Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasif
yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, cedera, atau
kelainan deformitas tubuh (Nainggolan, 2013). Kiik (2013) menyatakan bahwa
tindakan pembedahan akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan
perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Berdasarkan
data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) (2013), jumlah pasien
dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari
tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah
sakit di dunia yang menjalani pembedahan, sedangkan pada tahun 2012 data
mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa. (Anderson R,et all, 2015)
Nyeri tenggorok (Post Operative Sorehroat) dan suara serak (hoarseness)
merupakan komplikasi intubasi endotrakeal yang paling sering terjadi karena
menyebabkan trauma mukosa jalan nafas. Komplikasi ini bisa menyebabkan
ketidakpuasan dan ketidaknyamanan pasien serta meningkatkan morbiditas.
Komplikasi ini menyebabkan nyeri yang sulit dikontrol walaupun nyeri
pembedahan dikontrol dengan baik. Komplikasi ini belum dapat dicegah
sepenuhnya dan masih dicari cara penanganannya. (Wei JL, 2012)
Insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal
berkisar antara 5,7 – 90%. Dikatakan 14,4 – 50% keluhan nyeri tenggorok dan
suara serak tersebut muncul segera pada masa setelah operasi. Dari data yang di
kumpulkan oleh American Society of Anesthesiology (ASA) yang didapatkan dari
perusahaan asuransi profesional ditemukan bahwa trauma mukosa jalan nafas
yang paling sering terjadi adalah di laring (33%), faring (19%) dan esophagus
(18%). Pasien yang mengalami nyeri tenggorok dan suara serak akan pulih dalam
waktu 72 jam. Nyeri tenggorok dan suara serak bisa terjadi sendirian ataupun
bersamaan. ( Cepeda MS, 2010)
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui insiden nyeri tenggorok dan
suara serak dengan desain deskriptif prospektif telah dilakukan oleh Rina Novia

1
Di RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo pada tahun 2006. Kesimpulan pada
penelitian ini dengan teknik intubasi endotrakeal yang dilakukan pada 180 pasien
dengan didapati insiden nyeri tenggorok sebesar 51,1%, suara serak 52,8%, nyeri
tenggorok dan suara serak yang terjadi bersamaan sebesar 38,3%. ( Novia R,
2006)
Penelitan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri tenggorok akibat
pemasangan pipa endotrakeal sudah pernah dilakukan oleh I Nyoman Adnyana di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2008. Penelitian ini
menggunakan obat kumur ketamin dibandingkan dengan kontrol. Lama operasi
pada penelitian ini pada rentang 75 – 255 menit. Penelitian ini mendapatkan
bahwa penggunaan obat kumur ketamin efektif secara bermakna mengurangi
insiden nyeri tenggorok dengan besarnya pengurangan resiko absolut sebesar 47%
(pada kelompok ketamin nyeri tenggorok 31,9%, tidak nyeri 68,1%, sedangkan
pada kelompok kontrol nyeri tenggorok 78,6%, tidak nyeri 21,4%). Derajat nyeri
tenggorok dengan penggunaan obat kumur ketamin hanya sampai derajat sedang.
Pada penelitian ini obat kumur ketamin yang digunakan adalah 40 mg ketamin
dilarutkan dalam 30 ml NaCl 0,9 %. (Andnyana IN, 2008)
Bukti saat ini sampai Oktober 2013, termasuk 19 uji coba terkontrol secara
acak (1940 peserta) dalam ulasan terbaru ini. Kami menelusuri kembali
penelusuran pada bulan Februari 2015 dan menemukan empat studi yang menarik.
Kami akan membahas penelitian tersebut ketika kami memperbarui ulasan
berikutnya.) Lidocaine dimasukkan ke dalam kaf, disemprotkan ke pita suara
seseorang, atau digunakan sebagai gel dioleskan pada ujung tabung.dan
didapatkan angka kejadian nyeri tenggorokan post operasi pada pasien dengan
penurunan angka yang bermakna (Tanaka Y, 2015)
Sakit tenggorokan pasca-operasi (POST) terjadi pada 21-65% pasien.
Ketamine yang digunakan sebelumnya sebagai obat kumur untuk mengurangi
POST memiliki keterbatasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
apakah ketamin nebulised mengurangi POST.Kami melakukan uji coba terkontrol
prospektif, acak, plasebo-kontrol, dan double-blind. Setelah informed consent
tertulis, 100 pasien milik American Society of Anaesthesiologists status fisik I-II
pada kelompok usia 20-60 tahun, dari kedua jenis kelamin menjalani operasi di

