Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

MODUL TREMOR
MATA KULIAH SISTEM ENDOKRIN METABOLIK

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
KETUA KELOMPOK Andi Masyita Putri
ANGGOTA KELOMPOK Rahmayanti S (Scriber)
Mulkiyah Zul Fadhilah (Notulen)
Muhammad Zulfikar
Dwi Prihati Ningsi Ikro
Muhammad Ikbal Gusman
Husnul Khatimah Sanusi
Dzakiyyah Anwar
Muhammad Iyad Atsil Wahab
Rezky Amalia Basir

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASAR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berkat limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan
dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada tutor kami yang telah membantu dan membimbing kami, serta
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini dengan baik.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penyusunan dan penulisan laporan PBL ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat positif sangat
kami butuhkan untuk perbaikan pembuatan laporan PBL selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan PBL Modul
Tremor ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 29 Oktober 2019

Kelompok 1

i|PBL TREMOR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. KASUS ................................................................................................. 1
1.2. KATA/KALIMAT KUNCI ................................................................ 1
1.3. DAFTAR PERTANYAAN .................................................................. 1
1.4. LEARNING OBJECTIVE .................................................................. 2
1.5. PROBLEM TREE ............................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI TREMOR .......................................................................... 4
2.2. KLASIFIKASI TREMOR ................................................................ 5
2.3. ETIOPATOMEKANISME TREMOR ............................................ 5
2.4. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI ORGAN TERKAIT ....... 7
2.5. PATOMEKANISME DARI TIAP GEJALA ................................ 42
2.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS ........................................................... 45
2.7. DIAGNOSIS BANDING .................................................................. 46
2.8. INTEGRASI KEISLAMAN ........................................................... 78
BAB II PENUTUP
3.1. TABEL DIAGNOSIS BANDING ................................................... 80
3.2. KESIMPULAN ................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 82

ii | P B L T R E M O R
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KASUS
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
tangan sering bergetar. Kaluhan disertai rasa berdebar-debar, sulit tidur,
diare, dan sering merasa kepanasan. Ia mengeluh juga nafsu makan
meningkat, tapi berat badan tidak bertambah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg dan ada benjolan pada leher.

1.2. KATA/KALIMAT KUNCI


1. Laki-laki 58 tahun
2. Tangan sering bergetar
3. Berdebar-debar
4. Sulit tidur
5. Diare
6. Sering merasa kepanasan
7. Nafsu makan meningkat
8. Berat badan tidak bertambah
9. TD 150/90 mmHg
10. Benjolan pada leher

1.3. DAFTAR PERTANYAAN


1. Apakah yang dimaksud dengan tremor?
2. Bagaimanakah klasifikasi dari tremor?
3. Bagaimanakah etiopatomekanisme dari tremor?
4. Bagaimanakah anatomi, histologi dan fisiologi dari organ yang
tekait?
5. Bagaimakah patofisiologi dari tiap gejala pada skenario?
6. Bagaimanakah langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis
pada kasus tersebut?

1|PBL TREMOR
7. Apa sajakah diagnosis banding yang dapat diambil berdasarkan
skenario? Jelaskan!
8. Bagaimanakah integrasi keislaman yang terkait dengan skenario?

1.4. LEARNING OBJECTIVE


1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari tremor.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari tremor.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi
dari organ yang terkait.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari tiap gejala dari
skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penegakan
diagnosis dari skenario.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding yang
memungkinkan berdasarkan skenario.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman yang terkait
dengan skenario.

2|PBL TREMOR
1.5. PROBLEM TREE

3|PBL TREMOR
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI TREMOR
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis,
merupakan getaran yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang
berlawanan secara bergantian. la dapat melibatkan satu atau lebih bagian
tubuh.1

2.2. KLASIFIKASI TREMOR 2


Secara umum, tremor dibagi atas tremor normal (fisiologis) dan
abnormal (patologik). Tremor fisiologis terjadi pada semua kelompok
otot saat berkontraksi dalam keadaan sadar dan dalam fase tidur pada
tingkat tertentu. Getarannya tidak dapat dilihat dengan mata, frekuensi
antara 8-13 Hz. Tremor ini juga berhubungan dengan kelelahan,
ketakutan, emosi, kesadaran, rasa panas, rasa dingin, medikasi, alkohol,
dan penggunaan obat-obatan. Tremor abnormal dapat diklasifikasikan
berdasarkan lokasi, frekuensi, amplitudo, ritmisitas, hubungan antara
keadaan istirahat dan pergerakan, etiologi, dan berdasarkan perubahan
patologik. Tremor bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Tremor paling
sering didapatkan pada extremitas bagian distal jari-jari dan tangan.
Frekuensi tremor bisa lambat (3-5 Hz), sedang (5-8 Hz), atau cepat (9-12
Hz). Amplitudo tremor bisa kasar, sedang, atau halus. Tremor bisa
konstan atau intermiten dan bisa ritmis atau relatif non ritmis.

Klasifikasi tremor berdasarkan gambaran klinisnya:


1. Tremor istirahat (resting/static tremor)
Tremor yang timbul pada bagian tubuh yang ditopang melawan
gravitasi dan tidak ada aktivitas otot volunter (tidak ada kontraksi
otot skelet). Amplitudo meningkat selama stress atau dengan
gerakan umum (berjalan), dan berkurang dengan gerakan
menunjuk sasaran (tes telunjuk - hidung). Tremor istirahat dapat

4|PBL TREMOR
ditemukan pada parkinsonisme, alcohol with drawal, tremor
esensial, dan neurosifilis.
2. Tremor aksi (action tremor)
Merupakan tremor yang terjadi akibat kontraksi otot volunter.
Tremor aksi meliputi parkinsonisme, tremor esensial, penyakit
serebelar, tremor Holmes, tremor fisiologis, obat-obatan (kecuali
yang menyebabkan Parkinson). Tremor aksi dibagi atas :
a. Tremor postural terjadi pada bagian tubuh yang
mempertahankan posisi melawan gravitasi.
b. Tremor kinetic terjadi pada gerakan volunter. Tremor
kinetik terbagi 3 yaitu :
• Tremor intense merupakan tremor yang terjadi
pada gerakan menunjuk sasaran dengan amplitude
yang semakin meningkat saat gerakan mendekati
sasaran pada akhir gerakan.
• Task-spesific tremor merupakan tremor kinetik
yang muncul atau dipicu oleh aktivitas tertentu
yang membutuhkan ketrampilan, seperti menulis,
berbicara, memainkan musik instrumental (tremor
okupasi).
• Tremor kinetik sederhana (simple kinetic tremor).
Tremor yang berhubungan dengan pergerakan
ekstremitas, seperti gerakan pronasi-supinasi atau
fleksi-ekstensi pergelangan tangan.
c. Tremor isometric yang terjadi pada kontraksi otot volunter
melawan suatu tahanan konstan, seperti mendorong
dinding, menekan telapak tangan pemeriksa.

2.3. ETIOPATOMEKANISME TREMOR3,4

5|PBL TREMOR
Tremor bisa disebabkan oleh : Hipertiroid, obat-obatan seperti
(kortikosteroid, psikiatri dll), alkohol, emosional (gugup, kecemasan,
ketakutan dll).3
Pada keadaan gangguan endokrin terutama peningkatan
pengeluaran hormone tiord dapat menjadi etiologi paling utama menjadi
pencetus tremor pada penderita hormon tiroid yang meningkat dimana
hormone tiroid ini akan meningkatkan kerja saraf simpatis dan kepekaan
saraf yang mengatur tonus otot. Pada mulanya hormone tiroid akan
mengakibatkan rangasangan yang lebih sering karena banyaknya
hormone tirod yang diproduksi akan mengsensitasi saraf simpatis, dimana
saraf simpatis ini merupakan salah satu saraf otonom yang terdiri dar
isaraf parasimpatis dan simpatis, kedua saraf ini memiliki beberapa
persinggungan daerah selefektor dan salah satunya adalah jaringan ikat
yang berada didaerah yang letaknya dekat dengan system saraf otonom ini
terutama saraf simpatis.
Saraf simpatis yang merangsang sel efektor di dekatnya ini
memiliki suatu bulatan yang membesar disebut varikositas yang
didalamnya terdapat vesikel neurotransmitter asetilkolin. Asetilkolin
adalah suatu zat kimiawi yang sangat berperan dalam kontraksi otot tetapi
sebelum pengeluaran asetilkolin harus ada rangsagan sismpatis terelbih
dahulu untuk meransang sintesis dari asetilkolin dengan cara asetilkolin
akan disintesis di ujung saraf kolinergik dimana bentuk pertama adalah
asetil-KoA+ Kolin dibantu dengan asetilkolin trasnferase menjadi
asetilkolin. Begitu asetilkolin disekresikan diujung saraf kolinergik, maka
akan menetap didalam jaringan. Asetilkolin yang sudah tersensitasi dan
sudah disintesis dan dikirim ke jaringan inilah yang akan digunakan untuk
kontraksi otot.
Dalam potensial aksi untuk kontraksi otot pertama-tama asetilkolin
yang telah berada dijaringan akan berdifusi menembus kanal-reseptor
asetilkolin dalam bentuk stimulus yang akan sampai ketubulus T yang
akan mengaktifkan kalsium (Ca2+) yang nantinya akan berikatan dengan

6|PBL TREMOR
troponin T pada filamen tipis yang akan menguah tempat tropomiosin
yang akhirnya akan membuka tempat ikatan actin untuk jembatan silang
myosin maka terjadilah ikatan actin miosin yang akhirnya
akanmenghasilkan kontraksi otot melalui potensial aksi yang
terjadisebelumnya. Jika potensial aksi telah berhenti makan kalsium akan
kembali keretikulum sarkoplasma jadi otot dalam keadaan relaksasi
Mekanisme diatasa dalah proses normal dari kontraksi otot yang
dimulai dari potensial aksi. Tetapi dalam keadaan hormone tiroid yang
meningkatkan penyebab kepekaan saraf sehingga sensitasi simpatis pada
asetilkolin sangats ering dan sangat peka maka yang terjadi adalah
kontraksi dan relaksasi lebih sering dan terjadi gerakan yang berlawanan
hamper dalam waktu yang bersamaan sehingga mengakibatkan gerakan
gemetar halus atau biasadikatakan tremor.

2.4. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI ORGAN TERKAIT


2.4.1. ANATOMI
A. Hipotalamus5
Hipotalamus merupakan kelenjar utama di dalam tubuh.
Sesuai namanya, hipotalamus adalah bagian dasar
diencephalon yang terletak di bawah thalamus, dekat
ventrikel ketiga (ventrikulus tertius) yang berfungsi sebagai
pusat kendali tertinggi sistem kelenjar endokrin. Bagian atas
hipotalamus dibatasi oleh sulcus hipotalamus dan meluas
mulai dari interventricular foramen hingga cerebral aqueduct,
berbatasan dengan thalamus. Sementara batas bagian anterior
dijumpai anterior commisura, lamina terminalis dan chiasma
opticus. Bagian posterior berbatasan dengan tegmentum otak
tengah (midbrain) dan badan mammillary bagian inferior.
Bagian lateral dibatasi substansia innominate, kapsula interna,
nucleus subthalamic dan cerebral peduncle.

7|PBL TREMOR
Gambar 1. Lokasi hypothalamus.Nugroho.2016.5

Sebagian hipotalamus tersusun atas sekelompok sel saraf


dan secara simetris berada di sekitar ventrikel ketiga.
Kelompok sel saraf itu mempunyai fungsi neuroendokrin dan
dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah
pasangan Nucleus Suprachiasmaticus (SCN) atau Nukleus
Supraoptikus dan Nucleus Paraventrikularis (PVN) di bagian
anterior hipotalamus. Kelompok lainnya secara kolektif
disebut sebagai hypothalamic-hypophyseotropic nuclei yang
berada di bagian posterior. SCN dan PVN tersusun atas
badan-badan sel saraf dengan akson yang menjulur ke
emenensia mediana dan kemudian menuju neurohipofisis.
Akson-akson dari SCN dan PVN disebut sebagai tractus
supraopticoparaventriculohypophysial.

8|PBL TREMOR
Gambar 2. sebagian sel penyusun Hipotalamus dan Bentuk
kelenjar Hipofisis.

SCN hipotalamus kelompok mamalia nampaknya berfungsi


sebagai jam biologi atau circadian pacemaker. Di samping
bertindak sebagai jam biologi, SCN dan PVN mensekresi
hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin dan oksitosin.
Produk hormon tersebut ditransport secara aksoplasmik
menuju kelenjar hipofisis posterior (neurohipofisis) melewati
akson di sepanjang infundibulum. Sementara itu, sel-sel saraf
di hypothalamic-hypophyseotropic nuclei berukuran kecil.
Sel saraf ini berakhir di lapisan terluar emenensia mediana
dan berhubungan dengan kapiler darah plexus primarius.
Ujung sel saraf ini mengandung vesikel kecil berdiameter 80-
120 nm dan dengan teknik immunohistokimia dapat
ditunjukkan bahwa bagian tersebut berfungsi sebagai
penyimpan hormon-hormon pembebas yang mengatur
adenohipofisis.

B. Kelenjar Hipofisis/Pituitari5,6

9|PBL TREMOR
Kelenjar hipofisis (Yun. hypo, di bawah, + physis,
pertumbuhan) memiliki berat sekitar 0,5 g pada orang
dewasa, dan memiliki dimensi sekitar 10 x 13 x 6 mm.
Hipofisis terletak di bawah otak dalam rongga os
sphenoidale-yakni sella turcica.6
Kelenjar hipofisis dibedakan menjadi dua bagian yaitu
anterior hipofisis (adenohipofisis) dan posterior hipofisis
(neurohipofisis). Kelenjar hipofisis manusia dewasa
mempunyai berat sekitar 0,6 gr dengan dimensi 13 mm
(transversal); 6,9 mm (vertikal) dan 9 mm (anterioposterior).
Kelenjar hipofisis dibatasi bagian durameter dan berada di
fossa hipofiseal (Sella tursica), bagian yang berada di tulang
sphenoid. Di dalam sella tursica ini, kelenjar hipofisis
dipisahkan dari bagian sinus sphenoid oleh lempengan tulang
yang tipis. Sella tursica melindungi bagian bawah anterior dan
posterior hipofisis. Bagian tuberculum sella merupakan
bagian pertulangan yang berada di ceruk anterior hipofisis,
sementara di bagian tengah dan anterior tonjolan clinoid
berada di bagian anterolateral di dalam tulang sphenoid.5
Sementara bagian sisi posterior sella tursica ditandai
adanya sella dorsum dan posterior clinoid yang berada di
kedua sisi. Di bagian akhiran teratas, hipofisis dilindungi oleh
diafragma sella (perluasan dari durameter dengan bagian
terbuka di sebelah transversal oleh tangkai hipofisis) dari
tekanan cairan serebrospinal (cerebro spinal fluid = CSF).
Chiasma opticus berada di anterior tangkai hipofisis (pituitary
stalk). Sementara di kedua sisi akhiran lateral hipofisis
terdapat sinus cavernosus, jaringan luas Pembuluh darah vena
berdinding tipis yang dibatasi tulang temporalis, tulang
sphenoid, dan dura lateral sella tursica.

