Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEAMANAN PANGAN

SEJARAH DAN TINJAUAN KEAMANAN PANGAN

Oleh

Kelompok 4 :

Ambrosia Aventi Pidor 1807010080


Intan Putri Indah Lestari Selan 1807010434
Ferny Babang Amah 1807010366
Prhea Densany Feka 1807010116

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021

A. Aspek Historis Keamanan Pangan


Ketersediaan dan ketercukupan gizi dari makanan telah mendorong
kekuatan evolusi dan peradaban manusia. Sebelum adanya pemeliharan
tanaman dan hewan, sekitar 12.000 sampai 10.000 tahun yang lalu, manusia
menjalani kehidupan sebagai pemburu dan pengumpul. Kelangsungan hidup
suatu kelompok atau suku masing-masing bergantung pada kelimpahan yang
relative dari hewan dan tanaman liar serta kemampuan anggota untuk berburu
dan mengumpulkan flora dan fauna. Manusia hidup mengembara, mengikuti
migrasi hewan atau bergerak selama perubahan musim dan cuaca. Para
peneliti umumnya percaya pemeliharaan tumbuhan dan hewan terjadi secara
bertahap selama ribuan tahun melalui serangkaian penemuan tak terduga atau
perilaku bawah sadar sampai suatu ketika manusia secara sadar memanipulasi
bentuk kehidupan makhluk lain untuk keuntungan dan kelangsungan hidup
mereka (Zeder, 2006). Penerapan pertanian dan pemeliharaan tumbuhan dan
hewan mengurangi kebutuhan gaya hidup mengembara diantara kelompok
orang-orang. Pertumbuhan komunitas manusia menjadi semakin permanen
dan semakin besar, yang memungkinkan pengrajin yang terampil untuk barter
atau menjual jasa mereka melalui pertukaran demi memenuhi kebutuhan
hidupnya terutama pangan. Pada akhirnya, seiring perkembangan pertanian
yang menghasilkan surplus makanan yang lebih besar, komunitas ini tumbuh
menjadi kota yang selanjutnya membentuk suatu pemerintahan, seni, dan
teknologi yang dikenal sebagai peradaban manusia.
Dengan penerapan pertanian dan sumber pangan yang relatif dapat
diandalkan, peradaban menghadapi tantangan baru bagi kelangsungan hidup
manusia. Diantara tantangan ini adalah penyakit menular, penyebab utama
kematian dalam sejarah penduduk kota. Meskipun manusia telah lama
menderita karena parasite yang telah berkembang bersama, pemeliharaan
ternak memungkinkan beberapa varian parasit dan pathogen lainnya yang
dapat ditularkan dari hewan kepada manusia (Cox, 2002; Diamond, 1999).
Selain itu, penduduk kuno tidak mengetahui penyebab penyakit, dan mereka
tidak sadar telah menciptkan kondisi lingkungan yang memfasilitasi penularan
penyakit menular. Secara khusus, penularan penyakit itu meningkat akibat
buruknya perlindungan, kontaminasi makanan dan air, akumulasi limbah
manusia serta hewan, perkembangan populasi tikus dan vector penyakit lain,
kebersihan yang buruk, dan kondisi hidup yang berdesakan. Surplus makanan
yang lebih besar juga mendorong para musafir untuk menjelajah, menjajah,
dan berdagang ke Negara lain melakukan kampanye militer. Para musafir ini
sering kali membawa serta kuman penyakit ke daerah lain di dunia dan
membawa kembali penyakit baru ke tanah asalnya. Perlu waktu ribuan tahun
sebelum ilmu pengetahuan, teknik, dan konsep kesehatan masyarakat
membuka wawasan orang tentang penyebab dan pengendalian penyakit.
Dalam sejarah awal dituliskan, adalah tidak mudah untuk memastikan
perbedaan antara penyakit yang ditularkan melalui makanan dengan penyakit
lainnya (misalnya yang ditularkan melalui air, vector, kontak antar-manusia).
Para antropolog dan ilmuwan lainnya berusaha untuk menyimpulkan berbagai
jenis penyakit yang ditularkan melalui makanan yang diderita manusia pada
awal peradaban, namun bukti fisik sangatlah terbatas. Menggunakan
informasi yang tersedia, Morton Satin menulis buku popular dampak dari
penyakit yang ditularkan melalui makanan terhadap sejarah manusia (Satin,
2007). Rupanya manusia purba yang terpapar sejumlah bahaya yang
terkandung dalam makanan mulai dari penyakit parasite sampai keracunan
kronis disebabkan oleh logam berat seperti timbal. Adanya bahaya ini
mungkin menjelaskan beberapa peristiwa dalam sejarah. Kisah perilaku aneh
akibat santet atau kerasukan setan, contohnya, mungkin diakibatkan konsumsi
racun yang dihasilkan oleh beberapa jenis jamur yang tumbuh pada biji-bijian.
Beberapa jenis racun ini dapat menyebabkan berbagai gejala dan beberapa
penyakit bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, seperti halusinasi dan
perilaku aneh. Keracunan timbal, yang dapat bermanifestasi dalam berbagai
masalah kesehatan yang berbeda, telah banyak membawa penderitaan bagi
manusia sepanjang sejarah. Pada zaman Romawi kuno, timbal digunakan
sebagai bahan membuat pipa air dan peralatan memasak/ wadah makanan, dan
orang Romawi menggunakan sirup yang mengandung timbal sebagai pemanis
minuman anggur. Gangguan mental terkait dengan toksisitas akibat tertelan
timbal sering dianggap penyebab berakhirnya kaum bangsawan Romawi
hingga kejatuhan kekaisaran Romawi.
Walaupun kebanyakan kontaminasi makanan terjadi tanpa disengaja,
namun sepanjang sejarah terjadi kasus adanya unsur kesengajaan. Tujuannya
adalah untuk meracuni seseorang atau biasanya terjadi usaha pembunuhan
terhadap para pemimpin politik. Tujuan lain adalah untuk menipu konsumen
yang membeli produk makanan tersebut, disebut juga penipuan ekonomi.
Bahan ramuan yang tidak layak untuk dimakan, tidak bergizi, ditambahkan
kedalam produk untuk menambah bobot atau mengubah penampilan makanan
agar tampak lebih menarik, atau untuk menyamarkan dan menutupi kualitas
yang rendah, seperti daging dari ternak yang sakit. Terkadang, bahan
tambahan tersebut beracun, dan keserakahan untuk mengeruk keuntungan
ekonomi membawa konsekuensi kesehatan yang serius. Untuk mencegah
pemalsuan pangan, selama berabad-abad pemerintah menerapkan hukum yang
melarang penggunaan bahan tersebut dan diikuti dengan ancaman hukuman
berat. Namun, dalam sejarahnya pemberlakuan hukum dan hukuman, masalah
pemalsuan produk tetap kerap terjadi sepanjang abad. Walaupun saat ini
sudah berkurang, individu dan perusahaan yang tak bermoral tetap melakukan
penipuan ekonomi. Contoh yang terjadi belum lama ini adalah penipuan susu
formula anak dari Cina yang dicampur melamin, bahan kimia beracun untuk
industry dalam jumlah tertentu (Food Safety and Inspection Service [FSIS],
2009). Peristiwa tragedy ini menyebabkan penyakit ginjal diantara 50.000
anak-anak Cina, dan 16.000 anak harus dirawat di rumah sakit dan sedikitnya
6 anak meninggal.
Selama abad ke-18 dan 19, ilmu pengetahuan dalam pemahaman
terhadap penyebab berbagai penyakit berkembang pesat.lompatan terbesar ke
depan terjadi pada masa yang dikenal sebagai era keemasan mikrobiologi –
tahun 1860 sampai 1920-an (Week, 2008). Pada masa itu, dengan menganut
teori kuman penyebab penyakit, para ilmuwan berlomba untuk
mengidentifikasi agen penyebab penyakit menular. Bersama dengan kemajuan
ini, hadir metode kultur dan pewarnaan baru terhadap sel mikroba, yang
tentunya sangat meningkatkan kemampuan pengujian laboratorium
(Guardino, 2005). Pada saat itu pula, metode untuk menghancurkan dan
mengurangi populasi mikroba dikembangkan dan disempurnakan.
Diantaranya adalah perlakuan dengan suhu sedang, yang kemudian hari
disebut pasteurisasi dan teknologi pengendali mikroba lainnya, seperti
pengalengan dan pendinginan, mengalami kemajuan berarti di akhir abad 19
dan diawal abad 20 (lihat tabel 1-1). Walaupun pada awalnya dikembangkan
untuk mengawetkan dan menjaga kesegaran pangan, manfaat dari teknologi
ini terhadap pencegahan penyakit yang ditularkan melalui makanan juga
menjadi jelas. Perlakuan dengan panas membunuh bakteri pathogen atau
mengurangi populasi bakteri yang berpotensi mengontaminasi makanan, dan
pendinginan dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen di dalam
makanan selama perjalanan dan penyimpanan.

