PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu telah memiliki
penyembuhan penyakit. Ramuan obat bahan alam hampir dimiliki oleh setiap
suku bangsa di Indonesia dan digunakan secara turun temurun sebagai obat.
Sediaan herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana
seperti infus, dekok dan sebagainya yang berasal dari simplisia. Simplisia adalah
bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman yang
pengolahan sederhana serta belum merupakan zat murni kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni
Buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch) atau waluh merupakan bahan
pangan yang kaya akan kandungan gizi, seperti vitamin A, B dan C, mineral,
protein serta karbohidrat. Kandungan gizinya cukup lengkap, buah labu kuning
dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun cukup
belum optimal. Buah labu kuning memiliki warna yang menarik, bersifat lunak
1
2
dan mudah dicerna serta mengandung karoten (provitamin A) yang cukup tinggi
Ekstrak labu kuning mampu menurunkan kadar trigliserida dalam darah. Labu
darah yang secara tidak langsung berefek juga pada penurunan kadar trigliserida
saponin dalam buah labu kuning didalam saluran pencernaan dapat membentuk
kompleks yang tidak diabsorpsi kembali oleh ginjal sehingga kadar asam empedu
sehingga kadar trigliserida di hati berkurang. Selain itu sterol yang kemungkinan
eksogen (Linder, 1992). Saponin berkhasiat sebagai sumber anti-bakteri dan anti-
kadar gula dalam darah dan mengurangi penggumpalan darah (Wahyuni dkk,
2013).
Buah labu kuning diperkirakan berasal dari Peru atau Meksiko, Amerika
Tengah. Awal penyebarannya tidak diketahui secara pasti. Tanaman labu banyak
Tengah, dan Karibia. Guna memperoleh hasil yang representatif simplisia diambil
3
dari daerah sentral penghasil, sentral budidaya dan daerah lain yang mempunyai
dan parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi nama tumbuhan, nama
ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa larut dalam pelarut tertentu dan parameter
pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, serta mikroba yang dapat
Penelitian uji parameter ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata
Duch) diperlukan, agar dapat diperoleh nilai parameter mutu ekstrak. Uji
1. Bagaimana nilai hasil uji parameter non spesifik dari ekstrak etanol buah Labu
abu total, kadar abu tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan
2. Bagaimana nilai hasil uji parameter spesifik dari ekstrak etanol buah Labu
senyawa larut dalam pelarut tertentu, penetapan kandungan kimia ekstrak serta
pola kromatogram ?
4
Duch).
2. Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah buah labu kuning
Semarang.
3. Uji parameter yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji parameter
terhadap ekstrak etanol buah labu kuning meliputi parameter non spesifik dan
spesifik.
4. Metode ekstraksi yang digunakan adalah digesti dengan pelarut etanol 95%.
5. Uji parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar abu total, kadar
abu yang tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan kapang
dalam pelarut tertentu air dan etanol, penetapan kandungan kimia ekstrak serta
1. Mengetahui nilai uji parameter non spesifik dari ekstrak etanol buah labu
total, kadar abu yang tidak larut asam, penentuan total cemaran bakteri dan
2. Mengetahui nilai uji parameter spesifik dari ekstrak etanol buah labu kuning
larut dalam pelarut tertentu, penetapan kandungan kimia ekstrak serta pola
kromatogram.
parameter mutu ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch), dan
pola kromatogram ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch).
Manfaat lain dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang
terjamin.
6
BAB II
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Violales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
2.1.2 Sinonim
Sumatera: labu kastela, labu merah, labu kuning (Melayu); jawa: waluh
Labu kuning disebut juga labu parang merupakan tumbuhan setahun (annual)
yang tumbuh menjalar atau memanjat. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli
Amerika Utara dan kini dapat ditemukan di seluruh dunia. Batangnya besar,
berbentuk segi lima dengan panjang 3-10 meter, berambut kaku kasar dan sangat
rapat juga penuh dengan bintik kelenjar. Alat pembelit terbelah dan jumlahnya
banyak. Bagian pangkal daun berbentuk jantung, panjang daun 15-30 cm,
Bunga besar dan berwarna kuning dengan mahkota bunga berbentuk lonceng,
biji. Biji mempunyai berat rata-rata sekitar 2-3 kg. Ukuran pertumbuhannya
sangat cepat, yaitu dapat mencapai 350 gram per hari. Buah labu kuning biasanya
dimasak sebagai kolak. Selain itu juga diolah menjadi sayur dan sup. Biji
berbentuk oval pipih, panjangnya mencapai 5mm, berwarna kekuningan atau abu-
abu, dan biji yang tua biasa dipanggang sebagai kuaci. Perbanyakan tumbuhan ini
dengan bijinya. Bagian labu parang yang banyak dipakai adalah buah, biji, sulur,
2005 : 1).
8
Kandungan zat aktif dalam buah labu kuning adalah flavonoid dan saponin
2013).