10 | P B L T R E M O R
Berdasarkan sifat-sifat sel-sel penyusun dan macam sekret
yang dihasilkan, hipofisis dibedakan menjadi 2 (dua) bagian
besar yaitu adenohipofisis dan neurohipofisis. Adenohipofisis
merupakan bagian glanduler yang terdiri dari pars distalis,
pars tuberalis dan pars neuralis (Turner dan Bagnara, 1976;
Hadley, 1996; Martini, 1998).
Bagian lobus anterior hipofisis sendiri dapat dibedakan
menjadi bagian pars distalis (Pars glandularis) yang
menempati 80% kelenjar, pars tuberalis, dan pars intermedia
yang terletak di antara pars distalis dan pars tuberalis. Bagian
pars tuberalis (pars infundibularis) adalah bagian perluasan ke
arah depan dari lobus anterior

Gambar 3. Letak dan bentuk kelenjar hipofisis. Histologi dasar


junqueira edisi 12.6

C. Vaskularisasi Kelenjar Hipofisis6


Suplai darah hipofisis berasal dari dua kelompok pembuluh
darah yang berasal dari arteri carotis interna. Arteria
hypophysealis superior mendarahi eminentia mediana dan
tangkai infundibulum, arteria hypophysealis inferior terutama
mendarahi neurohipofisis, dengan sejumlah kecil mendarahi
tangkai. Arteria hypophysealis superior membentuk suatu
jalinan kapiler primer yang mendarahi tangkai dan eminentia

11 | P B L T R E M O R
mediana. Kapiler-kapiler lni kemudian bergabung menjadi
venula yang bercabang lagi menjadi jalinan kapiler sekunder
di adenohipofisis. Kapiler kedua jalinan memiliki tingkap dan
sistem portal hipofisis ini sangat penting karena sistem
tersebut membawa neuropeptida dari eminentia mediana
dalam jarak tertentu ke adenohipofisis tempat peptida tersebut
merangsang atau menghambat pelepasan hormon oleh sel
endokrin di sana.6

Gambar 4. Sistem portal hipotalamo-hipofisis dan pelepasan


hormon di hipofisis. Histologi dasar junqueira edisi 12.6

D. Kelenjar Tiroid dan Paratiroid7


Tiroid dan vaskularisasinya7
Kelenjar tiroid terletak di anterior pada regio cervicalis di
bawah dan lateral dari cartilago thyroidea. Struktur tersebut
terdiri dari 2 lobus lateral (yang menutup permukaan
anterolateral trachea, cartilago cricoidea, dan bagian bawah
cartilago thyroidea) dengan sebuah isthmus kelenjar tiroid

12 | P B L T R E M O R
yang menghubungkan lobus lateral dextra dan sinistra, dan
menyilang di permukaan anterior dari kartilago trakea kedua
dan ketiga. Berada di profundus dari musculi sternohyoideus.
sternothyroideus, dan omohyoideus, Kelenjar tiroid berada di
kompartemen viscerale dari regio cervicalis. Kompartemen
tersebut juga berisi pharynx, trachea, dan esophagus dan
dikelilingi oleh lamina pretrachealis dari fascia cervicalis.
Dua arteri utama yang menyuplai kelenjar tiroid yaitu,
Arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior.
a. Arteria thyroidea superior
Merupakan sebuah cabang pertama arteria carotis
externa. Arteria ini turun, berjalan di sepanjang tepi
lateral musculus thyrohyoideus. untuk mencapai polus
superior lobus lateralis glandula thyroidea. di mana arteri
ini terbagi menjadi ramus glandularis anterior dan ramus
glandularis posterior:
• Ramus glandularis anterior berjalan di sepanjang
tepi superior glandula thyroidea dan beranastomosis
dengan struktur yang sama dari sisi yang berlawanan
dengan melintasi isthmus.
• Ramus glandularis posterior berjalan ke sisi
posterior dari glandula thyroidea dan dapat
beranastomosis dengan arteri thyroidea inferior.
b. Arteria thyroidea inferior.
Merupakan sebuah cabang dari truncus
thyrocervicalis, yang berasal dari bagian pertama arteri
subclavia. Arteri ini berjalan naik di sepanjang tepi
medial musculus scalenus anterior. berjalan posterior
dari vagina carotica dan mencapai polus inferior dari
lobus lateralis glandula thyroidea.

13 | P B L T R E M O R
• Ramus inferior, yang menyuplai bagian bawah
glandula thyroidea dan beranastomosis dengan
cabang posterior dari arteri thyroidea superior dan
ramus ascendens, yang menyuplai glandula
parathyroidea
Kadang-kadang, arteria thyroidea ima yang kecil muncul
dari truncus brachiocephalica atau arcus aortae dan berjalan
naik pada permukaan anterior trachea untuk menyuplai
glandula thyroidea.

Drainase vena
Tiga venae mengaliri glandula thyroidea :
• Vena thyroidea superior terutama mengaliri daerah yang
disuplai oleh arteria thyroidea superior.
• Vena thyroidea media dan vena thyroidea inferior
mengaliri sisa bagian dari glandula thyroidea
Vena thyroidea superior dan vena thyroidea media mengalir
ke dalam vena jugularis interna dan vena thyroidea inferior
bermuara ke dalam vena brachiocephalica dextra dan vena
brachiocephalica sinistra.

14 | P B L T R E M O R
Gambar 5. Letak dan vaskulariasi kelenjar tiroid. Gray
Dasar-dasar anatomi. 2005.7

Paratiroid dan vaskularisasinya7


Glandula parathyroidea merupakan 2 pasang struktur kecil,
ovoid, berwarna kekuningan pada permukaan profundus lobus
lateral dextra dan sinister glandulae thyroideae. Struktur ini
disebut sebagai glandula parathyroidea superior dan inferior.
Namun, posisi glandulae tersebut cukup bervariasi dan
mungkin dapat berada di manapun dari bifurcation carotidis di
superior hingga mediastinum di inferior. Arteriae yang
menyuplai glandula parathyroidea adalah arteri thyroidea
inferior, dan vena mengikuti vaskularisasi glandula thyroidea.

15 | P B L T R E M O R
Gambar 6. Letak kelenjar paratiroid dan vaskularisasinya.
Gray Dasar-dasar anatomi. 2005.7

2.4.2. HISTOLOGI
A. Hipofisis
Adenohipofisis (Hipofisis Anterior)6
a. Pars distalis
Pars distalis membentuk 75% adenohipofisis dan
dilapisi oleh suatu capsula fibrosa tipis. Komponen
utamanya adalah deretan sel epitel yang saling
berselingan dengan kapiler bertingkap. Fibroblas
dijumpai dan menghasilkan serat-serat retikular yang
menopang deretan sel-sel yang menyekresi hormon.
Dengan pulasan umum, dua kelompok sel dapat dikenali
dalam pars distalis berdasarkan afinitas pulasannya
yaiutu sel kromofil dan sel kromofob. Kromofil adalah
sel sekretoris dengan hormon yang disimpan dalam
granula sitoplasma. Kromofil juga disebut basofil dan
asidofil, masing- masing sesuai afinitasnya terhadap
pulasan basa dan asam. Asidofil mencakup sel

16 | P B L T R E M O R
somatotropik dan mammotropik, sedangkan sel basofiIik
meliputi sel gonadotropik, kortikotropik dan sel
tirotropik. Sel somatotropik biasanya membentuk sekitar
separuh sel pars disialis pada manusia, dengan sel
tirotropik yang berjumlah paling sedikit. Sel kromofob
terpuias lemah dengan sedikit atau tanpa granula
sekretoris, dan juga menggambarkan kelompok yang
heterogen, termasuk sel punca dan sel progenitor tak
terdiferensiasi serta sel yang terdegranulasi. Setiap sel
granular membuat satu jenis hormon, kecuali sel
gonadotropik yang menghasilkan dua protein dan sel
kortikotropik, dengan produk gen utama yaitu
proopiomelanokortin (POMC), terurai pascatranslasi
menjadi hormon polipeptida yang lebih kecil, hormon
adrenokortikotropin (ACTH) dan B-lipotropin (B-LPH).
Hormon yang dihasilkan oleh pars distalis memiliki
aktivitas fungsional yang luas yaitu mengatur hampir
semua kelenjar endokrin lain, sekresi air susu, aktivitas
melanosit, dan metabolisme otot, tulang, dan jaringan
adiposa.
b. Pars tuberalis
Pars tuberalis merupakan daerah berbentuk corong
yang mengelilingi infundibulum neurohipofisis.
Kebanyakan sel pars tuberalis berupa sel gonadotropik
basofilik yang menyekresi hormon penstimulasi-folikel
(FSH) dan hormon luteinisasi (LH).
c. Pars intermedia
Pars intermedia merupakan suatu zona tipis sel
basofilik di antara pars distalis dan pars nervosa
neurohipofisis yang sering disusupi oleh basofil tersebut.
Pars intermedia berkembang dari bagian dorsal kantong

17 | P B L T R E M O R
hipofisis dan biasanya mengandung kista yang
menggambarkan sisa lumen struktur. Selama masa
kehidupan janin, sel-sel parenkim di regio ini, seperti sel
kortikotropik pars distalis, mengekspresikan POMC.
Namun pada sel-sel ini, POMC diuraikan oleh suatu
Protease lain menjadi hormon peptida lebih kecil,
termasuk dua bentuk hormone penstimulasi-melanosit
(MSH), y-LPH dan p-endorfin' MSH meningkatkan
aktivitas melanosit dan sel pars intermedia sering
dianggap sebagai sel melanotropik.

Neurohipofisis (Hipofisis Posterior)6


Neurohipofisis terdiri atas pars nervosa dan tangkai
infundibulum. Pars nervosa, berbeda dari adenohipofisis,
tidak mengandung sel-sel sekretoris. Neurohipofisis terdiri
atas jaringan saraf, yang mengandung sekitar 100.000 akson
yang tidak bermielin dari neuron-neuron sekretoris di nucleus
supraopticus dan nucleus paraventricularis hypothalami. Sel-
sel glia yang sangat bercabang juga dijumpai yang disebut
pituisit yang menyerupai astrosit dan merupakan tipe yang
paling sering dijumpai pada hipofisis posterior. Neuron-
neuron sekretoris memiliki semua karakteristik neuron yang
tipikal, termasuk kemampuan menghantarkan suatu potensial
aksi, tetapi mempunyai akson berdiameter lebih besar dan
komponen sintetis yang berkembang baik dan berhubungan
dengan produksi hormon peptida dengan 9 asam-amino,
vasopressin yang juga disebut hormon antidiuretik (ADH) dan
oksitosin. Hormon-hormon ini diangkut melalui akson ke
dalam pars nervosa dan menumpuk di pelebaran akson yang
disebut badan Herring atau badan neurosekretoris, yang dapat
dilihat dengan mikroskop cahaya sebagai struktur eosinofilik

18 | P B L T R E M O R
pucat. Badan neuiosekretoris mengandung sejumlah besar
granula berselubung membran baik dengan oksitosin maupun
vasopressin yang terikat pada protein pembawa 10 kDa yang
masing-masing disebut neurophysin I dan II. Kompleks
hormone neuroisin disintesis sebagai satu polipeptida dan Ialu
diuraikan untuk menghasilkan hormon peptida dan protein
pengikatnya yang spesifik. Impuls saraf di sepanjang akson
memicu pelepasan peptida dari badan neurosekretoris untuk
ambilan kapiler bertingkap Pars nervosa dan hormone
kemudian terdistribusi ke sirkulasi sistemik Akson dari
nucleus supraopticus terutama berhubungan dengan sekresi
vasopressin/ADH, sedangkan kebanyakan serabut dari
nucleus paraventricularis berhubungan dengan sekresi
oksitosin.

Gambar 7. Pars distalis: sel Asidofil, basofil, dan kromofob.


Histologi dasar junqueira edisi 12.6

19 | P B L T R E M O R
B. Tiroid6
Parenkim tiroid yang terdiri atas jutaan struktur epitel bulat
yang disebut folikel tiroid. Setiap folikel terdiri atas selapis
epitel dengan lumen sentral yang terisi dengan suatu substansi
gelatinosa yang disebut koloid. Tiroid adalah satu-satunya
kelenjar endokrin dengan sejumlah besar simpanan produk
sekretoris. Selain iLu, akumulasi tersebut berada di luar sel,
yaitu di koloid folikel, yang juga tidak biasa. Pada manusia
terdapat sejumlah hormon di folikel untuk menyuplai tubuh
hingga selama tiga bulan tanpa sintesis tambahan. Koloid
tiroid mengandung gtikoprotein besar, yakni tiroglobulin (660
kDa), prekursor untuk hormon tiroid aktif.
Kelenjar tiroid dilapisi oleh suatu capsula fibrosa dan dari
capsula ini, septa terjulur ke dalam parenkim, dan
membaginya menjadi lobulus dan membawa pembuluh darah,
saraf, dan pembuluh limfe. Folikel terkemas rapat, yang
terpisah satu sama lain hanya oleh sebaran jaringan ikat
reticular. Stroma ini sangat tervaskularisasi dengan jalinan
kapiler ekstensif yang mengelilingi folikel, yang
mempermudah transfer molekul antara sel folikel dan darah.
Sel folikel memiliki bentuk yang bervariasi dari skuamosa
hingga kolumnar rendah dan folikel memiliki diameter yang
cukup bervariasi. Ukuran dan gambaran selular folikel tiroid
bervariasi sesuai aktivitas fungsionalnya. Kelenjar aktif
memiliki lebih banyak folikel yang terdiri atas epitel
kolumnar rendah dengan sebagian besar sel folikular
skuamosa dianggap hipoaktif.
Sel epitel folikel memiliki kompleks taut yang khas di
apeks dan berada di lamina basal. Sel memperlihatkan organel
yang mengindikasikan sintesis protein aktif dan fagositosis

20 | P B L T R E M O R
dan pencernaan. Inti biasanya bulat dan berada di tengah sel.
Di basal, sel banyak mengandung RE kasar dan di apeks yang
berhadapan dengan lumen folikel adalah kompleks Golgi,
granula sekretoris yang terisi dengan materi koloid, fagosom
yang besar dan sejumlah besar lisosom. Membran se1 kutub
apikal memiliki mikrovili dalam jumlah sedang. Mitokondria
dan sisterna RE kasar tersebar di seluruh sitoplasma.
Jenis sel endokrin lairy yaitu sel parafolikel atau sel C, juga
terdapat dalam lamina basal epitel folikel atau sebagai
kelompok tersendiri di antara folikel-folikel. Sel parafolikel
berasal dari krista neuralis yang bermigrasi ke dalam area
usus embrionik, biasanya agak lebih besar daripada sel folikel
dan terpulas lebih lemah. Se1 ini memiliki RE kasar dalam
jumlah yang lebih sedikit, kompleks Golgi besar, dan
sejumlah besar granula kecil (berdiameter 100-180 nm) yang
mengandung hormon polipeptida. Sel-sel ini menyintesis dan
menyekresi kalsitonin, yang salah satu fungsinya menekan
resorpsi tulang oleh osteoklas. Sekresi kalsitonin dipicu oleh
peningkatan kadar Ca2.