Tabel 1-1 Peristiwa penting dalam sejarah keamanan pangan

Tahun Peristiwa
1804 Nicholas Appert membuka pabrik pembotolan vakum pertama di
Prancis, cikal bakal industry pengalengan.
1825 Pemberian hak paten untuk pengawetan pangan dalam bentuk
pengalengan di AS.
1862 Louis Pasteur mengembangkan proses pemanasan sedang untuk
mencegah kerusakan pada bird an wine, yang kemudian hari
disebut pasteurisasi.
1873 Kompresor kulkas pertama kali berhasil dikembangkan di Swedia.
1874 Memasak dengan tekanan tinggi ‘retort’ diciptakan untuk
pengalengan.
1882 Perangkat pasteurisasi komersial diproduksi pertama kali di
Jerman.
1893 Rekomendasi dibuat untuk sertifikasi dan pasteurisasi susu untuk
mencegah bahaya penyakit yang ditularkan melalui susu.
1905 Upton Sinclair menerbitkan bukunya The Jungle, membangkitkan
kesadaran masyarakat akan praktik pengemasan daging yang tidak
sehat.
1906 Kongres AS meluluskan Peraturan tentang Makanan dan Obat dan
Inspeksi Daging.
1908 Pasteurisasi terhadap susu diwajibkan di Chicago.
1916 Piggly Wiggly meresmikan toko grosir swalayan pertama di
Memphis, Tennessee, pelopor dari supermarket modern.
1917 Makanan beku mulai tersedia di toko ritel.
1920-an Kulkas rumah tangga dengan bagian pembekuan mulai tersedia di
pasaran.
1921 Restoran hamburger cepat saji “White Castle” pertama di buka di
Wichita, Kansas.
1923 Clarence Birdseye menciptkan metode makanan cepat- beku dan
kemudian menjualnya ke perusahaan makanan.
1923 Adopsi Metode/ Standar Botulism RetortCook untuk pengalengan
yang aman oleh industry.
1925 National Shellfish Certification Program dibentuk.
1927 Peraturan dan Kode Susu dari US Public Health Service
diterbitkan, pelopor dari Grade A Pasteurized Milk Ordinance
yang sekarang.
1930 Makanan cepat beku (sayuran, buah, makanan laut, daging)
pertama kali dijual kepada umum.
1934 Peraturan Sanitasi Restoran diajukan oleh US Public Health
Service bekerja sama dengan Conference of State and Territorial
Health Officers dan National Restaurant Code Authority. Ini
adalah cikal bakal dari Food Code yang sekarang diterbitkan oleh
Food and Drug Administration, AS.
1938 Food, Drug and Cosmetic Act diloloskan oleh Kongres AS,
menggantikan perundang-undangan kuno tahun 1906.
1942 Pengumpulan data surveilans nasional terhadap nontyphoid
salmonella dimulai.
1947 Federal Fungicide, insectide, dan Rodenticide Act diloloskan oleh
Kongres AS.
1950 Hampir 80% pertanian dan 90% rumah tangga urban di AS
memiliki kulkas.
1950 Association of State and Territorial Health Officers memberikan
wewenang kepada dewan untuk memutuskan penyakit mana yang
harus dilaporkan ke otoritas kesehatan federal secara tahunan.
1952 Pelopor dari Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR)
yang sekarang diterbitkan.
1954 Swanson pertama kalinya membuat frozen TV dinner.
1954 Miller Pesticide Amendment mengeluarkan prosedur penetapan
batas aman pestisida pada komoditas pertanian mentah.
1958 Food Additives Amendment : Produsen bahan tambahan pangan
yang baru harus menetapkan keamanan. Delaney Clause
menambahkan untuk melarang penggunaan bahan tambahan
pangan yang menyebabkan kanker dalam uji laboratorium hewan.
Daftar bahan yang dinyatakan aman (GRAS) pertama kali
diterbikan oleh FDA dalam Federal Register.
1960 Amandemen Pewarna Tambahan mensyaratkan produsen
menetapkan keamanan dari bahan pewarna yang ditambahkan
pada makanan, obat- obatan, dan kosmetik.
1962 “Potentially hazardous foof” (PHF) didefinisikan sebagai makanan
cepat busuk yang mendorong pertumbuhan mikroorganisme
toksigenik atau penyakit menular secara cepat dan progresif.
1982 Konferensi Interstate Shellfish Sanitation diadakan untuk
mendorong dan mempromosikan sanitasi dan keamanan kerang
bekerja sama dengan National Shellfish Sanitation Program.
1996 Tonggak sejarah Peraturan Sistem Reduksi Patogen atau Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) diluncurkan oleh USDA
untuk pengolahan daging.
1996 Food Quality Protection Act diloloskan oleh Kongres AS
mensyaratkan standar yang ketat dan aman untuk residu pestisida
di dalam makanan dan bibit pertanian.
2005 “Temperature controlled for safety” (TCS) makanan digunakan
sebagai syarat setara dan transisi seperti PHF di dalam Food Code.

