Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu telah memiliki

tradisi memanfaatkan tumbuhan dari lingkungan sekitarnya sebagai jamu untuk

meningkatkan kesehatan, memulihkan kesehatan, pencegahan penyakit dan

penyembuhan penyakit. Ramuan obat bahan alam hampir dimiliki oleh setiap

suku bangsa di Indonesia dan digunakan secara turun temurun sebagai obat.

Sediaan herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana

seperti infus, dekok dan sebagainya yang berasal dari simplisia. Simplisia adalah

bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman yang

digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan atau mengalami

pengolahan sederhana serta belum merupakan zat murni kecuali dinyatakan lain,

berupa bahan yang telah dikeringkan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang dengan

cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni

(Emilan dkk, 2011; BPOM, 2010 : 1).

Buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch) atau waluh merupakan bahan

pangan yang kaya akan kandungan gizi, seperti vitamin A, B dan C, mineral,

protein serta karbohidrat. Kandungan gizinya cukup lengkap, buah labu kuning

dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun cukup

terjangkau bagi semua kalangan masyarakat. Sejauh ini pemanfaatannya masih

belum optimal. Buah labu kuning memiliki warna yang menarik, bersifat lunak

1
2

dan mudah dicerna serta mengandung karoten (provitamin A) yang cukup tinggi

(Wahyuni dkk, 2013).

Ekstrak labu kuning mampu menurunkan kadar trigliserida dalam darah. Labu

kuning yang mengandung antioksidan seperti ß-karoten, vitamin C, serat saponin,

flavonoid kemungkinan dapat juga digunakan untuk menurunkan kadar

trigliserida pada penderita diabetes mellitus (Choi,2001). kadar antioksidan pada

labu kuning dapat bekerjasama dalam menetralisir radikal bebas sehingga

menghambat pembentukan LDL teroksidasi dan menurunkan kadar LDL dalam

darah yang secara tidak langsung berefek juga pada penurunan kadar trigliserida

dengan mekanisme dihambatnya enzim HMG-CoA (Monteiro, 2013). Senyawa

saponin dalam buah labu kuning didalam saluran pencernaan dapat membentuk

kompleks yang tidak diabsorpsi kembali oleh ginjal sehingga kadar asam empedu

dalam saluran pencernaan berkurang. Kekurangan ini dipenuhi dengan

meningkatkan sintesis asam empedu di hati yang berbahan dasar kolesterol,

sehingga kadar trigliserida di hati berkurang. Selain itu sterol yang kemungkinan

terdapat dalam labu berfungsi sebagai kompetitif terhadap absorpsi kolesterol

eksogen (Linder, 1992). Saponin berkhasiat sebagai sumber anti-bakteri dan anti-

virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi

kadar gula dalam darah dan mengurangi penggumpalan darah (Wahyuni dkk,

2013).

Buah labu kuning diperkirakan berasal dari Peru atau Meksiko, Amerika

Tengah. Awal penyebarannya tidak diketahui secara pasti. Tanaman labu banyak

ditanam di daerah tropis Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika, Amerika

Tengah, dan Karibia. Guna memperoleh hasil yang representatif simplisia diambil
3

dari daerah sentral penghasil, sentral budidaya dan daerah lain yang mempunyai

perbedaan ketinggian tempat tumbuh. Penelitian ini memuat parameter spesifik

dan parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi nama tumbuhan, nama

ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa larut dalam pelarut tertentu dan parameter

pola kromatogram. Parameter non spesifik meliputi hasil pengujian susut

pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, serta mikroba yang dapat

berpengaruh pada kualitas ekstrak (BPOM RI, 2004 : xi)

Penelitian uji parameter ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata

Duch) diperlukan, agar dapat diperoleh nilai parameter mutu ekstrak. Uji

parameter dilakukan pengambilan sampel dari daerah dengan perbedaan

ketinggian dan tempat tumbuhnya, yaitu: Wonosobo, Magelang dan Semarang.

Ketinggian dan tempat tumbuh yang berbeda dimungkinkan adanya perbedaan

nilai parameter ekstrak, sehingga perlu dilakukan uji parameter.

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana nilai hasil uji parameter non spesifik dari ekstrak etanol buah Labu

kuning (Cucurbita moschata Duch), yang meliputi susut pengeringan, kadar

abu total, kadar abu tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan

kapang khamir, serta kadar Pb dalam ekstrak?

2. Bagaimana nilai hasil uji parameter spesifik dari ekstrak etanol buah Labu

kuning (Cucurbita moschata Duch) yang meliputi identitas, organoleptis,

senyawa larut dalam pelarut tertentu, penetapan kandungan kimia ekstrak serta

pola kromatogram ?
4

1.2 Batasan Masalah

1. Tanaman yang digunakan adalah tanaman labu kuning (Cucurbita moschata

Duch).

2. Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah buah labu kuning

(Cucurbita moschata Duch) yang diperoleh dari Wonosobo, Magelang dan

Semarang.

3. Uji parameter yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji parameter

terhadap ekstrak etanol buah labu kuning meliputi parameter non spesifik dan

spesifik.

4. Metode ekstraksi yang digunakan adalah digesti dengan pelarut etanol 95%.

5. Uji parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar abu total, kadar

abu yang tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan kapang

khamir, batas cemaran logam Pb.

6. Uji parameter spesifik meliputi identitas, organoleptis, kadar senyawa larut

dalam pelarut tertentu air dan etanol, penetapan kandungan kimia ekstrak serta

pola kromatogram untuk senyawa Flavonoid dan Saponin.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui nilai uji parameter non spesifik dari ekstrak etanol buah labu

kuning (Cucurbita moschata Duch), meliputi susut pengeringan, kadar abu

total, kadar abu yang tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan

kapang khamir, batas cemaran logam Pb.


5

2. Mengetahui nilai uji parameter spesifik dari ekstrak etanol buah labu kuning

(Cucurbita moschata Duch) meliputi identitas, organoleptis, kadar senyawa

larut dalam pelarut tertentu, penetapan kandungan kimia ekstrak serta pola

kromatogram.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang

parameter mutu ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch), dan

pola kromatogram ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch).

Manfaat lain dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang

berguna terutama dalam pengembangan sediaan obat tradisional yang mutunya

terjamin.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch)

2.1.1 Sistematika Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Violales

Familia : Cucurbitaceae

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Duch.

(Van Steenis, 2002 : 36)

Gambar 1. Buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch)

2.1.2 Sinonim

Sumatera: labu kastela, labu merah, labu kuning (Melayu); jawa: waluh

(Sunda, Jawa); Maluku: labu ambon (Wijayakusuma, 2005 : 13).


7

2.1.3 Morfologi Tanaman

Labu kuning disebut juga labu parang merupakan tumbuhan setahun (annual)

yang tumbuh menjalar atau memanjat. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli

Amerika Utara dan kini dapat ditemukan di seluruh dunia. Batangnya besar,

berbentuk segi lima dengan panjang 3-10 meter, berambut kaku kasar dan sangat

rapat juga penuh dengan bintik kelenjar. Alat pembelit terbelah dan jumlahnya

banyak. Bagian pangkal daun berbentuk jantung, panjang daun 15-30 cm,

berambut panjang, dan sisi panjang mengandung kelenjar.

Bunga besar dan berwarna kuning dengan mahkota bunga berbentuk lonceng,

berbagai hingga pangkalnya, ujungnya melebar, bergigi tidak teratur, dan

berambut. Buahnya besar, berbentuk bola pipih, di dalamnya mengandung banyak

biji. Biji mempunyai berat rata-rata sekitar 2-3 kg. Ukuran pertumbuhannya

sangat cepat, yaitu dapat mencapai 350 gram per hari. Buah labu kuning biasanya

dimasak sebagai kolak. Selain itu juga diolah menjadi sayur dan sup. Biji

berbentuk oval pipih, panjangnya mencapai 5mm, berwarna kekuningan atau abu-

abu, dan biji yang tua biasa dipanggang sebagai kuaci. Perbanyakan tumbuhan ini

dengan bijinya. Bagian labu parang yang banyak dipakai adalah buah, biji, sulur,

tangkai, batang, dan daun (Wijayakusuma, 2005 : 11-12)

2.1.4 Khasiat dan Kegunaan Tanaman

Buah labu kuning berkhasiat sebagai tonik, menurunkan panas tubuh

(antipyretic), menghilangkan dahak (expectorant), peluruh kencing (diuretic),

antiradang (antiinflammatory), dan obat cacing (anthelmintic) (Wijayakusuma,

2005 : 1).
8

2.2 Kandungan Kimia buah Labu kuning (Cucurbita moschata Duch)

Kandungan zat aktif dalam buah labu kuning adalah flavonoid dan saponin

yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba (wahyuni dkk,

2013).

2.2.1 Flavonoid

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Dapat diekstraksi

dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok

dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya

berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mudah dideteksi pada kromatogram

atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan

karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan

spektrum tampak (Harborne, 1987 : 70-71).

2.2.2 Saponin

Saponin mula – mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai

sabun . Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah saponin sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer

saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin

telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus – ratus tahun. Beberapa

saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1991: 157).


9

2.3 Tinjauan Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

minyak atsiri, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pamilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI,2000 : 1).

2.4 Metode Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu

pada suhu 40-500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang

zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh

keuntungan antara lain:

a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya

lapisan-lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan

tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.


10

c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding

terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada

kecepatan difusi. Kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan

(DepKes RI, 1986 : 12-13).

2.5 Tinjauan ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Anonim, 1995 : 7).

Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak antara lain:

1) Faktor biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan khusus

dipandang dari segi biologi, baik untuk bahan dari segi biologi, baik untuk bahan

dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild

crop) yang meliputi beberapa hal, yaitu:

a) Identitas jenis (species): jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat

dikonfirmasi sampai informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi

jenis (species).

b) Lokasi tumbuhan asal: lokasi berarti faktor eksternal yaitu, lingkungan (tanah

dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur,

cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik).


11

c) Periode pemanenan hasil tumbuhan: faktor ini merupakan dimensi waktu dari

proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan

senyawa kandungan. Kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari

proses biosintesis dan sebaliknya kapan sebelum senyawa tersebut dikonversi/

dibiotransformasi/ biodegradasi menjadi senyawa lain.

d) Penyimpanan bahan tumbuhan: merupakan faktor eksternal yang dapat diatur

karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi

(biotik dan abiotik).

e) Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

Selain 5 faktor tersebut, maka untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya

(kultivar) ada lagi faktor GAP (Good Agriculture Practice) sedangkan untuk

bahan dari tumbuhan liar (wild crop) misalnya kondisi proses pengeringan yang

umumnya dilakukan di lapangan.

2) Faktor kimia

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya.

Khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik untuk

bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar

(wild crop), meliputi beberapa hal, yaitu:

a) Faktor internal

a) Jenis senyawa aktif dalam bahan

b) Komposisi kualitatif senyawa aktif

c) Komposisi kuantitatif senyawa aktif

d) Kadar total rata-rata senyawa aktif


12

b) Faktor eksternal

a) Metode ekstraksi

b) Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)

c) Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan

d) Pelarut yang digunakan ekstraksi

e) Kandungan logam berat

f) Kandungan pestisida (DepKes RI, 2000 : 7-8).