2.2.1 Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Dapat diekstraksi
dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok
dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya
berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mudah dideteksi pada kromatogram
atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan
karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan
2.2.2 Saponin
Saponin mula – mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun . Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, yang menimbulkan
busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah saponin sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin
telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus – ratus tahun. Beberapa
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
minyak atsiri, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda akan
pamilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI,2000 : 1).
pada suhu 40-500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang
lapisan-lapisan batas.
kecepatan difusi. Kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
1) Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan khusus
dipandang dari segi biologi, baik untuk bahan dari segi biologi, baik untuk bahan
dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild
a) Identitas jenis (species): jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat
jenis (species).
b) Lokasi tumbuhan asal: lokasi berarti faktor eksternal yaitu, lingkungan (tanah
c) Periode pemanenan hasil tumbuhan: faktor ini merupakan dimensi waktu dari
Selain 5 faktor tersebut, maka untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya
(kultivar) ada lagi faktor GAP (Good Agriculture Practice) sedangkan untuk
bahan dari tumbuhan liar (wild crop) misalnya kondisi proses pengeringan yang
2) Faktor kimia
Khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik untuk
bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar
a) Faktor internal
b) Faktor eksternal
a) Metode ekstraksi
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih
berbeda pada setiap ekstrak seperti susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu
tidak larut asam cemaran logam berat dan cemaran mikroba (BPOM, 2006 : xiii).
13
temperatur 1050C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu
organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai
spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuan: memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd dll.)
melebihi nilai yang diterapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Nilai
ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
2.7.2.1 Identitas
2.7.2.2 Organoleptik
Tujuan: pengenalan awal yang sederhana sobyektif mungkin (DepKes RI, 2000:
31).
Pengertian dan prinsip: melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol dan air)
untuk ditentukan sejumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan
secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
gambaran awal jumlah senyawa kandungan. Nilai: nilai minimal atau rentang
yang ditetapkan terlebih dahulu (DepKes RI, 2000: 31). Dalam penelitian ini
Pengertian dan prinsip: ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara
dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (DepKes RI, 2000: 32).
16
memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fasa diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah
pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
(sifat penjerap) dan sistem larutan pengembangan harus dipilih dengan tepat
karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan (Stahl, 1985 : 3).
dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak. Dalam KLT, fase
diam harus mudah didapat. Keistimewaan KLT adalah lapisan tipis fase diam dan
kemampuan pemisahnya. Pada umumnya sebagai fasa diam digunakan silika gel
(Sudjadi, 1986 : 167). Fasa gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fasa diam, yaitu suatu lapisan berpori,
17
karena ada daya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu
analitik dan, bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu
(Shatl, 1985 : 6). Nilai Rf dapat dituliskan dengan persamaan (Stahl, 1985 : 17).
2.8.2 Densitometri
radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi
radiasi elektromagnetik dengan noda pada KLT yang ditentukan adalah absorpsi,
transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar flour dari
radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan untuk analisis kuantitatif analit-
analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih
dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjang
(fotosensor). Perbedaan antara signal optik daerah yang tidak mengandung bercak
dengan daerah yang mengandung dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada
melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama.
Prinsip dari SSA: atom-atom suatu logam diuapkan dalam suatu nyala dan
serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu
sumber radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang
berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan
gas tadi biasanya radiasi sinar tampak atau ultraviolet. Jadi seolah-olah nyala api
gas pembakar dan molekul atom-atom netral di dalamnya adalah kuvet pada
BAB III
METODE PENELITIAN
Obyek yang diteliti ekstrak etanol buah labu kuning meliputi parameter mutu
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu kuning
dan Semarang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah teknik
sampling purposive sampling yaitu dipilih buah yang tua dan masak.
1. Variabel bebas yaitu pemilihan tiga tempat tumbuh untuk uji parameter yaitu
2. Variabel terikat adalah hasil uji parameter non spesifik meliputi parameter
susut pengeringan, parameter kadar abu termasuk kadar abu yang tidak larut
terdiri dari uji angka lempeng total dan angka kapang/khamir, dan parameter
terlarut dalam pelarut tertentu terdiri dari kadar senyawa terlarut dalam
20
air:kloroform dan kadar senyawa terlarut dalam etanol, dan parameter pola
kromatogram.
3. Variabel kontrol yaitu jumlah pelarut etanol yang digunakan, jumlah sampel.
Data hasil uji parameter mutu ekstrak diperoleh dari hasil pengujian parameter
spesifik dan parameter non spesifik ekstrak etanol buah labu kuning (Cucurbita
Alat untuk pembuatan ekstrak kental terdiri dari: nampan, alat – alat gelas,
blender, ayakan 30/40, oven, penangas air, cawan porselen dan batang pengaduk.
Alat untuk uji parameter non spesifik terdiri dari: muffle, oven, alat gelas, krus,
inkubator. Alat untuk uji parameter spesifik terdiri dari: densitometer tipe camag
lempeng KLT, pipa kapiler, chamber, lampu UV 366 nm, lampu UV 254 nm,
Bahan utama yang digunakan adalah buah labu kuning (Cucurbita moschata
Duch) segar. Bahan untuk pembuatan ekstrak kental adalah etanol 95 % teknis,
kain kola. Bahan untuk uji parameter non spesifik adalah H2SO4 encer teknis,
media PCA, media PDA, asam nitrat, HClO4 teknis, NaCl teknis. Bahan untuk uji
parameter spesifik adalah aquadest, kloroform p.a, etanol 95% teknis, n- heksan
p.a, etil asetat p.a, kloroform p.a, methanol p.a, antimon (lll) klorida p.a, asam
asetat p.a, asam sulfat p.a, FeCl3 p.a, amoniak p.a, aquadest, silica gel GF 254.
Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah tanaman buah yang
digunakan pada penelitian berasal dari spesies yang sama, sehingga kemungkinan
Buah labu kuning tua dan masak dipilih yang masih utuh atau tidak rusak,
daging buah dipisahkan dengan kulit buah dan bijinya. kemudian buah
dibersihkan dilakukan sortasi basah. Buah dicuci menggunakan air mengalir agar
22
terpisah dari pengotor dan dipotong tipis-tipis, setelah itu buah labu kuning
dikeringkan. Buah dikeringkan dengan oven dengan suhu 40-500C. Buah yang
no 30/40.
Serbuk buah labu kuning yang sudah diayak dibuat ekstrak dengan metode
digesti dengan pelarut etanol 95%. Sebanyak 300 g serbuk dimasukan ke dalam
bejana kemudian dituangi penyari yaitu etanol 95% 3L (1 : 10) . Dipanaskan pada
diperoleh ekstrak cair. Setelah itu, ekstrak yang diperoleh dipekatkan lagi dengan
menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental buah labu (DepKes RI,
2000 : 11).
1) Identifikasi Flavonoid
Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan berbentuk
menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat. Encerkan filtrat dengan
Ditambah HCl pekat dan amyl alcohol. Positif flavonoid jika terbentuk lapisan
2) Identifikasi Saponin
setinggi 1 cm sampai 10 cm. Hasil positif saponin ditunjukan dengan buih yang
3) Identifikasi Alkaloid
air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.
Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca alroji, tambahkan 2 tetes dragendorff. Positif
4) Identifikasi Tanin
mendidih di atas penangas air selama 30 menit sambil diaduk. Diamkan selama
beberapa menit disaring dengan kertas penyaring dan direaksikan dengan FeCl3.
Positif tanin jika terbentuk warna biru atau hijau kehitaman (DepKeS RI, 1995 :
326).
diuapkan dalam cawan porselin. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.Timbul warna ungu atau merah kemudian
steroid jika terbentuk warna hijau kebiruan dan triterpenoid terbentuk warna
a) Alkaloid
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak etil
mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak
sinar biasa berpendar biru atau jingga. Penampak bercak yang digunakan
dragendorff.
b) Flavonoid
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak
kloroform:etilasetat 60:40) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai batas
elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa
berpendar kuning intensif, hijau, dan jingga. Penampak bercak yang digunakkan
c) Tannin
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi, dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak etil
batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa
berpendar biru kehitaman. Penampak bercak yang digunakkan adalah uap FeCl 3
10%.
25
d) Saponin
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak
kloroform : metanol : air (64:50:10) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat
mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak
sinar biasa berpendar biru, kuning, coklat. Penampak bercak yang digunakkan
e) Terpenoid/steroid
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak n-
heksan:etil asetat (7:3) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai batas
elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Untuk bercak sinar biasa
2003).
botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan
setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak
dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot
26
mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan
saksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar.
Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian
keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (DepKes RI, 2000:
13).
ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika dengan cara ini
arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, diaduk, disaring melalui
kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa penyaringan dipijarkan dalam
krus yang sama. Filtrat dimasukan ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga
bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam %
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer P selama 5 menit. Bagaimana yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,
dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut
asam dihitung terhadap bobot ekstrak, dinyatakan dalam % b/b (BPOM, 2006 :
198).
27
Dipipet 10,0 ml larutan induk, logam 1000µg/ ml ke dalam labu ukur 100,0
ml. Ditambahkan larutan asam nitrat, HNO3 1 N sampai tepat tanda tera.
Dipipet 10,0 ml larutan baku, logam 100µg/ml ke dalam labu ukur 100 ml.
Dipipet 0,0 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml larutan baku timbal, Pb
sampai 10 ml asam nitrat, HNO3 pekat aduk hingga bercampur rata. Ditambahkan
3 butir sampai dengan 5 butir batu didih, tutup dengan kaca arloji. Diletakkan
erlenmayer tersebut diatas penangas listrik, atur suhunya pada 105oC sampai
dengan 120oC. Dipanaskan hingga volume sampel tinggal ±10 ml. Diangkat dan
ml asam perklorat HClO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding kaca erlenmayer.
28
Dipanaskan kembali pada penangas listrik sampai timbul asap putih, dan larutan
sampel menjadi jernih. Setelah timbul asap putih, pemanasan dilanjutkan hingga ±
30 menit. Jika larutan sampel belum jernih ulangi pengadukan dengan 9 butir
sampai dengan 11 butir batu didih. Didinginkan larutan sampel. Saring dengan
kertas saring kuantitatif dengan ukuran pori 8,0 µm. Tempatkan filtrat larutan
sampel pada labu ukur 100 ml dan tambahkan air suling sampai tanda tera. Filtrat
larutan sampel siap diukur ke dalam spektroskopi serapan atom (BSN, 2004).