Selama abad ke-20, pengawetan pangan melalui industry pengalengan


dan teknologi pendinginan/ pembekuan memiliki dampak yang signifikan
terhadap pola konsumsi Amerika. Pada tahun 1900, lebih dari 60% populasi
AS berada di pedesaan. Beberapa daerah terdiri dari hampir semuanya desa
atau terdiri dari kota-kota kecil (U.S. Census Bureau, 2010). Keluarga
umumnya memiliki kebun sayuran segar, dan pengolahan serta pengawetan
makanan segar di rumah merupakan kegiatan yang lumrah. Dengan
pengecualian daging serta biji-bijian tertentu, petani local menghasilkan
pangan untuk penduduk setempat , sehingga tidak perlu menempuh jarak jauh
untuk mengirimnya. Ketika petani menjadi lebih produktif dengan
menggunakan teknologi pertanian yang baru, ketersediaan jumlah pangan
menjadi semakin besar, makan pangan dapat disimpan dan dikirim lebih jauh
dengan menggunakan teknologi pengalengan, pendinginan, dan pembekuan.
Teknologi pengolahan pangan yang baru, mengiringi perubahan peraturan
social dan pendapatan keluarga yang lebih tinggi, bertepatan pula dengan
adanya perubahan dalam permintaan konsumen Amerika agar pangan olahan
menjadi lebih efisien (Morrison, Buzby, dan Wells, 2010). Amerika juga
memulai menambah berbagai macam makanan untuk pola makan mereka.
Menanggapi permintaan konsumen, pada gilirannya, memengaruhi
perkembangan produksi pangan baru serta teknologi pengolahan, dan pada
akhirnya memengaruhi sifat alami potensi bahaya dalam suplai makanan AS.
B. Penyelidikan Epidemiologi dan Surveilans
1. Asal usul dan Kontribusi Epidemiologi
Epidemiologi modern sebagai disiplin ilmu tersendiri dikembangkan
pada pertengahan abad ke-19 di tengah-tengah wabah penyakit infeksi
yang meluas di Eropa dan Amerika Utara. Awalnya, fokus utama
epidemiologi adalah pada penyakit infeksi, namun meluas pada akhir abad
ke-20 hingga mencakup penyakit kronis dan kaitan antara faktor
determinan kesehatan dengan faktor sosial dan perilaku, seperti ilmu
tentang pencegahan terhadap cedera. Menurut American Epidemiological
Society, epidemiologi didefinisikan sebagai "Ilmu tentang penyebaran
penyakit dan faktor determinan kesehatan dan risiko penyakit dalam
populasi manusia" (2011). Saat ini, para ahli epidemiologi berperan serta
di hampir semua upaya untuk mempelajari dan mengendalikan penyakit
cedera, termasuk menghitung keuntungan dan analisis beban dari
intervensi terhadap penyakit dan cedera. Akhirnya, definisi epidemiolgi
yang lebih luas diajukan oleh CDC (Centers for Disease Control) sebagai:
"Ilmu tentang distribusi dan faktor determinan kesehatan atau masalah
yang berhubungan dengan kesehatan yang terjadi pada suatu populasi
tertentu, dan penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan"
(Dicker et al, 2007).
Seperti tersirat dalam istilah epidemiologi, cikal bakal disiplin ilmu ini
berakar dari ilmu tentang epidemi, yakni peningkatan penyakit yang
jumlah penderitanya melebihi jumlah yang diperkirakan dalam populasi
tertentu setelah periode tertentu. Kata Iain yang sering digunakan epidemi
lokal adalah wabah (Dicker, 2007). Epidemiologi secara sistematis
mengidentifikasi faktor risiko dan faktor determinan penyakit infeksi
dalam suatu populasi.
Identifikasi etiologik (penyebab penyakit) dari letusan penyakit yang
ditularkan melalui makanan membuahkan pengertian yang lebih mudah
tentang epidemiologi. Namun demikian, para ahli epidemiologi mampu
mengidentifikasi faktor umum dalam suatu kejadian wabah tanpa harus
melalui identifikasi agens penyebab. Namun sampai awal abad ke-21,
dengan segala pengetahuan dan teknologi, agens penyebab dari banyak
wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan tetap belum
teridentifikasi. Hal itu merupakan satu alasan yang membedakan antara
sakit (illness) akibat makanan dengan penyakit (disease) yang ditularkan
melalui makanan. Sakit (ilness) adalah kondisi tidak sehat tanpa perlu
memahami kondisi penyebab dan kondisi biologis (Helman, 1981).
Sebaliknya, penyakit (disease) adalah kondisi yang telah didiagnosis oleh
dokter dengan pemahaman mengenai penyebab dan kondisi biologis.
Karenanya, wabah sakit akibat makanan adalah kasus yang agens
penyebab sakit belum teridentifikasi dan atau dasar biologi yang belum
sepenuhnya dipahami, sedangkan wabah penyakit yang ditularkan melalui
makanan melibatkan kasus dengan agens penyebab yang teridentifihsi.
Walaupun secara teknis tidak dapat dibenarkan, istilah foodborne illnes
(sakit akibat makanan) dan foodborne disease (penyakit bawaan-makanan)
sering digunakan secara bergantian.
Hal penting dari penyelidikan awal epidemiologi adalah peran
pembawa penyakit manusia dalam penularan penyakit melalui makanan.
Penemuan kasus pertama tanpa gejala yang sehat dari demam tifoid di AS
adalah seorang wanita bernama Mary Mallon. Selama tahun 1900-1907
dan 1915, ketika bekerja sebagai juru masak, MS. Mallon bertanggung
jawab atas terinfeksinya demam tifoid paling sedikit 47 orang, dan
menyebabkan sedikitnya 3 kematian (Invitt, 1996). Demam tifoid adalah
pembunuh terkenal pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dengan
pengenalan terhadap sanitasi urban dan penyaringan/ klorinasi air, demam
tifoid mulai menurun namun tetap merupakan ancaman serius kesehatan
mayarakat. Menyusul wabah demam tifoid di tempat penyewaan rumah
musim panas di Long island, New York, pemilik mendatangkan seorang
doktor ahli sanitasi bernama George Soper untuk menyelidiki penyebab
wabah ini. Menggunakan proses eliminasi dan bidang penyelidikan
epidemiologi, Dr Soper menaruh kecurigaan kuat pada sang juru masak,
Ny Mallon, bertanggung jawab terhadap serangkaian wabah demam tifoid
yang terjadi pada rumah-rumah yang berbeda.
Dr Soper memiliki reputasi yang kurang bersahabat setelah Ny.
Mallon menolak menyediakan sampel tinja, urine dan darah untuk uji
laboratorium. Dia merekrut asisten dari New York City Health
Departement (Leavit,1996). Dokter dan pengawas kesehatan bernama Dr.
S. Josephine Baker memohon Ny. Mallon untuk menyediakan spesimen
untuk uji laboratorium, dan ketika dia menolak lagi, Ny. Mallon dibawa
secara paksa oleh polisi ke rumah sakit. Setelah menemukan sejumlah
besar bakteri yang merupakan penyebab tifoid dalam tinjanya, Ny. Mallon
diisolasi dari masyarakat, ditempatkan ditempatkan dalam bungalow
untuk beberapa tahun lamanya. Selama dalam masa penahanan, Ny.
Mallon menjadi sasaran pengumpulan spesimen untuk uji laboratorium,
namun tidak selalu konsisten menjadi gudang bakeri tifoid. Dia
dibebaskan tahun 1910 setelah menyetujui untuk tidak bekerja lagi sebagai
juru masak. Sayangnya, setelah wabah demam tifoid terjadi di antara
pegawai rumah sakit pada tahun 1915, Ny. Mallon ditemukan bekerja di
bawah samaran sebagai juru masak di rumah sakit tersebut. Setelah
insiden ini, Ny. Mallon diisolasi sampai akhir hayatnya pada tahun 1938.
Selama periode pertama penahanan dan isolasi Ny. Mallon, artikel
bergaya tabloid diterbitkan oleh surat kabar pada tahun 1909
menjulukinya "Typhoid Mary" (Leavitt, 1996). Pemberitaan yang kurang
berimbang memposisikan Mary Mallon sebagai penjahat, dan istilah
"Typhoid Mary" akhirnya berkonotasi seorang perempuan yang jorok dan
mematikan. Kenyataannya, Ny. Mallon adalah korban dari prasangka dan
keputusan buruk oleh semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Banyak
pembawa tifoid lainnya telah diidentifikasi selama penahanan dan isolasi
Ny. Mallon, namun dia satu-satunya yang ditahan begitu lama. Setelah
beberapa tahun sejak merebaknya kasus Ny. Mallon hingga abad ini,
penydidikan epidemiologi telah menemukan penjamah makanan yang
terinfeksi sebagai sumber wabah banyak penyakit yang ditularkan melalui
makanan, terutama yang disebabkan oleh virus enterik. Berbekal
pengetahuan yang didapatkan dari penyelidikan ini dan penelitian
mikrobiologi, sanitasi dan praktik higenis telah dikembangkan untuk
minimalisasi risiko penyebaran penyakit dari para penjamah makanan.
Walaupun demikian, penjamah makanan tetap merupakan sumber penting
infeksi penyakit yang ditularkan melalui makanan (Grieg et al, 2007).

