Anda di halaman 1dari 12

Beberapa penyebab utama kematian maternal adalah:

1. Hipertensi.

2. Perdarahan pascapersalinan.

3. Infeksi dalam kehamilan seperti abortus septik dan sepsis puerperalis

4. Perdarahan antepartum.

5. Infeksi yang bukan karena kehamilan, seperti AIDS dan malaria.

6. Penyakit yang sudah ada sebelumnya, seperti penyakit jantung.

Umur Ibu

Umur ibu pada waktu hamil

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kelangsungan kehamilan

dan juga merupakan salah faktor risiko

terjadinya hipertensi.Umur ibu yang terlalu

muda (kurang dari 20 tahun) memiliki

risiko yang besar untuk terjadinya

hipertensi,hal ini disebabkan karena ibu

yang hamil pada usia yang terlalu muda dari

segi biologis perkembangan alat-alat

reproduksinya belum optimal sedangkan

pada usia tua ( > 35 tahun)akan menambah

terjadinya komplikasi kehamilan,penelitian

menunjukkan bahwa dengan bertambahnya

umur Ibu mengakibatkan absorbsi tubuh

cenderung memburuk dan alat

reproduksinya sudah mulai degenerasi

sehingga memungkinkan terjadinya

komplikasi.

Dengan bertambahnya umur, risiko

terkena hipertensi menjadi lebih besar

sehingga prevalensi hipertensi dikalangan


usia lanjut cukup tinggi. Tingginya

hipertensi sejalan dengan bertambahnya

umur, hal ini disebabkan oleh perubahan

struktur pada pembuluh darah besar,

sehingga lumen menjadi lebih sempit dan

dinding pembuluh darah menjadi lebih

kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya

tekanan darah sistolik.

Penelitian yang dilakukan oleh Taufik

I (2004) menunjukkan adanya hubungan

umur ibu terhadap faktor risiko hipertensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sudarmini

Syam (2008) di Rumah Bersalin Baji

Minasa menunjukkan bahwa umur ibu

merupakan factor risiko hipertensi.

Status Bekerja Ibu

Pekerjaan yang dilakukan oleh ibu

hamil haruslah bersifat ringan, tidak

melelahkan ibu dan tidak mengganggu

kehamilannya. Pekerjaan dinas misalnya

guru dan pegawai kantor, berdagang

maupun tenaga-tenaga perawat boleh

meneruskan pekerjaannya sampai waktu

cuti hamil asal saja ingat akan pekerjaan

yang sifatnya memberatkan. Pekerjaan

yang sifatnya mengganggu kehamilan

dihindarkan misalnya pekerjaan di pabrik

rokok, percetakan atau pabrik-pabrik

lainnya yang mengeluarkan zat-zat yang

dapat menggangu janin dalam


kandungannya.

Pekerjaan adalah sesuatu yang

dilakukan, diperbuat, dikerjakan untuk

mendapatkan nafkah atau menghasilkan

uang. Jadi pekerjaan yang dilakukan akan

mempengaruhi besar kecilnya pendapatan

seseorang, tetap atau tidaknya menerima

penghasilan dan waktu menerima gaji atu

upah “labour fource concept” yang

digolongkan bekerja adalah mereka yang

melakukan pekerjaan untuk menghasilkan

barang-barang atau jasa-jasa dengan tujuan

untuk memperoleh penghasilan atau

keuntungan bila mereka bekerja penuh

maupun tidak bekerja penuh. Sehubungan

antara pekerjaan dan distribusi dan

frekuensi masalah kesehatan telah sejak

lama diketahui. Pekerjaan lebih banyak

dilihat dari kemungkinan keterpaparan

tersebut serta besarnya resiko menurut sifat

pekerjaan, juga akan berpengaruh pada

lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi

karyawan pada pekerjaan tertentu.

Interaksi manusia sebagai pekerja

dengan pekerjaan dan lingkungan kerja

dapat menyebabkan efek positif kepada

pekerja,atau efek yang sebaliknya.Hampir

setiap pekerjaan selalu memiliki ”agen

stress ”yang potensial.Pada

umumnya,stress pada pekerja terjadi karena

interaksi pekerja dengan pekerjaan atau


lingkungan kerja,yang ditandai dengan

penolakan diri sehingga terjadi

penyimpangan secara fungsional.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sudarmini

Syam (2008) di Rumah Bersalin Baji

Minasa menunjukkan bahwa status bekerja

ibu merupakan faktor risiko hipertensi.

Penelitian yang dilakukan oleh

Taufik I (2004) menunjukkan adanya

hubungan status bekerja ibu terhadap faktor

risiko hipertensi.