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing–masing telah diisi dengan 9
selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai yang diperlukan. Dari setiap pengenceran
dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri
dituangkan 15-20 ml media PCA (45oC). Jika suhu terlalu tinggi ditakutkan akan
mikroba lain. Segera cawan petri digoyangkan dan diputar sedemikian rupa
pengencer dibuat uji kontrol. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada
suhu 35- 37oC selama 24- 48 jam dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang
dalam tabung NaCl 0.9% pertama sehingga diperoleh pengenceran 10-2, dan
Segera digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo.
dalam satu cawan petri dituangkan media dan dibiarkan memadat. Kedalam
cawan petri lainnya dituangkan media dan dibiarkan memadat. Seluruh cawan
petri diinkubasi pada suhu 20-250C selama 5-7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi,
dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7
menyerupai bakteri. Lempeng agar yang diamati adalah lempeng dimana terdapat
Penetapan bentuk organoleptik ekstrak meliputi bentuk, bau, rasa, dan warna.
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa
yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 2000: 31).
meggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat air hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada
suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut
dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 2000: 31- 32).
Kromatografi Densitometri
yang digunakan 5µl. Ditotolkan pada fase diam silica gel GF 254 dengan jarak
pengembangan 8 cm.
a) Uji Saponin
Ekstrak etanol buah labu kuning ditotolkan pada fase diam silika gel GF 254
yang telah diberi batas elusi. Dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak
kloroform : metanol : air (64:50:10) yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat
mencapai batas elusi. Diamati noda pada UV 254 nm / 366 nm. Dilakukan
- Disortasi basah.
- Pencucian dirajang dan dikeringkan.
- Disortasi kering.
- Pengukuran ukuran partikel.
- Serbuk diayak dengan ayakan 30/40.
Gambar 3. Skema kerja uji parameter ekstrak etanol buah labu kuning.
32
Gambar 5. Uji penetapan susut pengeringan dan kadar air ekstrak etanol
kental buah labu kuning
Gambar 6. Uji penetapan kadar abu total asam ekstrak etanol buah labu
kuning
34
Dimasukkan dalam
desikator pada suhu
kamar.
Ditimbang hingga
bobot konstan.
Dibuat replikasi
sebanyak 3x.
Gambar 7. Uji penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol kental
buah labu kuning
35
Disaring, diuapkan
20 ml filtrat.
NaCl 0,9% 9 ml
Ditambahkan 1 g esktrak
etanol buah labu kuning
Pengenceran10-1
Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Pengenceran 10-2
Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Dimasukkan kedalam cawan
Pengenceran 10-3 dipipet 0,1 ml petri yang telah ditambah
media PCA 20 ml.
Dipipet 1,0 ml
Pengenceran 10-4
Diamati dan dihitung
Dipipet 1,0 ml jumlah koloni yang tumbuh
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Pengenceran 10-5
Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ketabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Pengenceran 10-6
Pengenceran 10-1
Dipipet 1,0 ml
Dimasukkan ke tabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Pengenceran 10-3
Diamati dan dihitung jumlah
Dipipet 1,0 ml koloni yang tumbuh
Dimasukkan ke tabung
berisi 9 ml NaCl 0,9%
Pengenceran 10-4
Gambar 10. Uji cemaran mikroba Angka Kapang dan Khamir ekstrak
etanol buah labu kuning
38
BAB IV
buahnya, dipanen pada saat buah tua dan masak. Tanaman diambil dari tempat
budidaya, karena tanaman lebih terawat, baik pemupukan sehingga unsur hara
Penelitian ini bertujuan untuk sumber informasi parameter mutu ekstrak etanol
buah labu kuning, dengan uji nilai parameter spesifik dan non spesifik
berdasarkan perbedaan lokasi dan tempat tumbuh tanaman. Tanaman buah labu
kuning ini diambil dari 3 daerah yang berbeda yaitu Wonosobo (1300 mdpl),
tanaman buah labu kuning yang digunakan pada penelitian berasal dari tanaman
lampiran 2.
Setelah pemanenan buah labu kuning dipisahkan daging buah labu kuning
dari kulit dan biji buah, buah yang dihasilkan dicuci dengan air yang mengalir
untuk memisahkan buah dari pengotor debu yang masih menempel pada buah
dalam buah labu kuning sehingga tidak mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur
yang dapat menurunkan mutu dari ekstrak etanol buah labu kuning. Pengeringan
simplisia benar – benar kering dan mencapai kadar air simplisia yang sesuai
sortasi kering yang bertujuan untuk memisahan bagian simplisia yang rusak oleh
karena ditumbuhi jamur, buah busuk, yang dapat menurunkan kualitas simplisia.
Buah labu kuning yang telah disortasi selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran
sesuai yang diinginkan, kemudian serbuk diayak dengan ayakan no. 30/40, yaitu
serbuk dapat melewati ayakan no. 30 tetapi tidak dapat melewati ayakan no. 40
hal ini bertujuan agar mendapatkan serbuk yang seragam. Semakin kecil ukuran
kontak dengan penyari akan semakin maksimal. Serbuk dengan derajat kehalusan
rendah dapat menyababkan kerusakan zat aktif akibat dinding sel yang pecah,
sedangkan serbuk yang terlalu kasar akan berpengaruh pada penghambatan proses
penetrasi cairan penyari dalam menembus rongga sel yang mengandung senyawa
aktif.