Gambar 8. Sel folikulardan sel parafolikular tiroid. Histologi


dasar junqueira edisi 12.6

21 | P B L T R E M O R
C. Paratiroid6
Terdapat dua jenis sel pada kelenjar paratiroid: sel
prinsipal, atau utama (chief cell) dan sel oksifil. Sel utama
merupakan sel poligonal kecil dengan inti bulat dan
sitoplasma pucat yang sedikit asidofilik. Secara
ultrastruktural, sitoplasma tampak terlihat terisi dengan
granula yang berbentuk tidak teratur dan berdiameter 200-400
nm. Granula ini merupakan granula sekretoris yang
mengandung polipeptida hormone paratiroid (PTH), suatu
regulator utama kadar kalsium darah. Populasi sel oksifil yang
lebih kecil dan berkelompok terkadang dijumpai, lebih sering
pada orang berusia tua. Sel oksifil lebih besar daripada sel
utama dan ditandai dengan sitoplasma asidofilik yang terisi
dengan mitokondria yang berbentuk abnormal. Sejumlah sel
oksifil memperlihatkan tingkat sintesis PTH yang rendah,
yang mengisyaratkan bahwa sel-sel ini merupakan derivat
transisional dari sel utama. Hormon paratiroid menargetkan
osteoblas, yang berespons dengan menghasilkan suatu faktor
penstimulasi-osteoklas untuk meningkatkan jumlah dan
aktivitas osteoklas. Hal ini meningkatkan resorpsi matriks
tulang berkapur dan pelepasan Ca2+, yang meningkatkan
kadar Ca2+ dalam darah, yang menekan produksi hormon
paratiroid. Kalsitonin dari kelenjar tiroid menghambat
aktivitas osteoklas, yang menurunkan kadar Ca2+ darah dan
meningkatkan osteogenesis. Jadi, hormon paratiroid dan
kalsitonin memiliki efek yang berlawanan dan menciptakan
mekanisme ganda pengaturan kadar Ca2+ darah, suafu faktor
penting pada homeostasis. Hormon paratiroid juga secara
tidak langsung meningkatkan penyerapan Ca2+ dari saluran
cerna dengan merangsang sintesis vitamin D, yang diperlukan

22 | P B L T R E M O R
untuk penyerapan ini. Selain meningkatkan kadar Ca2+,
hormon paratiroid menurunkan kadar fosfat darah. Efek ini
timbul dari sel target lain oleh hormon paratiroid, yaitu sel
tubulus ginjal, yang mengurangi penyerapan fosfatnya dan
memungkinkan lebih banyak ekskresi fosfat dalam urine.

Gambar 9. Sel-sel paratiroid. Histologi dasar junqueira edisi


12.6
(Sebuah lobus kecil kelenjar paratiroid, yang dikelilingi oleh
septa jaringan ikat (S), memperlihatkan terutama deretan sel
prinsipal (p) yang kecil dan terkemas rapat, yang juga disebut
chief cell. Kelenjar paratiroid yang lebih tua memperlihatkan
sejumlah besar sel oksifil (O) besar dan asidofilik
nonfungsional yang dapat dijumpai tersendiri atau berupa
kumpulan dengan berbagai ukuran. 60x. H&E.)

2.4.3. FISIOLOGI
Pada makhluk hidup, khususnya manusia hormon
dihasilkan oleh kelenjar yang tersebar dalam tubuh. Cara kerja
hormon di dalam tubuh tidak dapat diketahui secara cepat
perubahannya, akan tetapi memerlukan waktu yang lama. Tidak

23 | P B L T R E M O R
seperti sistem saraf yang cara kerjanya dengan cepat dapat dilihat
perubahannya. Hal ini karena hormon yang dihasilkan akan
langsung diedarkan oleh darah melalui pembuluh darah, sehingga
memerlukan waktu yang panjang7,8
Kelenjar dalam tubuh manusia dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu10 :
1. Kelenjar eksokrin yaitu kelenjar yang mempunyai saluran
khusus dalam penyaluran hasil sekretnya/getahnya. Ex :
kelenjar-kelenjar pencernaan.
2. Kelenjar endokrin yaitu kelenjar yang tidak mempunyai
saluran khusus dalam penyaluran hasil sekretnya/getahnya. Ex:
kelenjar hipofisis, thyroid, thymus dll.

Kelenjar endokrin berasal dari sel-sel epitel yang


melakukan proliferasi ke arah tenunan pengikat. Sel-sel epitel
yang telah berproliferasi ini akhirnya di dalam diferensiasinya
akan membentuk sebuah kelenjar endokrin. Hubungan antara sel-
sel epitel yang berproliferasi ke dalam tenunan pengikat ini akan
kehilangan hubungannya dengan sel-sel epitel dari mana mereka
berasal. Akibat hilangnya hubungan ini, maka kelenjar endokrin
tidak mempunyai saluran untuk menyalurkan zat-zat yang
dihasilkan ke permukaan. Sebagai kompensasi tidak terbentuknya
saluran, maka disekitar kelenjar endokrin tumbuh dan berkembang
pembuluh-pembuluh kapiler. Ke dalam pembuluh-pembuluh
kapiler ini zat-zat yang dihasilkan kelenjar endokrin dialirkan.
Oleh karena itu kelenjar endokrin biasa juga disebut kelenjar tanpa
saluran (ductless gland). Karena zat-zat yang dihasilkan
disekresikan langsung ke dalam pembuluh darah yang melewati
sel-sel kelenjar endokrin itu sendiri, maka kelenjar endokrin biasa
juga disebut kelenjar yang menghasilkan zat- zatnya ke dalam
tubuh (glands of internal secretion). Zat yang dihasilkan oleh

24 | P B L T R E M O R
kelenjar endokrin adalah hormon. Sifat-sifat dari hormon adalah
zat ini merupakan pengaturan fisiologis terhadap kelangsungan
hidup sesuatu organ atau suatu sistem. Sistem pengadaan gula di
dalam darah misalnya diatur oleh beragam hormon. Kelenjar
endokrin tidak mempunyai saluran, maka hormon yang
dihasilkannya langsung disekresikan ke dalam pembuluh darah.
Setelah masuk ke dalam pembuluh darah maka hormon akan
dihantar melalui sistem peredaran daran ke suatu organ tujuan
(target organ) tertentu yang relatif jauh dari kelenjar penghasil
hormonnya. Setibanya di tempat organ tujuan maka hormon
tersebut akan melakukan kegiatan yang spesifik yang pada
umumnya sebagai pengatur atau integrator proses metabolisme
dari organ tujuannya8,11.
Hormon berfungsi11 :
a. Memacu pertumbuhan dan metabolisme tubuh.
b. Memacu reproduksi.
c. Mengatur keseimbangan cairan tubuh/homeostasis.
d. Mengatur tingkah laku.
Macam kelenjar berdasarkan letaknya10,11 :
1. Kelenjar hipophysis/pituitary di dasar cerebrum, dibawah
hypothalamus.
2. Kelenjar pineal/epiphysis di cerebrum.
3. Kelenjar thyroid di daerah leher.
4. Kelenjar parathyroid di dekat kelenjar thyroid.
5. Kelenjar thymus di rongga dada.
6. Kelenjar adrenal/suprarenalis di atas ren.
7. Kelenjar pulau langerhans/pankreas di rongga perut.
8. Kelenjar Usus dan lambung di rongga perut.
9. Kelenjar kelamin :
a. Ovarium di rongga perut.
b. Testis di rongga perut bawah.

25 | P B L T R E M O R
A. Hipofisis-Hipothalamus7,9,11
Rangsangan hormon pituitari dapat berasal dari dalam
maupun luar tubuh. Otak akan memberi sinyal ke kelenjar
pituitari untuk meningkatkan atau menurunkan tingkat sekresi
hormon tertentu. Dengan demikian, otak berperan
menghubungkan kelenjar pituitari dengan peristiwa yang
terjadi di luar atau di dalam tubuh, yang akan berdampak pada
tingkat sekresi hormone pituitari. Hubungan fungsional antara
otak dan kelenjar pituitari, dimana bagian hipotalamus
memainkan peranan utama ini disebut sebagai Aksis
Hipotalamus-Pituitari.Hipotalamus akan membentuk hormon
yang akan disimpan dalam median eminence. Hormon
neurosekretori hipotalamus tersebut akan masuk ke pleksus
kapiler primer yang nantinya akan mengalirkan hormon
tersebut ke vena porta hipofiseal. Vena porta hipofiseal akan
mengalir ke infundibulum dan berhubungan dengan pleksus

26 | P B L T R E M O R
kapiler sekunder di daerah lobus anterior. Hormon
neurosekretori akan meninggalkan pembuluh darah untuk
merangsang atau menghambat sel parenkim di daerah lobus
anterior. Dapat dikatakan bahwa sistem portal hipofiseal
adalah sistem pembuluh darah yang berfungsi pada regulasi
hormon pars distal oleh hipotalamus.Akson neuron yang
berasal dari berbagai bagian hipotalamus akan berakhir di
sekitar pleksus kapiler primer. Ujung akson ini berbeda dari
akson lain seluruh tubuh. Akson ini selain berfungsi
mengirimkan sinyal, juga mampu melepaskan inhibiting
hormone (factor)atau releasing hormone langsung ke dalam
pleksus kapiler primer. Hormon-hormon ini akan masuk ke
sistem portal hipofiseal yang nantinya akan dibawa ke pleksus
kapiler sekunder pars distalis. Hormon-hormon ini akan
mengatur sekresi berbagai macam hormone pituitari anterior.
Releasing hormone dan inhibiting
hormone(factor)diantaranya adalah7,11
• TRH (Thyrotropin Releasing Hormone)atau Thyroid-
Stimulating Hormone-Releasing Hormone, hormon ini
berfungsi merangsang keluarnya TSH (Tiroid
Stimulating Hormone)
• CRH (Corticotropin Releasing Hormone),hormon ini
berfungsi merangsang keluarnya adrenocorticotropin.
• SRH (Somatotropin Releasing Hormone), hormon ini
berfungsi merangsang keluarnya somatotropin (Growth
Hormone)
• GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone)/ LHRH
(LuteinizingHormone Releasing Hormone), hormon ini
berfungsi merangsang keluarnya Luteinizing
Hormone(LH) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone)

27 | P B L T R E M O R
• PRH (Prolactin Releasing Hormone), hormon ini
berfungsi merangsang keluarnya prolaktin
• PIF (Prolactin Inhibitory Factor), hormon ini berfungsi
menghambat sekresi prolaktin
• 7Somatostatin, hormon ini berfungsi menghambat
sekresi Growth Hormone.
B. Hipofisis7
a) Hormon yang dihasilkan anterior hipofisis

No. Hormon Prinsip kerja


1 Hormon Somatrotof Pertumbuhan sel dan anabolisme protein
2 Tiroid Stimulating Mengontrol sekresi hormone oleh
Hormon(TSH) kelenjar tiroid
3 Hormon Mengontrol sekresi beberapa hormone
Adrenokortikotropik oleh korteks adrenal
(ACTH)
4 Follicle Stimulating a. Pada wanita : merangsang
Hormon (FSH) perkembangan folikel pada ovarium
dan sekresi estrogen

b. Pada testis : menstimulasi testis untuk


mengstimulasi sperma
5 Luteinizing hormone a. Pada Wanita : bersama dengan
(LH) estrogen menstimulasi ovulasi dan
pembentukan progesterone oleh
korpus luteum

b. Pada pria : menstimulasi sel – sel


interstitial pada testis untuk
berkembang dan menghasilkan
testoteron

28 | P B L T R E M O R
6 Prolaktin Membantu kelahiran dan memelihara
sekresi susu oleh kelenjar susu

b) Hormon yang dihasilkan posterior hipofisis

No. Hormon Prinsip kerja


1 Oksitosin Menstimulasi kontraksi otot polos pada
rahim wanita selama proses melahirkan
2 Hormon ADH Menurunkan volume urine dan
meningkatkan tekanan darah dengan
cara menyempitkan pembuluh darah

c) Hormon yang dihasilkan intermediet hipofisis

No. Hormon Prinsip kerja


1 Melanocyte Mempengaruhi warna kulit individu
stimulating hormon
(MSH)

C. Kelenjar Tiroid (Gondok)10,11

• Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon yaitu


tiroksin (T4) dan Triiodontironin (T3).

29 | P B L T R E M O R
• Hormon ini dibuat di folikel jaringan tiroid dari asam
amino (tiroksin) yang mengandung yodium. Yodium
secara aktif di akumulasi oleh kelenjar tiroid dari darah.
Oleh sebab itu kekurangan yodium dalam makanan dalam
jangka waktu yang lama mengakibatkan pembesaran
kelenjar gondok hingga 15 kali.