2. Kesehatan Masyarakat dan Surveilans Penyakit


Manfaat yang paling jelas dari perkembangan epidemiologi selama
beberapa tahun adalah penyakit dan surveilans kesehatan masyarakat.
Menurut CDC, surveilans adalah "proses terus-menerus dari
pengumpulan data secara sistemastis, analisis, interpretasi, dan
desiminasi data sehubungan dengan kejadian terkait dengan kesehatan
untuk digunakan dalam intervensi masalah kesehatan masyarakat dalam
upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat” (German et al, 2001) . Asal
usul surveilans penyakit dapat dilacak mundur pada wabah atau “Black
Death” pada abad ke-14 dan ke-15 ketika kapal laut diperiksa untuk
mendeteksi kasus wabah, dan karantina diberlakukan bagi pengembara
yang berasal dari daerah yang terinfeksi wabah (Declidi dan Orter,
1994).
Sistem surveilans dirancang dan digunakan untuk berbagai tujuan
(Thacker,2010). Salah satunya adalah pendektesian epidemik. Sebuah
peningkatan yang tidak biasa dalam masalah penyakit atau uji
laboratorium di dalam sistem surveilans dapat merupakan sinyal bagi
pejabat lokal dan federal tahadap potensi timbulnya masalah kesehatan
masyarakat. Hal ini akan membuat fokus terarah pada pengumpulan data
dan penyelidikan epidemiologi. Petugas kesehatan masyarakat telah
mendeteksi banyak sumber wabah penyakit yang ditularkan melalui
makanan menggunakan beberapa sistem surveilans ini. Ahli
epidemiologi juga dapat memanfaatkan data dari sistem surveilans untuk
menghasilkan hipotesis bagi penelitian epidemiologi dan laboratorium
lanjutan, yang dapat menjelaskan faktor risiko dan penyebab dari
penyakit dan wabah. Tujuan penting lain dari sistem surveilans adalah
mempelajari karakter sejarah, distribusi, dan penyebaran penyakit.
Informasi tertentu sangat berguna untuk mengukur efektivitas strategi
surveilans dan pencegahan. Contohnya, efektivitas dari program
penurunan atau eliminasi patogen tertentu dalam pasokan pangan harus
tercermin dari laporan kejadian dan wabah penyakit yang sesuai.
Angka sesungguhnya dari penyakit (illness) akibat makanan dan
penyakit (disease) yang ditularkan melalui makanan di AS setiap
tahunnya tidak dapat secara akurat tercermin dari sistem surveilans
karena sebagian besar penyakit (illness) akibat makanan tidak dilaporkan
kepada institusi lokal, negara, dan atau federal. Ada banyak alasan atas
keterbatasan ini.
Secara umum, kasus penyakit yang ditularkan melalui makanan baru
dilaporkan bila menyebabkan sakit parah atau kematian, atau bila
sejumlah kasus yang tidak biasa terjadi dalam periode waktu atau tempat
tertentu, yang disebut letusan. Di antara orang yang menderita penyakit
yang ditularkan melalui makanan, ada sejumlah tertentu yang mengalami
lebih banyak gejala yang parah hingga membutuhkan tindakan medis,
sedangkan yang lainnya hanya menderita gejala ringan. Beberapa alasan
terjadinya perbedaan ini adalah tingkat keterpaparan terhadap agen
penyebab yang berbeda, perbedaan tingkat kerentanan dan daya tahan
perorangan, dan variabel lainnya. Individu yang rentan akan lebih rawan
mengalami keadaan yang parah akibat penyakit penyakit yang ditularkan
melalui makanan. Termasuk kategori rentan adalah orang berusia sangat
lanjut, sangat muda, orang-orang dengan daya tahan tubuh rendah,
wanita hamil, dan lain-lain. Walaupun dirawat di rumah sakit dan
meninggal, acapkali terjadi salah diagnosis tentang penyakit yang
ditularkan melalui makanan, dan kemungkinan tidak dilaporkan (Mead et
al, 1999). Dengan besar wabah penyakit yang ditularkan melalui
makanan, kasus penyakit lebih mudah dikenali dan dilaporkan karena
penyelidikan epidemiologi telah memperingatkan para klinisi untuk
menaruh kecurigaan terhadap penyakit tertentu.
3. Langkah yang Dilakukan dalam Investigasi Wabah Penyakit yang
Ditularkan Melalui Makanan
Penyelidikan epidemiologik penyakit yang ditularkan melalui
makanan dalam sejarahnya merupakan peran dari institusi kesehatan
masyarakat lokal, negara, dan federal. Definisi letusan penyakit (illnes)
yang ditularkan melalui makanan menurut CDC adalah bila dua orang
atau lebih menderita kesakitan yang dari makanan atau minuman yang
sama-nma terkontaminasi (CDC, 2009a). Wabah penyakit yang
ditularkan melalui makanan dapat menyebar luas dan menjangkiti orang
dalam jumlah yang besar. Ciri wabah lokal atau wabah melibatkan jenis
makanan yang umum dari tempat yang umum dalam komunitas lokal.
Wabah yang lebih besar dapat terjadi sebagai bagian dari suatu peristiwa
yang dihadiri orang banyak, atau mereka merupakan bagian dari
penyebarluasan wabah yang melintasi negara melalui distribusi pangan.
Meskipun wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan menyita
perhatian pejabat kesehatan masyarakat dan pers, sesungguhnya sebagian
besar penyakit akibat dari makanan tidak menimbulkan wabah, atau
mereka tidak terdeteksi sebagai bagian dari wabah (Mead at al, 1999).