Proses ekstraksi buah labu kuning dilakukan dengan metode digesti. Digesti
pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-500C. Cairan penyari yang digunakan
adalah etanol 95%. Digunakan digesti karena waktu pengerjaan yang lebih cepat,
42
alat yang digunakan sederhana, daya melarutkan cairan tinggi karena adanya
etanol buah labu kuning yang didapat dari hasil digesti disajikan pada tabel 1.
Hasil rendemen dari digesti ekstrak buah labu kuning yang diperoleh
rendemen yang paling besar dari daerah Wonosobo 36,80% dengan ketinggian
1300 mdpl dibandingkan hasil digesti dari daerah Magelang 30,35% dengan
ketinggian 1100 mdpl dan dari daerah Semarang 25,19% dengan ketinggian 486
mdpl. Perbedaan hasil rendemen ini dikarenakan perbedaan tempat dan kondisi
tumbuh yang berbeda. Wonosobo dengan keadaan tempat tumbuh 1300 mdpl
dengan kondisi curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan tanah banyak
ketinggian magelang 1100 mdpl dan semarang 486 mdpl. Hal lain yang dapat
43
Setelah didapatkan ekstrak kental buah labu kuning dilakukan uji parameter
mutu dan kandungan kimia ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak meliputi parameter
standar non spesifik dan parameter spesifik. Uji parameter ini dimaksudkan agar
dapat menjamin bahwa ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan
mendiskripsikan bentuk, bau, rasa dan warna. Hasil organoleptik serbuk dan
Hasil organoleptis dari ketiga daerah yang berbeda didapatkan hasil yang
sama : serbuk berkonsistensi serbuk kasar, bau khas, rasa pahit, dan warna oranye
kekuningan.
44
Ekstrak berkonsistensi kental, bau khas, rasa pahit, dan warna kuning
dengan skrining fitokimia. Skrining fitokimia dilakukan pada serbuk dan ekstrak
buah labu kuning, yang bertujuan adakah senyawa yang hilang setelah ekstraksi.
Hasil skrining serbuk dan ekstrak etanol buah labu kuning fitokimia disajikan
Hasil skrining fitokimia didapatkan hasil yang sama antara serbuk dan
ekstrak etanol buah labu kuning. Uji kualitatif alkaloid dengan dragendorff
memberikan hasil negatif . Serbuk dan ekstrak tidak mengandung alkaloid karena
pada pengujian terbentuk larutan oranye. Uji kualitatif golongan flavonoid serbuk
dan ekstrak buah labu kuning keduanya menunjukkan hasil positif dengan adanya
lapisan amil alkohol berwarna kuning jingga reduksi dengan Mg dan HCI pekat
tanin serbuk dan ekstrak buah labu kuning menunjukkan hasil negatif larutan
jernih kuning kecoklatan dengan FeCl3 1%. Uji kualitatif senyawa saponin serbuk
dan ekstrak labu kuning menunjukkan hasil positif mengandung saponin, dengan
dilakukan karena saponin larut dalam air. Hasil positif ditunjukan dengan adanya
buih yang mantap, penambahan satu tetes HCl 1% bertujuan agar menstabilkan
hasil negatif pada serbuk dan ekstrak buah labu kuning, dengan menghasilkan
dalam uji parameter spesifik, dengan tujuan memberikan gambaran awal jumlah
kandungan zat aktif (Depkes RI, 2000). Pelarut yang digunakan etanol dan air:
kloroform. Air berfungsi untuk melarutkan senyawa polar, air yang digunakan
adalah aquadest. Hasil penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dapat
dilihat pada tabel 6. Data menunjukkan rata-rata kadar senyawa larut dalam
senyawa larut dalam etanol 32,27%±1,28. Nilai kadar senyawa terlarut dalam
buah labu kuning (Cucurbita moschata) lebih banyak terekstraksi dalam pelarut
parameter susut pengeringan, kadar abu, cemaran mikroba, cemaran logam berat.
pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 1050C selama 30 menit
Tabel 7. Hasil Uji Parameter Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning (Cucurbita
moschata)
susut pengeringan ekstrak buah labu kuning adalah 14,87%±0,45 dari daerah
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan dapat diketahui bahwa
semakin rendah prosentase maka semakin sedikit senyawa yang hilang. Dari hasil
susut pengeringan yang paling baik ialah ekstrak labu kuning dari Semarang.