2.6 Cairan Penyari

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih

yang melarutkan hampir semua metabolisme sekunder yang terkandung (DepKes

RI, 2000 : 9).

2.7 Parameter dan Metode Uji ekstrak

2.7.1 Parameter Non Spesifik

Parameter non spesifik terdiri atas parameter yang mempunyai batasan

berbeda pada setiap ekstrak seperti susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu

tidak larut asam cemaran logam berat dan cemaran mikroba (BPOM, 2006 : xiii).
13

2.7.1.1 Susut Pengeringan

Pengertian dan prinsip: pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada

temperatur 1050C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan

sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak

menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena berada di atmosfir/lingkungan udara terbuka. Tujuan:

memberikan batasan maksimal/rentang besarnya senyawa yang hilang pada proses

pengeringan. Nilai minimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan

kemurnian dan kontaminasi (DepKes, 2000 : 13).

2.7.1.2 Kadar abu

Pengertian dan prinsip: bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa

organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral

dan anorganik. Tujuan: memberikan gambaran kandungan mineral internal dan

eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai

maksimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan

kontaminasi (DepKes, 2000 : 17).

2.7.1.3 Cemaran Logam Berat

Pengertian dan prinsip menentukan kandungan logam berat secara

spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuan: memberikan

jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd dll.)

melebihi nilai yang diterapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Nilai

maksimal atau rentang yang diperbolehkan (DepKes, 2000 :21).


14

2.7.1.4 Cemaran Mikroba

Pengertian dan prinsip: menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang

patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuan: memberikan jaminan bahwa

ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen melebihi batas yang ditetapkan

karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

Nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan (DepKes, 2000 : 24).

2.7.2 Parameter Spesifik

Parameter spesifik adalah parameter yang spesifik hanya dimiliki suatu

tanaman tertentu meliputi identitas, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut

tertentu, uji kandungan kimia ekstrak (DepKes, 2000 : 31).

2.7.2.1 Identitas

Pengertian dan prinsip:

1. Deskripsi tata nama:

a. Nama ekstrak (generik, dagang, paten)

b. Nama latin tumbuhan (sistematika botani)

c. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb)

d. Nama Indonesia tumbuhan

2. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas, artinya senyawa tertentu yang

menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.

Tujuan: memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari

senyawa identitas (DepKesRI, 2000: 30).


15

2.7.2.2 Organoleptik

Pengertian dan prinsip: penggunaan panca indera mendiskripsikan bentuk,

bau, rasa, warna sebagai berikut:

1. Bentuk : padat, serbuk- kering, kental, cair.

2. Warna : kuning, coklat, merah, hijau, hitam.

3. Bau : aromatik, tidak berbau, khas.

4. Rasa : pahit, manis, khelat, asam.

Tujuan: pengenalan awal yang sederhana sobyektif mungkin (DepKes RI, 2000:

31).

2.7.2.3 Senyawa terlarut pelarut tertentu

Pengertian dan prinsip: melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol dan air)

untuk ditentukan sejumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan

secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam

pelarut lain misalnya heksana, diklormetana, metanol. Tujuan: memberikan

gambaran awal jumlah senyawa kandungan. Nilai: nilai minimal atau rentang

yang ditetapkan terlebih dahulu (DepKes RI, 2000: 31). Dalam penelitian ini

menggunakan pelarut air:kloroform dan etanol 95%.

2.7.2.4 Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Pengertian dan prinsip: ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara

tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola

kromatogram yang khas. Tujuan: memberikan gambaran awal komposisi

kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT). Nilai: kesamaan pola

dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (DepKes RI, 2000: 32).
16

2.8 Metode Analisis

2.8.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang

memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fasa diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah

pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembangan yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama perambatan

kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan (dideteksi). Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah

(sifat penjerap) dan sistem larutan pengembangan harus dipilih dengan tepat

karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan (Stahl, 1985 : 3).

Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti

senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, komplek anorganik-organik,

dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat

yang harganya tidak terlalu mahal (Harborne, 1987 : 13).

Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan

merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak. Dalam KLT, fase

diam harus mudah didapat. Keistimewaan KLT adalah lapisan tipis fase diam dan

kemampuan pemisahnya. Pada umumnya sebagai fasa diam digunakan silika gel

(Sudjadi, 1986 : 167). Fasa gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau

beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fasa diam, yaitu suatu lapisan berpori,
17

karena ada daya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu

analitik dan, bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu

campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen

(Shatl, 1985 : 6). Nilai Rf dapat dituliskan dengan persamaan (Stahl, 1985 : 17).

2.8.2 Densitometri

Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi

radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi

radiasi elektromagnetik dengan noda pada KLT yang ditentukan adalah absorpsi,

transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar flour dari

radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan untuk analisis kuantitatif analit-

analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih

dahulu dengan KLT (Mulja dan Suharman, 1995 : 231).

Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri, bercak di-scaning

dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjang

maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya

(fotosensor). Perbedaan antara signal optik daerah yang tidak mengandung bercak

dengan daerah yang mengandung dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada

melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama.

Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi

(Rohman, 2007 : 54).


18

2.8.3 Spektroskopik Serapan Atom (SSA)

Prinsip dari SSA: atom-atom suatu logam diuapkan dalam suatu nyala dan

serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu

katode rongga, dilapisi dengan logam ditentukan, diukur. Penerapan dalam

analisis farmasi: penentuan residu-residu logam yang tersisa dari proses

pembuatan obat-obatan (Watson, 2005 : 169). Pada SSA terjadi penyerapan

sumber radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang

berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan

gas tadi biasanya radiasi sinar tampak atau ultraviolet. Jadi seolah-olah nyala api

gas pembakar dan molekul atom-atom netral di dalamnya adalah kuvet pada

spektrofotometri UV-Vis (Mulja dan Suharman, 1995 : 107).


19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek yang diteliti ekstrak etanol buah labu kuning meliputi parameter mutu

ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch).

3.2 Sampel dan Teknik sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu kuning

(Cucurbita moschata Duch) yang diperoleh dari daerah Wonosobo, Magelang,

dan Semarang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah teknik

sampling purposive sampling yaitu dipilih buah yang tua dan masak.

3.3 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas yaitu pemilihan tiga tempat tumbuh untuk uji parameter yaitu

Wonosobo, Magelang dan Semarang.

2. Variabel terikat adalah hasil uji parameter non spesifik meliputi parameter

susut pengeringan, parameter kadar abu termasuk kadar abu yang tidak larut

asam, parameter cemaran logam berat, serta parameter cemaran mikroba

terdiri dari uji angka lempeng total dan angka kapang/khamir, dan parameter

spesifik meliputi parameter identitas, organoleptik ekstrak, parameter senyawa

terlarut dalam pelarut tertentu terdiri dari kadar senyawa terlarut dalam
20

air:kloroform dan kadar senyawa terlarut dalam etanol, dan parameter pola

kromatogram.

3. Variabel kontrol yaitu jumlah pelarut etanol yang digunakan, jumlah sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data hasil uji parameter mutu ekstrak diperoleh dari hasil pengujian parameter

spesifik dan parameter non spesifik ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita

moschata Duch), dari 3 tempat, yaitu Wonosobo, Magelang, dan Semarang.

Pengujian parameter spesifik dan parameter non spesifik masing-masing

dilakukan pengulangan 3 kali.

3.5 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.5.1 Alat yang Digunakan

Alat untuk pembuatan ekstrak kental terdiri dari: nampan, alat – alat gelas,

blender, ayakan 30/40, oven, penangas air, cawan porselen dan batang pengaduk.

Alat untuk uji parameter non spesifik terdiri dari: muffle, oven, alat gelas, krus,

otoklaf, timbangan analitik, desikator, tabung reaksi, erlenmeyer, cawan petri,

inkubator. Alat untuk uji parameter spesifik terdiri dari: densitometer tipe camag

TLC scanner 3, Erlenmeyer bertutup, spektroskopi serapan atom CS 1.3.0,

lempeng KLT, pipa kapiler, chamber, lampu UV 366 nm, lampu UV 254 nm,

cawan porselen, oven, penangas air, desikator.


21

3.5.2 Bahan yang Digunakan

Bahan utama yang digunakan adalah buah labu kuning (Cucurbita moschata

Duch) segar. Bahan untuk pembuatan ekstrak kental adalah etanol 95 % teknis,

kain kola. Bahan untuk uji parameter non spesifik adalah H2SO4 encer teknis,

media PCA, media PDA, asam nitrat, HClO4 teknis, NaCl teknis. Bahan untuk uji

parameter spesifik adalah aquadest, kloroform p.a, etanol 95% teknis, n- heksan

p.a, etil asetat p.a, kloroform p.a, methanol p.a, antimon (lll) klorida p.a, asam

asetat p.a, asam sulfat p.a, FeCl3 p.a, amoniak p.a, aquadest, silica gel GF 254.

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Identifikasi dan Determinasi Tanaman Buah Labu Kuning

Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah tanaman buah yang

diperoleh dari daerah Wonosobo, Magelang dan Semarang. Determinasi

dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh kepastian bahwa tanaman yang

digunakan pada penelitian berasal dari spesies yang sama, sehingga kemungkinan

timbulnya kesalahan dalam pengumpulan bahan penelitian dapat dihindari.

Determinasi tanaman buah labu kuning dilakukan di laboratorium ekologi dan

biosistematik jurusan biologi Universitas Diponegoro Semarang.

3.6.2 Pengumpulan sampel

Buah labu kuning tua dan masak dipilih yang masih utuh atau tidak rusak,

daging buah dipisahkan dengan kulit buah dan bijinya. kemudian buah

dibersihkan dilakukan sortasi basah. Buah dicuci menggunakan air mengalir agar
22

terpisah dari pengotor dan dipotong tipis-tipis, setelah itu buah labu kuning

dikeringkan. Buah dikeringkan dengan oven dengan suhu 40-500C. Buah yang

sudah kering dilakukan proses sortasi kering, kemudian buah dilakukan

pengecilan ukuran partikel dengan menggunakan blender, diayak dengan ayakan

no 30/40.

3.6.3 Penyarian Simplisia

Serbuk buah labu kuning yang sudah diayak dibuat ekstrak dengan metode

digesti dengan pelarut etanol 95%. Sebanyak 300 g serbuk dimasukan ke dalam

bejana kemudian dituangi penyari yaitu etanol 95% 3L (1 : 10) . Dipanaskan pada

suhu 40-500C menggunakan hot plate selama 2 jam, sambil berulang-ulang

diaduk. Setelah 2 jam, ampas diperas. Endapan kemudian dipisahkan dan

diperoleh ekstrak cair. Setelah itu, ekstrak yang diperoleh dipekatkan lagi dengan

menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental buah labu (DepKes RI,

2000 : 11).