Kasus jenis ini disebut kasus sporadis. Penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui makanan kasus sporadis ini sangat sulit atau tidak
mungkin dibuktikan walaupun menggunakan metode ilmiah yang sangat
teliti. Oleh karenanya, berdasarkan bukti tidak langsung dan pengetahuan
yang ada penyakit yang ditularkan melalui makanan dan penyebarannya,
kasus sporadis dinilai sebagai kejadian yang sangat umum.
Pada kebanyakan kejadian wabah penyakit yang ditularkan melalui
makanan, tim profesional dibentuk untuk melakukan penyelidikan. Tim
ini beranggotakan ahli epidemiologi, mikrobiologi atau profesional
laboratorium, spesialis kesehatan lingkungan atau sanitarian, dan seorang
dokter untuk mendiagnosis kasus. Bergantung pada besarnya dan
cakupan suatu letusan yang dicurigai, tim mungkin ditambah dengan
petugas kepatuhan peraturan, ahli statustik, dokter hewan, ahli kimia,
ahli toksologi, dan spesiahs lainnya. Umumnya, keahlian tim harus
mewakili 3 komponen utama dari proses penyelidikan yaitu:
epidemiologi, laboratorium, lingkungan (Michigan Department of
Apiculture (MDA), 2010). Ketika wabah yang dicurigai meliputi
beberapa wilayah hukum, tim mungkin membutuhkan koordinasi dengan
dan atau melibatkan institusi negara atau federal lain.
Langkah pertama yang pasti adalah mendeteksi dan memastikan
bahwa wabah telah terjadi. Sistem surveilans, keluhan konsumen,
laporan tak resmi dari balai kesehatan, dan laporan resmi tentang
penyakit yang harus dilaporkan dari dokter dan atau laboratorium dapat
merupakan petunjuk bagi tim investigasi untuk waspada akan adanya
wabah. Secepat mungkin, dokter harus memastikan diagnosis. Dokter
harus menjelaskan kasus penyakit klinis, dan tim harus mengumpulkan
spesimen dari pasien untuk analisis laboratorium. Bentuk yang baku
sangat membantu petugas klinis untuk memastikan tim mengumpulkan
jenis, frekuensi, serta lama berlangsungnya tanda dan gejala. Tim juga
harus mengumpulkan informasi demografi tambahan. seperti umur, jenis
kelamin, ras, dan pekerjaan pasien. Identifikasi laboratorium dari agens
penyebab yang diperoleh dari spesimen pasien sangatlah penting, namun
terkadang ahli mikrobiologi tidak dapat mengisolasi patogen atau agens
penyebab Iainnya. Bila setelah ahli laboratorium mengisolasi patogen,
dan perlu pemeriksaan tambahan subtipe galun patogen maka harus
dilakukan pengiriman ke laboratorium negara atau federal.
Menindaklanjuti pendeteksian potensi terjadinya wabah, tim harus
mencari kasus tambahan yang berkaitan dengan wabah. Hal ini dimulai
dengan menetapkan definisi kasus. Berdasarkan informasi klinis yang
ada, jangka waktu, dan lokasi geogafis, kasus dapat ditetapkan apakah
masih kemungkinan atau dapat dipastikan. Informasi klinis untuk definisi
kasus termasuk karakteristik dari penyakit, seperti tanda, gejala, temuan
laboratorium klinis, konfirmpsi tentang agens penyebab penyakit melalui
analisis laboratorium, bila memungkinkan. Tim investigasi harus tegas
mendefinisikan kasus untuk jangka waktu yang dicurigai dan lokasi
geografis dari wabah untuk menghindari adanya tambahan kasus yang
bukan merupakan wabah atau sporadis. Berbagi informasi dengan
wilayah, negara, atau agen federal lain akan membantu dalam
menentukan apakah wabah tersebar luas. definisi kasus, dan dapat
menari tambahan kasus melalui sistem surveilans, tempat praktik para
dokter, ruang darurat, laboratorium klinis, survei kelompok, dan sumber
lainnya. Menghubungi organisasi lainnya dan menyiapkan definisi kasus
akan membantu kewaspdaan mereka tahadap wabah dan membantu
dalam penilitian kasus yang mungkin disertakan dan pemberitahuan.
Setelah kasus diidentifikasi, tim harus menyimpan masing-masing
data untuk ditinjau ulang dan dianalisis. Pada saat yang sama, ahli
epidemiologi dapat menggunakan kasus yang telah diidentifikasi untuk
mem-plot kurva epidemi dan/atau untuk menentukan lokasi pada peta
dalam menentukan lokasi atau penyebaran penyakit. Hal Ini dapat
membantu pemeriksaan keberadaan epidemik atau wabah. Wawancara
awal dari beberapa kasus dapat membantu mengidentifikasi
kemungkinan sumber wabah, tapi yang terbaik untuk menghasilkan
hipotesis dengan mengetahui cara penyebaran untuk minimalisasi
wawancara ulang kasus, sehingga menghemat waktu dan upaya di
kemudian hari. Penyelidik harus melakukan pendekatan penyelesaian
masalah wabah ini dengan pikiran terbuka. Bebenpa cara penyebaran
mungkin disebabkan oleh patogen, dan beberapa lainnya mungkin
disebabkan jalur akibat terpapar racun kimia atau racun. Melalui
pernyataan hipotesis tentang cara penyebaran, tim dapat merancang
wawancara kasus untuk mengidentifikasi sumber potensial agens
penyebab penyakit secara lebih baik. Bila penyakit karena makanan yang
dicurigai, wawancara harus difokuskan pada pertanyaan apa yang telah
dimakan selama 72 jam terakhir sebelum gejala timbul karena umumnya
