Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis adalah penyakit yang dikarakteristikkan oleh penurunan
massa tulang dan kemerosotan mikro-arsitektural jaringan tulang,
menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang dan sebagai konsekuensinya
adalah peningkatan risiko fraktur (WHO,1994; IOF,2011).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1142/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis,
disebutkan bahwa osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan
tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya
kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah patah.
Diperkirakan lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia menderita
osteoporosis (Reginster dan Burlet,2005). Osteoporosis merupakan silent
disease yaitu secara klinis kurang terlihat jelas sampai terjadi fraktur. Data
dari WHO (World Health Organization) (2004) menyebutkan bahwa
Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta fraktur per tahun di seluruh
dunia. Sedangkan berdasarkan data dari IOF (International Osteoporosis
Foundation) (2011) fraktur akibat osteoporosis telah mengenai satu dari tiga
wanita dan satu dari lima pria berusia lebih dari 50 tahun di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil analisis data risiko
osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes yang bekerja sama dengan Fonterra
Brands Indonesia tahun 2006, menyatakan bahwa dua dari lima orang
Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Lima provinsi di Indonesia dengan
prevalensi osteoporosis tertinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa
Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%) dan
Jawa Timur (21,42%) (Kemenkes RI,2004). Salah satu penyebab tingginya
prevalensi osteoporosis tersebut adalah semakin meningkatnya Usia Harapan

1
Hidup (UHH), namun tingkat pengetahuan untuk mencegah osteoporosis
masih rendah (MenKes RI, 2008). Pada tahun 2050, jumlah penduduk berusia
lebih dari lima puluh tahun akan mengalami peningkatan sebesar 135%
sementara jumlah penduduk berusia lebih dari tujuh puluh tahun akan
mengalami peningkatan sebesar 294% (IOF, 2013) sehingga prevalensi
osteoporosis diperkirakan akan terus mengalami peningkatan.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa Defenisi Senam Osteoporosis?
2. Apa Manfaat senam Osteoporosis?
3. Apa Hal yang tidak dianjurkan pada senam osteoporosis?
4. Bagaimana Frekuensi Senam Osteoporosis?
5. Apa Faktor Resiko Osteoporosis?
6. Apa Penyebab osteoporosis ?
7. Bagaimana Pencegahan Osteoporosis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Defenisi Senam Osteoporosis.
2. Untuk mengetahui Manfaat senam Osteoporosis.
3. Untuk menegetahui Hal yang tidak dianjurkan pada senam
osteoporosis.
4. Untuk mengetahui Frekuensi Senam Osteoporosis.
5. Untuk mengetahui Faktor Resiko Osteoporosis.
6. Untuk mengetahui Penyebab osteoporosis.
7. Untuk mengetahui Pencegahan Osteoporosis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Senam Osteoporosis


Osteoporosis adalah penyakit yang dikarakteristikkan oleh penurunan
massa tulang dan kemerosotan mikro-arsitektural jaringan tulang,
menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang dan sebagai konsekuensinya
adalah peningkatan risiko fraktur (WHO,1994; IOF,2011).
Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot,
tulang dan latihan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan-
permainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan
(Tilarso, 1988). Senam osteoporosis merupakan kombinasi beberapa jenis
latihan yang bersifat aerobik dengan benturan ringan, latihan kekuatan dengan
menggunakan beban di kedua tangan, latihan keseimbangan dan latihan
pernafasan.
Senam osteoporosis merupakan gabungan beberapa latihan dengan
berbagai manfaat seperti erobik low impact yang berguna untuk meningkatkan
kebugaran jantung dan paru.

2.2 Manfaat senam Osteoporosis


Gerakan aerobik pada senam osteoporosis yang berbeban berat badan
akan bermanfaat pada kepadatan tulang punggung, pinggang dan pinggul, dan
bila latihan tersebut dilakukan dengan duduk dikursi akan aman untuk sendi
panggul dan sendi lutut. Latihan kekuatan otot dengan menggunakan beban di
kedua tangan masing-masing beratnya 0,5 – 1 Kg akan bermanfaat
mengurangi resiko patah tulang pada pergelangan tangan.
Latihan keseimbangan mencegah usia lanjut agar tidak mudah jatuh
latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati benar dan perlahan-lahan. Latihan
pernafasan sangat.baik dilakukan karena menghirup oksigen yang banyak ke
dalam otot-otot, pembuluh darah, kepala/otak, jantung dan paru-paru, yang

3
akan menambah ketenangan dalam menjalani kehidupan atau aktivitas sehari-
hari dan menambah energi, serta pengendalian stress.
Ditegaskan bahwa melakukan senam osteoporpsis juga dapat menjaga
postur tubuh, menjaga kelenturan dan pergerakan otot, meningkatkan kerja
jantung dan paru-paru, menjaga keseimbangan tubuh, melatih koordinasi
anggota gerak. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik apapun yang
dihasilkan oleh otot dan rangka yang memerlukan atau membutuhkan
pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat, yang diukur dalam
jumlah kilo kalori (Public Health, 1985).