No. Hormon Prinsip kerja


1 Tiroksin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
perkembangan, dan kegiatan system
saraf
2. Triiodontironin Mengatur metabolisme, pertumbuhan,
perkembangan dan kegiatan sistem
saraf
3. Kalsitonin Menurunkan kadar kalsium dalam
darah dengan cara mempercepat
absorpsi kalsium oleh tulang.

Regulasi hormon Tiroid

30 | P B L T R E M O R
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama
yaitu tiroksin (T4 )yang kemudian berubah menjadi
bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3).Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan
bahanbakuhormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang

31 | P B L T R E M O R
sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang
dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalamtiroid. Sebagian besar T4kemudianakan
dilepaskan ke sirkulasi sedangkansisanya tetap di dalam
kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di
sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu
globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin(TBG)
atau prealbumin pengikat albumin yaitu Thyroxine
Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid
yaitu Thyroid Stimulating Hormone(TSH) memegang
peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel
parafolikularyang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan
kadar kalsium serum terhadap tulang. Sekresi hormon
tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid
yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang
dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini secara
langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai
umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara
langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3
dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
yaitu9,11:

32 | P B L T R E M O R
1. Efek kalorigenik hormon tiroid
T4 dan T3 meningkatkan konsumsi oksigen hampir
semua jaringan yang secara metobolik aktif. Beberapa
pengecualian yaitu pada otak, testis, uterus, kelenjar
limfe, limpa, dan hipofisis anterior orang dewasa. T4
menekan konsumsi oksigen hipofisis anterior mungkin
karena T4 justru berrfungsi menghambat sekresi TSH.
Meningkatnya taraf metabolisme jaringan oleh suntikan
T4 mempunyai masa laten beberapa jam, dan efeknya
dapat sampai 6 hari atau lebih. Beberapa efek
kalorigenik hormon tiroid disebabkan karena
metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh
hormon tsb. Juga karena hormon tiroid meningkatkan
aktivitas Na+-K+-ATPase yang terikat membran sel.
2. Efek sekunder akibat kalorigenesis
Bila pada orang dewasa laju metabolisme naik
karena T4 dan T3, ekskresi nitrogen naik. Ini
menunjukkan katabolisme protein atau lemak
meningkat. Bila asupan makanan tidak naik, maka
protein dan lemak endogen akan dikatabolisme dan
individu akan turun beratnya. Pada anak-anak yang
menderita hipotiroid, dosis kecil hormon tiroid akan
menyebabkan imbangan nitrogen posistif karena
rangsang pertumbuhan yang ditimbulkannya, sedang
dosis besar akan menimbulkan katabolisme protein
seperti pada orang dewasa. K+ yang dbebaskannya pada
saat katabolisme protein akan meningkat di kemih dan
juga ada ekskresi asam urat.
Bila taraf metabolisme naik, kebutuhan akan
vitamin meningkat sehingga sindrome kekurangan
vitamin dapat muncul. Hormon tiroid diperlukan untuk

33 | P B L T R E M O R
konversi karoten menjadi vitamin A. Hal ini dapat
menyebabkan penimbunan karoten di darah
(karotenemia) pada penderita hipotiroid sehingga kulit
penderita akan berwarna kekuningan. Kekuningan
karena karotenemia dapat dibedakan dengan jaundice
karena pada karotenemia sklera mata tidak kuning.
Kulit umumnya mengandung bermacam-macam
protein yang berkombinasi dengan polisakaride, asam
hialuronat, dan asam sulfat kondroitin. Pada
hipotiroidisme, zat-zat tersebut berakumulasi dan
merangsang terjadinya retensi air sehingga
menimbulkan kesan bengkak (myxedema). Bila hormon
tiroid diberikan, protein dimetabolisme dan terjadi
diuresis sampai miksedema sembuh.
Sekresi air susu akan berkurang pada hipotiroid dan
meningkat oleh hormon tiroid. Hal ini sering
dimanfaatkan oleh pabrik susu. Hormon tiroid tidak
merangsang metabolisme uterus, tetapi esensial untuk
proses menstruasi normal dan fertilitas.
3. Efek pada sistem kardiovaskuer
Dosis tinggi hormon tiroid cukup kuat untuk
meningkatkn produksi panas ekstra untuk
meningkatkan suhu tubuh, yang selanjutnya
meningkatkan aktivitas penyebaran panas tubuh.
Tahanan perifer berkurang karena vasodilatasi
pembuluh darah kulit, dan ini meningkatkan reabsorpsi
Na+ dan air dan selanjutnya meningkatkan volume
darah. Curah jantung meningkat oleh kerja langsung
hormon tiroid dan katekolamin pada jantung. Dengan
demikian tekanan nadi dan frekuensi jantung meningkat
serta waktu sirkulasi memendek.

34 | P B L T R E M O R
Di dalam miosit, T3 tidak dibentuk, tetapi T3 dari
peredaran darah masuk ke miosit, berkombinasi dengan
reseptornya di nukleus dan menimbulkan rangsangan
atau menghambat ekspresi beberapa gen. Gen yang
diaktifkan termasuk gen untuk -miosin heavy chain,
Ca2+ ATPase retikulum sarkoplasma, reseptor -
adrenergik, protein-G, Na+-K+ATPase, dan kanal ion
K+ tertentu. Gen yang dihambat termasuk gen untuk -
miosin heavy chain, fosfolamban (PLN, suatu protein
integral yang mengatur pompa Ca2+ pada otot jantung
dan otot rangka), dua jenis adenilil siklase, reseptor T3
di nukleus, dan penukar (exchanger) Na+-Ca2+. Hasil
akhirnya yaitu meningkatnya frekuensi dan kekuatan
kontraksi jantung.
Di dalam otot jantung terdapat dua isoform myosin
heavy chain (MHC). Keduanya disandikan oleh dua
gen yang sangat homolog yang pada manusia berlokasi
berurutan pada lengan pendek kromosom 17. Setiap
molekul miosin berisi dua heavy chain dan dua pasang
light chain.
4. Efek pada sistem saraf
Pada hipotiroidisme, pikiran lambat dan protein
cairan otak meningkat kadarnya. Hormon tiroid akan
mengembalikannya ke normal. Dosis tinggi hormon
tiroid akan meningkatkan proses mental, dan dapat
menyebabkan cepat marah dan gelisah. Secara umum
pada orang dewasa aliran darah otak, konsumsi glukose
dan oksigen normal baik pada hipo-maupun hipertiroid.
Namun demikian pada orang dewasa hormon tiroid
masuk ke dalam sel-sel otak dan terdapat pada
substansi kelabu di banyak tempat di berbagai lokasi

35 | P B L T R E M O R
otak. Lagi pula astrosit di otak mengubah T4 menjadi
T3, dan terjadi peningkatan yang tajam aktivitas
reseptor dopamin D2 setelah tiroidektomi dan kembali
ke normal 4 jam setelah sekali pemberian T3 lewat
vena. Beberapa efek hormon tiroid pada otak mungkin
sekunder terhadap peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin yang meningkakan aktivitas RAS
(reticular activating system).
Hormon tiroid sangat berpengaruh pada
perkembangan otak. Bagian otak yang
perkembangannya sangat dipengaruhi yaitu korteks
serebri dan basal ganglia, dan juga koklea (alat
pendengaran). Akibatnya bila terjadi defisiensi hormon
tiroid pada saat perkembangan dapat terjadi retardasi
mental, rigiditas sistem motorik, dan mutisme karena
tuli.
Hormon tiroid juga berpengaruh pada refleks.
Waktu reaksi refleks regang memendek pada
hipertiroid dan memanjang pada hipotiroid.
Pemeriksaan refleks lutut sering dilakukan untuk
menilai fungsi tiroid, tetapi refleks juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain.
5. Kaitannya dengan katekolamin
Kerja hormon tiroid dan katekolamin norepinefrin
dan epinefrin berkaitan sangat intim. Epinefrin
meningkatkan taraf metabolisme, merangsang sistem
saraf, dan menimbulkan rangsangan pada sistem
kardiovaskuler seperti halnya hormon tiroid, meskipun
efeknya hanya sebentar. Demikian juga norepinefrin.
Pada tikus, toksisitas terhadap katekolamin sangat
meningkat setelah pemberian T4. Meskipun kadar

36 | P B L T R E M O R
katekolamin plasma normal pada hipertiroid, efek
terhadap sistem kardiovaskuler, tremulousness
(gemetaran), dan banyak keringat oleh hormon tiroid
dapat dikurangi dengan simpatektomi dan oleh obat-
obat yang menghambat reseptor -adrenergik. Dengan
demikian propranolol dan beta-blocker yang lain
digunakan secara luas untuk pengobatan tirotoksikosis
dan pada eksaserbasi hipertiroidisme yang disebut
badai tiroid (thyroid storm→ suatu kondisi yang
mengancam nyawa dan harus dibawa ke UGD).
Meskipun demikian beta-bloker merupakan inhibitor
lemah terhadap perubahan T4 mnjadi T3 di luar kelenjar
tiroid dan dengan demikian hanya menmbulkan sedikit
penurunan T3 plasma, dan juga terhadap efek lain
hormon tiroid.
6. Efek pada otot rangka
Pada hampir semua pasien hipertiroid terjadi
kelemahan otot (miopati tirotoksik). Bila hipertiroid
berat dan lama, miopatinya dapat berat juga. Miopati
ini mungkin disebabkan karena meningkatnya
katabolisme protein. Hormon tiroid juga mempengaruhi
ekspresi gen MHC seperti halnya pada otot jantung,
namun efek yang ditimbulkannya kompleks dan
hubungannya dengan miopati belum diketahui.
Hipotiroidisme juga menimbulkan kelemahan otot,
kramp, dan kekakuan otot.
7. Efek pada metabolisme karbohidrat
Hormon tiroid meningkatkan absorpsi karbohidrat
di usus, efek yang mungkin tidak bergantung kepada
efek kalorigenik. Pada hipertiroidisme, glukose plasma
meningkat dengan cepat setelah makan kartbohidrat,

37 | P B L T R E M O R
kadang-kadang bahkan melebihi transport maksimum
ginjal. Turunnya juga cepat.
8. Efek pada metabolisme kolesterol
Hormon tiroid menurunkan kadar kolesterol darah.
Kadar kolesterol turun sebelum taraf metabolisme naik,
yang menyatakan bahwa efek ini tidak bergantung
kepada perangsangan penggunaan oksigen.
Menurunnya kadar kolesterol darah disebabkan karena
pembentukan reseptor LDL di hati yang meningkatkan
pengambilan kolesterol oleh hati dari darah. Dalam hal
ini dapat dipikirkan pembuatan analog hormon tiroid
yang menurunkan kolesterol darah tetapi tidak
meningkatkan metabolisme.
9. Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid esensial untuk petumbuhan dan
pematangan otot rangka. Pada anak-anak penderita
hipotiroid, pertumbuhan tulang lambat dan penutupan
epifisis tulang terlambat. Pada keadaan tidak adanya
hormon tiroid, sekresi hormon pertumbuhan juga
dihambat, dan hormon tiroid juga memperkuat efek
hormon pertumbuhan pada jaringan.

D. Kelenjar Paratiroid7,8,9,11
Kelenjar ini menghasilkan parathormon (PTH) yang
berfungsi untuk mengatur konsentrasi ion kalsium dalam
cairan ekstraseluler dengan cara mengatur : absorpsi kalsium
dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal, dan pelepasan kalsium
dari tulang.
Hormon paratiroid meningkatkan kalsium darah dengan
cara merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal dan dengan cara
penginduksian sel –sel tulang osteoklas untuk merombak

38 | P B L T R E M O R
matriks bermineral pada osteoklas untuk merombak matriks
bermineral pada tulang sejati dan melepaskan kalsium ke
dalam darah
Kalsitonin mempunyai fungsi yang berlawanan dengan
PTH, sehingga fungsinya menurunkan kalsium darah.
Fungsi umum kelenjar paratiroid adalah:

1. mengatur metabilisme fosfor


2. mengatur kadar kalsium darah

Manusia umumnya mempunyai 4 kelenjar parathyroid.


Setiap kelenjar kaya akan pendarahan (vaskularisasi),
besarnya sekitar 3 X 6 X 2 mm. Di dalamnya terdapat dua
macam sel, yaitu chief cell yang jumlahnya banyak dan
mempunyai apparatus Golgi yang prominent dan retikulum
endoplasma, dan secretaaory granules, yang berfungsi
mensintesis dan mensekresi hormon parathyroid (PTH). Sel
lain yaitu sel oksifil yang berisi granul oksifil sejumlah besar
mitokondria di dalam sitoplasmanya.

39 | P B L T R E M O R
Pada manusia sebelum pubertas jumlahnya sedikit dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Fungsinya belum
jelas.

Sintesis dan metabolisme PTH

PTH manusia merupakan polipeptide linear dengan berat


molekul 9500 dan tersusun dari 84 gugus asam amino.
Disintesis sebagai bagian dari molekul yang lebih besar
dengan 115 gugus asam amino (preproPTH). Pada waktu
masuk ke dalam retikulum endoplasma, deretan gugus asam
amino pendahulu diambil dari terminal amino membentuk 90
asam amino polipeptide proPTH Enam gugus asam amino
selebihnya diambil pada saat masuk ke dalam aparatus Golgi,
tinggal 84 gugus asam amino sebagai PTH yang kemudian
dimasukkan ke dalam granula dan dilepaskan sebagai produk
sekresi utama sel chief.

Kadar PTH yang utuh di dalam plasma sekitar 10 – 55


pg/mL. Waktu paruhnya sekitar 10 menit. PTH yang
disekresikan dengan cepat dirombak oleh sel Kupffer di hati
menjadi fragmen-fragmen yang mungkin tidak mempunyai
efek biologi sebagai hormon. PTH dan fragmen-fragmennya
diekskresi oleh ginjal. Imunoesei modern hanya dirancang
untuk mengukur aktivitas PTH yang utuh (1 – 84), tidak
untuk mengukur keaktifan fragmennya.

