Anda di halaman 1dari 17

REFERAT STRIKTUR URETRA

Pembimbing:


dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U

Disusun oleh:

Arrival Rahman 030.15.031

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KARAWANG

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-Nya penyusun dapat

menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Karawang.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U yang telah membimbing

penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing penyusun
selama di kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Karawang. Dan juga ucapan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi

dukungan dan bantuan kepada penyusun.

Penyusun sadar referat ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir

kata, penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Karawang, April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5
2.1 Anatomi Uretra….......................………….……………………...……………….……....5
2.2 Definisi Striktur Uretra……………………………………………………………………7
2.2.1 Etiologi Striktur Uretra.……………….…………..………………………………7
2.2.2 Faktor Risiko Striktur Uretra……………………………………………………...8
2.2.3 Patofisiologi Striktur Uretra…………...…………………………………………..9
2.3.4 Diagnosis Striktur Uretra.......................................................................................11
2.2.5 Komplikasi Striktur Uretra........…….……….…………......……………………13
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………....16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis.
Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar
korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini membatasi aliran urine
dan menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus prostatika.1 Pada striktur uretra terjadi
penyimpitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada dinding uretra.
Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih., mulai dari aliran berkemih yang kecil
sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar tubuh. Striktur uretra jarang terjadi
pada wanita, kejadian striktur uretra paling banyak ditemukan pada pria. Penyakit striktur
uretra tampaknya lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia dan pada pasien kulit hitam.
Pasien dengan penyakit striktur uretra tampaknya memiliki tingkat infeksi saluran kemih
(41%) dan inkontinensia (11%) yang tinggi.2 Striktur uretra didapat sering terjadi pada laki-
laki, namun jarang terjadi pada wanita, hal ini berhubungan dengan uertra pada wanita lebih
pendek dibandingkan dengan pria sehingga jarang terkena infeksi.3 Pada pria adalah penting
untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur.4
Striktur uretra bisa merupakan penyakit kongenital atau didapat. Striktur uretra yang
didapat bisa karena infeksi, trauma, inflamasi, sekunder dari radioterapi, idiopatik atau
iatrogenik. Penggunaan kateterisasi uretra dapat menyebabkan proses inflamasi yang lama
kelamaan membentuk skar dan akhirnya menjadi striktur. Beberapa penelitian melaporkan
angka kejadian striktur uretra sampai 33,7% pada pasien-pasien setelah dilakukan TURP.5
Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan keteter dalam waktu yang cukup lama.
Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan pada Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
menyebutkan sebagian besar (82%) masuk dengan retensi urin. Penyebab terjadinya utama
striktur adalah manipulasi uretra (44%), dan trauma (33%).6.Salah satu manipulasi uretra
adalah pemasangan kateter Folley. Striktur uretra dapat menyebabkan beberapa komplikasi.
Striktur uretra menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi
menyebabkan infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di
atas striktur juga dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan
dibawahnya. Komplikasi pada kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis
dini dapat dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Uretra
Uretra merupakan tabung kecil dari collum vesicae ke luar. Muara uretra pada
permukaan luar disebut ostium uretra. Uretra pada pria dan wanita berbeda mulai dari
ukuran panjangnya dan pembagian dari uretra tersebut.(7)

a) Uretra Pria
Panjang urettra pria kurang lebih 8 inci (20 cm) dan terbentang dari collum
vesica ke meatus externus di glans penis. Uretra terbagi atas tiga bagian: pars prostatica,
pars membranacea, dan pars spongiosa.

 Uretra pars prostatica panjangnya kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan mulai dari
collum vesicae. Uretra pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke
apex. Uretra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan berdiameter
paling lebar dari seluruh urethra. Pada dinding posterior terdapat peninggian
longitudinal yang disebut crista urethralis. Pada setiap sisi crista urethralis terdapat
alur yang disebut sinus prostaticus, glandula prostat bermuara pada sinus ini. Pada
puncak crista pubica terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir
utriculus terdapat muara kedua ductus ejaculatorius.