2.3 Hal yang tidak dianjurkan pada senam osteoporosis


1. Gerakan membungkuk. Misalnya Sit Up/meraih jari-jari kaki berdiri
sambil membungkuk ke depan dari pinggang dengan pinggang
melengkung
2. Gerakan naik turun dingklik atau step aerobik
3. Gerakan memutar badan/twisting misalnya memutar ke kanan dan ke
kiri tidak boleh lebih dari sudut 90 derajat, tetapi boleh 30 derajat
sampai 45 derajat
4. Gerakan terlalu lama berdiri
5. Gerakan yang terlalu cepat
6. Mengangkat beban dengan ayunan punggung
7. Duduk dengan punggung membungkuk

2.4 Frekuensi Senam Osteoporosis


Frekuensi latihan olahraga yaitu tiga kali seminggu, maksimal
intensitas 50-70% VO2 maks dan frekuensi denyut nadi yaitu 110-120

(Sukarman, 1987). Untuk individu dengan tingkat kebugaran yang rendah,


tiga sesi perminggu pada hari yang bergantian sudah cukup untuk
meningkatkan kesehatan (Jackson et.al, 1986). Jika intensitas dan durasi
latihan bertambah, frekuensi juga harus bertambah bila penigkatan ingin

4
diteruskan (Pollock, 1973). Pembahasan penelitian mendapati bahwa
perubahan kebugaran berkaitan langsung dengan frekuensi latihan, walaupun
dianggap tidak tergantung pada efek intensitas, durasi, lama program, dan
tingkat kebugaran awal (Wenger & Bell, 1986). Individu yang tidak terlatih
pada kenyataan membutuhkan waktu 48 jam untuk beradaptasi dan pulih
dengan ransangan latihan (Fleck & Kraemer, 1987).

2.5 Faktor Resiko Osteoporosis

 Wanita

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini


disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya
dalam tubuh sejak usia 35 tahun Pencegahan lebih awal terhadap
penyusutan tulang pada wanita sebelum menopause akan
memperlambat proses penyusutan tulang, seperti diketahui bahwa
penyusutan tulang telah terjadi sejak usia 30-40 tahun, disinilah
pentingnya pemeriksaan marker tulang (Nugroho, 2008).

 Usia

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan


pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh
sejak usia 35 tahun Pencegahan lebih awal terhadap penyusutan tulang
pada wanita sebelum menopause akan memperlambat proses
penyusutan tulang, seperti diketahui bahwa penyusutan tulang telah
terjadi sejak usia 30-40 tahun, disinilah pentingnya pemeriksaan
marker tulang (Nugroho, 2008).
 Gaya hidup kurang baik

Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya


mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman

5
parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah. Minuman
berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang
keropos, rapuh dan rusak.

Malas Berolahraga. Wanita yang malas bergerak atau olahraga


akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa
tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin
banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk
membentuk massa.

Merokok Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit


osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat
nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain
penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon
estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang
tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan

2.6 Penyebab osteoporosis


1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia
di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun
lebih lambat.Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Senilis

Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan


dengan usia dan ketidak seimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilisberarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi

6
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis pada postmenopausal
(Suryati, 2006 )

3. Osteoporosis Sekunder

Ini dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang


disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.

4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak


diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.7 Pencegahan Osteoporosis
1) Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya terbaik, paling murah dan mudah.

 Kalsium

Kalsium dibutuhkan untuk mineralisasi tulang, sehingga menjadi


kuat. Makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau,
jeruk, citrun, susu, keju, yoghurt

7
 Latihan atau Aktivitas Fisik (Exercise Therappy)

Latihan fisik harus ada unsur pembebanan pada tubuh atau anggota
gerak dan penekanan pada tulang, seperti berjalan, jogging, aerobik,
atau naik turun tangga. Latihan yang sangat berlebihan sangat tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu menstruasi (menjadi
amenorrhea) karena akan meningkatkan massa tulang.