Cara kerja PTH

PTH bekerja secara langsung pada tulang meningkatkan


resorpsi tulang dan memobilisasi Ca2+. Kecuali meningkatkan
Ca2+ plasma, PTH juga meningkatkan ekskresi fosfat di
kemih dan dengan demikian menurunkan kadar fosfat
plasma. Hal ini disebabkan oleh menurunnya reabsorpsi

40 | P B L T R E M O R
fosfat di tubulus proksimal melalui efek kotransporter NaPi-
Iia. PTH juga meningkatkan reabsorpsi Ca2+ di tubulus
distal. PTH juga meningkatkan pembentukan 1,25
dihidroksikolekalsiferol sehingga dengan demikian
meningkatkan absorpsi Ca2+ dari usus. Dalam jangka waktu
lama PTH juga merangsang fungsi osteoblas dan osteoklas.

Mekanisme kerja PTH

Paling sedikit terdapat tiga macam reseptor PTH. Salah


satunya juga menjadi reseptor PTHrP (parathyroid hormon
related protein) dan dengan demikian disebut reseptor
PTH/PTHrP. Reseptor kedua PTH2 (hPTH2-R) tidak
berikatan dengan PTHrP, terdapat di otak,plasenta, dan
pankreas. Terdapat reseptor ketiga CPTH yang bereaksi
dengan gugus karboksil, bukannya dengan terminal gugus
amino seperti reseptor yang lain. Dua reseptor yang pertama
bekerja berpasangan dengan protein GS dan melalui
heterotrimerik protein G mengaktifkan adenilil siklase
membentuk cAMP. PTH/PTHrP reseptor juga mengaktifkan
PLC melalui Gq meningkatkan Ca2+ dan mengaktifkan
protein kinase C. Namun bagaimana second messenger yang
kedua ini mempengaruhi Ca2+ di dalam tulang belum jelas.

Pengaturan Sekresi

Ca2+ yang beredar dalam darah bekerja secara langsung


pada kelenjar paratiroid melalui mekanisme umpan balik
negatif terhadap sekresi PTH. Hal ini terjadi melalui reseptor
Ca2+ CaR di membran sel. Dengan jalan ini, bila Ca2+ plasma
tinggi PTH dihambat dan Ca2+ ditimbun di dalam tulang.
Sebaliknya bila Ca2+ rendah sekresi PTH meningkat dan Ca2+
dimobilisasi dari tulang.

41 | P B L T R E M O R
1,25-dihidroksikolekalsiferol bekerja secara langsung pada
kelenjar parathyroid menurunkan mRNA preproPTH.
Peningkatan fosfat plasma menstimulasi sekresi PTH dengan
merendahkan Ca2+ plasma dan menghambat pembentukan
1,25-dihidroksikolekalsiferol

Magnesium diperlukan untuk memelihara respons sekresi


parathyroid normal. Gangguan pelepasan PTH yang terjadi
oleh berkurangnya respons target organ terhadap PTH yang
,menyebabkan terjadinya hipokalsemia biasanya terjadi
karena defisiensi Mg.

2.5. PATOMEKANISME DARI TIAP GEJALA 10,12


Berdasarkan gejala dan tanda pada skenario menunjukkan bahwa pasien
mengalami hipertiroidisme. Keadaan ini berefek pada beberapa sistem
tubuh.
Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar
dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak
hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel, sehingga jumlah sel-sel ini
lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar.
Juga, setiap sel meningkat kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Pada hipertiroid,
konsentrasi TSH (Tyroid Stimulating Hormon) plasma menurun, karenan
ada sesuatu yang menyerupai TSH. Biasanya bahan-bahan ini adalah
antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama
dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang
aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Benjolan pada leher

42 | P B L T R E M O R
Pembesaran kelenjar tiroid terjadi ketika TSH atau TSI
merangsang secara berlebihan kelenjar tiroid.
- Pada keadaan hipertiroidisme, sekresi TSH berlebihan yang terjadi
akibat defek hipotalamus dan hipofisis anterior akan jelas disertai oleh
pembesaran kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan T3 dan T4 akibat
stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan12
- Pada penyakit graves, terjadi pembesaran kelenjar dengan hipersekresi
karena TSI mendorong pertumbuhan tiroid sekaligus meningkatkan
sekresi hormone tiroid. Karena kadar T3 dan T4 yang tinggi
menghambat hipofisis anterior, sekresi TSH itu sendiri menjadi
rendah.12
- Hipertiroidisme yang terjadi akibat aktivitas berlebihan tiroid tanpa
adanya overstimulasi, misalnya karena tumor tiroid yang tidak
terkendali, tidak disertai oleh pembesaran kelenjar. Sekresi spontan T3
dan T4 dalam jumlah berlebih menekan TSH sehingga tidak ada lagi
sinyal stimulatorik yang mendorong pertumbuhan tiroid. (Meskipun
tidak terjadi pembesaran tiroid, suatu tumor dapat menyebabkan tanda
klinis berupa benjolan/ pembesaran di bagian leher tergantung pada
sifat dan ukuran tumor).
Peningkatan aliran darah dan curah jantung
Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian
oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolism
dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi di sebagian besar
jaringan tubuh sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran
darah terutama di kulit meningkat karena kebutuhan untuk pembuangan
panas dari tubuh meningkat. Sebagai akibat meningkatnya aliran darah,
maka curah jantung juga akan meningkat, seringkali meningkat sampai
60% atau lebih di atas normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid.
Peningkatan frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung lebih meningkat di bawah pengaruh
hormon tiroid daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena

43 | P B L T R E M O R
itu, hormon tiroid nampaknya mempunyai pengaruh langsung pada
eksitabilitas jantung yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut
jantung. Efek ini sangat penting sebab frekuensi denyut jantung
merupakan salah satu tanda fisik yang sangat peka.
Tekanan arteri
Pada keadaan hipertiroidisme, terjadi peningkatan aliran darah
melalui jaringan di antara 2 denyut jantung, sehingga tekanan nadi
menigkat bersama dengan kenaikan tekanan sistolik.
Peningkatan motilitas saluran cerna
Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormone
tiroid juga menigkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan
pergerakan saluran cerna. Oleh karena itu, hipertiroidisme seringkali
menyebabkan diare.
Tremor otot
Salah satu gejala khas dari hipertiroidisme adalah timbulnya tremor
halus pada otot. Tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 sampai
15 kali per detik. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya
kepekaan sinaps saraf di daerah medulla yang mengatur tonus otot.
Efek pada tidur
Oleh karena efek yang melelahkan dari hormone tiroid pada otot
dan sistem saraf pusat, maka pasien hipertiroid seringkali merasa lelah
terus-menerus tetapi karena efek eksitasi dari hormon tiroid sinaps, timbul
kesulitan tidur.
Nafsu makan meningkat, tetapi berat berat badan tetap
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk mengimbanginya.
Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan hormon-
hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu epinephrin dan

44 | P B L T R E M O R
norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan frekuensi
denyut jantung dengan cara menstimulasi α dan β reseptor, terutama β
reseptor yang berada di membran plasma otot jantung.
Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi
getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme
seringkali menyebabkan diare.

2.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS 13,14,15


Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis
pada beberapa penyebab tremor. Pemeriksaan fisik yang seksama
merupakan alat diagnostik yang paling baik. Informasi mengenai riwayat
penyakit sekarang dan sebelumnya, seperti onset tremor, faktor pemicu
dan penghambat tremor, riwayat tremor dalam keluarga, penggunaan obat
medikasi sekarang dan sebelumnya, sensitivitas alkohol, adanya penyakit
penyerta.
Pemeriksaan neurologis yang seksama mengevaluasi sistem saraf
motorik dan sensorik, sistem ekstrapiramidal, dan fungsi serebellum
sangat diperlukan untuk menentukan lokasi anatomis tremor, tipe tremor,
dan tingkat keparahan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi darah rutin,
kimia darah, fungsi tiroid, fungsi hati (terutama pada pasien usia muda
dengan tremor bukan induksi obat), vitamin B12, kadar tembaga dalam
urin selama 24 jam dan ceruloplasmin serum pada usia kurang dari 50
tahun (penyakit Wilson’s), pemeriksaan cairan serebrospinal untuk
mendeteksi IgG oligoklonal jika dicurigai adanya sklerosis multipel.
Rekaman elektromiografi (EMG) dapat digunakan untuk menilai
frekuensi tremor dan pola kontraksi antara otot-otot agonis dan antagonis,
dan digunakan untuk membedakan antara mioklonus (termasuk
asteriksis), serta untuk mendiagnosis tremor distonik dan tremor
ortostatik. Pemeriksaan CT scan atau MRI dapat dilakukan jika dicurigai

45 | P B L T R E M O R
adanya tremor intensi, tumor, stroke, sklerosis multipel. Pada penyakit
Parkinsons, PET scan menunjukkan pemendekan sinyal yang tinggi
antara red nucleus dan substansia nigra, namun tidak perlu dilakukan jika
pasien berespon terhadap pengobatan anti-Parkinson. PET dan SPECT
scan memperlihatkan penurunan pengambilan dopaminergik pada otak,
terutama pada striatum posterior pada penyakit Parkinson, dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi tremor istirahat. SPECT dapat digunakan
untuk membedakan tremor esensial dan tremor dominan pada penyakit
Parkinson. Namun saat ini, PET dan SPECT scan belum banyak
digunakan untuk mengevaluasi tremor.

2.7. DIAGNOSIS BANDING


GRAVE’S DISEASE
Definisi
Penyakit Graves, juga dikenal sebagai penyakit Parry atau Basedow,
merupakan kelainan dengan tiga manifestasi utama: hipertiroidisme dengan
struma difusa, oftalmopati, dan dermopati. Ketiga manifestasi utama ini tidak
harus tampak bersamaan. Namun satu atau dua tidak perlu tampak dan terlebih
lagi, ketiganya dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang sebagian besar
tergantung satu sama lain.16
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang muda dengan gejala seperti
keringat berlebihan, tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, berat
badan menurun, emosi tidak stabil, mengalami gangguan menstruasi berupa
amenorea, dan sering buang air besar. Secara klinis, sering dijumpai adanya
pembesaran kelenjar tiroid, dan kadang terdapat juga manifestasi pada mata,
berupa eksoftalmos dan miopati otot bola mata. Walaupun etiologi penyakit
Graves tidak diketahui, tampaknya ada peranan suatu antibodi yang dapat
ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan produksi hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan
peningkatan absorbsi yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.17

46 | P B L T R E M O R
Epidemiologi
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat
puluh dan lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.
Terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini dan sering berkaitan
dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya. Pada penyakit Graves
terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan
keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid
yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan.18
Prevalensi penyakit Graves merupakan suatu kelainan yang relatif umum
yang terjadi pada semua umur tetapi Pada daerah nonstruma, rasio
predominasi pada perempuan dapat setinggi 7:1. Pada daerah endemik
struma, rasionya lebih rendah. Faktor genetik memainkan suatu peranan
penting; terdapat peningkatan frekuensi haplotipe HLA-B8 dan DRw3 pada
orang kaukasia, HLA-Bw36 pada orang Jepang, dan HLA-Bw46 pada orang
Cina dengan penyakit ini. Tidak mengherankan, terdapat predisposisi familial
yang nyata terhadap penyakit Graves. Selain itu, di antara anggota keluarga,
tumpang tindih klinis dan imunologik terjadi pada penyakit Hashimoto,
hipotiroidisme tiroprivik primer, dan anemia pernisiosa dan kemungkinan
pada penyakit lain dengan gambaran autoimun yang nyata. Pada beberapa
pasien, gambarannya dapat berubah dari penyakit Graves ke penyakit
Hashimoto, atau kebalikannya, dan jarang, pasien dengan miksedema primer
kemudian menjadi hipertiroid. Sehingga, tepat untuk memper- timbangkan
penyakit Graves, Hashimoto, dan miksedema primer sebagai penyakit tiroid
yang berhubungan erat dengan autoimun.16

Etiologi dan Patogenesis16


Penyebabnya tidak diketahui. Dari pandangan bahwa manifestasinya yang
bervariasi dan perjalanan penyakit yang berbeda, merupakan hal yang
mungkin bahwa tidak ada faktor tunggal yang berpengaruh terhadap

47 | P B L T R E M O R
keseluruhan sindroma. Dengan mempertimbangkan hipertiroidisme, kelainan
sentral merupakan suatu gangguan pada mekanisme homeostatik yang
biasanya menyesuaikan sekresi hormon untuk memenuhi kebutuhan jaringan
perifer. Gangguan homeostatik ini dihasilkan dari adanya stimulator tiroid
abnormal pada plasma, yang pertama kali dikenali pada saat muncul dalam
serum pasien dengan penyakit Graves yang melepaskan radio yodium dari
tiroid babi Nugini atau tikus. Dari aspek durasi kerjanya yang memanjang
dari relatif dibandingkan dengan durasi pada TSH pada sistem bioassay ini,
bahan ini dirancang sebagai stimulator tiroid kerja lama (LATS = long-acting
thyroid stimulator). Aktivitas LATS pada pengujian tikus disebabkan oleh
imunoglobulin penstimulasi tiroid (TSI = thyroid stimulating
immunoglobulin) dari kelas IgG yang dielaborasi oleh limfosit dari pasien
dengan penyakit Graves, Jika jaringan tiroid manusia diguna kan sebagai
sistem pengujian, titik akhir pengukuran adalah stimulasi dari tetes-tetes
koloid atau pembentukan AMP siklis pada sel, potongan atau membrana
(TSab; thyroid-stimulating antibodies) tiroid, dan inhibisi pengikatan TSH
dengan reseptornya di jaringan tiroid manusia (TBII = TSH-binding
inhibitory immunoglobulin).
Faktor ini mewakili antibodi terhadap reseptor TSH tiroid (TRAb).
Aktivitas dari tipe ini juga ditemukan dalam serum pada beberapa pasien
dengan penyakit Graves oftalmika, kadang-kadang pada pasien dengan
penyakit Hashimoto, dan beberapa pasien eutiroid relatif dengan penyakit
Graves. Diduga, absennya tirotoksikosis pada keadaaan demikian
merefleksikan predominasi penghambatan versus stimulasi TRAb atau
penyakit troid intrinsik yang mencegah suatu respons hipertiroid. Hilangnya
faktor stimulasi dari serum selama pengobatan antitiroid meramalkan sesuatu
yang baik untuk remisi jangka panjang setelah pengobatan dihentikan.
Dengan demikian, sementara penyebab dasar dari penyakit Graves tidak
diketahui, sebuah imunoglobulin atau keluarga imunoglobulin yang diarahkan
terhadap reseptor TSH memperantarai stimulasi tiroid. Suatu abnormalitas
yang dapat diturunkan pada penyelidikan imun dapat memungkinkan limfosit

48 | P B L T R E M O R
tertentu untuk bertahan, berproliferasi dan mensekresikan imunoglobulin
stimulator sebagai respons terhadap faktor presipitasi. Patogenesis dari
komponen oftamika lebih merupakan teka-teki. Suatu mekanisme yang
diusulkan adalah perkembangan antibodi terhadap antigen spesifik pada otot
ekstraokuler. Tidak ada yang diketahui dari patogenesis dermopati.
Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar
hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena
adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan
mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb
memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan
peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal.
TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan
antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell)
menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel
T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T
helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb.
Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA.
Pada pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino
ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease
asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan
umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa
glutamine.