Konsumsi Fast Food

Oleh karena fast food tidak

memenuhi kriteria gizi seimbang:

kandungan kalori sangat tinggi, terutama

dalam bentuk karbohidrat, lemak dan

protein. Akibatnya, konsumsi yang tinggi

akan menyebabkan risiko obesitas semakin

tinggi. Dalam jangka panjang obesitas bisa

memicu timbulnya berbagai penyakit, seperti diabetes dan jantung koroner. Selain

itu kadar garam yang tinggi bisa memicu

hipertensi (darah tinggi).

Fast food sering dijadikan kambing

hitam penyebab penyakit

jantung ,hipertensi ,penyumbatan pembuluh

darah ,dan sebagainya. Perlu diingat bahwa

Fast food adalah juga makanan bergizi

tinggi .Yang menyebabkan fast food di

anggap negatif adalah karena

ketidakseimbangnya. Hal ini dengan mudah


bisa kita lihat dari besarnya porsi daging

ayam atau buger yang di sajikan. Fast food

umumnya juga miskin akan sayur .Selain

fast food juga disinyalir sebagai makanan

tinggi garam dan rendah serat. Tersedianya

garam meja di restoran fast food akan

mendorong konsumen untuk mengkonsumsi

ekstra garam. Padahal garam ini menjadi

faktor risiko minculnya penyakit

hipertensi ,khususnya bagi individu-

individu yang sensitif terutama ibu hamil.

Fast food yang mengandalkan

pangan hewani ternak sebagai menu utama

tak ayal lagi juga merupakan pangan

sumber lemak dan kolesterol. Fried chicken

yang umumnya di goreng denga kulitnya

mengandung kolesterol cukup

tinggi .Lemak dan kolesterol memang

diperlukan oleh tubuh kita, namun bila

dikonsumsi berlebihan akan mendatangkan

gangguan kesehatan seperti terjadinya

penyumbatan darah. Konsumsi lemak

hendaknya di batasi maksimum 25% dari

kebutuhan kalori atau sekitar 500-550

Kalori. Sedangkan konsumsi kolesterol

adalah 300 mg/orang/hari.

Garam dapur sebagai salah satu

sumber utama natrium, selalu ada pada

makanan yang kita santap. Tubuh memang

butuh natrium, tetapi bila berlebihan akan

menjadi salah satu penyebab hipertensi.


Natrium atau sodium merupakan salah satu

mineral penting bagi tubuh. Kadar natrium

di dalam tubuh sekitar 2 persen dari total

mineral. Tubuh orang dewasa sehat

mengandung 256 gram senyawa natrium

klorida (NaCl) yang setara dengan 100

gram unsur natrium. Kadar natrium normal

pada serum 310-340 mg/dL.

Tingkat konsumsi natrium cenderung

sangat tinggi. Tingkat konsumsi natrium di

Amerika Serikat mencapai 4.000-5.000 mg/

hari. Tingginya konsumsi natrium di AS

disebabkan tingginya konsumsi fast food,

sehingga hipertensi merupakan pembunuh

paling mematikan. Di Jepang, konsumsi

garam dapur sangat luar biasa, yaitu sekitar

25-35 gram/hari. Padahal, menurut ahli gizi,

orang dewasa idealnya makan garam 6

gram sehari dan anak-anak hanya 3 gram

garam per hari. Tingginya konsumsi garam

di Jepang karena sebagian besar makanan

berasal dari hewan laut, yang menyebabkan

84 persen pria dewasa di Jepang dipastikan

menderita hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh

Taufik I (2004) menunjukkan adanya

hubungan konsumsi fast food terhadap

faktor risiko hipertensi. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sudarmini Syam (2008) di Rumah

Bersalin Baji Minasa menunjukkan bahwa

konsumsi fast food merupakan faktor risiko


hipertensi.

Antenatal Care

Pemeriksaan kehamilan yang

dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu

dan janin secara berkala, yang diikuti

dengan upaya koreksi terhadap

penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya

adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat

melalui masala kehamilan, persalinan, nifas

dengan baik dan selamat serta

menghasilkan bayi yang sehat.

Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh

tenaga yang terlatih dalam kebidanan, yaitu

pembantu bidan, bidan, dokter dan perawat

yang terlatih. Kehamilan merupakan suatu

proses reproduksi yang perlu perawatan

khusus, agar dapat berlangsung dengan

baik. Kehamilan menyangkut kehidupan

ibu dan janin. Risiko kehamilan ini bersifat

dinamis, karena ibu hamil pada mulamya

normal secara tiba-tiba dapat menjadi

berisiko tinggi. Ibu hamil yang memiliki

kunjungan pada tempat pelayanan

kesehatan kurang dari 4 kali (K4) pada

trisemester berisiko melahirkan bayi berat

badan lahir rendah dibandingkan dengan

ibu hamil yang memiliki kunjungan pada

tempat pelayanan kesehatan lebih dari 4

kali pada trisemester tidak berisiko

melahirkan bayi berat badan lahir rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan


penelitian yang dilakukan oleh Sudarmini

Syam (2008) di Rumah Bersalin Baji

Minasa menunjukkan bahwa lebih banyak

dari ibu yang kurang memanfaatkan

pemeriksaan pada masa kehamilan dan

merupakan kelompok berisiko (51,4%).

