Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

JUDUL :

DIFTERI

KELOMPOK 2 :

1 Heldy M. Lussy 6 Dominika P. Tsu


2 Afita Jihan Sari 7 Christina C. Ramba
3 Inri Sae 8 Dhoroteus Jamu
4 Serliana Lende 9 Villya A. Lay
5 Jefani M. Kapitan 10 Anastasya Patty

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Masa Esa, atas
berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “DIFTERI”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengalaman bagi para pembaca dan untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 23 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I.PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................1

BAB II.PEMBAHASAN ...........................................................................................3

A. Definisi Difteri .............................................................................3


B. Penyebab ......................................................................................3
C. Masa Inkubasi ..............................................................................4
D. Patofisiologi .................................................................................4
E. Cara Penularan .............................................................................5
F. Tanda dan Gejala..........................................................................6
G. Pencegahan dan Pengobatan ........................................................7
H. Epidemiologi ................................................................................9
I. Data Kejadian Penyakit Difteri ....................................................10

BAB III.PENUTUP ...................................................................................................14

A. Kesimpulan ..................................................................................14
B. Saran .............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang
orang dengan kekebalan tubuh yang lemah namun, dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheria oleh karena itu penyakitnya diberi nama
serupa dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang
dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius,
bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan
dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan
kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.
Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus difteri tertinggi di
dunia. Selama sepuluh tahun terakhir, kasus difteri terbanyak terjadi pada
tahun 2012 di mana terdapat 1192 kasus difteri yang tercatat. Tingkat
mortalitas ini diperkirakan sekitar 5-10% pada populasi umum dan
meningkat tajam hingga 30-40% jika terjadi bakteremia. Tingkat
mortalitas pada anak-anak kurang dari lima tahun dan dewasa lebih dari 40
tahun sebesar 20%.
B. .Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari penyakit Difteri?
2. Bagaimana Tanda dan Gejala penyakit Difteri?
3. Seperti Apa Masa Inkubasi dari penyakit Difteri?
4. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Difteri?
5. Bagaimana cara pencegahan dan Pengobatan penyakit Difteri?
6. Bagaimakah Epidemiologi dari Penyakit Difteri?
7. Seperti apa isi data Kejadian Penyakit Difteri?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Definisi dari penyakit Difteri
2. Mengetahui Tanda dan Gejala penyakit Difteri

1
3. Mengatahui Seperti Apa Masa Inkubasi dari penyakit Difteri
4. Mengetahui Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Difteri
5. Mengetahui Bagaimana cara pencegahan dan Pengobatan penyakit
Difteri
6. Mengetahui Epidemiologi atau penyebaran dari Penyakit Difteri
7. MengetahuiSeperti apa Kejadian Penyakit Difteri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Difteri
Difteria adalah suatu penyakit infeksi bakteri akut yang
menyerang tonsil, faring, laring, hidung, ada kalanya menyerang selaput lendir
atau kulit serta kadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas
disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak
sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial
atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan
melunak..

Jenis difteri yang paling umumadalah difteri pernapasan klasik, di


mana eksotoksin diproduksi secara khas menyebabkan pembentukan
pseudomembran di saluran pernapasan bagian atas dan merusak organ lain,
biasanya miokardium dan saraf tepi. Obstruksi pernapasan akut, toksisitas
sistemik akut, miokarditis, dan neurologis komplikasi adalah penyebab
kematian yang biasa. Itu infeksi juga dapat mempengaruhi kulit (difteri
kulit). Lebih jarang, itu dapat mempengaruhi selaput lendir di lain situs
non-pernafasan, seperti genitalia dan konjungtiva.
B. Penyebab
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae
Penyakit difteri diawali dengan masuknya Corynebacterium diphtheriae ke
dalam hidung atau mulut, kemudian tumbuh pada mukosa saluran nafas
bagian atas terutama tonsil, kadang – kadang di daerah kulit, konjungtiva,
atau genital. Bakteri kemudian memproduksi toksin. Toksin yang
terbentuk diserap melewati membran sel mukosa, menimbulkan
peradangan dan kerusakan epitel diikuti oleh nekrosis Pada keadaan lebih
lanjut, toksin yang diproduksi bakteri ini semakin banyak, menyebabkan
daerah nekrosis bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga
menimbulkan terbentuknya membran palsu pada tonsil, faring, laring, dan

3
pada keadaan berat bahkan bisa meluas sampai ke trakea dan kadang –
kadang ke bronkus, diikuti pembengkakan jaringan lunak di bawah
mukosanya. Membran ini sukar terkelupas, kalau dipaksa lepas akan
menimbulkan perdarahan. Keadaan ini dapat menimbulkan obstruksi
saluran nafas. Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk ke dalam
peredaran darah menyebar ke seluruh tubuh menimbulkan kerusakan
jaringan di beberapa organ tubuh terutama pada jantung, ginjal, dan
jaringan syaraf. Apabila mengenai jantung menimbulkan miokarditis dan
payah jantung. Kerusakan jaringan syaraf akan menimbulkan paralisis
terutama pada palatum mole, otot mata, dan ekstremitas. Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan jantung atau asfiksia karena obstruksi
saluran nafas.