3.6.4 Skrining Fitokimia

1) Identifikasi Flavonoid

Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan berbentuk

cairan, dengan 10 ml metanol pekat, menggunakan alat pendingin balik selama 10

menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat. Encerkan filtrat dengan

10 ml air. Setelah dingin tambahkan serbuk Mg, kocok hati-hati, diamkan.

Ditambah HCl pekat dan amyl alcohol. Positif flavonoid jika terbentuk lapisan

amyl alcohol berwarna kuning (Harborne, 1987: 70).


23

2) Identifikasi Saponin

Di masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan

10 ml air panas, di dinginkan dan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik.

setinggi 1 cm sampai 10 cm. Hasil positif saponin ditunjukan dengan buih yang

mantap, penambahan HCI 1% buih stabil (DepKes RI, 1995 : 336).

3) Identifikasi Alkaloid

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml

air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca alroji, tambahkan 2 tetes dragendorff. Positif

alkaloid jika terbentuk endapan jingga (DepKes RI, 1995 : 333).

4) Identifikasi Tanin

Lebih kurang 2 g serbuk yang ditimbang seksama panaskan dengan 50 ml air

mendidih di atas penangas air selama 30 menit sambil diaduk. Diamkan selama

beberapa menit disaring dengan kertas penyaring dan direaksikan dengan FeCl3.

Positif tanin jika terbentuk warna biru atau hijau kehitaman (DepKeS RI, 1995 :

326).

5) Identifikasi Steroid Dan Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk dimaserasi dengan 20 ml n- heksana selama 2 jam.Filtrat

diuapkan dalam cawan porselin. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat

anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.Timbul warna ungu atau merah kemudian

berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida/ triterpenoida. Positif

steroid jika terbentuk warna hijau kebiruan dan triterpenoid terbentuk warna

kecoklatan (Harborne, 1987: 152).


24

3.6.5 Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis

a) Alkaloid

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak etil

asetat:methanol:air: (100:13,5:10) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat

mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak

sinar biasa berpendar biru atau jingga. Penampak bercak yang digunakan

dragendorff.

b) Flavonoid

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak

kloroform:etilasetat 60:40) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai batas

elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa

berpendar kuning intensif, hijau, dan jingga. Penampak bercak yang digunakkan

adalah uap ammonia.

c) Tannin

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak etil

asetat:methanol:air: (77:15:8) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai

batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa

berpendar biru kehitaman. Penampak bercak yang digunakkan adalah uap FeCl 3

10%.
25

d) Saponin

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak

kloroform : metanol : air (64:50:10) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat

mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak

sinar biasa berpendar biru, kuning, coklat. Penampak bercak yang digunakkan

adalah anisaldehida asam sulfat LP.

e) Terpenoid/steroid

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak n-

heksan:etil asetat (7:3) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai batas

elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa

berpendar hijau. Penampak bercak yang digunakkan adalah antimony (lll)

klorida:asam asetat:kloroform (20:20:60). (Stahl, 1969; Hendrajaya dan Kesuma,

2003).

3.6.6 Uji Parameter Non Spesifik

1) Parameter Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara saksama sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam

botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan

dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan

setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak

kental, ratakan dengan bantuan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke

dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot
26

tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup

mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan

mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang

saksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar.

Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian

keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (DepKes RI, 2000:

13).

2) Parameter Kadar Abu

a) Penetapan Kadar Abu

Sejumlah 1 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan

ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan

perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika dengan cara ini

arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, diaduk, disaring melalui

kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa penyaringan dipijarkan dalam

krus yang sama. Filtrat dimasukan ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga

bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam %

b/b (BPOM, 2006 : 198).

b) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer P selama 5 menit. Bagaimana yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,

dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut

asam dihitung terhadap bobot ekstrak, dinyatakan dalam % b/b (BPOM, 2006 :

198).
27

3) Parameter Cemaran Logam

a) Pembuatan Larutan 100 µg / ml.

Dipipet 10,0 ml larutan induk, logam 1000µg/ ml ke dalam labu ukur 100,0

ml. Ditambahkan larutan asam nitrat, HNO3 1 N sampai tepat tanda tera.

b) Pembuatan Larutan Baku 10 µg/ml

Dipipet 10,0 ml larutan baku, logam 100µg/ml ke dalam labu ukur 100 ml.

Ditambahkan larutan asam nitrat, HNO3 1 N sampai tepat tanda tera.

c) Pembuatan Larutan Kerja dengan Konsentrasi 0,0µg/ml; 0,2µg/ml; 0,4µg/ml;

0,6µg/ml; 0,8µg/ml; 1,0µg/ml.

Dipipet 0,0 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml larutan baku timbal, Pb

10 µg/ml ke dalam enam labu ukur 50,0 ml ditambahkan sampai tanda

batas.Ditambahkan asam nitrat, HNO3 1 N ke dalam masing- masing labu ukur

sampai tepat tanda tera.

d) Penentuan Kadar, Secara Dekstruksi Asam

Disiapkan erlenmayer volume 250 ml. Ditimbang sampel yang sudah

dihomogenkan sebanyak ±3,00g, masukkan ke dalam erlenmayer. Ditambahkan

25 ml air suling, aduk dengan menggunakan batang pengaduk. Ditambahkan 5 ml

sampai 10 ml asam nitrat, HNO3 pekat aduk hingga bercampur rata. Ditambahkan

3 butir sampai dengan 5 butir batu didih, tutup dengan kaca arloji. Diletakkan

erlenmayer tersebut diatas penangas listrik, atur suhunya pada 105oC sampai

dengan 120oC. Dipanaskan hingga volume sampel tinggal ±10 ml. Diangkat dan

dinginkan. Ditambahkan 5 ml asam nitrat, HNO3 pekat dan 1 ml sampai dengan 3

ml asam perklorat HClO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding kaca erlenmayer.
28

Dipanaskan kembali pada penangas listrik sampai timbul asap putih, dan larutan

sampel menjadi jernih. Setelah timbul asap putih, pemanasan dilanjutkan hingga ±

30 menit. Jika larutan sampel belum jernih ulangi pengadukan dengan 9 butir

sampai dengan 11 butir batu didih. Didinginkan larutan sampel. Saring dengan

kertas saring kuantitatif dengan ukuran pori 8,0 µm. Tempatkan filtrat larutan

sampel pada labu ukur 100 ml dan tambahkan air suling sampai tanda tera. Filtrat

larutan sampel siap diukur ke dalam spektroskopi serapan atom (BSN, 2004).

3) Parameter Cemaran Mikroba

a) Uji Angka Lempeng Total

Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing–masing telah diisi dengan 9

ml pengencer NaCl 0,9%. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan

9 ml NaCl 0,9%, dihomogenkan (pengenceran 10-1). Dipipet pengenceran 10-1

sebanyak 1 ml ke dalam tabung yang berisi pengencer NaCl 0,9% hingga

diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen. Dibuat pengenceran

selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai yang diperlukan. Dari setiap pengenceran

dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri

dituangkan 15-20 ml media PCA (45oC). Jika suhu terlalu tinggi ditakutkan akan

membentuk butiran air dalam cawan yang dapat mengakibatkan pertumbuhan

mikroba lain. Segera cawan petri digoyangkan dan diputar sedemikian rupa

sehingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan

pengencer dibuat uji kontrol. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada

suhu 35- 37oC selama 24- 48 jam dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang

tumbuh diamati dan dihitung (DepKesRI,2000: 28).


29

b) Uji Angka Kapang Dan Khamir

Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml NaCI 0,9% .

Dari hasil homogenitas pada pnyiapan contoh dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke

dalam tabung NaCl 0.9% pertama sehingga diperoleh pengenceran 10-2, dan

dikocok sampai homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4. Dari

masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA.

Segera digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo.

Untuk mengetahui sterilitas media dan pencemaran, dilakukan uji kontrol. Ke

dalam satu cawan petri dituangkan media dan dibiarkan memadat. Kedalam

cawan petri lainnya dituangkan media dan dibiarkan memadat. Seluruh cawan

petri diinkubasi pada suhu 20-250C selama 5-7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi,

dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7

hari. Koloni dibedakan karena bentuknya bulat kecil-kecil putih hampir

menyerupai bakteri. Lempeng agar yang diamati adalah lempeng dimana terdapat

40-60 koloni kapang/khamir (DepKes RI, 2000 : 28).

3.6.7 Uji Parameter Spesifik

1) Parameter Organoleptik Ekstrak

Penetapan bentuk organoleptik ekstrak meliputi bentuk, bau, rasa, dan warna.

2) Parameter Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

a) Kadar Senyawa Terlarut Dalam Air

Maserasi sejumlah 2,5 g ekstrak selama 24 jam dengan 50 ml air:kloroform

(1000:2,5) meggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat


30

hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan

residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa

yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 2000: 31).

b) Kadar Senyawa Terlarut Dalam Etanol

Maserasi sejumlah 2,5 g ekstrak selama 24 jam dengan 50 ml etanol (95%)

meggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama

dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat air hingga

kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada

suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut

dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 2000: 31- 32).

1) Parameter uji kromatografi

Kromatografi Densitometri

Ekstrak dilarutkan dengan etanol dibuat konsentrasi 20%, volume cuplikan

yang digunakan 5µl. Ditotolkan pada fase diam silica gel GF 254 dengan jarak

pengembangan 8 cm.

a) Uji Saponin

Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254

yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak

kloroform : metanol : air (64:50:10) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat

mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Dilakukan

pengukuran idensitas noda untuk mendapat pola kromatogram dengan

menggunakan densitometri (Stahl, 1969; Hendrajaya dan Kesuma, 2003).


31

3.7 Skema Kerja


Pengambilan simplisia dari 3 daerah: Wonosoo, Magelang dan Semarang.

- Disortasi basah.
- Pencucian dirajang dan dikeringkan.
- Disortasi kering.
- Pengukuran ukuran partikel.
- Serbuk diayak dengan ayakan 30/40.

Serbuk buah labu kuning ditimbang 300 g dari ketiga daerah.


- digesti dengan etanol 95% masing-
masing 3000 ml hot plate suhu 40-500C
selama 2 jam.
- Disaring.

Residu. Ekstrak cair.


- dipanaskan di atas water bath suhu 800C.

Ekstrak kental buah labu kuning.

Skrining fitokimia Uji parameter ekstrak buah labu kuning

Identifikasi alkaloid, Parameter Non Spesifik : Parameter Spesifik :


flavonoid, tanin, saponin, - Susut pengeringan - Organoleptik
steroid/triterpenoid - Kadar abu total - Senyawa terlarut dalam
- Kadar abu tidak larut asam pelarut tertentu
- Cemaran mikroba - Pola kromatogram
- Cemaran logam berat
Dilakukan uji KLT
alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, steroid/triterpenoid

Gambar 3. Skema kerja uji parameter ekstrak etanol buah labu kuning.
32

cawan dan kertas saring


Krus kosong ditimbang whatman ditimbang

Dipanaskan pada oven suhu


150oC selama 30 menit.

Dimasukkan dalam desikator


pada suhu kamar.

Ditimbang hingga bobot


konstan.

