Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri
dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran
diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau
membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak
lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa
ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart
dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
2. Prevalensi
3. Etiologi
a. Biologi
Perubahan sistem limbik otak dan neurotransmitter menyebabkan individu tidak mampu
mengendalikan perilaku agresifnya (Yusuf, Fitri dan Hanik, 2015).
b. Psikologi
Kegagalan, frustasi, ketidakpuasan, pernah jadi korban, saksi, atau pelaku kekerasan
(Yusuf, Fitri dan Hanik, 2015).
c. Social budaya
Adanya perilaku agresif yang dapat memenuhi kebutuhan akan cenderung diulang dalam
cara penyelesaian masalah. Adanya penerimaan masyarakat atas perilaku kekerasan yang
terjadi, tidak adanya pencegahan, dan kurang berperannya aspek hukum akan
menyuburkan perilaku kekerasan di dalam keluarga dan masyarakat (Yusuf, Fitri dan
Hanik, 2015).
d. Ekonomi
Factor ekonomi dapat mempengaruhi seseorang berperilaku kekerasan kepada orang lain.
Pendapatan yang rendah memicu perasaan bingung, frustasi, tertekan dan marah sehingga
mudah melakukan kekerasan baik kekerasan fisik maupun verbal (Fitriani, Kurniasari dan
Andina, 2015).
e. Pengalaman kekerasan masa lalu (menjadi korban kekerasan atau pernah melakukan
kekerasan pada diri sendiri atau orang lain) (AACP, 2011).
f. Terpapar dengan kekerasan dengan rutin secara langsung di keluarga atau melalui media
masa (TV, video, dll) (Kaplan , 2012).
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
g. Pandangan tajam
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik dan
bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
5. Patofisiologi
6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat
anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang,anti cemas,dan anti agitasi.
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya
(Eko Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal
adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
DS:
Pasien mengatakan sering
menjadi saksi pertengkaran
kedua orang tuanya
Pasien mengatakan saat bicara
dengan seseorang ada suara yang
menyuruh untuk menyerangnya
bahkan
DS:
Pasien mengatakan tidak mau
bergaul dengan yang lain karena
takut dianiaya
DS:
Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal
Kamis 2 Tindakan : S:
mei 2019
1. Bina hubungan saling percaya dengan Setelah melakukan diskusi
klien pasien mengatakan dapat
mengenali tanda-tanda perilaku
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
marahnya
marahnya:
O:
3. Bantu klien mengungkapkan tanda-
tanda perilaku kekerasan yang Pasien tampak terlihat tenang,
dialaminya kontak mata tidak tajam lagi
A:
Resiko perilaku kekerasan
teratasi sebagian
P:
Mengajari cara untuk
meluapkan emosi dengan cara
yang positif