JUDUL :
DIFTERI
KELOMPOK 2 :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Masa Esa, atas
berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “DIFTERI”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengalaman bagi para pembaca dan untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I.PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................1
A. Kesimpulan ..................................................................................14
B. Saran .............................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang
orang dengan kekebalan tubuh yang lemah namun, dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheria oleh karena itu penyakitnya diberi nama
serupa dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang
dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius,
bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan
dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan
kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.
Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus difteri tertinggi di
dunia. Selama sepuluh tahun terakhir, kasus difteri terbanyak terjadi pada
tahun 2012 di mana terdapat 1192 kasus difteri yang tercatat. Tingkat
mortalitas ini diperkirakan sekitar 5-10% pada populasi umum dan
meningkat tajam hingga 30-40% jika terjadi bakteremia. Tingkat
mortalitas pada anak-anak kurang dari lima tahun dan dewasa lebih dari 40
tahun sebesar 20%.
B. .Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari penyakit Difteri?
2. Bagaimana Tanda dan Gejala penyakit Difteri?
3. Seperti Apa Masa Inkubasi dari penyakit Difteri?
4. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Difteri?
5. Bagaimana cara pencegahan dan Pengobatan penyakit Difteri?
6. Bagaimakah Epidemiologi dari Penyakit Difteri?
7. Seperti apa isi data Kejadian Penyakit Difteri?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Definisi dari penyakit Difteri
2. Mengetahui Tanda dan Gejala penyakit Difteri
1
3. Mengatahui Seperti Apa Masa Inkubasi dari penyakit Difteri
4. Mengetahui Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Difteri
5. Mengetahui Bagaimana cara pencegahan dan Pengobatan penyakit
Difteri
6. Mengetahui Epidemiologi atau penyebaran dari Penyakit Difteri
7. MengetahuiSeperti apa Kejadian Penyakit Difteri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Difteri
Difteria adalah suatu penyakit infeksi bakteri akut yang
menyerang tonsil, faring, laring, hidung, ada kalanya menyerang selaput lendir
atau kulit serta kadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas
disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak
sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial
atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan
melunak..
3
pada keadaan berat bahkan bisa meluas sampai ke trakea dan kadang –
kadang ke bronkus, diikuti pembengkakan jaringan lunak di bawah
mukosanya. Membran ini sukar terkelupas, kalau dipaksa lepas akan
menimbulkan perdarahan. Keadaan ini dapat menimbulkan obstruksi
saluran nafas. Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk ke dalam
peredaran darah menyebar ke seluruh tubuh menimbulkan kerusakan
jaringan di beberapa organ tubuh terutama pada jantung, ginjal, dan
jaringan syaraf. Apabila mengenai jantung menimbulkan miokarditis dan
payah jantung. Kerusakan jaringan syaraf akan menimbulkan paralisis
terutama pada palatum mole, otot mata, dan ekstremitas. Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan jantung atau asfiksia karena obstruksi
saluran nafas.
C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit difteri yaitu 2 sampai 5 hari dengan
perjalanan penyakit bersifat insidious (perlahan-lahan), tetapi penderita
dapat menularkan penyakit ke orang lain 2 sampai 4 minggu sejak masa
inkubasi.
D. Patofisiologi
4
eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membrane palsu ini sulit
terkelupas, apabila dipaksa terjadi perdarahan. Membrane palsu ini
terbentuk di tonsil, faring, laring dan dalam keadaan berat bias meluas
sampai ke trakea dan kadang-kadang ke bronkus.
E. Cara Penularan
5
menyebar dengan sangat mudah, apalagi pada orang yang belum pernah
diberikan vaksin difteri. Penularannya dengan cara seperti:
6
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, bakteri penyebab
dapat menjadi racun bagi tubuh. Gejala pertama yang ditunjukkan
adalah lapisan tipis abu-abu pada tenggorakan dan amandel ini,yang
menandakan sel di kedua organ tersebut sudah mati.
7
belum mendapat imunisasi DPT atau tidak mendapat Imunisasi
lengkap, dapat diberikan imunisasi kejaran sesuai jadwal yang
dianjurkan oleh dokter. Khusus bagi anak-anak yang sudah berusia 7
tahun ke atas dan belum mendapat imunisasi DPT, dapat diberikan
vaksin Tdap.
2. Pengobatan
a. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan
menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria
digunakan eritromisin (40-50 mg/kgBB/hari, dosis terbagi setiap 6
jam PO atau IV, maksimum 2 gram per hari), Penisilin V Oral 125-
250 mg, 4 kali sehari, kristal aqueous pensilin G (100.000 –
150.000 U/kg/hari, dosis terbagi setiap 6 jam IV atau IM),
atauPenisilin prokain (25.000-50.000 IU/kgBB/hari, dosis terbagi
setiap 12 jam IM). Terapi diberikan untuk 14 hari. Beberapa pasien
dengan difteri akut sembuh dengan terapi 7-10 hari. Eliminasi
bakteri harus dibuktikan dengan setidaknya hasil 2 kultur yang
negatif dari hidung dan tenggorokan (atau kulit) yang diambil 24
jam setelah terapi selesai. Terapi dengan eritromisin didapatkan C.