Krus konstan. Cawan dan kertas saring


whatman konstan.

Gambar 4. Skema pengonstanan krus dan cawan.


33

Ekstrak kental etanol buah labu kuning ditimbang 1 g.

Dimasukkan dalam krus konstan.

Dipanaskan pada oven suhu 105oC selama 30 menit.

Dimasukkan dalam desikator pada suhu kamar.

Ditimbang hingga bobot konstan.

Dilakukan kerja uji sebanyak 3x.

Gambar 5. Uji penetapan susut pengeringan dan kadar air ekstrak etanol
kental buah labu kuning

Ekstrak kental etanol buah labu kuning ditimbang 1 g.

Dimasukkan dalam krus konstan.

Dipanaskan pada oven suhu 600oC selama 30 menit.

Dimasukkan dalam desikator pada suhu kamar

Ditimbang hingga bobot konstan.

Dilakukan kerja uji sebanyak 3x.

Gambar 6. Uji penetapan kadar abu total asam ekstrak etanol buah labu
kuning
34

Abu dari pengeringan


kadar abu , ditambah Disaring dengan
dengan 25 ml asam sulfat kertas saring whatman
encer. yang sudah konstan.

Abu yang tertinggal


dipanaskan dalam oven
suhu 105 oC selama 30
menit.

Dimasukkan dalam
desikator pada suhu
kamar.

Ditimbang hingga
bobot konstan.

Dibuat replikasi
sebanyak 3x.

Gambar 7. Uji penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol kental
buah labu kuning
35

Ekstrak etanol Ekstrak etanol


labu kuning labu kuning
ditimbang 2,5 g. ditimbang 2,5 g.

Dengan pelarut Dengan pelarut

air:kloroform (50 ml) etanol 95% (50 ml)

diekstrasi 24 jam. dieksraksi 24 jam.

Disaring, diuapkan
20 ml filtrat.

- Filtrat dipanaskan dalam oven suhu


1050C selama 30 menit.

Dimasukkan dalam desikator pada suhu kamar.

Ditimbang hingga bobot konstan.

Dibuat replikasi sebanyak 3x.

Gambar 8. Uji penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu ekstrak


etanol kental buah labu kuning
36

NaCl 0,9% 9 ml

Ditambahkan 1 g esktrak
etanol buah labu kuning

Pengenceran10-1

Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-2

Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Dimasukkan kedalam cawan
Pengenceran 10-3 dipipet 0,1 ml petri yang telah ditambah
media PCA 20 ml.
Dipipet 1,0 ml

Dimasukkan ketabung Diinkubasi pada suhu


35- 37oC 24- 48 jam
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-4
Diamati dan dihitung
Dipipet 1,0 ml jumlah koloni yang tumbuh

Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-5

Dipipet 1,0 ml

Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-6

Gambar 9. Uji cemaran mikroba Angka Lempeng Total ekstrak Etanol


buah labu kuning
37

NaCl 0,9% 9 ml.

Ditambahkan 1 g esktrak etanol


buah labu kuning

Pengenceran 10-1

Dipipet 1,0 ml

Dimasukkan ke tabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-2 Dipipet 0,1 ml Dimasukkan kedalam cawan


petri yang telah ditambah
media PDA 20 ml.
Dipipet 1,0 ml

Dimasukkan ke tabung Diinkubasi pada suhu 20-25oC


berisi 9 ml NaCl 0,9% 5-7 hari

Pengenceran 10-3
Diamati dan dihitung jumlah
Dipipet 1,0 ml koloni yang tumbuh

Dimasukkan ke tabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%

Pengenceran 10-4

Gambar 10. Uji cemaran mikroba Angka Kapang dan Khamir ekstrak
etanol buah labu kuning
38

Ekstrak etanol buah labu kuning dibuat


konsentrasi 20% dalam etanol.

Ditotolkan sebanyak 5,0µl pada lempeng


KLT silika gel GF 254

Dimasukkan kedalam bejana elusi, yang


berisi dengan eluen yang telah
dijenuhkan.

System KLT untuk System KLT untuk


flavonoid saponin
Kloroform : etil asetat Kloroform : metanol : air
(60:40) ( 64 50: 10 )

Elusi dilakukan dengan jarak pengembangan 8 cm

Dilihat dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm


serta diamati dengan pereaksi warna / penampak
bercak

Gambar 11. Uji kromatografi lapis tipis


39

Ekstrak etanol buah labu kuning hingga


konsentrasi 20% dalam etanol.

Ditotolkan sebanyak 5,0µl pada lempeng


KLT silika gel GF 254

Dimasukkan kedalam chamber, yang


berisi dengan eluen yang telah
dijenuhkan.

System KLT untuk


saponin
Kloroform : metanol : air
( 64 50: 10 )

Elusi dilakukan dengan jarak pengembangan 8 cm

Dilakukan pengamatan dengan menggunkan


KLT Densitometri

Gambar 12. Uji KLT Densitometri


40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tanaman Labu kuning (Cucurbita moschata Duch) berasal dari keluarga

Cucurbitaceae. Pada penelitian ini bagian tanaman yang digunakan adalah

buahnya, dipanen pada saat buah tua dan masak. Tanaman diambil dari tempat

budidaya, karena tanaman lebih terawat, baik pemupukan sehingga unsur hara

tercukupi, dan penyiraman yang mempengaruhi kualitas tanaman itu sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk sumber informasi parameter mutu ekstrak etanol

buah labu kuning, dengan uji nilai parameter spesifik dan non spesifik

berdasarkan perbedaan lokasi dan tempat tumbuh tanaman. Tanaman buah labu

kuning ini diambil dari 3 daerah yang berbeda yaitu Wonosobo (1300 mdpl),

Magelang (1100 mdpl), Semarang (486 mdpl).

Tanaman di determinasi dengan tujuan untuk memperoleh kepastian bahwa

tanaman buah labu kuning yang digunakan pada penelitian berasal dari tanaman

familia Cucurbitaceae dan species Cucurbita moschata Duch. Determinasi

dilakukan di laboratorium ekologi dan biosistematik jurusan biologi Universitas

Diponegoro Semarang. Hasil determinasi tanaman buah labu kuning terlampir di

lampiran 2.

Setelah pemanenan buah labu kuning dipisahkan daging buah labu kuning

dari kulit dan biji buah, buah yang dihasilkan dicuci dengan air yang mengalir

untuk memisahkan buah dari pengotor debu yang masih menempel pada buah

sehingga ikut terbawa oleh air. Selanjutnya dilakukan perajangan untuk

mempercepat proses pengeringan. Proses pengeringan pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan oven dengan suhu 40-500C selama 4 hari.


41

pengeringan dilakukan dengan tujuan mengurangi kadar air yang terkandung di

dalam buah labu kuning sehingga tidak mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur

yang dapat menurunkan mutu dari ekstrak etanol buah labu kuning. Pengeringan

dilakukan hingga simplisia benar-benar kering. Pengeringan dilakukan hingga

simplisia benar – benar kering dan mencapai kadar air simplisia yang sesuai

dengan persyaratan (<10%). Simplisia yang telah kering selanjutnya dilakukan

sortasi kering yang bertujuan untuk memisahan bagian simplisia yang rusak oleh

karena ditumbuhi jamur, buah busuk, yang dapat menurunkan kualitas simplisia.

Buah labu kuning yang telah disortasi selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran

partikel dengan menggunakan dry mile agar menghasilkan derajat kehalusan

sesuai yang diinginkan, kemudian serbuk diayak dengan ayakan no. 30/40, yaitu

serbuk dapat melewati ayakan no. 30 tetapi tidak dapat melewati ayakan no. 40

hal ini bertujuan agar mendapatkan serbuk yang seragam. Semakin kecil ukuran

partikel serbuk simplisia, maka semakin besar luas permukaannya sehingga

kontak dengan penyari akan semakin maksimal. Serbuk dengan derajat kehalusan

rendah dapat menyababkan kerusakan zat aktif akibat dinding sel yang pecah,

sedangkan serbuk yang terlalu kasar akan berpengaruh pada penghambatan proses

penetrasi cairan penyari dalam menembus rongga sel yang mengandung senyawa

aktif.

Proses ekstraksi buah labu kuning dilakukan dengan metode digesti. Digesti

merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) dengan menggunakan

pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-500C. Cairan penyari yang digunakan

adalah etanol 95%. Digunakan digesti karena waktu pengerjaan yang lebih cepat,
42

alat yang digunakan sederhana, daya melarutkan cairan tinggi karena adanya

pemanasan dan prosesnya mudah.

Hasil penyarian yang diperoleh kemudian ditampung menjadi satu kemudian

dipekatkan dengan penguapan menggunakan waterbath dengan suhu 800C.

Penguapan ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak kental untuk menjaga

konsistensi ekstrak dan waktu penyimpanannya lebih lama. Rendemen ekstrak

etanol buah labu kuning yang didapat dari hasil digesti disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Ekstrak hasil digesti buah labu kuning (Cucurbita moschata)

Daerah Pengambilan Rendemen (gram) Presentasi (%)


Sampel
Wonosobo 111,2044 36,80%
Magelang 90,9757 30,35%
Semarang 75,8972 25,19%

Hasil rendemen dari digesti ekstrak buah labu kuning yang diperoleh

rendemen yang paling besar dari daerah Wonosobo 36,80% dengan ketinggian

1300 mdpl dibandingkan hasil digesti dari daerah Magelang 30,35% dengan

ketinggian 1100 mdpl dan dari daerah Semarang 25,19% dengan ketinggian 486

mdpl. Perbedaan hasil rendemen ini dikarenakan perbedaan tempat dan kondisi

tumbuh yang berbeda. Wonosobo dengan keadaan tempat tumbuh 1300 mdpl

dengan kondisi curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan tanah banyak

mengandung air dibandingkan dengan senyawa lain. Jauh berbeda dengan

ketinggian magelang 1100 mdpl dan semarang 486 mdpl. Hal lain yang dapat
43

mempengaruhi rendemen ialah proses perawatan tanaman yang berbeda misalnya

penggunaan pupuk yang berbeda, waktu penyiraman berbeda.

Setelah didapatkan ekstrak kental buah labu kuning dilakukan uji parameter

mutu dan kandungan kimia ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak meliputi parameter

standar non spesifik dan parameter spesifik. Uji parameter ini dimaksudkan agar

dapat menjamin bahwa ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan

(ajeg) (Depkes RI, 2000).

Pemeriksaan organoleptik dengan tujuan memberikan pengenalan awal

ekstrak. Pemeriksaan organoleptis dengan menggunaan panca indera

mendiskripsikan bentuk, bau, rasa dan warna. Hasil organoleptik serbuk dan

ekstrak buah labu kuning disajikan pada tabel 2 dan tabel 3.