Patologi
Pada penyakit Graves, kelenjar tiroid membesar secara difus, lunak dan
vaskuler. Patologinya adalah hipertrofi dan hiperplasia parenkimatosa,
ditandai dengan peningkatan tinggi epitelium dan pengulangan dinding
folikuler, memberikan gambaran lipatan ke dalam papiler dan bukti sitologi
dari peningkatan aktivitas. Hiperplasia yang demikian biasanya diikuti
dengan infiltrasi limfositik yang merefleksikan aspek imun dari penyakit dan
berkorelasi dengan kadar antibodi antitiroid dalam darah. Setelah terapi

49 | P B L T R E M O R
dengan yodium, terdapat cadangan koloid, yang kadang-kadang
menyebabkan pembesaran dan peningkatan kekerasan kelenjar.16
Penyakit Graves dikaitkan dengan hiperplasia dan infiltrasi limfoid
generalisata dan kadang-kadang dengan pembesaran limpa atau timus.
Tirotoksikosis dapat mengarah pada degenerasi serat-serat otot skeletal,
pembesaran jantung, infiltrasi lemak atau fibrosis difusa hati, dekalsifikasi
dari tulang rangka, dan hilangnya jaringan tubuh (termasuk deposit lemak,
osteoid, dan otot).16
Oftalmopati ditandai dengan infiltrasi inflamasi dari kandungan orbital,
kecuali bola mata, dengan limfosit, sel mast, dan sel plasma. Otot-otot orbita
sering membesar akibat infiltrasi oleh limfosit, mukopolisakarida, dan edema,
dengan lemak yang sebagian besar berengaruh terhadap peningkatan volume
kandungan orbita yang menyebabkan bola mata menonjol. Serat-serat otot
memperlihatkan degenerasi dan hilangnya stria, dengan fibrosis pada
akhirnya. Dermopati pada penyakit Graves ditandai dengan penebalan
dermis, yang diinfiltrasi oleh limfosit dan dengan mukopolisakarida yang
diwarnai dengan pewarnaan hidrofilik dan metakromatik.16
Goiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (1) kekurangan
yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid; (2) stimulasi oleh TSH karena
rendahnya kadar hormon tiroksin dalam darah; (3) masuknya bahan
goitrogenik yang terkandung dalam makanan, air, obat, dan rokok, yang
mengganggu masuknya yodium ke dalam sel folikuler kelenjar tiroid; (4)
adanya kelenjar kongenital yang menimbulkan gangguan sistem hormon
tiroid; dan (5) terjadi kelebihan yodium, sehingga proses iodinasi dalam
kelenjar tiroid menjadi terhambat.17
Meskipun resiko terjadinya diabetes melitus hanya berkisar 2-3% pada
individu yang menderita hipertiroidisme namun jika ini dijumpai akan
mempengaruhi dan menyebabkan sulitnya mengontrol glukosa darah oleh
karena dua kondisi metabolik yang terjadi secara bersamaan. Berbagai
perubahan metabolisme dapat terjadi selama kondisi hipertiroid dan hal ini
dapat mempengaruhi status glukosa darah. Perubahan-perubahan tersebut

50 | P B L T R E M O R
diantaranya adalah pada kondisi hipertiroid, waktu pengosongan lambung
menjadi lebih cepat. Absorpsi glukosa pada saluran cerna juga ikut meningkat
termasuk aliran darah di vena portal. Ketika beberapa studi menunjukkan
bahwa penurunan sekresi insulin bisa terjadi pada kondisi hipertiroid, studi-
studi lainnya melaporkan level insulin baik diperifer dan sirkulasi portal
justru normal atau meningkat. Sebenarnya kondisi ini bisa tertutupi oleh
karena adanya sekresi insulin yang meningkat termasuk juga degradasi dari
insulin tersebut.
Pada hipertiroid insulin clearen meningkat hingga 40%. Kondisi yang
berlama-lama dari gangguan fungsi tiroid ini juga akan menyebabkan
gangguan fungsi dari sel beta sehingga akan menurunkan produksi insulin
oleh pankreas dan respon insulin terhadap glukosa. Peningkatan ambilan
glukosa dan pembentukan laktat terhadap oksidasi glukosa dan proses
penyimpanan pada kondisi hipertiroid. Kondisi ini disebabkan karena
meningkatnya insulin basal, stimulasi GLUT1, GLUT4, meningkatnya respon
glikogenolisis terhadap stimulasi beta adenergik, meningkatnya aktivitas
heksokinase dan fosfofruktokinase serta menurunnya sensitifitas sintesa
glikogen terhadap insulin.

Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda penyakit ini merupakan manifestasi peningkatan
metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis
terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan meningkatnya
kebutuhan kalori sehingga berat badan menurun drastis bila asupan kalori
tidak tercukupi.17
Manifestasti penyakit Graves yang mudah dibedakan; struma hiperfungsi
difusa, oftalmopati, dan dermopati, tampak pada kombinasi yang bermacam-
macam dan dengan frekuensi yang bermacam-macam, struma merupakan
yang paling sering. Struma difusa toksik dapat asimetrik dan lobuler. Adanya
bruit pada kelenjar biasanya menandai bahwa pasien menderita tirotoksikosis,
tetapi hal ini jarang terdapat pada kelainan lain dengan tiroid yang menjadi

51 | P B L T R E M O R
hiperplastik. Bising vena dan hembusan aliran karotis harus dibedakan
dengan tiroid bruit yang asli. Pembesaran lobus piramidal tiroid dapat
dipalpasi.16
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam
bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain meningkatnya curah jantung
sampai dua-tiga kali normal, yang juga terjadi pada keadaan istirahat. Irama
nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus seler;
penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban miokard dan
rangsangan saraf otonom dapat mengacaukan irama jantung, berupa
clestrasistol, fibrilasi atrium, dan vibrilasi ventrikel.17
Terjadi peningkatan sekresi maupun peristalsis saluran cerna sehingga
sering timbul polidefekasi dan diare.17
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah
tidur, dan sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami
ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan tidak
beralasan, dan semua ini sangat mengganggu.17
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Ke lemahan otot, terutama otot bagian
proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba.
Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipacu oleh hipertiroidisme;
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metroragia.17
Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi
terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstra bulbi di dalam rongga
mata. Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga
bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya, terjadi
eksoftalmos yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata akibat keratis.
Gangguan faal otot mata menyebabkan strabismus.17
Tanda klinis yang dikaitkan dengan oftalmopati pada penyakit Graves
dapat dibagi dalam dua komponen: spastik dan mekanis. Yang disebut
pertama termasuk mata melotot, kelelahan kelopak mata. Komponen mekanis
meliputi proptosis dengan derajat yang bermacam-macam dengan

52 | P B L T R E M O R
oftalmoplegia dan okulopati kongestif yang ditandai oleh kemosis,
konjungtivitis, pembengkakan periorbita, dan komplikasi potensial ulserasi
kornea, neuritis optik, dan atrofi optik. Jika eksoftalmus berkembang cepat
dan menjadi hal utama dalam penyakit Graves, hal itu disebut progresif dan
jika berat, eksoftalmus maligna. Istilah oftamolplegia eksoftalmik mengacu
pada kelemahan otot okuler yang menyebabkan gangguan pada pandangan
melihat ke atas dan konvergensi dan strabismus dengan derajat diplopia yang
bervariasi. Eksoftalmus dapat unilateral pada saat awal tetapi biasanya
berkembang menjadi bilateral.16
Dermopati biasanya terjadi di dorsal tungkai atau kaki dan disebut
miksedema lokal atau pretibial. Hal ini muncul pada pasien dengan riwayat
atau sedang menderita penyakit Graves dan bukan merupakan manifestasi
dari hipotiroidisme. Sekitar setengah dari kasus terjadi selama stadium aktif
tirotoksikosis. Daerah yang terkena biasanya dibatasi dari daerah normal
dengan fakta bahwa kulit di daerah tersebut meningkat, menebal, dan
memiliki gambaran peau d'orange (kulit jeruk) dan dapat pruritik dan
hiperpigmentasi. Lesi biasanya diskrit, mengasumsikan konfigurasi seperti
plak atau noduler tetapi pada beberapa keadaan, konfluen. Pembesaran jari
dan ibu jari dengan perubahan tulang yang khas dapat berbeda dari gambaran
pada osteoartropati hipertrofik paru yang dapat menemani perubahan dermis
(thyroid acropachy).16

Diagnosa
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik18
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak
tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab; berat badan
menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat; palpitasi dan
takikardia; diare; dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal
berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada
tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien

53 | P B L T R E M O R
ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang,
lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan
kegagalan konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata
yang relatif lebih lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien
diminta perlahan-lahan melirik ke bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan
eksoftalmos (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan
gerakan ekstraokular.
Oftalmopati dapat berat sekali dan pada kasus yang ekstrim, penglihatan
dapat terancam. Manifestasi ekstratiroidal penyakit Graves dapat diikuti
dengan gejala klinis yang berbanding terbalik dengan beratnya
hipertiroidisme. Sebagai contoh, manifestasiini dapat tidak ada atau dapat
membaik bila hiper-tiroidisme minimal atau setelah dikontrol dengan
pengobatan.
Adanya struma membuat diagnosis kemungkinan hipertiroidisme, tetapi
palpasi yang hati-hati diperlukan untuk menentukan apakah struma
multinoduler toksik, adenoma toksik, atau tirotoksikosis subakut muncul,
karena terapi kelainan ini dapat berbeda dari struma difus toksik. Tidak
adanya pembesaran tiroid membuat diagnosis penyakit Graves kurang tetapi
tidak menyingkirkannya.
Pemeriksaan Penunjang
Graves timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum
pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini bereaksi
dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi
ini, antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada
TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertiroidisme. Imunoglobulin
yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit
tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan menyekresi imunoglobulin
stimulator sebagai respons terhadap beberapa faktor perangsang. Respons

54 | P B L T R E M O R
imun yang sama bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada
pasien-pasien tersebut.18
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis Graves’
disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas,
iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb). Pada
pasien Graves’ disease, kadar TSH ditemukan rendah disertai peningkatan
kadar hormon tiroid. Dan pada pemeriksaan dengan iodine radioaktif
ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada teknik
scanning iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana
pola penyebaran iodine pada Graves’ disease berbeda pada hipertiroidisme
lainnya. TRAb ditemukan hanya pada penderita Graves’ disease dan tidak
ditemukan pada penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan
sebagai dasar diagnosis Graves’ Disease. Selain itu TRAb dapat digunakan
sebagai parameter keberhasilan terapi dan tercapainya kondisi remisi pasien.16

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk satu atau beberapa tindakan
berikut ini:
1. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti
propiltiourasil atau metimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1
tahun, Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.
2. Penyekat beta seperti propanolol diberikan bersamaan dengan obat-
obat antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat
dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka
manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian
penyekat beta; penyekat beta menurunkan takikardia, kegelisahan dan
keringat yang berlebihan. Propanolol juga menghambat perubahan
tiroksin perifer menjadi triyodotironin.
3. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil
prabedah.
4. Pengobatan dengan yodium radioaktif (RAI).

55 | P B L T R E M O R
Pengobatan dengan RAI dilakukan pada kebanyakan pasien
dewasa dengan penyakit Graves tapi biasanya merupakan
kontraindikasi untuk anak- anak dan wanita hamil. Pada pasien
dengan goiter nodular toksik dapat juga digunakan obat-obat antitiroid
atau terapi ablatif dengan RAI. Tetapi kalau goiternya besar sekali dan
tidak ada kontraindikasi pembedahan, maka harus dipertimbangkan
untuk dilakukan reseksi pembedahan.
Pengobatan oftalmopati pada penyakit Graves mencakup usaha untuk
memperbaiki hipertiroidisme dan mencegah terjadinya hipotiroidisme yang
dapat timbul setelah terapi radiasi ablatif atau pembedahan. Pada banyak
pasien, oftalmopati dapat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan
selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat hingga ada bahaya kehilangan
penglihatan, perlu diberi pengobatan dengan glukokortikoid dosis tinggi
disertai tindakan dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.
Hipotiroidisme dapat timbul pada penderita hipertiroidisme yang menjalani
pembedahan atau mendapatkan terapi RAI. Pasien-pasien yang mendapat
terapi RAI, 40 sampai 70% dapat mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun
mendatang.17
Oftalmopati, Dermopati : Jika berat dan progresif, oftalmopati adalah
komponen penyakit Graves yang paling sulit untuk diterapi secara
memuaskan. Untungnya, pada kebanyakan pasien kelainan ini mengalami
perkembangan secara jinak yang sebagian besar independen terhadap
hipertiroidisme. Pada sebagian besar kasus, aktivitas dari penyakit berat yang
sedang berkurang dan menghilang dengan waktu, walaupun beberapa
eksoftalmus dan oftalmoplegia menetap. Pada penyakit yang ringan,
keuntungan yang cukup didapat dengan pengukuran sederhana, misalnya
peninggian kepala pada malam hari, pemberian diuretik untuk mengurangi
edema, dan memberikan kaca mata berwarna untuk melindungi dari matahari,
angin, dan benda- benda asing. Suatu solusi metilselulose 1% atau pelindung
plastik dapat mencegah pengeringan kornea pada pasien yang tidak mampu
menutup kelopak mata selama tidur. Pada kasus yang lebih berat, yang

56 | P B L T R E M O R
dibuktikan dengan eksoftalmus yang progresif, kemosis, oftalmoplegia, atau
kehilangan pandangan, dosis besar prednison (100 sampai 120 mg/hari) harus
diberikan, karena hal ini biasanya efektif dalam mengurangi komponen
edematosa dan infiltratif. Dengan perbaikan, dosis dikurangi ke yang terendah
untuk meminimalkan efek dari kelebihan glukokortikoid. Radiasi orbita dapat
berguna pada beberapa pasien dengan manifestasi yang akut dan berat,
terutama jika diberikan secara terus menerus dengan glukokortikoid. Pada
kasus dengan kemajuan yang dikecualikan dari pengukuran ini, dekompresi
orbita misalnya pembuangan bagian tulang dari orbita, diperlukan untuk
mengurangi tekanan intraorbita. Penatalaksanaan harus selalu dilakukan
bersama-sama dengan ahli mata. Secara umum, terapi hipertiroidisme yang
berkaitkan harus dilakukan jika oftalmopati tidak muncul, karena arah
pengobatan hipertiroidisme tidak mempengaruhi perjalanan penyakit okuler.
Dermopati berat dapat diredakan dengan pemberian topikal glukokortikoid.16

Prognosis
Secara umum, perjalanan penyakit Graves disease ditandai dengan adanya
remisi dan eksaserbasi untuk jangka waktu yang lama, kecuali dilakukan
pembedahan atau radioaktif. Walaupun beberapa pasien bisa tetap eutiroid
untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak banyak yang akhirnya
menderita hipotiroidisme.