orang tidak dapat mengingat dengan baik bila lewat dari 72 jam (MDA,
2010). Untuk penyakit yang dicuriga dengan periode inkubasi yang lebih
lama, investigator harus mengurai kasus tentang makanan yang
dikonsumsi, namun informasi terbaik yang bisa diperoleh lebih baik
dibatasi pada tempat makanan tersebut dikonsumsi. Sebelum wawancara
tim harus menyusen pertanyaan khusus wabah untuk memastikan semua
pertanyaan terkait sudah ditanyakan dan untuk menyimpan hasil
wawanara.
Dengan dasar waktu, tempat, dan orang yang terkena penyakit,
hipotesis awal dapt dirumuskan atau hipotesis baru dapat dikeluarkan.
Bila sumber arau tempat tertentu ditunjukkan olah data, wawancara
ulang kasus mungkin diperlukan, dan informasi tentang makanan
spesifik juga diperlukan. Bila lokasi dan/ atau makanan yang dicurigai
telah diidentifikasi, penyelidikan lingkungan diperlukan untuk
mengumpulkan sampel makanan guna analisis laboratorium untuk
menemukan titik kontaminasi dan asal makanan. Dalam banyak kasus,
selain disimpan hanya sebagai sisa, makanan yang dicurigai sudah tidak
layak untuk diuji, sehingga rekonstruksi penanganan dan praktik
persiapan makanan diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko.
Untuk beberapa pmyakit yang ditularkan melalui makanan, penjamah
makanan yang terinfeksi mungkin terlibat, dan wawancara tambahan dan
referensi klinis oleh pejabat kesehatan setempat mungkin dibutuhkan.
Dengan informasi epidemiologik yang didukung kuat oleh data
laboratorium dan pangan, pengujian hipotesis dengan menggunakan uji
untuk menentukan sumber wabah mungkin kurang diperlukan (World
Health Organiution (WHO), 2008). Namun, uji hipotesis melalui
penelitian epidemiologi analitik mungkin diperlukan bila kekurangan
data atau pertanyaan kunci tetap tak terjawab. Dengan beberapa uji
statistik, ahli dapat memperkirakan risiko relatif dari variabel yanv
berbeda dalam kaitannya dengan penyakit yang ditularkan melalui
makanan. Dengan dasar dan/atau uji hipotesis, tindakan pengendalian
dapat diterapkan seara untuk Mencegah kasus lanjutan atau wabah yang
kembali berjangkit. Bila jenis makanan tertentu terkait dengan penyakit
berada di antara beberapa sarana atau perusahaan, penyelidikan
penelusuran kembali mungkin dibutuhkan untuk mencari asal muasal
dalam rangkaian pasokan pangan. Hal ini dapat mengarah pada
penarikan produk oleh atau penerbitan artikel pendidikan masyarakat
bagi perlindungan konsumen. Bila makanan yang dimaksud terkait
dengan penyedia jasa makanan tertentu atau pengecer makanan ternama,
beberapa tindakan perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan
masyarakat. Hal ini mungkin berupa penutupan tempat pembersihan dan
peralatan, pelatihan ulang para penjamah makanan dan manajer
perusahaan katering, dan penerapan tindakan pcngendalian tambahan.
Terakhir, penyidik wajib menuliskan laporan akhir penyelidikan wabah
dan melaporkannya kepada pejabat kesehatan masyarakat lainnya.
Laporan mungkin memberikan dasar beberapa tindakan kemudian, dan
dalam konteks yang lebih luas, laporan atau publikasi memberikan
kontribusi pengetahuan dalam bidang kesehatan masyarakat dan
keamanan pangan.
C. Klasifikasi Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Agen
Penyebab
Para ahli epidemiologi abad ke-21 mendapatkan manfaat mendapatkan
sudut pandang dan pengetahuan ketika memeriksa masalah keamanan masa
lalu dan sekarang. Pengetahuan masa kini tentang penyakit yang di tularkan
melalui makanan dan keamanan pangan merupakan akumulasi dan
penggabungan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu.
Makanan yang terkontaminasi diketahui menyebarkan atau
menyebabkan lebih dari 200 jenis penyakit ( Bryan, 1982). Agens penyebab
dari penyakit yang di tularkan melalui makanan adalah unsur biologis,
kimiawi, atau fisik di alam. Orang menggunakan istilah keracunan makanan
dalam bahasa sehari-hari untuk menyebutkan semua penyakit yang ditularkan
melalui makanan. Keracunan atau intoksikasi terjadi sebagai akibat mencerna
bahan kimia, toksin, alergen, atau radionuklir. Racun mewakili jenis khusus
dari zat racun karena di produksi secara biokimia oleh organisme hidup.
Sejumlah variasi racun terdapat secara alami, dan racun jenis ini masuk
kedalam rantai makanan melalui jaringan baik hewani atau nabati, atau
mereka diproduksi oleh mikroorganisme beracun yang mengontaminasi
makanan. Sebaliknya, bahan kimia yang diproduksi secara sintesis dan
nonbiologis dapat mengahasiolkan racun dari berbahai sumber. Dalam jumlah
yang cukup zat kimia dapat berdampak merugikan kesehatan ketika di
konsumsi. Jenis dampak kerugian kesehatan tergantung dari struktur zat kimia
dan kuantitas yang di konsumsi (disebit dosis). Beberapa racun dan zat kimia
adalah enterotoksik berdampak keracunan pada sistem gastrointestinal yang
lainnya adalah neurotoksik atau berdampak pada organ dan sistem saraf
lainnya.
Alergen bisa atau tidak bisa diklasifikasikan sebagai racun kimia atau