Tabel 2. Parameter organoleptik serbuk buah labu kuning (Cucurbita


moschata)

Parameter Daerah pengambilan sampel


Organoleptik Wonosobo Magelang Semarang
Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar
Bau Khas khas khas
Rasa pahit pahit pahit
Warna Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye kekuningan

Hasil organoleptis dari ketiga daerah yang berbeda didapatkan hasil yang

sama : serbuk berkonsistensi serbuk kasar, bau khas, rasa pahit, dan warna oranye

kekuningan.
44

Table 3. Parameter organoleptik ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita


moschata)

Parameter Daerah pengambilan sampel


Organoleptik Wonosobo Magelang Semarang
Bentuk Kental kental kental
Bau Khas Khas Khas
Rasa Pahit Pahit Pahit
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Ekstrak berkonsistensi kental, bau khas, rasa pahit, dan warna kuning

kecoklatan. Penentuan organoleptik ini termasuk salah satu parameter spesifik

yang ditentukan menggunakan panca indera.

Pemeriksaan kandungan senyawa aktif pada buah labu kuning dilakukan

dengan skrining fitokimia. Skrining fitokimia dilakukan pada serbuk dan ekstrak

buah labu kuning, yang bertujuan adakah senyawa yang hilang setelah ekstraksi.

Hasil skrining serbuk dan ekstrak etanol buah labu kuning fitokimia disajikan

pada tabel 4 dan table 5.

Tabel 4. Hasil skrining fitokimia serbuk labu kuning (Cucurbita moschata)

No Golongan Daerah pengambilan sampel


senyawa kimia Wonosobo Magelang Semarang
1 Alkaloid negatif negatif negatif
2 Flavonoid positif positif positif
3 Tanin negatif negatif negatif
4 Saponin positif positif positif
5 Steroid negatif negatif negatif
dan triterpenoid
45

Table 5. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol labu kuning (Cucurbita


moschata)

No Golongan Daerah pengambilan sampel


senyawa kimia Wonosobo Magelang Semarang
1 Alkaloid negatif negatif negatif
2 Flavonoid positif positif positif
3 Tanin negatif negatif negatif
4 Saponin positif positif positif
5 Steroid negatif negatif negatif
dan triterpenoid

Hasil skrining fitokimia didapatkan hasil yang sama antara serbuk dan

ekstrak etanol buah labu kuning. Uji kualitatif alkaloid dengan dragendorff

memberikan hasil negatif . Serbuk dan ekstrak tidak mengandung alkaloid karena

pada pengujian terbentuk larutan oranye. Uji kualitatif golongan flavonoid serbuk

dan ekstrak buah labu kuning keduanya menunjukkan hasil positif dengan adanya

lapisan amil alkohol berwarna kuning jingga reduksi dengan Mg dan HCI pekat

menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna jingga. Uji kulitatif senyawa

tanin serbuk dan ekstrak buah labu kuning menunjukkan hasil negatif larutan

jernih kuning kecoklatan dengan FeCl3 1%. Uji kualitatif senyawa saponin serbuk

dan ekstrak labu kuning menunjukkan hasil positif mengandung saponin, dengan

menambahkan aquadest panas kemudian dikocok kuat. Perlakuan tersebut

dilakukan karena saponin larut dalam air. Hasil positif ditunjukan dengan adanya

buih yang mantap, penambahan satu tetes HCl 1% bertujuan agar menstabilkan

buih agar tidak hilang. Uji kualitatif senyawa steroid/triterpenoid menunjukkan

hasil negatif pada serbuk dan ekstrak buah labu kuning, dengan menghasilkan

warna ekstrak merah kehitaman dan serbuk kuning kehitaman.


46

Tabel 6. Hasil parameter senyawa larut dalam pelarut tertentu ekstrak


etanol labu kuning (Cucurbita moschata)

Daerah Pengambilan Etanol (95%) Aquadest:kloroform


Sampel (1000:2,5)
Wonosobo 32,31%±0,36 32,27%±1,28
Magelang 31,12%±0,33 29,03%±0,59
Semarang 32,21%±0,67 29,59%±0,56

Parameter penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu termasuk

dalam uji parameter spesifik, dengan tujuan memberikan gambaran awal jumlah

kandungan zat aktif (Depkes RI, 2000). Pelarut yang digunakan etanol dan air:

kloroform. Air berfungsi untuk melarutkan senyawa polar, air yang digunakan

adalah aquadest. Hasil penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dapat

dilihat pada tabel 6. Data menunjukkan rata-rata kadar senyawa larut dalam

pelarut air:kloroform lebih kecil 30,30%±1,73 dibandingkan kadar rata-rata

senyawa larut dalam etanol 32,27%±1,28. Nilai kadar senyawa terlarut dalam

pelarut tertentu menunjukkan jumlah senyawa kandungan dalam ekstrak etanol

buah labu kuning (Cucurbita moschata) lebih banyak terekstraksi dalam pelarut

etanol dibandingkan dengan air:kloroform.

Selanjutnya dilakukan uji parameter non spesifik diantaranya adalah

parameter susut pengeringan, kadar abu, cemaran mikroba, cemaran logam berat.

Susut pengeringan dengan menggunakan metode gravimetrik mempunyai prinsip

pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 1050C selama 30 menit

sampai berat konstan (Depkes RI, 2000).


47

Tabel 7. Hasil Uji Parameter Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning (Cucurbita
moschata)

Parameter Standard Daerah pengambilan sampel

Wonosobo Magelang Semarang

Susut - 14,87%±0,45 14,32%±1,27 8,58%±1,34


pengeringan

Kadar abu total - 26,53%±0,31 24,07%±0,63 11,47%±0,42

Kadar abu tidak - 10,80%±0,37 12,31%±0,13 5,65%±0,16


larut asam

Total cemaran < 106 koloni/g 8 x 101 4 x 101 2,5 x 101


bakteri koloni/gram koloni/gram koloni/gram

Total cemaran < 104 koloni/g 3 x 101 2 x 101 0,5 x 101


kapang khamir koloni/gram koloni/gram koloni/gram

Uji cemaran < 10 mg/kg Tidak Tidak Tidak


logam berat terdeteksi terdeteksi terdeteksi

Hasil pemeriksaan susut pengeringan ditunjukkan pada tabel 7, dengan hasil

susut pengeringan ekstrak buah labu kuning adalah 14,87%±0,45 dari daerah

Wonosobo, 14,32%±1,27 dari daerah Magelang, 8,58%±1,34 dari daerah

Semarang. Berdasarkan tujuannya yakni memberikan batasan maksimal tentang

besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan dapat diketahui bahwa

semakin rendah prosentase maka semakin sedikit senyawa yang hilang. Dari hasil

susut pengeringan yang paling baik ialah ekstrak labu kuning dari Semarang.

Berbedaan kadar susut pengeringan dipengaruhi oleh tempat tumbuh yang

berbeda. Wonosobo dengan curah hujan yang tinggi, tanaman mengandung kadar

air yang tinggi dibandingkan dengan daerah Magelang dan Semarang.


48

Parameter kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan

mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai akhir. Pada

prinsipnya bahan dipanaskan pada suhu dekstruksi senyawa organik. Sehingga

tinggal unsur mineral dan anorganik (Depkes RI, 2000). Berdasarkan kadar abu

total mengidentifikasikan bahwa adanya kandungan mineral yang terdapat dalam

ekstrak hasil digesti. Sedangkan untuk kadar abu tidak larut asam menunjukan

adanya pasir atau kotoran lain dalam kadar rendah serta mineral yang berbahaya

seperti logam Pb. Hasil kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dapat

dilihat pada tabel 6. Kadar abu total ekstrak buah labu kuning kadar abu total dari

daerah Wonosobo 26,53%±0,31 dan kadar abu tidak larut asam 10,80%±0,37,

kadar abu total dari daerah Magelang 12,31%±0,13 dan kadar abu tidak larut asam

12,31%±0,13, Semarang 11,47%±0,42 dan kadar abu tidak larut asam

5,65%±0,16. Nilai kadar abu total tertinggi adalah Wonosobo menggambarkan

adanya kandungan mineral yang terdapat dalam ekstrak tinggi, dibandingkan dari

Magelang dan Semarang. Sedangkan nilai kadar abu tidak larut asam tertinggi

adalah Magelang menggambarkan adanya pasir atau kotoran lain dalam kadar

rendah serta mineral yang berbahaya seperti logam Pb, hal ini dikarenakan tempat

pengambilan buah labu kuning di Magelang berdekatan dengan daerah

pemukiman dimungkinkan adanya cemaran pasir atau kotoran lain lebih banyak

dibandingkan dari daerah Wonosobo dan Semarang yang tempat tumbuh

tanamannya jauh dari pemukiman warga.


49

Penetapan cemaran mikroba termasuk parameter non spesifik, tujuan dari

parameter ini adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung

mikroba patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengauh pada

stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi kesehatan. Misalnya bakteri Staphylococcus

aureus nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan (DepKes, 2000). Uji

cemaran mikroba meliputi, uji angka lempeng total untuk cemaran bakteri dan uji

angka kapang khamir. Penentuan cemaran mikroba menggunakan metode

perhitungan cawan, prinsip perhitungan cawan adalah bila sel mikroba tersebut

akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung tanpa

menggunakan mikroskop (Waluyo, 2004). Uji cemaran bakteri menggunakan

media PCA dan bakteri yang dipakai Staphylococcus aureus, media PDA untuk

uji kapang khamir menggunakan jamur Candida albicans sebagai control positif

karena bakteri dan jamur ini dapat digunakan sebagai galur mikroba pembanding

sesuai dengan BPOM. Angka lempeng total yang didapat dari ekstrak etanol buah

labu kuning Wonosobo 8 x 101 koloni/gram, Magelang 4 x 101 koloni/gram dan

Semarang sebesar 2,5 x 101 koloni/gram, Angka kapang khamir yang didapat dari

ektrak etanol buah labu kuning Wonosobo 3 x 101 koloni/gram, Magelang 2 x 101

koloni/gram, Semarang adalah 0,5 x 101 koloni/gram. Hasil ketiga daerah untuk

cemaran angka lempeng total dan angka kapang khamir tidak melebihi batas

maksimal persyaratan. Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik

Indonesia No. 661/MENKES/SK/VII/1994 bahwa persyaratan angka lempeng


50

total untuk obat tradisional tidak boleh lebih dari 106 koloni/g dan angka kapang

khamir tidak boleh lebih dari 104 koloni/g (Katrin dkk., 2012).

Parameter cemaran logam berat dengan tujuan memberikan jaminan bahwa

ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu, melebihi nilai yang ditetapkan

karena berbahaya bagi kesehatan. Cemaran logam berat dilakukan di laburatorium

Universitas Negeri Semarang, menganalisis sampel ekstrak buah labu kuning

dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom metode nyala. Logam yang

diuji pada penelitian yaitu logam Pb, karena Pb merupakan polutan yang paling

lazim dijumpai terutama pada asap kendaraan bermotor yang dapat mencemari

lingkungan. Ketiga tempat pengambilan sempel buah labu kuning dihasilkan

cemaran tidak terdeteksi cemaran logam Pb pada ekstrak etanol labu kuning

dikarenakan tempat pengambilan sampel merupakan tempat budidaya tanaman

obat yang telah dijaga kualitas tanaman baik secara pemupukan, kondisi

lingkungan dan penyiraman. Suatu produk bahan obat tidak boleh mengandung

cemaran logam atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan persyaratan

maksimal cemaran logam berat yaitu Pb ≤ 10,0 ppm (BPOM, 2008).

