Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN DENGAN NYERI

AKIBAT ARTHRITIS RHEUMATOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


MRANGGEN III

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya

Keperawatan

Anita Ulil Uswah

P1337420117015

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk di
Indonesia, berimbas pula dengan peningkatan UHH (Usia Harapan Hidup) pada
rakyatnya. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia mencapai pada 64,5 tahun
dengan presentasi lansia sebanyak 7,56%, lalu mengalami peningkatan pada 11
tahun kemudian yaitu menjadi 69,65 tahun dengan presentasi lansia sebesar
7,58%. Karena adanya peningkatan populasi lansia, sehingga pemerintah harus
menyediakan program yang dapat membantu lansia. Agar kedepannya dapat
berperan dalam pembangunan Indonesia. Salah satu dari program
pembangunan tersebut juga terdapat di bidang pelayanan kesehatan (Kemenkes
RI, 2017).
Pada penerapannya, pelayanan kesehatan haruslah mendukung kondisi
para lansia. Karena pada sisi lain, lansia sangat memperhatikan mengenai
sarana prasarana yang berguna bagi dirinya. (Khozin & Mutmainah, 2019).
Karena yang kita ketahui, bahwa lansia sudah mengalami penurunan fungsi
organ, sehingga jika hal-hal seperti yang diatas menyusahkan lansia maka akan
merugikan lansia tersebut. Selain karena akan menyusahkan lansia, imbas lain
karena penurunan organ pada dirinya juga menyebabkan lansia mudah untuk
terserang peyakit. Salah satu penyakit yang menyerang lansia adalah penyakit
radang sendi seperti, Arthritis Rheumatoid (Aspiani, 2014).
Menurut American College Rheumatology (2019), Arthritis Rheumatoid
merupakan penyakit radang sendi yang dikategorikan dalam penyakit
autoimun. Penyakit ini menyerang sekitar 1 dari 100 orang didunia. Bila tidak
ditangani dengan benar, maka akan mengakibatkan kecatatan bagi penderitanya
bahkan bisa berujung pada kematian. Arthritis Rheumatoid termasuk dalam
salah satu penyakit yang terkelompok dalam penyakit jaringan penyambung
difus yang diperantarai oleh imunitas (Ningsih & Lukman, 2013).
Di dunia sendiri, prevelensi Arthritis Rheumatoid yang tertinggi berada di
negara Amerika sebesar 7% (Suarjana, 2009). Dari tahun ke tahun jumlah
Arthritis Rheumatoid sendiri mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 sendiri
yang berkisar 2,6 juta untuk laki-laki serta untuk wanita 12,21 juta mengalami
peningkaan pada tahun 2010 menjadi 3,16 juta pada laki-laki dan 14,87 juta
pada wanita (Rudan dkk, 2015). Bahkan jika ditotal kemungkinan penderita
penyakit Arthritis Rheumatoid seluruh dunia sudah mencapai 335 juta jiwa, dan
akan diperkirakan meningkat pada tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%
mengalami kelumpuhan (Wiyono, 2010).
Dalam data yang tercantum pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 jumlah
penyakit sendi di Indonesia sendiri mencapai 7,3% dengan penduduk yang
berumur lebih dari 15 tahun. Dengan jumlah penderita tertinggi yang diduduki
oleh Provinsi Aceh sebesar 13,3% dan pada Provinsi Sulawesi Barat terendah
yaitu sebesar 3,2%. Pada prevelensinya, penyakit sendi di Indonesia banyak
terjadi pada kalangan usia 65 tahun keatas, dengan jumlah pasien wanita yang
lebih banyak sebesar 8,5% daripada pasien laki-laki sebesar 6,1% (Kemenkes
RI, 2018)
Pada data tahun 2018, di Jawa Tengah tercatat sekitar 7% penderita
Arthritis Rheumatoid berdasarkan diagnosis dokter. Ini merupakan suatu
penurunan, karena pada 2013 tercatat sekitar 11% penderita Arthritis
Rheumatoid (Kemenkes RI, 2018). Di Demak sendiri Arthritis Rheumatoid
masuk ke dalam 10 besar penyakit pada laporan kunjungan pasien rawat jalan