racun. Beberapa pengalaman individu memiliki respons berlawanan terhadap
zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang. Reaksi umumnya di rujuk
sebagai alergi makanan. Tapi tidak semua treaksi alergi adalah alergi yang
sesungguhnya. Beberapa reaksi sebenarnya merupakan intoleransi makanan,
yang merupakan reaksi sensitif berlebihan terhadap makanan atau bahan
campuran tertentu tanpa keterlibatan sistem imun. Kebanyakan intoleransi
makanan adalah faktor turunan atau ditemukan adanya metabolisme
defisiensi. Bentuk umum yang ditemukan pada kondisi ino adalah intoleran
terhadap laktosa, hal itu terkadi ketika individu kekurangan enzim laktase,
enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa susu.
Elemen- elemen radioaktif disebut radionuklida alami demikian pula
ada dengan sendirinya sebagai efek dari aktivitas manusia. Bila radionuklida
mencemari rantai makanan, mereka bosa masuk kedalam tubuh manusia
melalui saluran pencernaan. Bergantung pada jenis radionuklida internalisasi
dapat menyebabkan beragam masalah kesehatan. Radionuklida terkait dengan
aktivitas manusia termasuk limbah dari pusat pembangkit tenaga nuklir atau
dari pengujian senjata nuklir masa lalu.
Infeksi oleh mikroorganisme patogen dan parasit mewakili jenis
penyakit yang ditularkan melalui makanan yang paling umum dan penting.
Patogen secara luas diklasifikasikan sebagai bakteri, virus, protozoa, cacing.
Setelah beberapa dekade berlalu terdapat tambahan jenis patogen yang di
kenal sebagai: prion. Tidak seperti patogen lainnya prion bukan makhluk
hidup. Walaupun demikian, prion adalah protein "jahat" (yakni keliru dapam
pelipatan) yang mampu menghilangkan protein lain letika dikonsumsi.
Akibatnya adalah pembentukan plak pada jaringan sistem saraf pusat yang
menyebabkan banyak masalah neurologi, bahkan bisa berakhir dengan
kematian. Penyakit yang diakibatkan prion yang terkenal adalah bovine
spongiform encephalitis (BSE), yamg di kenal sebaghai penyakit sapi gila.
Jenis penyakit lain yang ditularkan melalui makanan adalah sebagaian infeksi
dan sebagian intoksikasi disebut toksikoinfeksi. Ini disebabkan oleh bakteri
tanah tertentu yamg dapat membentuk spora, suatu struktur sel yang kokoh
yamg dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak kondusif
sekalipun. Ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, spora bakteri tertentu
dari genus clostridium bacillus dapat mengeluarkan racun kedalam rongga
pada saluran pencernaan tanpa kolonisasi dimukosa usus. Racun diserap usus
kemudian mengeluarkan efek racun atau mumgkin tersangkut menuju organ
lain melalui aliran darah. Pengetahuan tentang agens penyebab penyakit yang
ditularkan melalui makanan yang berbeda terutama berasal dari wabah dan
sistem surveilans yang laporkan selama abad ke-20, kepentingan relatif dari
penyakit yang ditularkan melalui makanan yang berbeda telah berubah secara
dramatis. Pertengahan abad ke-20 penyakit yang ditularkan melalui makanan
dan agens penyebab baru mulai mencuat, dan kejadian dari penyakit yang
ditularkan melalui makanan yang jarang dilaporkan kembali meningkat.
Sebagai contoh intoksikasi makanan (keracunan makanan ) akibat produksi
enterotoksin bakteri staphylococcus aureus merupakan jenis penyakit yang
ditularkan melalui makanan paling sering terjadi pada tahun 1960 dan 1970
(bergdoll dan wong. 2006). Pada saat itu, mayoritas kasus yang dilaporkan
terkait dengan wabah besar berasal dari industri pangan yang sangat produktif.
Walaupin intoksikasi staphylococcus tetap masih terjadi, terutama dalam skala
non-komersial dan kasus sporadis, wabah besar terkait dengan industri pangan
telah berkurang secara dramatis. Sebab enurunan ini terkait dengan perhatian
yang lebih baik terhadap hal sanitasi, pengendalian suhu, dan teknik
pengendalian. Keterbatasan perangkat peringatan adanya agrns penyebab
dalam pangan adalah aspek yang paling menyulitkan dalam keamanan
pangan. Bila makanan mengfeluarkan bau busik, rasa yang tidak enak, atau
penampilan yang tidak memikat, orang tentu tidak akan memakannya.
Keenganan terhadap bahan yang menjijikkan secara naluri dan mungkin inilah
yang membantu manusia primotif dan kuno terhindar dari penyaiit dengan
menjauhi tinja, mayat, dan sumber infeksi lainnya. (Curtis, aunger Rabie,
2004). Kehadiran mikroorganisme patogen, racun, racun kimia dalam pangan
jarang terkait dengan peringatan dalam tanda bau atau penampilan. Satu-
satunya cara untuk memastikan adanya wabah penyakit yang ditularkan
melalui makanan. keamanan pangan sangat bergantung pada penetapan
standar didalam rangkaian produksi, pemrosesan, penanganan, dan persiapan
pangan. Alasan kesehatan masyarakat untuk standar ini didasarkan pada
pengetahuan sejarah, data epidemiologi, atau peneliatian laboratorium.
Standar membantu dengan menilai apakah suatu makanan dianggap aman atau
tidak.