Komplikasi
Oftalmopati Graves’ terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot
ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh
tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan
menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan
pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran
otot- otot bola mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau
MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi
penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan.

57 | P B L T R E M O R
STRUMA NODOSA TOKSIK
Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi
koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi
noduler.19,20
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Pembesaran
noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik.
Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali
dibedakan dari penyakit Grave's oleh Plummer, maka disebut juga Plummer's
disease.21

Epidemiologi
Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Pada
area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi akibat dari
perubahan nontoksik menjadi toksik, sekitar 40% dari kasus hipertiroidisme,
10% berbentuk nodul toksik yang solid (mononoduler atau adenoma toksik)
dan 30% berbentuk multinoduler.21
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki
(12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu
31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi
pada 1.912 orang diantaranya 17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan
(91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65
orang (34,03 %).20

58 | P B L T R E M O R
Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al yang dilakukan berdasarkan
data rekam medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit tahun
1987-2007 di Swedia ditemukan 11.659 orang (50,9 %) mengalami struma
non toksik, 9.514 orang (41,5 %) Graves disease, dan 1.728 orang (7,54%)
struma nodular toksik.20

Etiopatofisiologi
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion
iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif
dengan ATP sebagain sumber energi. Selanjutnya sel-sel folikel kelenjar
tiroid akan mensintesis tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya
mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono
iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai
katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan
dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul
DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya
masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi
penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil,
tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol. Melihat proses terbentuknya
hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang, gangguan berbagai
enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung
tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik,
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma
sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar
hormon-hormon tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik
terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi
pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang
kembali. Hal ini menyebabkan terjadinya struma non-toksik.22
Struma noduler toksik merupakan akibat dari struma non-toksik yang
berkepanjangan, walaupun proporsi kasus berkembangnya komplikasi ini

59 | P B L T R E M O R
tidak tentu. Karena jika struma nodusa non-toksik tidak diberikan tindakan
medis sementara, nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Perjalanan
penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.20
Pada daerah nonendemik, penyebab struma noduler toksik biasanya tidak
dapat ditentukan. Karena itu, merupakan hal yang tidak jelas apakah suatu
faktor yang spesiik menyebabkan kasus struma noduler toksik yang
berkembang menjadi fase tirotoksikosis. Biasa pada banyak struma noduler
nontoksik, bahkan pada daerah yang cukup yodium, kandungan yodium dan
tiroglobulin berkurang, menandakan defisiensi yodium yang terkondisi atau
gangguan penggabungan normalnya dengan protein. Tidak ada gambaran
patologik untuk membedakan struma noduler nontoksik dengan toksik.
Namun perubahan dari nontoksik menjadi toksik melibatkan perkembangan
fungsi autonom seperti kemandirian dari stumulasi TSH pada satu atau lebih
daerah pada kelenjar. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari
nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi
otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormon
tiroid dari luar, atau pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan. Pola
fungsional dapat terdiri dari dua tipe, yang paling sering adalah akumulasi
yodium muncul secara difus bada bercak fokus di seluruh kelenjar. pola yang
lebih jarang adalah akumulasi yodium pada satu atau lebih nodul yang diskret
di dalam kelenjar, yang disebut struma nodosa.23
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat
mengarah kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.

60 | P B L T R E M O R
penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu
dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher
dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri pasien.

Gejala klinis
Pada definisi patofisiologi, telah disebutkan bahwa struma nodosa toksik
adalah yang lebih berhubungan dengan hipertiroidisme yang akan
meningkatkan laju metabolisme dan menyebabkan banyak gejala yaitu
pembesaran kelenjar tiroid, rambut rontok, berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin,
sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor
pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
teratur, dan atrofi otot.20

Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang dirasakan oleh pasien bisa berupa
benjolan pada leher yang sudah berlangsung lama, dengan atau tanpa gejala
hipertiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka
harus digali lebih jauh apakah pembesaran yang terjadi sangat progresif atau
lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan suara
serak. setelah itu tanyakan ada tidaknya gejala hipertiroid dan tanyakan gejala
yang dirasakan oleh pasien.21
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan inspeksi, palpasi dan auskultasi.
a. Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita duduk dengan kepala
sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit agar muskulus
sternokleidomastoideus relaksasi sehingga kelenjar tiroid mudah

61 | P B L T R E M O R
dievalusi. Apabila terdapat pembengkakan, maka perlu diperhatikan
beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah, bentuk (difus atau
nodul), gerakannya dengan cara penderita disuruh untuk menelan dan
apakah pembengkakannya ikut bergerak atau tidak, dan pulsasi pada
pembengkakan.20
b. Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa
berdiri dibelakang pasien dan meraba kelenjar tiroid pasien dengan
menggunakan kedua tangan dan perlu diperhatikan perluasan dan
tepinya apakah berbatas tegas atau tidak, gerakan saat menelan,
konsistensi, temperatur, permukaan, atau adanya nyeri tekan.20
c. Auskultasi
Dapat didengar bruit sound pada ujung bawah kelenjar tiroid, yaitu
suara yang ditimbulkan oleh peningkatan aliran darah melewati
kelenjar yang hiperaktif.20

Pemeriksaan penunjang20

1. Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara
tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya
kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand
assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi
yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan
assay radioimunometrik. Pada struma nodosa toksik, pemeriksaan
laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang
sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak
terlalu mencolok.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya
kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal

62 | P B L T R E M O R
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan
yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
2. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat apakah struma telah
menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).
3. Ultrasonografi (USG)
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan
adanya nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain
kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
4. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif
bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam
pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan
dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang
utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Scan radioiodin
menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-
kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercak-
bercak.
5. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.

63 | P B L T R E M O R
Tatalaksana21

Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada


kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau
dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok
sekitar 50%. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini
tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini


bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena
itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat
ini adalah propiltiourasil (PTU) dengan dosis 300mg dibagi 3 dosis perhari
dan metimasol (MMI)/karbimasol dengan dosis MMI 15-30 mg perhari dosis
tunggal.

Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering


dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan
tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang
merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah
atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak

64 | P B L T R E M O R
meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein
maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui
keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum


pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang
tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang
adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan
3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi karena struma noduler toksik adalah


merupakan komplikasi dari gejala klinis yang muncul. Suara menjadi serak
dan parau karena struma dapat mengarah kedalam dan menekan pita suara,
perubahan bentuk leher karena nodul, disfagia dan sulit bernafas karena
tertekannya trakea dan esofagus oleh nodul, dapat juga menyebabkan
penyakit jantung hipertiroid karena terdapat perangsangan pada jantung yang
berlebihan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan takikardi bahkan aritmia,
dan komplikasi dari hipertiroid sendiri dapat menyebabkan diabetes mellitus
karena meningkatnya metabolisme, lama kelamaan dapat menyebabkan
retensi insulin.

Prognosis

Prognosis dari struma berbeda-beda tergantung penyebab dan penanganan


yang dilakukan apakah tepat dan cepat. Struma nodosa toksik disebabkan
oleh hipertiroid, maka perlu selalu di kontrol kadar hormon tiroid agar stabil
walaupun nodul sudah diambil.

65 | P B L T R E M O R
KARSINOMA TIROID

Defenisi

Kanker tiroid adalah pertumbuhan sel abnormal yang terjadi didalam


kelenjar tiroid. Dan merupakan suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4
tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler.Kanker tiroid jarang
menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar.Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak,
biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi
kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan
hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid
sehingga terjadi hipertiroidisme.24,25

Epidemiologi

Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh


di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari
sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di
seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer
Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di
Amerika Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di
Amerika Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari
seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak
ditemukan pada wanita dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara
primer dijumpai pada dewasa muda dan usia pertengahan serta jarang
ditemukan pada anak-anak.26,27

Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang


terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak

66 | P B L T R E M O R
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10
year survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non
epitelial lain jarang ditemukan.25

Etiologi

Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk
terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter
endemis, dan untuk jenis meduler adalah factor genetic. Belum diketahui
suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler.
Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid
berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler
dua kali lebih besar.25

Faktor resiko : Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.
Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada
kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-
25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga
merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya
adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok
menahun.33

Patofisiologi

Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang diskret.


Kadang-kadang mirip goiter noduler jinak. Nodule-nodule tiroid dapat diraba,
kebanyakan nodule tersebut jinak, namun beberapa nodule goiter bersifat
karsinoma.Untuk menentukan apakah nodule tiroid ganas atau tidak, harus
dinilai factor-faktor resiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus
dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium.27

67 | P B L T R E M O R
Karsinoma tiroid biasanya kurang menangkap yodium radioaktif
dibandingkan kelenjar tiroid normal yang terdapat disekelilingnya. Dengan
cara scintiscan. nodule akan tampak sebagai suatu daerah dengan
pengambilan yodium radioaktif yang berkurang, Tehnik yang lain adalah
dengan echografi tiroid untuk membedakan dengan cermat massa padat dan
massa kistik.27

Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik biasanya


merupakan kista jinak. Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda
klinis jika hanya ada satu nodul yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan
pada dasarnya dan berhubungan dengan limfadenopati satelit.29

Kanker Tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu kelompok


besar neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan pertumbuhan yang
lambat dan kemungkinan penyembuhan yang tinggi, dan suatu kelompok
kecil tumor anaplastik dengan kemungkinan fatal.27

Klasifikasi24,25,26

Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:

1. Tumor epitel maligna


▪ Karsinoma folikulare
▪ Karsinoma papilare
▪ Campuran karsinoma folikulare-papilare
▪ Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
▪ Karsinoma sel skuamosa
▪ Karsinoma Tiroid medulare
2. Tumor non-epitel maligna
▪ Fibrosarkoma
▪ Lain-lain
3. Tumor maligna lainnya
▪ Sarkoma
▪ Limfoma maligna

68 | P B L T R E M O R
▪ Haemangiothelioma maligna
▪ Teratoma maligna
4. Tumor sekunder dan unclassified tumors

Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi:


1. Karsinoma Folikuler.
2. Karsinoma Papilar.
3. Karsinoma Medular.
4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
5. Lain-lain.
Menurut Mc Kenzi (1971), ada 4 tipe jaringan karsinoma tiroid yang berbeda
yang dipakai untuk pelaksanaan sehari-hari, yaitu:
1. Karsinoma Tiroid Papilar.
2. Karsinoma Tiroid Folikular.
3. Karsinoma Tiroid Medular.
4. Karsinoma Tiroid Anaplastik.
Manifestasi klinik awal dari karsinoma tiroid adalah berbentuk menyendiri
dan suatu nodul dikelenjar tiroid yang tidak menimbulkan rasa sakit. Tanda
dan gejala tambahan tergantung pada ada tidaknya metastase serta lokasi
metastase (penyebaran sel kanker) itu sendiri.

A. Karsinoma Papilar
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada
wanita atau kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar
merupakan tumor yang perkembangannya lambat dan dapat muncul
bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika
tumor terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila
dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau total.
B. Karsinoma Folikular
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada,
terutama mengenai kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang

69 | P B L T R E M O R
pembuluh darah yang kemudian menyebar ke tulang dan jaringan
paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat
melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan
kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor
mengenai “The Recurrent Laringeal Nerves”, suara klien menjadi
serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada saat
diagnosa ditetapkan.
C. Karsinoma Medular
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari
seluruh karsinoma tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia
diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang
struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan merupakan
bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga
bagian dari penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan
dari kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan serotonin.
D. Karsinoma Anaplastik
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa
agresif. Kanker jenis ini secara langsung menyerang struktur yang
berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:
• Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring)
• Suara serak
• Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-
kira 1 tahun setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa
karsinoma anaplastik dapat diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi
dan kemoterapi.

Gambaran Klinis27
Pada tahapan awal, kanker tiroid jarang menimbulkan gejala, bahkan
cenderung tidak ada sama sekali. Namun, jika sudah memasuki tahap
lanjutan, kanker tiroid seringkali ditandai dengan munculnya benjolan atau

70 | P B L T R E M O R
pembengkakan pada bagian depan leher, lebih tepatnya di bawah jakun, dan
biasanya tidak terasa sakit.
Ada beberapa gejala lain yang muncul setelah kanker memasuki stadium
lanjutan, di antaranya:

• Sakit tenggorokan.
• Kesulitan dalam menelan.
• Suara menjadi serak dan tidak membaik setelah beberapa minggu.
• Rasa sakit pada bagian leher.
• Pembengkakan kelenjar getah bening di bagian leher.

Tidak semua benjolan yang muncul pada kelenjar tiroid disebabkan oleh
kanker tiroid. Sebagian besar pembengkakan kelenjar tiroid disebabkan oleh
kondisi yang dikenal dengan istilah penyakit gondok. Kondisi ini disebabkan
oleh hipertiroidisme (terlalu banyak hormone T3 dan T4) atau hipotiroidisme
(kekurangan hormone T3 dan T4).

Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada observasi yang


dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan
tinggi, sedang dan rendah.

Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:

• Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.


• Pertumbuhan tumor cepat.
• Nodul teraba keras.
• Fiksasi daerah sekitar.
• Paralisis pita suara.
• Pembesaran kelenjar limpa regional.
• Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
• Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.