Tabel 8. Hasil Uji KLT Flavonoid dan Saponin Ekstrak Buah Labu Kuning
(Cucurbita moschata).

Harga Rf senyawa flavonoid Harga Rf senyawa Saponin

Wonosobo Magelang Semarang Wonosobo Magelang Semarang

0,31 0,31 0,31 0,35 0,35 0,35


0,84 0,84 0,84 - - -
51

KLT (kromatografi lapis tipis) merupakan parameter spesifik. Dari hasil KLT

ekstrak etanol buah labu kuning positif saponin dan flavonoid dapat dilihat pada

lampiran 29-33. Dari ketiga daerah mempunyai nilai Rf yang sama, Rf senyawa

flavoniod ekstrak labu kuning dari Wonosobo 0,31; 0,84, Magelang Rf 0,31;

0,84, Semarang Rf 0,31; 0,84. Sedangkan untuk senyawa saponin Rf ekstrak labu

kuning dari Wonosobo 0,35, Magelang 0,35 dan semarang 0,35.

KLT densitometri bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi

kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram. Prinsip KLT densitometri

adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi

elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. KLT dengan

menggunakn silica gel GF 254 dilakukan sebelum KLT densitometri. KLT

menghasilkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah labu kuning adalah

flavonoid dan saponin. Pemilihan senyawa untuk uji KLT densitometri

berdasarkan hasil noda KLT yang paling mantap yaitu saponin, sehingga KLT

densitometri hanya dilakukan pada saponin.

KLT untuk senyawa saponin menggunakan fase gerak Kloroform: metanol

:air (64:50:10) dan deteksi menggunakan anisaldehida asam sulfat LP dipanaskan.

Uji dilakukan dengan menotolkan 5µl. Setelah mendapatkan hasil dari KLT,

dilakukan pengukuran TCL Scanner dibaca pada panjang gelombang UV 254 nm

dan UV 366 nm untuk menghasilkan KLT densitometri. Hasil KLT densitometri

dapat dilihat pada tabel 8.


52

Tabel 9. Hasil Uji KLT Densitometri Kandungan Senyawa Golongan


Saponin Ekstrak Buah Labu Kuning (Cucurbita moschata)

Deteksi Harga Rf Ekstrak etanol buah labu Kandungan senyawa


kuning golongan Saponin (%)
Wonosobo Magelang Semarang Baku Wonosobo Magelang Semarang

UV 254 0,48 0,23 0,49 0,48 2,22 0,81 2,33


- 0,49 - - 4,25 -
UV 366 0,45 0,48 0,46 0,49 6,04 4,98 7,06

Dari hasil KLT densitometri ketiga daerah mempunyai nilai Rf yang

berdekatan, UV 254 menghasilkan kemiripan nilai Rf baku dan sampel. Ekstrak

etanol buah labu kuning dari Wonosobo Rf 0,48 kandungan senyawa saponin

2,22%, Magelang Rf 0,23 kandungan senyawa saponin 0,81%; 0,49 kandungan

senyawa saponin 4,25%, Semarang Rf 0,49 kandungan senyawa saponin 2,33%

dan baku Rf 0,49. Hasil menunjukkan bahwa ekstrk etanol buah labu kuning

mempunyai kandungan senyawa yang sama, hal ini ditunjukan dari harga Rf

sampel dan baku yang hampir berdekatan. Magelang nilai Rf 0,23 dan 0,49

disebabkan dengan adanya glikosida yang pecah menjadi glikon dan aglikon

sehingga ekstrak etanol labu kuning dari Magelang mempunyai harga Rf 0,23 dan

0,49. Banyaknya noda yang muncul menunjukkan banyaknya jenis senyawa yang

terdeteksi. Analisis densitometri dengan UV 366 menghasilkan kemiripan harga

Rf, ekstrak etanol labu kuning dari Wonosobo harga Rf 0,45 kandungan senyawa

saponin 6,04%, Magelang Rf 0,48 kandungan senyawa saponin 4,98%, Semarang

Rf 0,46 kandungan senyawa saponin 7,06% dan baku Rf 0,48. Hasil menunjukan

bahwa ekstrak etanol buah labu kuning mempunyai kandungan senyawa saponin

paling banyak dari daerah semarang yaitu 7,04% dan harga Rf baku dan sampel

yang hampir berdekatan.


53

Gambar 13. Sistem Kloroform: metanol: air (64:50:10) UV 254

Gambar 14. Sistem Kloroform: metanol: air (64:50:10) UV 254

Merah muda : ekstrak etanol buah labu kuning Magelang

Ungu : ekstrak etanol buah labu kuning Semarang

Hijau : ekstrak etanol buah labu kuning Wonosobo

Kuning : pembanding saponin


54

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil uji spesifik dan non sperifik dari

ekstrak etanol buah labu kuning ketiga daerah Semarang, Magelang dan

Wonosobo menghasilkan hasil yang berbeda. Perbedaan hasil parameter yang

diperoleh dapat dikarenakan tempat tumbuh ketiga daerah yang berbeda. keadaan

lingkungan dapat dilihat berdasarkan letak geografis dari ketiga daerah. Hasil

parameter-parameter dapat digunakan sebagai informasi mengenai buah labu

kuning bagi masyarakat yang memproduksi obat dari bahan alam dengan

komposisi buah labu kuning.


55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa :

1. Hasil uji parameter non spesifik ekstrak etanol buah labu kuning :

a. Rentang susut pengeringan dari Wonosobo, Magelang dan Semarang

sebesar 14,87%±0,45, 14,32%±1,27 dan 8,26%±1,15.

b. Rentang kadar abu total dari Wonosobo, Magelang dan Semarang sebesar

26,53%±0,31, 24,07%±0,63 dan 11,47%±0,42.

c. Rentang kadar abu tidak larut asam dari Wonosobo, Magelang dan

Semarang sebesar 10,80%±0,37, 12,31%±0,13 dan 5,65%±0,16.

d. Hasil uji cemaran mikroba, angka lempeng total dari Wonosobo,

Magelang dan Semarang sebesar 8 x 101 koloni/gram, 4 x 101 koloni/gram

dan 2,5 x 101 koloni/gram. Angka kapang khamir sebesar 3 x 101

koloni/gram, 2 x 101 koloni/gram, dan 0,5 x 101 koloni/gram. Hasil

cemaran mikroba memenuhi persyaratan angka lempeng total untuk obat

tradisional tidak boleh lebih dari 107 koloni/g dan angka kapang khamir

tidak boleh lebih dari 104 koloni/g.


56

e. Hasil uji cemaran logam berat (Pb) dari ketiga daerah tidak terdeteksi hasil

ini menyatakan bahwa memenuhi persyaratan batas maksimal pleh BPOM

yaitu Pb ≤ 10,0 ppm.

2. Hasil uji parameter spesifik ekstrak etanol buah labu kuning:

a. Uji organoleptis ekstrak etanol buah labu kuning dari ketiga daerah yaitu

bau: khas; rasa: pahit; warna: kuning kecoklatan; bentuk: kental.

b. Kadar rata – rata senyawa larut air : kloroform ekstrak etanol buah labu

kuning dari Wonosobo, Magelang dan Semarang sebesar 32,27%±1,28,

29,03%±0,59 dan 29,59%±0,56.dan Wonosobo.

c. Kadar rata – rata senyawa larut etanol ekstrak etanol buah labu kuning

dari Wonosobo, Magelang dan Semarang sebesar 32,31%±0,36,

31,12%±0,33 dan 32,21%±0,67.

d. Hasil uji dengan KLT densitometri pola kromatogram ekstrak etanol buah

labu kuning dengan sistem kloroform Kloroform:metanol:air (64:50:10) di

bawah UV 254 nm menghasilkan Rf ekstrak etanol buah labu kuning dari

Wonosobo dengan Rf 0,48 saponin 2,22%, ekstrak etanol buah labu

kuning dari Magelang dengan Rf 0,23 saponin 0,81%; 0,49 saponin

4,25%, ekstrak etanol buah labu kuning dari Semarang dengan Rf 0,49

saponin 2,33%, Sedangkan dibawah UV 366 nm ekstrak etanol buah labu

kuning dari Wonosobo dengan Rf 0,45 saponin 6,04%, esktrak etanol buah

labu kuning dari Magelang dengan Rf 0,45 saponin 4,98%, ekstrak etanol
57

buah labu kuning dari Semarang dengan Rf 0,46 saponin 7,06%. Hasil

menunjukan bahwa ekstrak etanol buah labu kuning mempunyai

kandungan senyawa saponin paling banyak dari daerah semarang yaitu

7,04%

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji parameter ekstrak buah labu kuning (Cucurbita moschata

Duch) dari lokasi lain pada ketinggian yang sama.

2. Perlu dilakukan penelitian pemanfaatan zat aktif saponin sebagai anti mikroba

dari ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch).

3. Perlu dilakukan untuk uji parameter lain yang belum dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita

moschata Duch).
58

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C.H.1989. Parameter Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.


Badan Pengawasan Obat Dan Makanan RI. 2006. Monografi Ekstrak Tanaman
Obat Indonesia. Jakarta : Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik
Indonesia.
______. 2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume Kelima Edisi Pertama. Jakarta :
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Sedimen – Bagian 3: Cara Uji Timbal (Pb)
secara Destruksi Asam dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). SNI
06-6992.3-2004.
BPOM RI, 2008. Natura Kos Editorial. ISSN 1907-6606.3 (8) : 3
Choi, BC.K., Tennassee, LM, dan Eijkemans, GJ,M, 2001. Developing Regional
Workplace Health and Hazard Surveillance in The Americas. Pan Am J
Pub Health (10): 376-381.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
______. Material Medika Indonesia. Jilid V. 1989 Cetakan Kelima. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
______.1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
______. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Emilan, T., Kurnia, A., Budi, U., Diyani, L.N., dan Maulana, A. 2011. Konsep
Herbal Indonesia : Pemastian Mutu Produk Herbal. Depok : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
Fransworth, V.R. 1966. Biological and Phiochemical Screening of Plant. Journal
of Pharmaceutical Science 55 (3): 262-263
Gritter, R.J., Bobbitt, M., Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung : ITB Press.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh Dr. Kosasih dan Dr.
Iwang Soediro. Bandung: ITB Press.
Haris, D. C., and Daniel. 1978. Quantitative Chemical Analysis. New York: W. H.
Freeman and Company New York.
59

Katrin w, Ermin., Narulita, Epsi., Aziz, Zuhelmi., Winarno, Hendig. 2012. Iradiasi
Sediaan Obat Herbal Temu Putih Curcuma zedoaria (Berg) Rosc.:
Cemaran Mikroba, Sitotoksisitas dan Profil Kromatogram. Jakarta :
Universitas Pancasila.

Linder MCG. 1992. Biokimia Nutrisi dan metabolisme. UI press 201-208

Mulja, M., dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya:


AirlanggaUniversity Press.