berbeda. Wonosobo dengan curah hujan yang tinggi, tanaman mengandung kadar
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai akhir. Pada
tinggal unsur mineral dan anorganik (Depkes RI, 2000). Berdasarkan kadar abu
ekstrak hasil digesti. Sedangkan untuk kadar abu tidak larut asam menunjukan
adanya pasir atau kotoran lain dalam kadar rendah serta mineral yang berbahaya
seperti logam Pb. Hasil kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dapat
dilihat pada tabel 6. Kadar abu total ekstrak buah labu kuning kadar abu total dari
daerah Wonosobo 26,53%±0,31 dan kadar abu tidak larut asam 10,80%±0,37,
kadar abu total dari daerah Magelang 12,31%±0,13 dan kadar abu tidak larut asam
adanya kandungan mineral yang terdapat dalam ekstrak tinggi, dibandingkan dari
Magelang dan Semarang. Sedangkan nilai kadar abu tidak larut asam tertinggi
adalah Magelang menggambarkan adanya pasir atau kotoran lain dalam kadar
rendah serta mineral yang berbahaya seperti logam Pb, hal ini dikarenakan tempat
pemukiman dimungkinkan adanya cemaran pasir atau kotoran lain lebih banyak
aureus nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan (DepKes, 2000). Uji
cemaran mikroba meliputi, uji angka lempeng total untuk cemaran bakteri dan uji
perhitungan cawan, prinsip perhitungan cawan adalah bila sel mikroba tersebut
akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung tanpa
media PCA dan bakteri yang dipakai Staphylococcus aureus, media PDA untuk
uji kapang khamir menggunakan jamur Candida albicans sebagai control positif
karena bakteri dan jamur ini dapat digunakan sebagai galur mikroba pembanding
sesuai dengan BPOM. Angka lempeng total yang didapat dari ekstrak etanol buah
Semarang sebesar 2,5 x 101 koloni/gram, Angka kapang khamir yang didapat dari
ektrak etanol buah labu kuning Wonosobo 3 x 101 koloni/gram, Magelang 2 x 101
koloni/gram, Semarang adalah 0,5 x 101 koloni/gram. Hasil ketiga daerah untuk
cemaran angka lempeng total dan angka kapang khamir tidak melebihi batas
total untuk obat tradisional tidak boleh lebih dari 106 koloni/g dan angka kapang
khamir tidak boleh lebih dari 104 koloni/g (Katrin dkk., 2012).
ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu, melebihi nilai yang ditetapkan
diuji pada penelitian yaitu logam Pb, karena Pb merupakan polutan yang paling
lazim dijumpai terutama pada asap kendaraan bermotor yang dapat mencemari
cemaran tidak terdeteksi cemaran logam Pb pada ekstrak etanol labu kuning
obat yang telah dijaga kualitas tanaman baik secara pemupukan, kondisi
lingkungan dan penyiraman. Suatu produk bahan obat tidak boleh mengandung
cemaran logam atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan persyaratan
Tabel 8. Hasil Uji KLT Flavonoid dan Saponin Ekstrak Buah Labu Kuning
(Cucurbita moschata).
KLT (kromatografi lapis tipis) merupakan parameter spesifik. Dari hasil KLT
ekstrak etanol buah labu kuning positif saponin dan flavonoid dapat dilihat pada
lampiran 29-33. Dari ketiga daerah mempunyai nilai Rf yang sama, Rf senyawa
flavoniod ekstrak labu kuning dari Wonosobo 0,31; 0,84, Magelang Rf 0,31;
0,84, Semarang Rf 0,31; 0,84. Sedangkan untuk senyawa saponin Rf ekstrak labu
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. KLT dengan
menghasilkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah labu kuning adalah
berdasarkan hasil noda KLT yang paling mantap yaitu saponin, sehingga KLT
Uji dilakukan dengan menotolkan 5µl. Setelah mendapatkan hasil dari KLT,
etanol buah labu kuning dari Wonosobo Rf 0,48 kandungan senyawa saponin
dan baku Rf 0,49. Hasil menunjukkan bahwa ekstrk etanol buah labu kuning
mempunyai kandungan senyawa yang sama, hal ini ditunjukan dari harga Rf
sampel dan baku yang hampir berdekatan. Magelang nilai Rf 0,23 dan 0,49
disebabkan dengan adanya glikosida yang pecah menjadi glikon dan aglikon
sehingga ekstrak etanol labu kuning dari Magelang mempunyai harga Rf 0,23 dan
0,49. Banyaknya noda yang muncul menunjukkan banyaknya jenis senyawa yang
Rf, ekstrak etanol labu kuning dari Wonosobo harga Rf 0,45 kandungan senyawa
Rf 0,46 kandungan senyawa saponin 7,06% dan baku Rf 0,48. Hasil menunjukan
bahwa ekstrak etanol buah labu kuning mempunyai kandungan senyawa saponin
paling banyak dari daerah semarang yaitu 7,04% dan harga Rf baku dan sampel
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil uji spesifik dan non sperifik dari
ekstrak etanol buah labu kuning ketiga daerah Semarang, Magelang dan
diperoleh dapat dikarenakan tempat tumbuh ketiga daerah yang berbeda. keadaan
lingkungan dapat dilihat berdasarkan letak geografis dari ketiga daerah. Hasil
kuning bagi masyarakat yang memproduksi obat dari bahan alam dengan
BAB V
5.1 Simpulan
kesimpulan bahwa :
1. Hasil uji parameter non spesifik ekstrak etanol buah labu kuning :
b. Rentang kadar abu total dari Wonosobo, Magelang dan Semarang sebesar
c. Rentang kadar abu tidak larut asam dari Wonosobo, Magelang dan
tradisional tidak boleh lebih dari 107 koloni/g dan angka kapang khamir
e. Hasil uji cemaran logam berat (Pb) dari ketiga daerah tidak terdeteksi hasil
a. Uji organoleptis ekstrak etanol buah labu kuning dari ketiga daerah yaitu
b. Kadar rata – rata senyawa larut air : kloroform ekstrak etanol buah labu
c. Kadar rata – rata senyawa larut etanol ekstrak etanol buah labu kuning
d. Hasil uji dengan KLT densitometri pola kromatogram ekstrak etanol buah
4,25%, ekstrak etanol buah labu kuning dari Semarang dengan Rf 0,49
kuning dari Wonosobo dengan Rf 0,45 saponin 6,04%, esktrak etanol buah
labu kuning dari Magelang dengan Rf 0,45 saponin 4,98%, ekstrak etanol
57
buah labu kuning dari Semarang dengan Rf 0,46 saponin 7,06%. Hasil
7,04%
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan uji parameter ekstrak buah labu kuning (Cucurbita moschata
2. Perlu dilakukan penelitian pemanfaatan zat aktif saponin sebagai anti mikroba
3. Perlu dilakukan untuk uji parameter lain yang belum dilakukan dalam
moschata Duch).