C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit difteri yaitu 2 sampai 5 hari dengan
perjalanan penyakit bersifat insidious (perlahan-lahan), tetapi penderita
dapat menularkan penyakit ke orang lain 2 sampai 4 minggu sejak masa
inkubasi.
D. Patofisiologi

Penyakit difteri dimulai dengan terinfeksinya bakteri


Corynebacterium diphteriae masuk ke dalam hidung atau mulut, dan
berkembang pada mukosa saluran napas bagian atas terutama daerah
tonsil, bakteri kemudian akan memproduksi eksotoksin.

Toksin yang telah terbentuk akan diabsorpsi melewati membrane


sel mukosa, menimbulkan peradangan dan epitel diikuti oleh nekrosis.
Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin, kemudian diinfiltrasi oleh sel
darah putih ;Pada keadaan yang lebih lanjut toksin yang diproduksi basil
ini semakin meningkat menyebabkan daerah nekrosis ini bertambah luas
dan bertambah dalam, sehingga menimbulkan terbentuknya membrane
palsu yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit dan

4
eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membrane palsu ini sulit
terkelupas, apabila dipaksa terjadi perdarahan. Membrane palsu ini
terbentuk di tonsil, faring, laring dan dalam keadaan berat bias meluas
sampai ke trakea dan kadang-kadang ke bronkus.

Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah


dan menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan organ dan
jaringan berupa degenerasi, infiltrasi lemak dan nekrosis, terutama pada
jantung, ginjal, hati, kelenjar adrenalin dan jaringan saraf. Apabila
mengenai jantung akan menyebabkan mikorditis .

Setelah terinfeksi, zat-zat berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri


dapat menyebar melalui aliran darah penderita ke organ lain, seperti
jantung, sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ yang signifikan.
Selanjutnya, penyakit ini dapat ditularkan dari seseorang yang telah
terjangkit melalui ludah. Bakteri ini juga dapat menghasilkan racun yang
diproduksi didalam aliran darah.

Difteri menyebar dari seseorang ke orang lain melalui kontak


langsung dengan orang-orang yang memiliki penyakit atau yang
membawanya. Penyakit ini juga dapat menyebar melalui kontak dengan
barang yang telah digunakan oleh penderita, misalnya tisu atau cangkir.
Bakteri Corynebacteriumdiphtheriae hidup sehingga menyebabkan orang
terinfeksi pada hidung, tenggorokan, kulit atau mata, serta dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lain melalui bersin dan batuk.

Bakteri Difteri dapat bertambah dan berkembang biak pada bagian


mulut dan tenggorokan yang lembab, sehingga dapat menyebabkan
peradangan.

E. Cara Penularan

Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai


penderita maupun sebagai carier. Bakteri Corynebacterium Diptheriae

5
menyebar dengan sangat mudah, apalagi pada orang yang belum pernah
diberikan vaksin difteri. Penularannya dengan cara seperti:

 Ketika seseorang yang menghirup udara yang mengandung percikan


air liur pengidap saat bersin atau batuk
 Kontak langsung dengan luka borok pada pengidap. Biasanya
penularan ini terjadi pada pengidap yang tinggal di lingkungan yang
kurang bersih
 Melalui barang yang terkontaminasi oleh bakteri seperti handuk dan
alat makan

Bakteri difteri sangat berakibat batal karena bakteri ini menghasilkan


racun yang membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan. Akhirnya,
kumpulan sel mati ini membentuk lapisan abu-abu pada tenggorokan.
Racun dari bakteri juga dapat menyebar kealiran darah, sehingga
meyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan system saraf.

F. Tanda dan Gejala

Gejala difteri muncul 2 - 5 hari setelah seseorang terinfeksi.