5
 Uretra pars membranacea panjangnya
kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di
dalam diafragma urogenital, dikelilingi oleh
muskulus sfingter uretra. Bagian ini
merupakan bagian uretra yang paling
pendek dan paling kurang dapat dilebarkan.
 Uretra pars spongiosa panjangnya kurang
lebih 6 nci (15,75 cm) dan dikelilingi
jaringan erektil di dalam bulbus dan corpus
spongiosum penis. Meatus uretra externus
merupakan bagian yang tersempit dari
seluruh uretra. Bagian uretra yang terletak
di dalam glans penis melebar membentuk
fossa terminalis (fossa navicularis).
Glandula bulbourethralis bermuara ke
daiam urethra pars spongiosa distalis dari
diaphragma urogenitale.

b) Uretra Wanita
Uretra wanita panjangnya sekitar 1,5 inci
(3,8 cm). Uretra terbentang dari collum vesicae
urinariae sampai meatus uretra externus, yang
bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5
cm) distal dari clitoris. Uretra menembus
muskulus sfingter uretra dan terletak tepai dr
depan vagina. Di samping meatus urethrae
externus terdapat muara kecil dari ductus
glandula paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan
dengan mudah.

6
2.2 Definisi Striktur Uretra
Striktur uretra adalah penyempitan atau
penyumbatan lumen uretra karena fibrosis. Fibrosis
merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas,
biasanya meluas ke dalam sekitar korpus spongiosum
menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini
membatasi aliran urine dan menyebabkan dilatasi
proksimal uretra dan duktus prostatika.1unhas Pada
striktur uretra terjadi penyimpitan dari lumen uretra
akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada dinding
uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam
berkemih., mulai dari aliran berkemih yang kecil
sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin
keluar tubuh. 1

2.2.1 Etiologi Striktur Uretra


Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma,
infeksi dan iatrogenik. Penyebab striktur uretra akibat trauma berdampak terjadinya trauma
internal maupun eksternal. Pemakaian kateter dan instrumen yang besar dapat
menyebabkan iskemia dan trauma internal, sedangkan trauma eksternal seperti fraktur
pelvis dapat mengganggu uretra membranosa dan menyebabkan striktur kompleks. Selain
akibat dari adanya trauma, striktur uretra juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi.
Striktur uretra mendorong kondisi stasis urin, yang mana infeksi saluran kemih diketahui
merupakan efek sekunder akibat volume sisa post-void yang meningkat. Instrumentasi
sering digunakan dalam diagnosis dan manajemen penyakit striktur uretra menjadi potensi
lain yang menyebabkan infeksi, akibat masuknya organisme secara retrograd melalui uretra
yang kemudian berkloni dalam saluran kemih bagian bawah.8

7
 Trauma
Sebagian besar striktur uretra disebabkan oleh trauma, biasanya stradle trauma. Trauma
ini biasanya tidak dirasakan sampai pasien mengeluh kesulitan BAK yang merupakan
tanda dari obstruksi oleh karena striktur atau scar.6ubhas Trauma iatrogenik juga dapat
menyebabkan striktur uretra. Namun dengan berkembangnya endoskopi yang kecil dan
pembatasan indikasi sistoskopi pada pria membuat kejadian striktur uretra lebih sedikit.
Jejas pada urethra posterior yang berakibat terjadinya striktur berhubungan dengan fibrosis
periurethral yang luas.7unhas Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea,
trauma tumpul pada selangkangan (straddle injures) yang mengenai uretra pars bulbosa
dapat terjadi pada anak yang naik sepeda, trauma langsung pada penis, instrumentasi
transuretra yang kurang hati – hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar,
fiksasi kateter yang salah.
 Infeksi
Merupakam faktor paling sering yang menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh
kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non-gonorrhoika telah
menginfeksi beberapa tahun sebelumnya. Striktur akibat radang berhubungan dengan
gonorrhea adalah penyebab paling sering pada masa lalu dan sekarang sangat jarang
ditemui. Dengan penanganan antibiotik yang tepat dan efektif, urethriris gonococcal jarang
menjadi striktur uretra. Infeksi chlamidya dapat menyebabkan striktur uretra tapi dapat
dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terkena infeksi atau
menggnakan kondom.1-3scribd,7unhas
 Iatrogenik
Dapat terjadi saat pada saat operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti
hipospadia dan epispadia. Post operasi dapat menimbulkan terjadiya striktur uretra seperti
operasi prostat dan operasi dengan menggunakan alat endoskopi.1-3 scribd