Monteiro, Melita. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Labu Kuning Per Oral
(Cucurbita Moschata Duchenes) Terhadap Kadar Trigliserida Tikus
Jantan (Rattus Norvegicus Strain Wistar) Model Diabetes Mellitus Tipe 2.
Malang : Universitas Brawijaya.

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi.

Diterjemahkan oleh Padmawinata, K. Bandung: Penerbit ITB.


Rohman, A. 2007. Metode Kromatografi Untuk Analisis Makanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Soediro. Bandung: ITB
Press.
Steenis, C.G.G.J.V. 2002. Flora Untuk Sekolah Di Indonesia. Jakarta: PT
Pradaya.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisus.


Wahyuni, E.S., Kusumastuty, I., Biomed, M., Winarni, S. 2013. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Labu Kuning (Cucurbita moschata) Per Oral Terhadap
Kadar LDL (Low Density Lipoprotein) Pada Tikus Wistar (Rattus
nonvegicus) Jantan Model Diabetes Millitus Dengan Induksi
Streptozotocin. Malang : Universitas Brawijaya.

Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press. 103-104.


Watson, D.G., Analisis Farmasi. Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Wijayakusuma, H. 2005. Penyembuhan Dengan Labu Parang. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.
60

Lampiran 1. Gambar Buah Labu Kuning

Buah labu kuning dari Wonosobo

Buah labu kuning dari Magelang

Buah labu kuning dari Semarang


61

Lampiran 2. Surat keterangan Identifikasi Tanaman Buah Labu Kuning


62

Lampiran 3. Gambar simplisia kering Buah Labu Kuning

Simplisia kering dari Wonosobo

Simplisia kering dari Magelang

Simplisia kering dari Semarang


63

Lampiran 4. Gambar Ekstrak Kental Buah Labu Kuning

Ekstrak kental etanol labu kuning


64

Lampiran 5. Uji Organoleptis Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning

Parameter Daerah pengambilan sampel


Organoleptik Semarang Magelang Wonosobo
Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar
Bau Khas Khas Khas
Rasa Pahit Pahit Pahit
Warna Orange kekuningan Orange kekuningan Orange kekuningan

Organoleptis Serbuk Buah Labu Kuning

Parameter Daerah pengambilan sampel


Organoleptik Semarang Magelang Wonosobo
Bentuk Kental kental kental
Bau Khas Khas Khas
Rasa Pahit Pahit Pahit
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Organoleptis Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning


65

Lampiran 6. Skrining Fitokimia Serbuk dan Ekstrak Buah Labu Kuning.

Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Semarang.

Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Magelang.

Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Wonosobo.
66

Identifikasi steroid / triterpenoid serbuk dan ekstrak kental buah labu kuning.
67

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Air:Kloroform


Ekstra Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Semarang
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 60,7017 g
Berat erlenmeyer Kosong = 58,2014 g -
Berat ekstrak = 2,5003 g
Data pengonstanan cawan
Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
24,5718 Konstan

0,0005
24,5713 Konstan

0,0001
24,5712 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
25,3677 24,5712 0,7965
0,034 Belum
konstan
25,3337 24,5712 0,7625
0,0219 Belum
konstan
25,3005 24,5712 0,7293
0,0001 konstan

25,3004 24,5712 0,7292


Kadar senyawa terlarut air
68

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Air:kloroform


Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Magelang
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 65,9220 g
Berat erlenmeyer Kosong = 63,4217 g -
Berat ekstrak = 2,5003 g

Data pengonstanan cawan


Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
30,9322 Konstan

0,0003
30,9319 Konstan

0,0004
30,9315 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
31,8012 30,9315 0,8697
0,0244 Belum
konstan
31,7768 30,9315 0,8453
0,0256 Belum
konstan
31,7512 30,9315 0,8197
0,0239 Belum
konstan
31,7273 30,9315 0,7958
0,0082 Belum
konstan
69

31,7191 30,9315 0,7876


0,0069 Belum
konstan
31,7122 30,9315 0,7807
0,0034 Belum
konstan
31,7156 30,9315 0,7841
0,0019 Belum
konstan
31,7175 30,9315 0,786
0,0056 Belum
konstan
31,7119 30,9315 0,7804
0,0132 Belum
konstan
31,6987 30,9315 0,7672
0,021 Belum
konstan
31,6777 30,9315 0,7462
0,0114 Belum
konstan
31,6663 30,9315 0,7348
0,0036 Belum
konstan
31,6699 30,9315 0,7384
0,0017 konstan

31,6682 30,9315 0,7367

Kadar senyawa terlarut air


70

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Air : kloroform


Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Wonosobo
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 64,6327 g
Berat erlenmeyer Kosong = 62,1326 g -
Berat ekstrak = 2,5001 g

Data pengonstanan cawan


Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
50,7835 Konstan

0,0002
50,7833 Konstan

0,0001
50,7832 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
51,6665 50,7832 0,8833
0,0247 Belum
konstan
51,6418 50,7832 0,8586
0,006 Belum
konstan
51,6358 50,7832 0,8526
0,0112 Belum
konstan
51,6246 50,7832 0,8414
0,0009 Belum
konstan
51,6255 50,7832 0,8423
71

0,0663 Belum
konstan
51,5592 50,7832 0,776
0,0641 Belum
konstan
51,6233 50,7832 0,8401
0,028 Belum
konstan
51,5953 50,7832 0,8121
0,0266 Belum
konstan
51,5687 50,7832 0,7855
0,0177 Belum
konstan
51,5510 50,7832 0,7678
0,0039 Belum
konstan
51,5549 50,7832 0,7717
0,0014 konstan

55,5235 50,7832 0,7703

Kadar senyawa terlarut air : kloroform


72

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Etanol Ekstrak


Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Semarang
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 64,3321 g
Berat erlenmeyer Kosong = 61.8319 g -
Berat ekstrak = 2,5002 g

Data pengonstanan cawan


Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
23,7083 Konstan

0,0003
23,7080 Konstan

0,0004
23,7076 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
24,5965 23,7076 0,8889
0,0227 Belum
konstan
24,5738 23,7076 0,8662
0,0641 Belum
konstan
24,5097 23,7076 0,8021
0,0102 Belum
konstan
24,4995 23,7076 0,7919
0,0085 Belum
konstan
73

24,4910 23,7076 0,7834


0,0097 Belum
konstan
24,5007 23,7076 0,7931
0,0012 Belum
konstan
24,4995 23,7076 0,7919
0,004 Belum
konstan
24,4955 23,7076 0,7879
0,0006 Belum
konstan
24,4961 23,7076 0,7885
0,0017 konstan

24,4944 23,7076 0,7868

Kadar senyawa terlarut etanol


74

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Etanol Ekstrak


Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Magelang
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 61,6431 g
Berat erlenmeyer Kosong = 59,1425 g -
Berat ekstrak = 2,5006 g
Data pengonstanan cawan
Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
30,3461 Konstan

0,0002
30,3459 Konstan

0,0005
30,3435 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
31,2151 30,3454 0,8697
0,0705 Belum
konstan

31,1446 30,3454 0,7992


0,0233 Belum
konstan
31,1213 30,3454 0,7759
0,0011 konstan

31,1202 30,3454 0,7748


Kadar senyawa terlarut etanol
75

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Terlarut Etanol Ekstrak


Etanol Buah Labu Kuning dari Daerah Wonosobo
Penimbangan ekstrak
Berat erlenmeyer + ekstrak = 57,0377 g
Berat erlenmeyer Kosong = 54,5368 g -
Berat ekstrak = 2,5009 g
Data pengonstanan cawan
Berat cawan (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
33,7344 Konstan

0,0003
33,7321 Konstan

0,0003
33,7318 Konstan

Data pengonstanan ekstrak

Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
34,6256 33,7318 0,8338
0,0325 Belum
konstan

34,5331 33,7318 0,8013


0,0042 Belum
konstan
34,5373 33,7318 0,8055
0,0021 Belum
konstan
34,5352 33,7318 0,8034
0,0149 Belum
konstan
34,5203 33,7318 0,7885
76

0,0003 konstan

34,5200 33,7318 0,7882

Kadar senyawa terlarut etanol


77

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak Etanol


Buah Labu Kuning dari Daerah Semarang
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 22,5579 g
Berat kertas + sisa = 21,5163 g –
Berat ekstrak = 1,0416 g

Tabel pengonstanan krus untuk susut pengeringan ekstrak etanol buah labu
kuning:
Berat krus Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
(gram)
21,5164 Konstan

0,0001
21,5163 Konstan

0,0000
21,5163 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut
pengeringan:

Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
22,5579 21,5163 1,0416
0,0835 Belum
konstan

22,4744 0,9581
0,0069 Belum
konstan
22,4676 0,9513
78

0,0048 Belum
konstan
22,4627 0,9465
0,0006 Belum
konstan
22,4634 0,9471
0,0023 konstan

22,4609 0,9446

Kadar susut pengeringan


79

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak Etanol


Buah Labu Kuning dari Daerah Magelang
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 21,7834 g
Berat kertas + sisa = 20,7762 g –
Berat ekstrak = 1,0072 g
Tabel pengonstanan krus untuk susut pengeringan ekstrak etanol buah labu
kuning:
Berat krus Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
(gram)
20,7768 Konstan

0,0003
20,7765 Konstan

0,0003
20,7762 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut pengeringan
:
Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
21,7834 20,7762 1,0072
0,0740 Belum
konstan
21,7094 20,7762 0,9232
0,0446 Belum
konstan
21,6648 20,7762 0,8886
0,0382 Belum
konstan
80

21,6266 20,7762 0,8504


0,0250 Belum
konstan
21,6516 20,7762 0,8754
0,0010 Belum
konstan
21,6526 20,7762 0,8764
0,0014 konstan

21,6512 20,7762 0,8750

Kadar susut pengeringan


81

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak Etanol


Buah Labu Kuning dari Daerah Wonosobo

Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 22,1376 g
Berat kertas + sisa = 22,0952 g –
Berat ekstrak = 1,0424 g
Tabel pengonstanan krus untuk susut pengeringan ekstrak etanol buah labu
kuning:
Berat krus Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
(gram)
22,0957 Konstan

0,0004
22,0953 Konstan

0,0001
22,0952 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut
pengeringan:
Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
23,1376 22,0952 1,0424
0,1205 Belum
konstan
23,0171 22,0952 0,9219
0,0294 Belum
konstan
22,9877 22,0952 0,8922
0,0011 konstan

22,9866 22,0952 0,8914


Kadar susut pengeringan
82

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Kadar Abu Total Etanol Ekstrak


Buah Labu Kuning dari Semarang
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 21,3959 g
Berat krus konstan = 20,3542 g -
Berat ekstrak = 1,0417 g
Tabel pengonstanan krus untuk kadar abu total ekstrak etanol daun cakar ayam
Berat krus (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
20,3544 Konstan

0,0002
20,3542 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
20,4659 20,3542 0,1117
0,0008 Belum
konstan

20,4651 0,1109
0,0005 Belum
konstan

20,4646 0,1104
0,0003 Belum
konstan

20,4643 0,1101
0,0000 konstan

20,4643 0,1101
Kadar abu total =
83

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Semarang

Tabel pengonstanan cawan dan kertas saring


Berat cawan + Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
kertas saring (g)
21,4188 Konstan