Meskipun demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami
gejala. Apabila muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis
berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita.
Selengkapnya, Gejala-gejala difteri ada;ah sebagai berikut :

1. Demam yang Disertai Menggigil


Meskipun demam dan juga menggigil dapat berhubungan dengan
penyakit lain, gejala ini juga umumnya dapat ditemukan dalam
penderita difteri. Oleh karena itu, jika anak atau adik kamu
memperlihatkan gejala ini, segera bawa ke dokter untuk pemeriksaan
lebih lanjut.

2. Munculnya Lapisan Tipis Abu-abu Pada Tenggorokan dan Amandel

6
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, bakteri penyebab
dapat menjadi racun bagi tubuh. Gejala pertama yang ditunjukkan
adalah lapisan tipis abu-abu pada tenggorakan dan amandel ini,yang
menandakan sel di kedua organ tersebut sudah mati.

3. Pilek dengan Lendir Bercampur Darah


Awalnya, pilek pada penderita difteri bersifat biasa saja, dengan
ingus yang masih cair. Tapi lama-lama, ingusnya akan menjadi lebih
kental dan sering kali disertai darah.

4. Munculnya Luka Seperti Borok di Tubuh


Borok atau ulkus yang timbul pada penderita difteri bukanlah
luka biasa, melainkan salah satu satu tanda jika sel-sel di kulit juga
sudah mulai mati.

5. Sakit Tenggorakan dengan Suara Serak


Jika kita mulai sakit tenggorokan disertai suara yang mulai serak,
kamu harus waspada. Bisa jadi ini adalah salah satu gejala yang
berhubungan dengan difteri. Kalau hal ini terjadi lebih dari 3 hari,
ada baiknya kamu langsung mengecek kondisi ke klinik atau rumah
sakit terdekat.

G. Pencegahan dan Pengobatan


1. Pencegahan
Difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu pemberian
vaksin difteri yang dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batu
krejan (pertussis). Imunisasi DPT termasuk dalam imunisasi wajib.
Pemberian vaksin ini dilakukan pada usia 2, 3, 4 dan 18 bulan, serta
pada usia 5 tahun. Guna memberikan perlindungan yang optimal,
vaksin sejenis DPT (Tdap atau Td) akan diberikan pada rentang usia
10-12 tahun dan 18 tahun. Khusus untuk vaksin Td, pemberian
dilakukan setiap 10 tahun. Bagi anak-anak yang berumur 7 tahun yang

7
belum mendapat imunisasi DPT atau tidak mendapat Imunisasi
lengkap, dapat diberikan imunisasi kejaran sesuai jadwal yang
dianjurkan oleh dokter. Khusus bagi anak-anak yang sudah berusia 7
tahun ke atas dan belum mendapat imunisasi DPT, dapat diberikan
vaksin Tdap.
2. Pengobatan
a. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan
menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria
digunakan eritromisin (40-50 mg/kgBB/hari, dosis terbagi setiap 6
jam PO atau IV, maksimum 2 gram per hari), Penisilin V Oral 125-
250 mg, 4 kali sehari, kristal aqueous pensilin G (100.000 –
150.000 U/kg/hari, dosis terbagi setiap 6 jam IV atau IM),
atauPenisilin prokain (25.000-50.000 IU/kgBB/hari, dosis terbagi
setiap 12 jam IM). Terapi diberikan untuk 14 hari. Beberapa pasien
dengan difteri akut sembuh dengan terapi 7-10 hari. Eliminasi
bakteri harus dibuktikan dengan setidaknya hasil 2 kultur yang
negatif dari hidung dan tenggorokan (atau kulit) yang diambil 24
jam setelah terapi selesai. Terapi dengan eritromisin didapatkan C.
Diphteriae.
b. Umum
Pasien di isolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya,
pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring
selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang
adekuat. Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas
serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidifier.
c. Khusus
Antitoksin: Anti difteri serum (ADS). Antitoksin harus
diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria, dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada

8
penderita kurang dari 1%. Namun, dengan penundaan lebih dari
hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai
30%. Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji
mata terlebih dahulu. Pemberian ADS dapat terjadi reaksi
anafilaktik sehingga harus disediakan larutan adrenalin 1:1000
dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 mL
ADS dakam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan.
Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji
mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10
dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam
fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala
hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit atau
mata positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi (Besredka).
Bila uji hipersensitivitas tersebut di atas negatif, ADS harus
diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan secara
empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak
tergantung pada berat badan pasien. Pemberian ADS intravena
dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2
jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat/reaksi
sakal dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam
berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi
hipersensitivitas lambat (serum sickness) iulang apabila hasil kultur
didapatkan C. diphteriae.
H. Epidemiologi Difteri
1. Menurut Orang
Penyakit difteri dapat menyerang orang yang tidak
mempunyai kekebalan, terutama pada anak-anak (1-10 tahun).
Difteri dapat menyerang semua usia tapi paling sering menyerang
anak-anak yang belum diimunisasi. Penderita difteri umumnya
anak-anak,usia dibawah 15 tahun.
2. Menurut Tempat

9
Penyakit ini banyak ditemukan pada daerah yang padat
penduduk dengan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam
penunjang kesehatan. Lingkungan yang buruk merupakan sumber
dan penularan penyakit.