8
 Tumor
Tumor dapat menyebabkan striktura dengan dua cara, yaitu proses penyembuhan
dari tumor yang menyebabkan striktur uretra dan tumor itu sendiri yang menyebabkan
sumbatan pada uretra.
2.2.2 Faktor Risiko
 Prosedur medis yang memasukkan alat ke uretra (endoskopi uretra) menimbulkan trauma
 Memiliki riwayat kanker uretra atau kanker prostat
 Penggunaan kateter dalam waktu jangka panjang
 Cedera atau trauma pada tulang panggul
 Cedera selangkangan misalnya akibat benturan pada area skrotum
 Infeksi menular seksual seperti gonore atau chlamydia
 Infeksi saluran kemih yang sering kambuh atau tidak tertangani dengan baik
 Riwayat operasi prostat, operasi hipospadia, atau radioterapi
2.2.3 Patofisiologi Striktur Uretra

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan
panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5
cm. Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submucosa. Lapisan mukosa pada uretra
merupakan lanjutan dari mukosa buli – buli, ureter, dan ginjal. Mukosa terdiri dari epitel kolumnar,
kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna yang memiliki epitel skuamosa dan berlapis.
Karakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh jaringan fibrosa padat karena
tromboflebitis lokal di korpus spongiosum dalam. Epitel itu sendiri biasanya utuh, meskipun yang
abnormal. Lokasi dari kelenjar uretra berhubungan dengan tempat kejadian infeksi yang
berhubungan dengan striktur yang mengimplikasikannya sebagai penyebab. Namun, satu-satunya
studi tentang patogenesis penyakit striktur menunjukkan bahwa perubahan yang utama adalah
metaplasia epitel uretra dari normal jenisnya pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel skuamosa
berlapis. Ini adalah epitel yang rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat terjadi distensi selama
berkemih. Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel menyebabkan ekstravasasi urine saat
berkemih yang memicu untuk terbentuknya fibrosis subepitel.

9
Pada kasus striktur uretra penanganan segera sangat dibutuhkan, selain keluhan yang mengganggu
pasien, angka kejadian komplikasi pada kasus striktur uretra banyak ditemukan. Proses radang
akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada
uretra. Jaringan sikatrik pada lumen menimbulkan hambatan aliran urin sehingga akan terjadi
retensi urin. Aliran urin yang terhambat mencari jalan keluar ketempat lain (proksimal dari
striktur) dan akhirnya mengumpul dirongga periuretra. Striktur uretra terjadi setelah perlukaan
pada urotelium atau korpus spongiosum yang menyebabkan pembentukan jaringan parut. Apabila
terjadi perlukaan uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfis, artinya jaringan yang
rusak diganti oleh jaringan ikat tidak sama dengan semula. Jaringan ikat menyebabkan hilangnya
elastisitas dan memperkecil lumen uretra sehingga terjadi striktur uretra. Segala proses yang
melukai lapisan epitelium uretra atau dibagian korpus spongiosum pada proses penyembuhannya
akan menghasilkan jaringan parut atau scar. (1,9)

10
Derajat Penyempita Uretra:
1. Ringan: Oklusi kurang dari 1/3 diameter
lumen uretra
2. Sedang: Oklusi 1/3 sampai ½ diameter
lumen uretra
3. Berat: Oklusi lebih besar dari ½
diameter lumen uretra

*Pada penyempitan derajat berat terkadang teraba jaringan


keras dikorpus spongiosum yang dikenal dengan
spongiofibrosis.

2.2.4 Diagnosis Striktur Uretra


Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.(10,11)

a. Anamnesis

Gejala klinis pada striktur didapatkan keluhan sulit kencing atau pasien
harus mengejan untuk memulai kencing namun urine hanya keluar sedikit-

11
sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu
keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan
pasien. Gejala dari striktur yang khas adalah pancaran buang air kencing kecil
dan bercabang. Gejala lain dapat berupa iritasi dan infeksi seperti frekuensi,
urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, dapat disertai dengan penis
yang membengkak, infiltrate, abses, dan fiste. Jika curiga penyebabnya adalah
infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar
nanah.Gejala lanjutnya adalah retensi urin. Gejala-gejala lain yang harus
ditanyakan ke pasien adalah perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit.
Onset pada keluhan pasien perlu ditanyakan untuk mengetahui berapa
lama waktu keluhan yang dirasakan oleh pasien dan dapat memberikan suatu
iformasi untuk mengetahui perjalanan penyakit yang dirasakan oeh pasien.
Menanyakan riwayat trauma pada daerah keluhan untuk mencari tahu penyebab
dari striktur uretra yang mungkin terjadi akibat dari trauma.
b. Pemeriksaan Fisik

Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis


diuretra, infiltrate, abses, atau fistula. Pemeriksaan fisik dilakukan lewat
inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi kita perhatikan meatus uretra eksterna,
adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan
suprapubik. Kemudian kita palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang
uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk
mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk
menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran prostat.
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis dan


menyingkirkan diagnosis banding. Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui
pancaran urine secara obyektif. Derasnya pancaran diukur dengan membagi
volume urine saat kencing dibagi dengan lama proses kencing. Kecepatan
pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10
ml/detik menandakan adanya obstruksi. Namun pemeriksaan foto Retrograde
Uretrogram dikombinasikan dengan Voiding Cystouretrogram tetap dijadikan
standar pemeriksaan untuk menegakan diagnosis. Radiografi ini dapat
menentukan panjang dan lokasi dari striktur. Penggunaan ultrasonografi (USG)
cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini
kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut,
contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi
yang akan dilakukan kepada pasien. Pemeriksaan urethrogram atau bipolar
cystourethrogram (atau keduanya) dapat menentukan lokasi dan panjangnya
striktura uretra. USG juga dapat digunakan untuk evaluasi striktura uretra.
Untuk melihat langsung striktura uretra dapat menggunakan urethroscopy.

12
2.2.5 Komplikasi Striktur Uretra

 Trabekulasi, sakulasi, dan divertikel


Pada striktur uretra kandung kemih harus berkontraksi secara kuat untuk
mendorong aliran urin keluar melalui uretra. Akibat kontraksi yang secara terus – menerus
dapat mengakibatkan timbulnya suatu kelemahan. Pada striktur uretra otot vesika urinaria
diawal akan mengalami penebalan dan terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah
itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divrertikel adalah penonjolan massa vesika urinaria dimana pada sakulasi masih didalam
otot vesika urinaria sedangkan divertikel menonjol diluar vesika urinaria.(12,13)
 Residu Urin
Pada fase dekompensasi akan menimbulkan residu urin. Residu adalah keadaan
dimana setelah kencing masih ada urin didalam kandung kemih. Dalam keadaan normal
keadaan ini tidak ada. Hal ini disebabkan pada striktur uretra kontraksi otot kandung kemih
dilakukan secara maksimal di fase awal (kompensasi) sehingga tidak cukup untuk
melakukan kontraksi diakhir fase. (12,13)
 Refluks Vesiko Ureteral
Dalam keadaan normal pada saat buang air kecil urin dikeluarkan melalui uretra.
Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meningkat akan terjadi
refluks, yaitu keadaan dimana urin dari vesika urinaria masuk kembali kedalam ureter
bahkan sampai ke ginjal. (12,13)
 Infeksi Saluran Kemih dan Gagal Ginjal
Dalam keadaan normal vesika urinaria dalam kondisi steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan vesika urinaria dalam keadaan steril adalah dengan cara mengsongkan
vesika urinaria. Saat terdapat residu urin pada vesika urinaria dapat lebih mudah terkena
infeksi. Adanya kuman yang berkembang pada vesika urinaria dan timbul refluks, maka
akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya dapat timbul gagal ginjal.
(12,13)

2.2.6 Tatalaksana Striktur Uretra


Tatalaksana dari striktur uretra membutuhkan perencanaan yang baik agar
hasil yang didapatkan dapat memuaskan. Tatalaksana minimal invasif seperti
DVIU, dilatasi uretra, maupun sten uretra dapat dilakukan pada beberapa pasien,
namun dengan angka kegagalan yang tinggi. DVIU dan dilatasi merupakan
tatalaksana awal pada striktur uretra pendek (< 1 cm) pada pars bulbosa. Lokasi dan
panjang striktur uretra merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan

13
pilihan terapi definitif. Striktur pada fossa navicularis paling baik bila dilakukan
fasciocutaneous penile skin flaps, karena end-to-end anastomosis dapat
menghasilkan angka kegagalan yang tinggi, pemendekan penis, atau pembentukan
korda.(14)
Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut:
1. Dilatasi uretra
Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam
penanganan striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan
striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan.
2. Uretrotomi interna
Teknik bedah dengan derajat invasif minim, dimana dilakukan tindakan
insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Tujuan uretrotomi interna
adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di tempat yang
sbelumnya terdapat jaringan parut.
3. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent
biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Stent permanen cocok
untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya
digunakan oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur operasi. Namun stent
permanen juga memiliki kontra indikasi terhadap pasien yang sebelumnya
menjalani uretroplasti substitusi dan pasien straddle injury dengan spongiosis yang
dalam.

