Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA

Nn. A DI BANGSAL SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA X

BAGIAN I. TINJAUAN LITERATUR


1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri
dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran
diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau
membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak
lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa
ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart
dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).

Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif

Karakteristik Pasif Asertif Amuk


Nada bicara • Negatif • Positif • Berlebihan
• Menghina diri • Menghargai diri • Menghina orang
• Dapatkah saya sendiri lain
lakukan? • Saya dapat/akan • Anda
• Dapatkah ia lakukan? lakukan selalu/tidak
pernah?
Nada suara • Diam • Diatur • Tinggi
• Lemah • Menuntut
• Merengek
Sikap tubuh • Melorot • Tegak • Tegang
• Menundukan kepala • Relaks • Bersandar ke
depan
Personal Space • Orang lain dapat masuk • Menjaga jarak • Memiliki
pada teritorial yang teritorial orang
pribadinya menyenangkan lain

Mempertahankan
hak
tempat/teritorial
Gerakan • Minimal • Memperlihatkan • Mengancam,
• Lemah gerakan yang ekspansi gerakan
• Resah sesuai
Kontak mata • Sedikit/tidak ada • Sekali-sekali • Melotot
(intermiten)
sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

2. Prevalensi
3. Etiologi
a. Biologi
Perubahan sistem limbik otak dan neurotransmitter menyebabkan individu tidak mampu
mengendalikan perilaku agresifnya (Yusuf, Fitri dan Hanik, 2015).
b. Psikologi
Kegagalan, frustasi, ketidakpuasan, pernah jadi korban, saksi, atau pelaku kekerasan
(Yusuf, Fitri dan Hanik, 2015).
c. Social budaya
Adanya perilaku agresif yang dapat memenuhi kebutuhan akan cenderung diulang dalam
cara penyelesaian masalah. Adanya penerimaan masyarakat atas perilaku kekerasan yang
terjadi, tidak adanya pencegahan, dan kurang berperannya aspek hukum akan
menyuburkan perilaku kekerasan di dalam keluarga dan masyarakat (Yusuf, Fitri dan
Hanik, 2015).
d. Ekonomi
Factor ekonomi dapat mempengaruhi seseorang berperilaku kekerasan kepada orang lain.
Pendapatan yang rendah memicu perasaan bingung, frustasi, tertekan dan marah sehingga
mudah melakukan kekerasan baik kekerasan fisik maupun verbal (Fitriani, Kurniasari dan
Andina, 2015).
e. Pengalaman kekerasan masa lalu (menjadi korban kekerasan atau pernah melakukan
kekerasan pada diri sendiri atau orang lain) (AACP, 2011).
f. Terpapar dengan kekerasan dengan rutin secara langsung di keluarga atau melalui media
masa (TV, video, dll) (Kaplan , 2012).

4. Tanda dan gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku


kkekerasan:
a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Wajah memerah dan tegang

f. Postur tubuh kaku

g. Pandangan tajam

h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya


a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna

c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik dan
bingung

e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan

f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. Patofisiologi
6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat
anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang,anti cemas,dan anti agitasi.

b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya
(Eko Prabowo, 2014: hal 145).

c. Peran serta keluarga


Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan
lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang
sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan
keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).

d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal
adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).

e. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
7. Asuhan Keperawatan

No Data Masalah Keperawatan


DO: Resiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain
 Kontak mata tajam dan mudah
beralih
 Pasien mengepalkan tangan
 Pasien mengatakan selalu ada
suara yang menyuruh untuk
menyerang dan membunuh

DS:
 Pasien mengatakan sering
menjadi saksi pertengkaran
kedua orang tuanya
 Pasien mengatakan saat bicara
dengan seseorang ada suara yang
menyuruh untuk menyerangnya
bahkan

DO: Isolasi sosial


 Pasien sering menyendiri
 Kondisi pasien terlihat menari
diri
 Pasien terlihat mudah
tersinggung

DS:
 Pasien mengatakan tidak mau
bergaul dengan yang lain karena
takut dianiaya

DO: Konfusi akut


 Pasien tampak sering berbicara
sendiri
 Pasien tampak sering tertawa sendiri

DS:

 Pasien mengatakan selalu ada


suara yang menyuruh untuk
menyerang dan membunuh
4. Daftar Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain


2. Isolasi sosial
3. Konfusi akut
5. Prioritas masalah

1. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain d.d Saat diajak


berkomunikasi oleh perawat, kontak mata pasien tajam dan mudah
beralih dll
2. Konfusi akut
3. Isolasi sosial