Diphteriae.
b. Umum
Pasien di isolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya,
pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring
selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang
adekuat. Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas
serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidifier.
c. Khusus
Antitoksin: Anti difteri serum (ADS). Antitoksin harus
diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria, dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada
8
penderita kurang dari 1%. Namun, dengan penundaan lebih dari
hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai
30%. Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji
mata terlebih dahulu. Pemberian ADS dapat terjadi reaksi
anafilaktik sehingga harus disediakan larutan adrenalin 1:1000
dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 mL
ADS dakam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan.
Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji
mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10
dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam
fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala
hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit atau
mata positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi (Besredka).
Bila uji hipersensitivitas tersebut di atas negatif, ADS harus
diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan secara
empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak
tergantung pada berat badan pasien. Pemberian ADS intravena
dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2
jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat/reaksi
sakal dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam
berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi
hipersensitivitas lambat (serum sickness) iulang apabila hasil kultur
didapatkan C. diphteriae.
H. Epidemiologi Difteri
1. Menurut Orang
Penyakit difteri dapat menyerang orang yang tidak
mempunyai kekebalan, terutama pada anak-anak (1-10 tahun).
Difteri dapat menyerang semua usia tapi paling sering menyerang
anak-anak yang belum diimunisasi. Penderita difteri umumnya
anak-anak,usia dibawah 15 tahun.
2. Menurut Tempat
9
Penyakit ini banyak ditemukan pada daerah yang padat
penduduk dengan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam
penunjang kesehatan. Lingkungan yang buruk merupakan sumber
dan penularan penyakit.
3. Menurut Waktu
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja
tanpa mengenal waktu. Apabila bakteri telah masuk dalam tubuh
dan ketika tubuh tidak mempunyai sistem kekebalan tubuh maka
pada saat itu bakteri akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjangkit penyakit difteri.
I. Data Difteri
1. Sebaran Difteri
Penyakit difteri dapat menyerang orang yang tidak
mempunyai kekebalan, terutama pada anak-anak (1-10 tahun).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae ini ditandai dengan adanya peradangan pada selaput
saluran pernafasan bagian atas, hidung dan kulit.
Kasus difteri pada tahun 2018 menyebar di hampir semua
wilayah di Indonesia. Jumlah kasus difteri pada tahun 2018
sebanyak 1.386 kasus, jumlah kematian sebanyak 29 kasus, dengan
CFR sebesar 2,09%. Jumlah kasus difteri tahun 2018 meningkat
drastis hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2017 (954 kasus).
Namun, jumlah kematian akibat difteri menurun dari tahun 2017
(44 kasus). Berdasarkan provinsi, jumlah kasus terbanyak terdapat
di Jawa Timur sebanyak 385 kasus. Sementara itu, terdapat 5
provinsi yang tidak ditemukan kasus difteri, yaitu D.I Yogyakarta,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
dan Papua Barat.
10
GAMBAR. SEBARAN KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI TAHUN
2017-2018
11
Penderita difteri yang divaksinasi tahun 2018 sebanyak 382
orang, dengan proporsi sebesar 27,56%. Provinsi dengan proporsi
penderita divaksinasi terhadap kasus difteri tertinggi yaitu Papua
dan Bali, masing-masing sebesar 100%. Sementara itu, provinsi
dengan proporsi kasus difteri yang tidak divaksinasi terendah, yaitu
Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, masing-
masing sebesar 0%. Gambar di atas memperlihatkan variasi
proporsi kasus difteri dibandingkan penderita yang divaksinasi.
12
GAMBAR. PROPORSI KASUS DIFTERI PER PENDERITA YANG
DIVAKSINASI MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheria oleh karena itu penyakitnya diberi nama
serupa dengan kuman penyebabnya. Difteri merupakan salah satu penyakit
menular yang menyerang orang dengan kekebalan tubuh yang lemah
namun, dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Masa inkubasi penyakit difteri yaitu 2 sampai 5 hari dengan
perjalanan penyakit bersifat insidious (perlahan-lahan), tetapi penderita
dapat menularkan penyakit ke orang lain 2 sampai 4 minggu sejak masa
inkubasi. Difteri dapat di obati dengan pengobatan Antibiotik, Umum dan
Khusus.
B. Saran
yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya
uji schick.
menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan
14
makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5
sempurna.
15
DAFTAR PUSTAKA
16