di seluruh puskesmas se Demak. Dengan jumlah kunjungan sebanyak 86.794
dan presentase sebanyak 16.78% (Dinkes Kabupaten Demak, 2014).
Pada study pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Mranggen III,
didapatkan data adanya kenaikan pada jumlah penderita Arthritis Rheumatoid
setiap bulannya. Secara keseluruhan pada 6 bulan terkakhir di tahun 2019 ini
sudah tercatat sebanyak 1.024 kasus. Pada bulan Januari sendiri tercatat
sebanyak 122 kasus, pada bulan maret sebanyak 184 kasus dan pada bulan Juli
sebanyak 111 kasus (Puskesmas Mranggen III, 2019).
Arthritis Rheumatoid jika dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan sendi
bahkan sampai kecacatan. Hal tersebut dikarenakan adanya reaksi peradangan
pada bagian persendian yang karenanya menimbulkan berbagai masalah pada
penderitanya. Seperti adanya penurunan kekuatan otot yang menyebabkan
terhambatanya mobilitas fisik penderita, lalu juga terjadinya deformitas atau
kelainan bentuk sendi sehingga mengganggu citra diri penderitanya, dan satu
yang pasti terjadi adalah nyeri. Nyerinya dapat mucul apabila adannya suatu
rangsangan yang mengenai reseptor nyeri (Yuliati, et.alw., 2013). Nyeri pada
Arthritis sendiri sering terjadi pada persendian. Nyeri di sendi inilah yang
nantinya akan dapat berakibat pada kualitas hidup lansia termasuk gangguan
aktivitas fungsional lansia (Nurhidayah, 2012). Karena terganggunya aktivitas
fungsional lansia sehingga menyebabkan penurunan lingkup gerak sendi (LGS)
(Mirza, 2012).
LGS ialah gerakan pada bagian tubuh yang dilakukan oleh beberapa otot
yang dapat menggerakkan tulang-tulang pada persendian dalam berbagai pola
dan rentang gerak. Kekuatan otot tadi merupakan kekuatan yang berasal dari
luar. Untuk mempertahankan LGS sendiri, sendi harus dalam keadaan normal
dan juga otot harus digerakkan secara optimal dan teratur. Aktivitas LGS juga
dianjurkan sebagai terapi yang dapat mempertahankan pergerakan sendi dan
jaringan lunak, mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, serta
meminimalkan kontraktur (Santoso, 2009).
Penatalaksanaan nyeri sendi dapat dilakukan secara farmakologis dan
nonfarmakologis. Menurut American College Rheumatology (2012) biasanya
terapi farmakologi digunakan untuk yang terkena serangan akut. . Untuk kasus
ringan hingga menengah (dengan nilai visual analogue scale ≤6 dari skala 0-
10) direkomendasikan terapi tunggal dengan menggunakan anti-inflamasi
nonsteroid (OAINS), kortikosteroid sistemik atau colchine oral. Bila nyeri
dirasakan sangat berat (skor 7-10), dapat digunakan terapi kombinasi dari obat
diatas. Lalu pada terapi nonfarmakologinya sendiri bisa dengan diberikan
kompres hangat ntuk mengurangi nyeri akibat peradangan (Fadlilah &
Widayati, 2018). Selain kompres juga bisa dengan melakukan latihan gerakan
Range of motion (ROM) gerakan pemanasan (stretching), dan latihan kekuatan
untuk menjaga fungsi maksimal dari persendian (Wahyu Widyanto, 2017).
Range Of Motion (ROM) merupakan latihan rentang gerak pada sendi, juga
menyatakan bahwa terdapat pengaruh latihan ROM terhadap fleksibilitas sendi
lanjut usia. ROM mampu (1) menjaga kekuatan otot, (2) menjaga pergerakan
persendian, (3) melancarkan aliran darah, (4) menghindari terjadinya kelainan
bentuk. Latihan ROM mengakibatkan peningkatan peredaran darah ke dalam
kapsula sendi dan meningkatkan fleksibiltas persendian sehingga nyeri dapat
berkurang bahkan teratasi (Suratun, 2008). Kemudian, adanya kesadaran untuk
memperbaiki hasil dari ROM baik dilakukan dengan pasif maupun aktif, dapat
menjadi salah satu langkah mengatasi masalah degeneratif pada lansia yang
mengalami Arthritis Rheumatoid.