 Terapi Latihahn atau Latihan yang Dianjurkan

Jalan dan berenang dianjurkan setiap hari 30 menit. Kalau sudah


cukup terlatih, latihan dapat ditingkatkan dengan jarak yang lebih
jauh, tetapi waktu yang sama serta bersepeda dengan mengikuti
pedoman untuk tiap-tiap individu, termasuk postur, beban, tingginya
dudukan, tahanan dan kecepatannya.

 Hindari Faktor-faktor sebagai berikut:

Menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan pengrusakan tulang,


atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, peminum
alkohol, pemberian obat seperti kortikosteroid maka suplemen kalsium
harus ditambahkan.
2) Pencegahan Sekunder

 Konsumsi Kalsium.

 Estrogen Repleacement Therapy (ERT) atau Terapi Sulih Hormon


(TSH). Semua wanita pada saat menopause mempunyao resiko
osteoporosis, karenanya dianjurkan pemakaian IRT pada mereka
yang tak ada kontraindiksi.

8
 Latihan. Latihan fisik bagi penderita osteoporosis, bersifat spesifik
dan individual, memperhatikan berat ringannya osteoporosis
sehingga perlu mendapat supervise dari tenaga medis/fisioterapi
individu per individu.

 Intervensi fisioterapi secara spesifik berdasarkan kajian


problematik.

 Kalsitonin. Bekerja menghambat pengeroposan tulang dan


diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan IRT.

 Vitamin D yang fungsi utamanya untuk membantu penyerapan


kalsium diusus.

3) Pencegahan Tersier

Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, jangan dibiarkan


berbaring terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana pergerakan,
mulai dari pergerakan pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri.
2.8 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktifitas Fisik

Senam aerobik adalah bentuk latihan atau gerakan yang dilakukan


berulang-ulang kali dan menggunakan kumpulan otot-otot besar sekurang-
kurangnya 15 menit dan membutuhkan oksigen sebagai sumber tenaga
(Sadoso. 1996). Senam aerobik yang pelaksanaannya mirip latihan aerobik
berupa jalan, jogging dan lari dapat merangsang kerja jantung dan paru serta
peredaran darah.

Peningkatan daya tahan jantung paru (daya tahan cardiorespirasi)


dapat dijadikan sebagai indikator tunggal untuk menentukan tingkat
kebugaran jasmani seseorang antara lain pengukuran VO2maks secara tidak

langsung. Senam osteoporosis adalah gerakan aerobik dengan benturan ringan

9
(low impact) yang bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang, kekuatan
otot, keseimbangan, kelenturan dan independensi.

Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan


pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik
dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat, bugar
sepanjang hari (Pusat Promosi Depkes. RI, 2006). Tingkat aktifitas fisik
dalam populasi diperkirakan tidak aktif secara fisik 30,5%, aktif tapi tidak
teratur 28,5%, aktif secara teratur tidak intensif 31,5%, aktif secara teratur,
intensif 9,1%.

Hidup aktif membutuhkan aktifitas fisik yang teratur dan hanya 40%
populasi yang mendapatkan keuntungan fisik dan mental. Ketidak-aktifan
fisik dapat membahayakan kesehatan dengan demikian Senam Osteoporosis
diyakini dapat meningkatkan aktifitas fisik lanjut usia.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan


densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan
proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang
yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi
mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
musculoskeletal).

Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot,


tulang dan latihan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan-
permainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan
(Tilarso, 1988).Faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu wanita, usia dan
gaya hidup kurang baik.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini,kami berharap agar kita senantiasa


memiliki gaya hidup sehat dan memahami tentang faktor resiko osteoporosis
dan daapat menerapkan senam osteoporosis pada lansia.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi


dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesi;
2014.

2. Boedhi Darmojo. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi
4.Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2009. 3-13p.

3. Wahyunita VD, Fitrah. Memahami Kesehatan Pada Lansia. Jakarta: CV.


Trans Info Media; 2010.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menyongsong Lanjut Usia Tetap


Sehat dan Berguna 2010 (19 N0vember 2015). Available from:
www.depkes.go.id

5. Abrams WB, Berkow R. The Merck Manual Geriatric, jilid Satu. Tanggerang
Selatan: BINARUPA AKSARA Publisher; 2013. 164 p

12

Anda mungkin juga menyukai