4. Uretroplasti

14
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun
masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik
bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan
sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripada
uretrotomi. Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis.

BAB III

15
KESIMPULAN
Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis.
Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar korpus
spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini membatasi aliran urine dan
menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus prostatika. Penyakit striktur uretra tampaknya
lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia dan pada pasien kulit hitam. yang tinggi. Striktur
uretra didapat sering terjadi pada laki-laki, namun jarang terjadi pada wanita, hal ini berhubungan
dengan uertra pada wanita lebih pendek dibandingkan dengan pria sehingga jarang terkena infeksi.
Striktur diawali dengan trauma pada lumen uretra yang diikuti dengan proses penyembuhan dan
kontak bekas luka tersebut mengurangi ukuran lumen. Keberadaan infeksi pada lumen uretra tentu
akan berlanjut pada proses penyembuhan, yaitu inflamasi. Jaringan fibrosa yang dihasilkan pada
proses inflamasi bertanggung jawab terhadap terjadinya striktur uretra. Striktur uretra yang
disebabkan oleh iatrogenik dapat dicegah, khususnya pada pemasangan kateter. Penyebab
terjadinya utama striktur adalah manipulasi uretra dan trauma. Salah satu manipulasi uretra adalah
pemasangan kateter Folley. Dalam menentukan striktur uretra anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis. Anamnesis yang tepat dan pemeriksaan
yang benar akan membantu proses penatalaksanaan yang cukup cepat sehingga dapat memulihkan
kembali kondisi uretra serta dapat menghindar dari terjadinya komplikasi yang mungkin timbul.
Faktor risiko timbulnya striktur uretra perlu diperhatikan sebagai salah satu tindakan pencegahan
untuk mengurangi angka kejadian dari striktur uretra terutama pada pemasangan kateter yang
dapat menjadikan salah satu faktor risiko. Oleh karena, perlu diperhatikan dalam pemasangan
kateter termasuk jangka waktu yang cukup lama dalam pemakaian.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Wessel H, Keith W. Male Urehtral Stricture: American Urinary and Erectile Functional
Outcome. American Urological Association Guideline. 2015; 175: 514-8
2. Guido B, Masimo L. Surgical Treatment of Anterior Urethral Stricture Disease: Brief
Overview International Braz Urol. 2015;160:461-9
3. Mandrelli F, Rotoli B. Urethral Stricture: Analysis of 10-year follow up. Urological
Journal Guideline. 2016;87:600-8
4. Samuels MA, Ropper AH. Samuels’s Manual of Neurologic Therapeutics Nine Edition.
Lippincot Williams & Wilkins. ISBN: 978-1-60547-575-2
5. Dorian U. Urethral Stricture Recurrence Following Internal Urethromy. Rev Met Urol.
2009;69(4):153-58
6. Sugandi, Suwandi. Pola Penyakit Striktur Uretra dan Penanganannya di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung. MKB. 2003;2(35)
7. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC Penerbit buku kedokteran.
2011 


8. Brian S, Rajesh S. Urinary Retension in Adults: Diagnosis and Initial Management.


American Family Physician. 2016;9: 643-8
9. Peterson A, Webster G. Management of Urethral Stricture Disease: developing option for
surgical intervention. BJU International. 2017;80:971-6
10. Richard S, Geoffrey J, Matthew W. Male Urethral Stricture Disease: Urologic Disease in
America. American Urological Journal. 2016; 180:165-9
11. Harista RA, Mustofa S. Striktur Uretra Pars Bulbosa. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2017; 5(7):84-90
12. Rochani. Striktur Uretra dalam: Kumpulan Ilmiah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar
Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
13. Purnomo Basuki B. Striktur Uretra, dalam: Dasar – dasar Urologi Edisi 2. Jakarta: Sagung.
2003

17

Anda mungkin juga menyukai