Pemeriksaan kehamilan yang lengkap

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

jika ibu telah melaksanakan pemeriksaan

antenatal secara lengkap dan teratur mulai

dari pemeriksaan kala 1 (KI) sampai kala 4

(Kala IV). Jadi frekuensi kunjungan ibu ke

pelayanan kesehatan pada masa kehamilan

harus dilaksanaka minimal 4 kali.

Pemeriksaan antenatal merupakan

salah upaya untuk mendeteksi faktor resiko

terjadi resiko terhadap bahaya-bahaya

kelangsungan kehamilan dan persalinan

terutama penyakit hipertensi. Pemeriksaan

antenatal penting untuk mendetekasi sedini

mungkin sehingga tindakan preventif

maupun kuratif dapat dilakukan dengan

baik. Pemeriksaan antenatal berupa

pelayanan 7 T minimal 4 kali selama

kehamilan bertujuan untuk memperoleh

kepastian bahwa kehamilan berakhir

dengan persalinan normal. Penelitian yangdilakukan oleh Taufik I (2004)

menunjukkan adanya hubungan antenatal

care terhadap faktor risiko hipertensi. Commented [61]:

Faktor penyebab perdarahan postpartum


antara lain atonia uteri, retensio plasenta,

laserasi jalan lahir, dan kelainan penyakit

darah. Adapun faktor-faktor predisposisi

perdarahan postpartum menurut Varney

(2008) antara lain paritas, umur kehamilam,

jarak persalinan, peregangan uterus berlebih

(makrosomia, gemeli dan polihidramnion),

partus presipitatus, induksi oksitosin,

riwayat seksio sesaria, riwayat perdarahan

postpartum dan kala I dan II yang

memanjang.Sedangkan menurut

Winkjosastro (2007) faktor obstetric

perdarahan postpartum antara lain riwayat

perdarahan postpartum, partus lama, anemia

dan penanganan yang salah pada kala III.

Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan,

eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah

tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi abor-

si, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa

diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertang-

gung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian

besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi

karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini

mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap

ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi

obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.

Eklampsia merupakan penyebab utama kedua ke-

matian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indone-

sia (rata-rata dunia adalah 12 persen)5

. Pemantauan
kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menja-

min akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu
karena

eklampsia.

Aborsi yang tidak aman. bertanggung jawab

ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (rata-

rata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya

dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses

terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta

perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari

SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen

kelahiran tidak diinginkan.

Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontra-

sepsi modern memainkan peran penting untuk

menurunk an kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI

2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak

terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontra-

sepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak

mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka

pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence

Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992

menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 5.2 dan

Tabel 5.1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002–

2003 menunjukkan angka 60.3 persen.

Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kema-

tian ibu sering terjadi karena kebersihan (hygiene)

yang buruk pada saat persalinan atau karena pe-

nyakit menular akibat hubungan seks yang tidak

diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen ke-

matian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini

terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang


bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar

dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama,

yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian

ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan

oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan

gangguan kontraksi uterus.

Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan

terlatih. Pola penyebab kematian di atas menun-

jukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal

darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam

upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian

besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih

dapat membantu mengenali kegawatan medis dan

membantu keluarga untuk mencari perawatan daru-

rat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen

pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002.7

Akan

tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan

Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35

persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 per-

sen, pada 20028

(Tabel 5.2 dan 5.3). Proporsi ini juga

berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapat-

an. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga

kesehatan, sementara pada golongan berpendapat-

an rendah hanya 21,39

persen. Hal ini menunjukkan

tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan

kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga


terlatih terutama bidan.

Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu

dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit

menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepati-

tis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi

anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu

51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia

pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terha-

dap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan

risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan

berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kema-

tian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkon-

tribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada

2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men deri-

ta KEK.11 Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidik-

an, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kese-

hatan dan transportasi juga berkontribusi secara

tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan

ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlam-

bat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya

dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta

dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, ter-

lambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi

geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlam-

bat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai

di tempat rujukan.

Anda mungkin juga menyukai