58
DAFTAR PUSTAKA
Katrin w, Ermin., Narulita, Epsi., Aziz, Zuhelmi., Winarno, Hendig. 2012. Iradiasi
Sediaan Obat Herbal Temu Putih Curcuma zedoaria (Berg) Rosc.:
Cemaran Mikroba, Sitotoksisitas dan Profil Kromatogram. Jakarta :
Universitas Pancasila.
Monteiro, Melita. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Labu Kuning Per Oral
(Cucurbita Moschata Duchenes) Terhadap Kadar Trigliserida Tikus
Jantan (Rattus Norvegicus Strain Wistar) Model Diabetes Mellitus Tipe 2.
Malang : Universitas Brawijaya.
Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Semarang.
Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Magelang.
Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak etanol labu kuning dari daerah Wonosobo.
66
Identifikasi steroid / triterpenoid serbuk dan ekstrak kental buah labu kuning.
67
0,0005
24,5713 Konstan
0,0001
24,5712 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
25,3677 24,5712 0,7965
0,034 Belum
konstan
25,3337 24,5712 0,7625
0,0219 Belum
konstan
25,3005 24,5712 0,7293
0,0001 konstan
0,0003
30,9319 Konstan
0,0004
30,9315 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
31,8012 30,9315 0,8697
0,0244 Belum
konstan
31,7768 30,9315 0,8453
0,0256 Belum
konstan
31,7512 30,9315 0,8197
0,0239 Belum
konstan
31,7273 30,9315 0,7958
0,0082 Belum
konstan
69
0,0002
50,7833 Konstan
0,0001
50,7832 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
51,6665 50,7832 0,8833
0,0247 Belum
konstan
51,6418 50,7832 0,8586
0,006 Belum
konstan
51,6358 50,7832 0,8526
0,0112 Belum
konstan
51,6246 50,7832 0,8414
0,0009 Belum
konstan
51,6255 50,7832 0,8423
71
0,0663 Belum
konstan
51,5592 50,7832 0,776
0,0641 Belum
konstan
51,6233 50,7832 0,8401
0,028 Belum
konstan
51,5953 50,7832 0,8121
0,0266 Belum
konstan
51,5687 50,7832 0,7855
0,0177 Belum
konstan
51,5510 50,7832 0,7678
0,0039 Belum
konstan
51,5549 50,7832 0,7717
0,0014 konstan
0,0003
23,7080 Konstan
0,0004
23,7076 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
24,5965 23,7076 0,8889
0,0227 Belum
konstan
24,5738 23,7076 0,8662
0,0641 Belum
konstan
24,5097 23,7076 0,8021
0,0102 Belum
konstan
24,4995 23,7076 0,7919
0,0085 Belum
konstan
73
0,0002
30,3459 Konstan
0,0005
30,3435 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
31,2151 30,3454 0,8697
0,0705 Belum
konstan
0,0003
33,7321 Konstan
0,0003
33,7318 Konstan
Berat Keterangan
Berat Berat
cawan + Selisih
cawan ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak (g)
(g) (g)
(g)
34,6256 33,7318 0,8338
0,0325 Belum
konstan
0,0003 konstan
Tabel pengonstanan krus untuk susut pengeringan ekstrak etanol buah labu
kuning:
Berat krus Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
(gram)
21,5164 Konstan
0,0001
21,5163 Konstan
0,0000
21,5163 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut
pengeringan:
Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
22,5579 21,5163 1,0416
0,0835 Belum
konstan
22,4744 0,9581
0,0069 Belum
konstan
22,4676 0,9513
78
0,0048 Belum
konstan
22,4627 0,9465
0,0006 Belum
konstan
22,4634 0,9471
0,0023 konstan
22,4609 0,9446
0,0003
20,7765 Konstan
0,0003
20,7762 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut pengeringan
:
Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
21,7834 20,7762 1,0072
0,0740 Belum
konstan
21,7094 20,7762 0,9232
0,0446 Belum
konstan
21,6648 20,7762 0,8886
0,0382 Belum
konstan
80
Penimbangan ekstrak
Berat krus + ekstrak = 22,1376 g
Berat kertas + sisa = 22,0952 g –
Berat ekstrak = 1,0424 g
Tabel pengonstanan krus untuk susut pengeringan ekstrak etanol buah labu
kuning:
Berat krus Selisih (g) Perhitungan (g) Keterangan
(gram)
22,0957 Konstan
0,0004
22,0953 Konstan
0,0001
22,0952 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol buah labu labu kuning untuk susut
pengeringan:
Berat Keterangan
Berat
krus + Berat Selisih
ekstrak Perhitungan (%)
ekstrak krus (g) (g)
(g)
(g)
23,1376 22,0952 1,0424
0,1205 Belum
konstan
23,0171 22,0952 0,9219
0,0294 Belum
konstan
22,9877 22,0952 0,8922
0,0011 konstan
0,0002
20,3542 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
20,4659 20,3542 0,1117
0,0008 Belum
konstan
20,4651 0,1109
0,0005 Belum
konstan
20,4646 0,1104
0,0003 Belum
konstan
20,4643 0,1101
0,0000 konstan
20,4643 0,1101
Kadar abu total =
83
Lampiran 17. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Semarang
0,0000
21,4188 Konstan
0,0010 Belum
konstan
22,4792 22,4188 0,0604