2
bawah anestesi umum (GA) yang terdaftar. Pasien diacak menjadi dua kelompok;
kelompok saline (S) menerima nebulisasi salin 5,0 ml dan kelompok ketamine (K)
menerima ketamine 50 mg (1,0 ml) dengan 4,0 ml nebulisasi garam selama 15
menit. GA diinduksi 10 menit setelah selesai nebulisasi pada pasien. Pemantauan
POST dan hemodinamik dilakukan pra-nebulasi, pra-induksi, untuk mencapai unit
perawatan pasca-anestesi, dan pada 2, 4, 6, 8, 12 dan 24 jam pasca operasi. POST
dinilai pada skala empat poin (0-3).Insiden keseluruhan POST adalah 33%; 23
pasien (46%) dalam saline dan 10 pasien (20%) dalam kelompok ketamin
mengalami POST (Fisher's exact P = 0,01). Penggunaan nebulisasi ketamin
dilemahkan POST pada 2 jam dan 4 jam pasca operasi (P <0,05). Hasil utama
adalah kejadian POST pada 4 jam; 13 pasien dalam grup S dibandingkan 4 pasien
dalam kelompok K (P = 0,03) mengalami POST pada 4 jam. Sakit tenggorokan
sedang terjadi pada 6 pasien di grup S dan tidak ada pada grup K pada 2 jam,
setelah operasi (P = 0,02).Nebulasi ketamin secara signifikan mengurangi
insidensi dan tingkat keparahan POST, terutama pada periode pasca operasi awal,
tanpa efek samping. (Indian Journal of Anaesthesia, 2015)
Berdasarkan penelitian Canbay dkk pada tahun 2014 pada populasi orang
Turkey dan dikaitkan dengan potensi efek protektif dan efek antiinflamasi yang
dimiliki obat kumur ketamin efektif mengurangi insiden dan derajat nyeri
tenggorok sebesar 40% dan dilaporkan tidak ada efek samping pada penggunaan
obat ini.
Penelitan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri tenggorok sudah pernah
dilakukan oleh Nugraha AJ di RSUPNCM Jakarta pada Nopember 2007 sampai
dengan Maret 2008. Penelitian ini menggunakan obat kumur aspirin yang
diberikan sebelum pemasangan pipa endotrakeal. Penelitian ini mendapatkan
bahwa penggunaan obat kumur aspirin efektif mengurangi insiden nyeri
tenggorok dengan penurunan resiko absolut sebesar 63,5% (pada kelompok
aspirin nyeri ringan 17,46%, tidak nyeri 82,54%, pada kelompok kontrol nyeri
tenggorok 80,96%, tidak nyeri 19,04%). Obat kumur aspirin dapat mengurangi
nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal dengan lamanya operasi di bawah 4
jam. Pada penelitian ini obat kumur aspirin yang digunakan adalah tablet aspirin
300 mg yang dilarutkan dalam 20 ml NaCl 0,9%.

3
Ketamin adalah salah satu obat anestesi intravena yang sering dan sudah
lama digunakan dalam bidang anestesiologi. Menurut I Nyoman Adnyana akhir-
akhir ini data eksperimental menunjukkan bahwa ketamin dengan reseptor N-
Methyl-D-aspartate (NMDA) terdapat di Susunan Saraf Pusat dan di Saraf
Perifer, maka pemberian secara perifer antagonis reseptor NMDA seperti ketamin
mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi. Ketamin merupakan obat anestesia
yang mudah didapat di kamar operasi dan harganya relatif murah dibandingkan
dengan obat lain. Dengan potensi analgetik dan antiinflamasi pemberian ketamin
kumur sebelum intubasi endotrakeal dapat mencegah nyeri tenggorok. Ketamin
aman digunakan, efek samping minimal, ditoleransi dengan baik, dan tersedia di
kamar operasi. (Wei JL, 2012)
Dari latar belakang diatas , peneliti berkeinginan mengetahui perbandingan
penilaian nyeri tenggorokan (sore throat) pasien post operatif dengan general
anestesi pada penggunaan lidocain nebulizer dengan ketamine nebulizer di RSUP
Haji Adam Malik Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apakah didapatkan perbandingan nilai nyeri tenggorakan (sore throat)
pasien post operatif dengan general anestesi pada penggunaan lidocaine nebulizer
dan ketamine nebulizer.

1.3 HIPOTESIS
Ada perbandingan nilai nyeri tenggorakan pasien post operatif dengan
general anestesi pada penggunaan lidocaine nebulizer dan ketamine nebulizer.

1.4 TUJUAN PENELITIAN


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan nilai nyeri tenggorakan pasien post
operatif dengan general anestesi pada penggunaan lidocaine nebulizer dan
ketamine nebulizer. di RSUP Haji Adam Malik Medan

4
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mendapatkan rerata nilai nyeri tenggorokan (sore throat) pasien
post operatif dengan general anestesi pada penggunaan lidocaine nebulizer.
2. Untuk mendapatkan rerata nilai nyeri tenggorokan (sore throat) pasien
post operatif dengan general anestesi pada penggunaan ketamine nebulizer.
3. Untuk mendapatkan perbedaan nilai nyeri tenggorokan (sore throat)
pasien post operatif dengan general anestesi pada penggunaan lidocaine
nebulizer dan ketamine nebulizer.

1.5 MANFAAT PENELITIAN


1.5.1 Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan
tambahan dalam penelitian lanjutan tentang usaha-usaha penurunan angka
kejadian sore throat pasca operatif dengan general anestesi.

1.5.2 Manfaat Praktis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan
dalam penanganan nyeri tenggorakan (sore throat) pasca operatif pada keadaan
berikut:
1. Sebagai data untuk penelitian lanjutan mengenai penggunaan Lidokain
intravena dibandingkan dengan ketamin intravena dalam mengurangi atau
menurunkan angka kejadian Sore throat pasca operatif.
2. Sebagai data untuk penelitian lanjutan mengenai penggunaan Lidokain
kumur dibandingkan dengan ketamin kumur dalam mengurangi atau
menurunkan angka kejadian Sore throat pasca operatif.

1.5.3 Manfaat Pelayanan Masyarakat


1. Untuk mengurangi kejadian nyeri tenggorakan pada pasien pasca operatif
dengan pemberian lidokain nebulizer danketamin nebulizer.
2. Mendapatkan keadaan pasien tanpa nyeri tenggorakan pada saat post
operatif dengan pemberian lidokain nebulizer dibandingkan dengan
ketamin nebulizer.
3. Untuk mempercepat waktu pemulihan, karena nyeri yang meningkat dapat
meningkatkan stress metabolic sehingga dapat memperlama proses
penyembuhan.
4. Untuk menghindari timbulnya efek samping yang dapat terjadi akibat
nyeri tenggorokan pasca operasi.

Anda mungkin juga menyukai