi sebaiknya tidak diminum dalam waktu
30 menit sebelum atau setelah pemberian sukralfat. ;Penderita gagal ginjal kronis dan
pasien dialisis dapat meningkatkan risiko akumulasi dan toksisitas aluminium.
 Pengaruh Anak : Keamanan dan khasiat bagi anak-anak belum ada informasi.
 Pengaruh Kehamilan : Kategori B, tidak ditemukan bukti bahwa obat yang
mengandung aluminium seperti sukralfat dapat mempengaruhi janin.
 Pengaruh Menyusui : Sukralfat disekresi lewat ASI dalam jumlah kecil, sehingga
pemakaiannya perlu hati-hati. Tidak ditemukan data pemakaian sukralfat pada
manusia, dimungkinkan untuk bisa digunakan.
 Informasi Pasien : Diminum dalam keadaan perut kosong, 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan dan sebelum tidur malam.
D. Analog Prostaglandin
1. Misoprostol
 Dosis dewasa : oral untuk pelindung gastrointestinal selama terapi NSAID 200 μg
4x sehari diminum bersama makanan.
 Indikasi : untuk pencegahan dan pengobatan ulkus lambung akibat pemakaian
antiinflamasi non steroid
 Mekanisme aksi : Misoprostol bersifat antisekretori dan sitoprotektif yang dapat
mencegah ulcer karena penggunaan NSAID
 Efek Samping : diare yang tergantung dosis dan biasanya akan sembuh dengan
sendiri jika terapi terus berlangsung. Obat ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena dapat merangsang kontraksi uterus. Sakit kepala, dyspepsia, mual, muntah.
 Kontraindikasi : ibu hamil
 Interaksi: dapat meningkatkan efek oksitosin
 Sediaan : Tablet 100 μg, 200μg
 Peringatan : Untuk pasien yang menerima kortikosteroid atau antikoagulan
melaporkan perdarahan, muntah, sakit perut yang parah, dan diare. Untuk
perlindungan pada gastrointestinal, bahaya terapi misoprostol dan risiko kegagalan
kontrasepsi.
 Pengaruh kehamilan : Kategori Resiko X
 Pengaruh ibu menyusui : tereksresi dalam ASI
 Struktur Kimia

PENGOBATAN INFEKSI HELICOBACTER PYLORI .


H-pylori merupakan bakteri gram negatif yang telah dikaitkan dengan gastritis.
Selanjutnya dari grastritis akan mengalami perkembangan ulkus lambung dan ulkus
duodenum, adenokarsinoma lambung sertagastric B-cell lymphoma (Suerbaum dan
Michetti,2002). Karena H-pylori berperan penting dalam patogenesis tukak lambung maka
untuk membasmi infeksi ini dilakukan perawatan standar pada pasien dengan ulkus lambung
atau duodenum. Pada pasien yang tidak menerima NSAID, standar perawatan ini hampir
sepenuhnya menghilangkan resiko kekambuhan ulkus. Pemberantasan H-pylori juga
diindikasikan dalam pengobatan limfoma jaringan limfoid mukosa pada perut yang bisa
terjadi secara signifikan setelah dilakukan pengobatan.
BAB III

Monitoring dan KIE

3.1 Monitoring

 Monitoring objektif :
1. Cek rutin kultur H.pylori
2. Monitoring kecenderungan kolonisasi dan penyakit gastrointerstinal bagian atas pada
berbagai populasi dapat memberikan gambaran kecenderungan terjadinya infeksi
H.pylori.
3. Monitoring penggunaan NSAID jika pasien mengkonsumsi NSAID
 Monitoring subjektif :
1. Monitoring kondisi pasien dan rasa nyeri
2. Monitoring gaya hidup dan pola makan pasien
3. Monitoring keparahan penyakit

3.2 KIE
1. Hindari atau kurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID (termasuk
piroksikam). Jika piroksikam masih digunakan, diberi jeda 1-2 jam setelah makan.
2. Hindari makanan dan minuman (seperti : makanan pedas, kopi, alkohol) karena dapat
menyebabkan dispepsia atau memunculkan gejala tukak.
3. Penggunaan obat yang rutin dapat mengurangi/menyembuhkan penyakit

Anda mungkin juga menyukai