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Kriteria evaluasi


1 Resiko Tujuan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Setelah 1 x pertemuan kl
dengan: menunjukkan tanda-tanda
perilaku umum
. Beri salam setiap percaya kepada perawat:
kekerasan :klien dapat berinteraksi.  Wajah cerah,
a. Perkenalkan nama, nama tersenyum
mengontrol
panggilan perawat dan  Mau berkenalan
perilaku tujuan perawat berinteraksi  Ada kontak mata
kekrasan
b. Tanyakan dan panggil nama  Bersedia
kesukaan klien menceritakan
c. Tunjukkan sikap empati, perasaan
jujur dan menepati janji
Tujuan
setiap kali berinteraksi 1. Setelah 1x pertemuan
khusus d. Tanyakan perasaan klien dan klien menceritakan
masalah yang dihadapi klien
penyebab perilaku
1. Klien e. Buat kontrak interaksi yang
kekerasan yang
dapat jelas Dengarkan dengan
penuh perhatian ungkapan dilakukannya:
mem
perasaan klien
bina  Menceritakan
hubu penyebab perasaan
2. Bantu klien mengungkapkan
ngan perasaan marahnya: jengkel/kesal baik da
saling f. Motivasi klien untuk diri sendiri maupun
perca menceritakan penyebab lingkungannya
ya rasa kesal atau jengkelnya
g. Dengarkan tanpa menyela 2. Setelah 1x pertemua
2. Klien atau memberi penilaian klien menceritakan
dapat setiap ungkapan perasaan tanda-tanda saat terj
mengi klien perilaku kekerasan
3. Bantu klien mengungkapkan
dentif
tanda-tanda perilaku kekerasan  Tanda fisik : mata
ikasi
yang dialaminya: merah, tangan
penye
bab h. Motivasi klien menceritakan mengepal, ekspresi
perila kondisi fisik (tanda-tanda tegang, dan lain-lain.
ku fisik) saat perilaku kekerasan  Tanda emosional :
terjadi perasaan marah,
keker
i. Motivasi klien menceritakan jengkel, bicara kasar
asan kondisi emosinya (tanda-  Tanda sosial :
yang tanda bermusuhan yang
dilaku dialami saat terjadi
kanny perilaku kekerasan.
a
3. Setelah 1x pertemuan
3. Klien klien menjelaskan:
dapat
mengi  Jenis-jenis ekspresi
dentif kemarahan yang sela
ini telah dilakukanny
ikasi
 Perasaannya saat
tanda melakukan kekerasa
-  Efektivitas cara yang
tanda dipakai dalam
perila menyelesaikan masa
ku
keker
asan

2 Tujuan Umum . Bina hubungan saling percaya Setelah 1x interaksi klien


dengan menggunakan prinsip menunjukkan tanda – tanda
: komunikasi terapeutik : percaya kepada perawat :
a. Sapa klien dengan ramah 1. Ekspresi wajah bersahabat
Klien dapat baik verbal maupun non 2. Menunjukkan rasa senang
verbal 3. Ada kontak mata.
mengontrol 4. Mau berjabat tangan.
b. Perkenalkan nama, nama
5. Mau menyebutkan nama.
halusinasi panggilan dan tujuan
6. Mau menjawab salam.
perawat berkenalan
7. Mau duduk berdampingan
yang c. Tanyakan nama lengkap dengan perawat.
dan nama panggilan yang 8. Bersedia mengungkapkan
dialaminya disukai klien masalah yang dihadapi.
d. Buat kontrak yang jelas
Tujuan e. Tunjukkan sikap jujur dan
Khusus: menepati janji setiap kali
Klien dapat interaksi
membina f. Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
hubungan g. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
saling
dasar klien
percaya h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien
Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien

Tujuan 1. Identifikasi bersama klien 1. Setelah 1x interaksi klien


khusus 2: cara atau tindakan yang menyebutkan tindakan
Klien dapat dilakukan jika terjadi yang biasanya dilakukan
mengontrol halusinasi (tidur, marah, untuk mengendalikan
halusinasinya menyibukan diri dll) halusinasinya
2. Diskusikan cara yang 2. Setelah 1x interaksi klien
digunakan klien, menyebutkan cara baru
Jika cara yang digunakan mengontrol halusinasi
adaptif beri pujian.
 Jika cara yang digunakan 3. Setelah 1x interaksi klien
maladaptif diskusikan dapat memilih dan
kerugian cara tersebut memperagakan cara
3. Diskusikan cara baru untuk mengatasi halusinasi
memutus/ mengontrol (dengar/lihat/penghidu/ra
timbulnya halusinasi : kecap )
 Katakan pada diri sendiri
bahwa ini tidak nyata ( 4. Setelah 1x interaksi klien
“saya tidak mau dengar/ melaksanakan cara yang
lihat/ penghidu/ raba telah dipilih untuk
/kecap pada saat halusinasi mengendalikan
terjadi) halusinasinya
 Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota
keluarga) untuk Setelah 1x pertemuan klien
menceritakan tentang mengikuti terapi aktivitas
halusinasinya.
 Membuat dan kelompok
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari yang
telah di susun.
 Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
4. Bantu klien
memilih cara yang sudah
dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : N y
Umur : 35 th

Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal

Kamis 2 Tindakan : S:
mei 2019
1. Bina hubungan saling percaya dengan Setelah melakukan diskusi
klien pasien mengatakan dapat
mengenali tanda-tanda perilaku
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
marahnya
marahnya:
O:
3. Bantu klien mengungkapkan tanda-
tanda perilaku kekerasan yang Pasien tampak terlihat tenang,
dialaminya kontak mata tidak tajam lagi
A:
Resiko perilaku kekerasan
teratasi sebagian
P:
Mengajari cara untuk
meluapkan emosi dengan cara
yang positif

Kamis 2 1. Bina hubungan saling percaya S : setelah berdiskusi pasien


mei 2019 dengan menggunakan prinsip mengatakan lebih mengerti
komunikasi terapeutik. cara mengontrol halusinasinya
2. Identifikasi bersama klien cara atau
tindakan yang dilakukan jika terjadi O : pasien terlihat jarang
halusinasi . berbicara atau tertawa sendiri
3. Diskusikan cara baru untuk
memutus/ mengontrol timbulnya A : halusinasi pendnegaran
halusinasi : teratasi sebagian
P : memberikan konseling
kepada keluarga tentang
mengontrol halusinansi jika
dirumah

Anda mungkin juga menyukai