3. Menurut Waktu
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja
tanpa mengenal waktu. Apabila bakteri telah masuk dalam tubuh
dan ketika tubuh tidak mempunyai sistem kekebalan tubuh maka
pada saat itu bakteri akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjangkit penyakit difteri.

I. Data Difteri
1. Sebaran Difteri
Penyakit difteri dapat menyerang orang yang tidak
mempunyai kekebalan, terutama pada anak-anak (1-10 tahun).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae ini ditandai dengan adanya peradangan pada selaput
saluran pernafasan bagian atas, hidung dan kulit.
Kasus difteri pada tahun 2018 menyebar di hampir semua
wilayah di Indonesia. Jumlah kasus difteri pada tahun 2018
sebanyak 1.386 kasus, jumlah kematian sebanyak 29 kasus, dengan
CFR sebesar 2,09%. Jumlah kasus difteri tahun 2018 meningkat
drastis hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2017 (954 kasus).
Namun, jumlah kematian akibat difteri menurun dari tahun 2017
(44 kasus). Berdasarkan provinsi, jumlah kasus terbanyak terdapat
di Jawa Timur sebanyak 385 kasus. Sementara itu, terdapat 5
provinsi yang tidak ditemukan kasus difteri, yaitu D.I Yogyakarta,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
dan Papua Barat.

10
GAMBAR. SEBARAN KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI TAHUN
2017-2018

2. Proporsi kasus difteri


Proporsi kasus difteri terbesar terdapat pada kelompok
umur di atas 14 tahun (15,1%), sedangkan proporsi terendah
terdapat pada kelompok umur kurang dari 1 tahun (0,9%) dan
suspek dengan umur tidak diketahui (1,1%). Gambar dibawah ini
menunjukkan proporsi kasus difteri menurut kelompok umur.

11
Penderita difteri yang divaksinasi tahun 2018 sebanyak 382
orang, dengan proporsi sebesar 27,56%. Provinsi dengan proporsi
penderita divaksinasi terhadap kasus difteri tertinggi yaitu Papua
dan Bali, masing-masing sebesar 100%. Sementara itu, provinsi
dengan proporsi kasus difteri yang tidak divaksinasi terendah, yaitu
Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, masing-
masing sebesar 0%. Gambar di atas memperlihatkan variasi
proporsi kasus difteri dibandingkan penderita yang divaksinasi.

12
GAMBAR. PROPORSI KASUS DIFTERI PER PENDERITA YANG
DIVAKSINASI MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheria oleh karena itu penyakitnya diberi nama
serupa dengan kuman penyebabnya. Difteri merupakan salah satu penyakit
menular yang menyerang orang dengan kekebalan tubuh yang lemah
namun, dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Masa inkubasi penyakit difteri yaitu 2 sampai 5 hari dengan
perjalanan penyakit bersifat insidious (perlahan-lahan), tetapi penderita
dapat menularkan penyakit ke orang lain 2 sampai 4 minggu sejak masa
inkubasi. Difteri dapat di obati dengan pengobatan Antibiotik, Umum dan
Khusus.
B. Saran

Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka

disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT

yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya

selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya

menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus

dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan

uji schick.

Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum

es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat

mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga

menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah

menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan

14
makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5

sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

National Health Service UK (2018). Health A-Z. Diphtheria.

Groman, N.B.1984. Conversion by corynephages and its role in thenatural history


of diphtheria.J.Hyg.,Camb. Vol. 93 : 408-409

Diphteria in the 21st Century. International Journal of Infectious


Diseases,71(2018),pp.122-3

Kusuma L.2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Difteri di


Kabupaten Sidoarjo. Tesis. Tidak diterbitkan. Fakultas kesehatan masyarakat.
Universitas Indonesia: Depok

Kemenkes. 2018. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Difteri. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.

WHO. 2018. DIPHTERIA (Vaccine Prevent-able Diseases. World Health


Organisation.

16

Anda mungkin juga menyukai