Pada penelitian yang dilakukan Siti Fadlilah dan Ririn Wahyu Widayati
mengeni Efektifitas kompres bawang merah terhadap nyeri sendi lansia,
didapatkan hasil sebanyak 15 responden mengalami penurunan skala nyeri
sendi. Dengan hasil rata-rata hasil rata-rata skala nyeri sebelum dan sesudah
kompres bawang merah adalah 5,2 dan 2,4 dengan selisih mean 2,8. Pada
intervensi ini dilakukan selama 1 minggu atau 7 hari berturut-turut. Tapi
sayangnya penelitian ini masih memiliki kekurangan yaitu pada saat
implementasi banyak dari responden yang mengeluhkan bau yang menyengat
dari bawah merah. Selain itu juga sebelum digunakan bawang yang akan
digunakan harus dicuci berkali-kali..
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Maruli Taufandas, Elsye
Maria Rosa, dan Moh.Afandi tentang Pengaruh Range Of Motion Untuk
Menurunkan Nyeri Sendi Pada lansia Dengan Osteoartritis di Wilayah Puskesmas
Godean I Sleman Yogyakarta, didapatkan hasil dari sebanyak 36 responden
mengalami penurunan skala nyeri setelah dilakukan ROM selama 2 kali dalam
seminggu.
Peran keluarga sendiri pada penderita Arthritis Rheumatoid yaitu sebagai
motivator. Dalam hal ini keluarga memiliki tugas sebagai pengingat bagi
penderita untuk tidak memakan makanan yang merugikan bagi penyakitnya.
Seperti halnya penderita yang masih memakan makanan yang mengandung
purin, maka keluarga mempunyai tugas untuk mengingatkan dan memotivasi
penderita untuk menghindari makanan tersebut (Ayuningtiyas, 2019). Serta
juga pada tindakan ROM keluarga diharapkan juga dapat mengatur dan
mendampingi penderita Arthritis Rheumatoid mengenal latihan ROM, agar
nantinya untuk dapat mempercepat kesembuhan penderita (Manurung, 2018).
Dari hasil data diatas maka penulis akhirnya mengambil kasus
mengenai “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan klien nyeri akibat Arthritis
Rheumatoid di Puskesmas Mranggen III”
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga dengan klien nyeri akibat Arthritis
Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen III?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga dengan klien nyeri akibat
Arthritis Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen III.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan hasil pengkajian pada klien dengan Arthritis
Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen III.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan nyeri pada klien dengan Arthritis
Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen III.
c. Menggambarkan perencanaan untuk mengatasi diagnosia keperawatan
nyeri pada klien dengan Arthritis Rheumatoid di wilayah kerja
Puskesmas Mranggen III.
d. Menggambarkan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi nyeri pada klien dengan Arthritis Rheumatoid di wilayah
kerja Puskesmas Mranggen III.
e. Menggambarkan evaluasi masalah keperawatan nyeri klien dengan
Arthritis Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen III.
f. Membahas hasil pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
diagnosis pada klien Arthritis Rheumatoid, melalui proses komparasi 2
kasus berdasarkan telaah / kajian pustaka yang relevan.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan KTI diharapkan memberikan masukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan praktik dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
klien dengan Arthritis Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Mranggen
III.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung mengenai
pengelolaan nyeri pada klien Arthritis Rheumatoid.
b. Bagi Instansi Pendidikan
Dapat menjadi sumber bacaan atau referensi serta sebagai sumber
kepustakaan guna meningkatkan kualitas keperawatan pada klien
pengelolaan nyeri akibat Arthritis Rheumatoid.
c. Bagi Klien
Diharapakan dengan hasil penelitian ini dapat membantu klien dalam
melakukan pengelolaan nyeri yang semestinya pada klien Arthritis
Rheumatoid.

Anda mungkin juga menyukai