0,0000
21,4188 Konstan

Tabel pengonstanan abu ≠ larut asam


Cawan Cawan Keterangan
Berat
+kertas + kertas Selisih
abu Perhitungan (g)
saring + saring (g)
(g)
abu (g) (g)
22,4879 22,4188 0,0691
0,0057 Belum
konstan
22,4822 22,4188 0,0634
0,0035 Belum
konstan
22,4857 22,4188 0,0669
0,0005 Belum
konstan
22,4862 22,4188 0,0674
0,0024 Belum
konstan
22,4886 22,4188 0,0698
0,0030 Belum
konstan
22,4856 22,4188 0,0668
0,0010 Belum
konstan
22,4846 22,4188 0,0658
0,0064 Belum
konstan
22,4782 22,4188 0,0594
84

0,0010 Belum
konstan
22,4792 22,4188 0,0604
0,0001 konstan

22,4791 22,4188 0,0603


Kadar abu tidak larut asam
85

Lampiran 18. Contoh Perhitungan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol


Buah Labu Kuning dari Magelang
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 24,3727 g
Berat krus konstan = 23,2978 g -
Berat ekstrak = 0,9749 g
Tabel pengonstanan krus untuk kadar abu total ekstrak etanol daun cakar ayam
Berat krus (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
23,2981 Konstan

0,0003
23,2978 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
23,5556 25,2978 0,2578
0,0074 Belum
konstan

23,5482 25,2978 0,2504


0,0056 Belum
konstan

23,5426 25,2978 0,2448


0,0049 Belum
konstan

23,5377 25,2978 0,2399


0,0007 Belum
konstan

23,5370 25,2978 0,2392


86

0,0005 konstan

23,5365 25,2978 0,2387

Kadar abu total =


87

Lampiran 19. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Magelang

Tabel pengonstanan cawan dan kertas saring


Berat cawan + Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
kertas saring (g)
34,8519 Konstan

0,0004
34,8515 Konstan

Tabel pengonstanan abu ≠ larut asam


Cawan Cawan Keterangan
Berat
+kertas + kertas Selisih
abu Perhitungan (g)
saring + saring (g)
(g)
abu (g) (g)
35,0975 34,8515 0,2460
0,0162 Belum
konstan
35,0813 34,8515 0,2298
0,0056 Belum
konstan
35,0757 34,8515 0,2242
0,0265 Belum
konstan
35,0492 34,8515 0,1977
0,0017 Belum
konstan
35,0475 34,8515 0,1960
0,0594 Belum
konstan
34,9881 34,8515 0,1366
0,0141 Belum
konstan
34,9740 34,8515 0,1225
0,0016 Belum
konstan
34,9724 34,8515 0,1209
88

0,0005 Belum
konstan
34,9719 34,8515 0,1204
0,0002 konstan

35,9717 34,8515 0,1202

Kadar abu tidak larut asam


89

Lampiran 20. Contoh Perhitungan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol


Buah Labu Kuning dari Wonosobo
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 20,1838 g
Berat krus konstan = 19,1413 g -
Berat ekstrak = 1,0425 g
Tabel pengonstanan krus untuk kadar abu total ekstrak etanol daun cakar ayam
Berat krus (g) Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
19,1414 Konstan

0,0001
19,1413 Konstan

Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
19,4233 19,1413 0,2820
0,0024 Belum
konstan

19,4209 19,1413 0,2796


0,0011 Belum
konstan

19,4198 19,1413 0,2785


0,0017 Belum
konstan

19,4181 19,1413 0,2768


0,0001 konstan

19,4180 19,1413 0,2767


Kadar abu total =
90

Lampiran 21. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Magelang

Tabel pengonstanan cawan dan kertas saring


Berat cawan + Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
kertas saring (g)
52,1359 Konstan

0,0004
52,1355 Konstan

Tabel pengonstanan abu ≠ larut asam


Cawan Cawan Keterangan
Berat
+kertas + kertas Selisih
abu Perhitungan (g)
saring + saring (g)
(g)
abu (g) (g)
52,3070 52,1355 0,1715
0,0155 Belum
konstan
52,2915 52,1355 0,1560
0,0133 Belum
konstan
52,2782 52,1355 0,1427
0,0077 Belum
konstan
52,2705 52,1355 0,1350
0,0149 Belum
konstan
52,2556 52,1355 0,1201
0,0049 Belum
konstan
52,2507 52,1355 0,1152
0,0001 konstan

52,2506 52,1355 0,1151


Kadar abu tidak larut asam
91

Lampiran 22. Uji Cemaran Bakteri Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning

Semarang Magelang Wonosobo Semarang Magelang Wonosobo


Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2

Semarang Magelang Wonosobo Semarang Magelang Wonosobo


Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4

Semarang Magelang Wonosobo Semarang Magelang Wonosobo


Pengenceran 10-5 Pengenceran 10-6
92
93

Lampiran 23. Uji Cemaran Kapang Khamir Ekstrak Buah Labu Kuning

Semarang Magelang Wonosobo Semarang Magelang Wonosobo


Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2

Semarang Magelang Wonosobo Semarang Magelang Wonosobo

Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4


94

Lampiran 24. Perhitungan Total Cemaran Bakteri

Ekstrak etanol buah labu kuning dari Semarang


Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0001 g
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
4 4 0 0 2 1
Jumlah koloni
1 1 2 2 0 2
Rata – rata 2,5 2,5 1 1 1 1,5

Total Cemaran Bakteri= 2,5x = 30 = 2,5 x 101 koloni/g

Ekstrak etanol buah labu kuning dari Magelang


Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0004 g
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
5 4 5 1 1 3
Jumlah koloni
3 1 0 0 0 1
Rata – rata 4 2,5 2,5 1,5 1,5 2

Total Cemaran Bakteri= 4 x = 4 x 101 koloni/g

Total Cemaran Bakteri Ekstrak etanol buah dari Wonosobo


Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0009 g
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
3 2 1 0 0 0
Jumlah koloni
13 6 3 0 1 1
Rata – rata 8 4 2 0 1,5 1,5

Total Cemaran Bakteri= 8 x = 8 x 101 koloni/g


95

Lampiran 25.Perhitungan Total Cemaran Kapang Khamir

Ekstrak etanol buah labu kuning dari semarang


Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0015 g

Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4
Jumlah koloni 0 0 0 1
1 1 0 0
Rata – rata 0,5 0 0 0

Total cemaran jamur = 0,5 x = 0,5 x 101 koloni/g


Ekstrak etanol buah labu kuning dari Magelang
Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0011 g
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4
Jumlah koloni 4 1 0 0
0 1 0 1
Rata – rata 2 1 0 0,5

Total Cemaran Jamur= 2 x = 2 x 101 koloni/g

Ekstrak etanol buah labu kuning dari Wonosobo


Penimbangan ekstrak
Berat ekstrak = 1,0015 g
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4
Jumlah koloni 4 0 0 4
2 2 2 1
Rata – rata 3 1 1 2,5

Total Cemaran Jamur = 3 x = 3 x 101 koloni/g


96

Lampiran 26. Cara Perhitungan Angka Cemaran Mikroba

Cawan petri dipilih dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah

koloni antara 30-300.Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu

dikalikan dengan factor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai angka lempeng

total dalam tiap gram contoh. Bila ditemui jumlah koloni kurang dari 30 atau lebih

dari 300, maka ikuti petunjuk sebagai berikut:

1. Bila hanya salah satu di antara kedua cawan yang menunjukkan jumlah antara

30-300 koloni, dihitung rata-rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan

factor pengenceran.

2. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan

menunjukkan jumlah antara 30-300 koloni, maka dihitung jumlah koloni dan

dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil angka rata-rata. Jika pada

tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapati jumlah koloni lebih besar dari

dua kali jumlah koloni yang seharusnya, maka dipilih tingkat pengenceran

terendah (missal pada pengenceran 10-2 diperoleh 140 koloni dan pada

pengenceran 10-3 diperoleh 32 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat

pengenceran 10-2.

3. Bila seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menujukkan jumlah antara

30-300 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran

terendah dan dihitung sebagai angka lempeng total perkiraan.


97

4. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena

faktor inhibitor, maka angka lempeng total dilaporkan sebagai kurang dari

satu dan dikalikan faktor pengenceran terendah.

5. Bila jumlah koloni percawan lebih dari 3000, maka cawan dengan tingkat

pengenceran tertinggi dibagi dala, beberapa sektor (2, 4 atau 8). Jumlah koloni

dikalikan dengan faktor pembagi dan pengencerannya. Hasil dilaporkan

sebagai angka lempeng total perkiraan.

Bila jumlah koloni lebih dari 200 pada 1/8 bagian cawan, maka jumlah koloni
adalah 200 x 8 x faktor pengenceran. Angka lempeng total perkiraan dihitung
sebagai lebih besar dari jumlah koloni yang diperoleh (DepKes RI, 2000: 25).
98

Lampiran 27. Cara Perhitungan Angka Cemaran Kapang/Khamir

Cawan petri dipilih dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah

koloni antara 40-60.Misalkan pada pengenceran 10-4 terdapat sebanyak 40

koloni, maka angka kapang/khamir (bila terdapat) adalah 40 x 10-4 = 40.10-4

koloni per gram contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari

pernyataan di atas, maka ikuti petunjuk sebagai berikut:

1. Bila hanya salah satu di antara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama

menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 koloni, dihitung jumlah koloni dari

kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.

2. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih

besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran di bawahnya, maka dipilih

tingkat pengenceran terendah (missal pada pengenceran 10-2 diperoleh 60

koloni dan pada pengenceran 10-3diperoleh 20 koloni maka dipilih jumlah

koloni pada tingkat pengenceran 10-2yaitu 60 koloni).

3. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjkkan jumlah

antara 40-60 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran

terendah dan dihitung sebagai angka kapang/khamir perkiraan.

4. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena

faktor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari

satu dikalikan faktor pengenceran terendah (DepKes RI, 2000: 29).


99

Lampiran 28. Surat Hasil Analisis Batas Cemaran Logam Timbal


100

Lapiran 29. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Alkaloid

Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
101

Lapiran 30. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Flavonoid

Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
102

Lapiran 31. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Tanin

Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
103

Lapiran 32. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Saponin

Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
104

Lapiran 33. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Steroid

Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo

Lampiran 34. Kromatografi Lapis Tipis senyawa Saponin


105

Kloroform: metanol :air (64:50:10)

Keterangan:
A : Pada sinar tampak, sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
C : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
D : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
E : Dibawah sinar UV 254 nm setelah penampak bercak
F : Dibawah sinar UV 366 nm setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Saponin
Eluen : Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 )
Penampak bercak : anisaldehida asam sulfat LP

Lampiran 35. Pola Kromatogram Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning Sistem
Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 ) di Bawah UV 254 nm
106
107
108
109
110

Lampiran 36. Pola Kromatogram Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning Sistem
Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 ) di Bawah UV 366 nm
111
112
113
114

Lampran 37. Gambar Alat yang digunakan

Neraca halus Muffle

Densitometri AAS
115

Anda mungkin juga menyukai