0,0001 konstan
0,0003
23,2978 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
23,5556 25,2978 0,2578
0,0074 Belum
konstan
0,0005 konstan
Lampiran 19. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Magelang
0,0004
34,8515 Konstan
0,0005 Belum
konstan
34,9719 34,8515 0,1204
0,0002 konstan
0,0001
19,1413 Konstan
Tabel pengonstanan ekstrak etanol daun cakar ayam untuk kadar abu total
Berat Keterangan
Berat krus Berat Selisih
krus + Perhitungan (g)
(g) abu (g) (g)
abu (g)
19,4233 19,1413 0,2820
0,0024 Belum
konstan
Lampiran 21. Contoh Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak
Etanol Buah Labu Kuning dari Magelang
0,0004
52,1355 Konstan
Lampiran 22. Uji Cemaran Bakteri Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning
Lampiran 23. Uji Cemaran Kapang Khamir Ekstrak Buah Labu Kuning
Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4
Jumlah koloni 0 0 0 1
1 1 0 0
Rata – rata 0,5 0 0 0
koloni antara 30-300.Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu
total dalam tiap gram contoh. Bila ditemui jumlah koloni kurang dari 30 atau lebih
1. Bila hanya salah satu di antara kedua cawan yang menunjukkan jumlah antara
30-300 koloni, dihitung rata-rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan
factor pengenceran.
2. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan
menunjukkan jumlah antara 30-300 koloni, maka dihitung jumlah koloni dan
tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapati jumlah koloni lebih besar dari
dua kali jumlah koloni yang seharusnya, maka dipilih tingkat pengenceran
terendah (missal pada pengenceran 10-2 diperoleh 140 koloni dan pada
pengenceran 10-3 diperoleh 32 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat
pengenceran 10-2.
3. Bila seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menujukkan jumlah antara
4. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena
faktor inhibitor, maka angka lempeng total dilaporkan sebagai kurang dari
5. Bila jumlah koloni percawan lebih dari 3000, maka cawan dengan tingkat
pengenceran tertinggi dibagi dala, beberapa sektor (2, 4 atau 8). Jumlah koloni
Bila jumlah koloni lebih dari 200 pada 1/8 bagian cawan, maka jumlah koloni
adalah 200 x 8 x faktor pengenceran. Angka lempeng total perkiraan dihitung
sebagai lebih besar dari jumlah koloni yang diperoleh (DepKes RI, 2000: 25).
98
koloni per gram contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari
1. Bila hanya salah satu di antara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama
menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 koloni, dihitung jumlah koloni dari
2. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih
besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran di bawahnya, maka dipilih
3. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjkkan jumlah
antara 40-60 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran
4. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena
Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
101
Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
102
Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
103
Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
104
Keterangan :
A : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
C : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
Keterangan:
A : Pada sinar tampak, sebelum penampak bercak
B : Dibawah sinar UV 254 nm sebelum penampak bercak
C : Dibawah sinar UV 366 nm sebelum penampak bercak
D : Pada sinar tampak setelah penampak bercak
E : Dibawah sinar UV 254 nm setelah penampak bercak
F : Dibawah sinar UV 366 nm setelah penampak bercak
1 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Magelang
2 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Semarang
3 : Noda ekstrak labu kuning dari daerah Wonosobo
Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Saponin
Eluen : Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 )
Penampak bercak : anisaldehida asam sulfat LP
Lampiran 35. Pola Kromatogram Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning Sistem
Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 ) di Bawah UV 254 nm
106
107
108
109
110
Lampiran 36. Pola Kromatogram Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning Sistem
Kloroform : Metanol : Air ( 64: 50:10 ) di Bawah UV 366 nm
111
112
113
114
Densitometri AAS
115