71 | P B L T R E M O R
• Riwayat radiasi leher.
• Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
• Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
• Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan
diatas.
Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar,
gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak,
limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering ke paru-
paru, tulang dan hati.

Pemeriksaan Diagnostik28
Pemeriksaan Fisis

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak,


ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-
benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak,
dan keadaan mobilitas nodul.

Pemeriksaan Laboratorium

• Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk


keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow
up.
• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
• Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
Pemeriksaan Radiologis
• Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada
tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan
metode ”soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila
tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

72 | P B L T R E M O R
• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya
infiltrasi ke esofagus.
• Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang
yang bersangkutan.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) hingga saat ini,
hanya terdapat sedikit literatur tentang MRI tiroid. Semula diharapkan teknik
ini dapat membedakan berbagai macam kelainan patologis dari jaringan
tiroid, tetapi sampai saat ini harapan tersebut tidak terpenuhi. Akibatnya,
penggunaan MRI untuk memeriksa tiroid berkembang jauh lebih lambat
dibandingkan area tubuh lainnya. Secara umum, peran dari pencitraan cross-
sectional area ini telah dikurangi pada tahun belakangan ini, oleh karena
fungsi kedokteran nuklir lebih bermanfaat bagi organ endokrin. Secara
morfologi, organ berukuran kecil dan terletak superfisial secara anatomi
pemeriksaan lebih cocok menggunakan USG frekuensi tinggi, sehingga
biasanya tidak dibutuhkan penggunaan CT scan atau MRI. Hal ini juga
berkaitan dengan efisiensi biaya. Peran MRI sendiri sejauh ini pada kanker
primer adalah memeriksa morfologi dari luas masa jaringan dan juga
keterlibatan jaringan sekitar seperti pembuluh dan otot. Invasi tumor ke
jaringan sekitar dapat disingkirkan dengan mendemonstrasikan garis lemak
yang berkesinam bungan dan paling baik terlihat pada gambaran T1-
weighted. Tetapi garis lemak ini tidak selalu ada dan mungkin akan sulit
untuk membedakan invasi tumor pada jaringan sekitar. Invasi tumor pada otot
paling baik ditunjukkan sebagai hiperintens pada Short TI Inversion
Recovery (STIR) dan Gd-DTPA (Gadolinium Diethylene Triamine

73 | P B L T R E M O R
Pentaacetic Acid)-Enhanced T1- Weighted Sequence, dimana gambaran otot
normal berbatasan dengan tumor mungkin menyingkirkan invasi otot
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang
normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka
disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut
nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 %
struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang
mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4
minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada
fasilitasnya, tidak usah dikerjakan
Pemeriksaan Sitologi Melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu:
Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi
oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare
dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir
tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter,
adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung
dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari
gambaran histopatologi.
Pemeriksaan Histopatologi
▪ Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah
dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi
▪ Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan
biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

74 | P B L T R E M O R
• Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
• Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
• Disfagia, sesak nafas perubahan suara
• Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
• Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
• Ada tanda-tanda metastasis jauh.

Penatalaksanaan
Jenis pengobatan kanker tiroid sangat bergantung kepada jenis dan
stadium dari kanker yang diderita. Beberapa jenis kanker, seperti karsinoma
papiler, karsinoma folikuler, dan sebagian karsinoma tiroid meduler,
memiliki peluang yang lebih baik untuk sembuh. Kanker tiroid jenis ini
ditangani dengan cara operasi pengangkatan kelenjar tiroid, dan mungkin
dikombinasikan dengan radioterapi.
Berikut ini adalah beberapa langkah pengobatan untuk menangani kanker
tiroid:28

1) Tiroidektomi

Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid, baik


sebagian (hemitiroidektomi) atau keseluruhannya (tiroidektomi total).
Prosedur ini bergantung pada jenis dan ukuran kanker tiroid, serta apakah
sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pasien dianjurkan untuk
beristirahat selama 2-3 minggu setelah operasi untuk menghindari
aktivitas yang memberikan beban pada bagian leher.

2) Terapi pengganti hormon

Pasien tidak akan bisa menghasilkan hormon yang mengatur sistem


metabolisme tubuh setelah melakukan prosedur tiroidektomi. Oleh
karena itu pasien akan memerlukan tablet pengganti hormon seumur

75 | P B L T R E M O R
hidupnya. Tes darah secara teratur perlu dilakukan untuk menyesuaikan
dosis dan memantau kadar hormon yang tepat untuk tubuh.

3) Pengaturan kadar kalsium

Operasi pengangkatan kelenjar tiroid seringkali berpengaruh


terhadap kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terletak di dekat kelenjar
tiroid dan berfungsi mengatur kadar kalsium dalam darah. Oleh karena
itu, kadar kalsium juga harus terus diperhatikan.

4) Perawatan iodium radioaktif

Pengobatan ini berfungsi untuk menghancurkan sel-sel kanker


yang masih ada dan mencegah agar tidak muncul lagi setelah menjalani
operasi. Efek samping yang mungkin terjadi akibat prosedur ini adalah
mual, mulut kering, mata kering, serta indera perasa dan penciuman yang
berubah.

5) Radioterapi eksternal

Pada prosedur ini, gelombang radioaktif diarahkan ke bagian tubuh


yang terpengaruh. Pengobatan ini biasanya dilakukan untuk mengatasi
kanker tahap lanjutan atau karsinoma tiroid anaplastik. Jangka waktu
radioterapi sendiri bergantung kepada jenis kanker dan
perkembangannya.

6) Kemoterapi

Prosedur ini biasanya hanya digunakan untuk mengatasi karsinoma


tiroid anaplastik yang sudah menyebar hingga ke bagian tubuh lain.
Pasien akan diberikan obat yang sangat kuat untuk membunuh sel-sel
kanker. Pengobatan ini tidak bisa menyembuhkan kanker anaplastik
sepenuhnya, tapi bisa memperlambat perkembangan kanker dan
membantu meredakan gejala yang muncul akibat kanker tiroid.

76 | P B L T R E M O R
Komplikasi24,25,29,30

Kanker tiroid yang sudah diobati bisa muncul kembali, meski kelenjar
tiroid sudah diangkat melalui prosedur operasi. Hal ini bisa terjadi karena sel-
sel kanker yang ada sudah menyebar hingga ke luar kelenjar tiroid.
Kemunculan kembali kanker tiorid biasanya terjadi dalam kurun waktu lima
tahun setelah operasi, tapi bisa juga muncul puluhan tahun setelah
penanganan awal.

Kemunculan kembali kanker ini bisa terjadi pada bagian kelenjar getah
bening di leher, jaringan kelenjar tiroid yang masih tertinggal pada saat
operasi, atau di bagian tubuh lainnya. Untuk mendeteksi tanda-tanda
kekambuhan, dokter akan menganjurkan pasien melakukan tes darah dan
pemindaian tiroid secara berkala.`

Komplikasi durante operasi seperti, perdarahan,krisis tiroid,cedera


nervus,trachea dan esophagus, paratirtoid terangkat. Adapun komplikasi
pasca operasi seperti, hematom, tracheomalacia,hipokalsemia,suara
parau/hilang,tersedak

Prognosis30,31

Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan
nuklear atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan.
Sedangkan pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya
sangat jelek oleh karena memiliki behavior yang sangat agresif.

Karsinoma folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis


bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan
dengan ukuran tumor (<1,0cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari

77 | P B L T R E M O R
setengah penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi
tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor,
atau jaringan sekitarnya.

Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada


usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet
dan metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua
ditekankan terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular
dari tumor.

2.8. INTEGRASI KEISLAMAN


Surah Al- Araf Ayat 31

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)


mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan


Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

(Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap


(memasuki) mesjid) Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
berhias dan menutup aurat ketika mendatangi masjid untuk mendirikan
sholat atau mengerjakan Thawaf.

(makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan) Allah


melarang mereka berlebih-lebihan dan memerintahkan mereka untuk
memakan makanan yang baik-baik, dan hal ini bertentangan dengan apa
yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai orang yang
zuhud, karena tidak ada kezuhudan dengan meninggalkan makan dan

78 | P B L T R E M O R
minum; dan orang yang meninggalkannya sama sekali maka ia telah
bunuh diri dan menjadi ahli neraka, adapun orang yang hanya membatasi
dirinya dengan sedikit makan dan minum sehingga melemahkan
badannya dan menjadikannya tidak mampu untuk menjalankan
kewajibannya melakukan ketaatan atau bekerja untuk dirinya dan
keluarganya maka ia telah melanggar apa yang Allah perintahkan dan
anjurkan. Adapun orang yang berlebih-lebihan dalam membelanjakan
hartanya sampai batas perbuatan orang-orang yang lemah akal dan
mubadzir maka ia juga termasuk orang yang menyelisihi apa yang telah
Allah syariatkan kepada hamba-hamba-Nya dan telah terjerumus
kedalam perbuatan yang dilarang dalam al-qur’an.

Yodium Dibutuhkan untuk Pembentukan Tiroksin


Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya
dibutuhkan kira-kira 50 mg yodium yang dikonsumsi dalam bentuk
iodida, atau kira-kira 1 mg/ minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium,
garam dapur yang umum dipakai diiodisasi dengan kira-kira 1 bagian
natrium iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida
Nasib lodida yang Dikonsumsi. Iodida yang dikonsumsi per oral
akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam darah dengan pola yang kira-
kira mirip dengan klorida. Biasanya, sebagian besar iodida tersebut
dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu
perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid
secara selektif dan digunakan untuk sintesis hormon tiroid.
Maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor resikonya yaitu
komsumsi Yodium atau garam dapur berlebihan yang dapat
meningkatkan produksi Hormon Tyroid (T4) pada kelenjar Tyroid, oleh
sebab itu kita menyarankan agar mangontrol konsumsi garam dapur
walupun terkadang olahan masakan akan lebih nikmat jika diberikan
garam dapur lebih banyak.

79 | P B L T R E M O R
BAB III
PENUTUP
3.1. TABEL DIAGNOSIS BANDING
Kata Kunci Graves’s Stroma Karsinoma
Disease Nodusa Tiroid
Toksik
Laki-laki 58 + + +
tahun
Tremor + + -
Berdebar- + + -
debar
Sulit tidur + + +
Diare + + -
Sering + + -
merasa
kepanasan
Nafsu + + -
makan
menigkat
Berat badan + + +/-
tidak
bertambah
TD 150/90 + + -
mmHg
Benjolan + + +
pada leher

3.2. KESIMPULAN
Berdasarkan diskusi PBL yang telah kami lakukan, kami
mendapatkan 3 diagnosis banding berdasarkan skenarion, yaitu Graves’s
Disease, Struma Nodusa Toksik, dan Karsinoma Tiroid. Diantara ke 3

80 | P B L T R E M O R
diagnosis tersebut, kami masih belum bisa mengambil diagnosis yang
tepat dikarenakan masih perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis pada
kasus ini.

81 | P B L T R E M O R
DAFTAR PUSTAKA

1. Deuschl G, Lorenz D. Essential tremor. In: Gasser, editor. Essential


Tremor. Niemannsweg: University of Kiel, 2003.
2. Berendse HW, van Laar T. Tremor. In: Wolters EC, van Laar T, editors.
Parkinsonism and related disorders. Amsterdam: University Press, 2007;
p. 309-22.

3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing, 2014
4. Cahyono DW, Sasongko H, Primatika DA. Neurotransmitter dalam
Fsiologi Saraf Otonom. Semarang: Anestisiologi dan TerapiIntensif FK
UNDIP, 2009; 1(1).
5. Nugroho R. A. Dasar-Dasar Endokrinologi. Samarinda: Mulawarman
University, 2012
6. Anthony L, Mescher. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Jakarta:
EGC, 2016
7. Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray Dasar-dasar Anatomi. Elsevier inc,
2005.
8. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL 23rd Edition. McGrawHill
Lange. 2010
9. Silverthorn DU. Human Physiology. An Integrated Approach. 5th Edition.
Pearson International Edition, 2010.
10. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 7th Edition. Elsevier
Saunders, 2006.
11. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:EGC, 2008.
12. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC,
2014.
13. Akbar M. General Approach of Tremor. Bagian Ilmu Saraf FK-Unhas.
2010

82 | P B L T R E M O R
14. Tumewah R. Penatalaksanaan Tremor Terkini. Universitas Sam
Ratulangi/ RSUP Prof Dr R D Kandou Manado, 2015; 7(2). P 107-106
15. Grimaldi G, Manto M. Neurological. tremor: sensors, signal processing
and emerging applications, 2010: 10. p 1399-422.

16. Isselbacher dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih


bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC, 2012; p 2156-58.
17. Sjamsuhidajat & de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah.Ed.4,Vol3. Jakarta: EGC,
2016; p 827-28
18. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Peter Anugrah, Jakarta: EGC, 2006; p
1229-30

19. De Jong. W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.


Jakarta: EGC, 2004
20. Rismadi, Kiki. Karakteristik Penderita Struma Rawat Inap di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara, 2010
21. Agthaturi, Lakwari. Referat Struma. Jakarta Barat: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, 2016
22. Shahab, A. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta: Rayyana
Komunikasindo, 2017
23. Issebacher, braunwald, Wilson, dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Vol. 5 Ed 13. Asdie AH, editor. Jakarta: EGC, 2012; p
2161
24. Cabanillas, ME. et all. Thyroid cancer. Lancet (italic). 2016; 388(10061).
p 2783-2795
25. HS Choices UK. Health A-Z. Thyroid Cancer. 2016
26. Mayo Clinic. Diseases and Conditions. Thyroid Cancer. 2017
27. Underwood JCE. Systemic and general pathology. 4th ed. Jakarta: EGC,
2000

83 | P B L T R E M O R
28. Nguyen, QT. et all. Diagnosis and Treatment of Patients with Thyroid
Cancer, 2015
29. American Health and Drug Benefits (italic). 8(1). pp. 30–40.
30. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Nodul Tiroid. PERKENI. 2018.
31. Pathak KA, Lambert P, Nason RW, Klonisch T. Comparising a thyroid
prognostic nomogram to existing staging system for prediction risk of
death from thyroid cancers. Eur J Surg Oncol, 2016; p 1–6.
32. American Cancer Society. Thyroid Cancer Risk Factors. 2017

84 | P B L T R E M O R

Anda mungkin juga menyukai