D. Beban Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Trend


Keamanan Pangan
1. Mengukur Beban Penyakit Yang Ditularkan Melalui Makanan
Oleh karena kejadian sesungguhnya atau prevalensi dari penyakit yang
ditularkan melalui makanan tidak dapat secara langsung dihitung
menggunakan system surveilans yang ada, metode tidak langsung untuk
perkiraan sudah dikembangkan. Dr. Paul S. Mead dan koleganya
melakukan estimasi secara luas dan sering dikutip sebagai perkiraan
penyakit yang ditularkan melalui makanan di AS (Mead et al, 1999).
Menggunakan berbagai system surveilans dan sumber lainnya, penulis
mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk memperkirakan jumlah
penyakit yang ditularkan melalui makanan, rawat inap, dan kematian yang
terjadi di AS setiap tahun.
AS dan beberapa Negara lainnya telah melakukan sejumlah prakarsa
lain untuk memperkirakan kejadian actual dan beban dari penyakit yang
ditularkan melalui makanan (Fint et al, 2005). Masing-masing prakarsa
memiliki masalah dalam metodologi yang tak dapat dihindari dan
membatasi penafsiran hasil studi. Mungkin masalah terbesar adalah cara
penularan pathogen yang sangat beragam. Banyak pathogen yang
ditularkan melalui makanan yang umum dapat ditularkan selain melalui
air, juga objek (mis.,muntahan), kontak orang ke orang. Isu lain adalah
terkait dengan tanda dan gejala penyakit yang umum atau tumpang tindi.
Isu ini menjadi lebih bermasalah dengan adanya survey atau surveilans
sindromik penyakit yang dilaporkan tersendiri, karena tanda dan/atau
gejala tertentu yang dialami perorangan dianggap mewakili cara penularan
dan/atau penyakit tertentu.
Jauh lebih sedikit diketahui tentang proporsi penyakit yang bersumber
atau ditularkan melalui makanan di Negara kurang berkembang karena
system surveilans penyakit dan kemampuan penyelidikan epidemiologi
amat sangat terbatas.
Untuk perkiraan beban dan beban penyakit yang ditularkan melalui
makanan di dunia yang lebih baik, WHO telah membentuk Foodborne
Disease Burden Epidemiology Reference Group (FERG). Sasaran utama
FERG adalah memperkirakan beban dari penyakit yang ditularkan melalui
makanan akut dan kronik yang disebabkan oleh pathogen, parasite, dan zat
kimia yang penting (WHO, 2006). Kerangka kerja strategis pada program
ini telah dibentuk dan telah diterapkan saat ini. Bagian pertama dari
strategi ini melibatkan tinjauan terhadap penyebaran penyakit oleh
makanan dan cara lainnya untuk mendapatkan angka proporsi yang
mingkin disebabkan oleh makanan. Bagian strategi lainnya melibatkan
pengembangan peralatan penelitian untuk setiap negara, untuk
memperkirakan beban penyakit yang ditularkan melalui makanan neggara
masing-masing. Tujuan akhir adalah agar masing-masing Negara
mengawasi beban penyakit ditularkan melalui makanan masng-masing
dan menggunakan infromasi ini untuk mengembangkan kebijakan
kesehatan masyarakat dan standar keamanan pangan.
Pentingnya mengukur beban penyakit agar dapat menentukan prioritas
bagi pengendalian penyakit yang ditularkan melalui makanan yang
spesifik dan bagi pengembangan kebijakan kesehatan masyarakat untuk
mengatur risiko dari penyakit yang ditularkan melalui makanan. Statistik
kesehatan dan kematian terkait penyakit yang ditularkan melalui makanan
dapat menggambarkan ukuran beban dalam hal penderitaan manusia.
Akan tetapi, ahli ekonomi dan pembuat kebijakan lebih suka
menerjemahkan beban penyakit yang ditularkan melalui makanan dalam
istilah beban, dengan menyajikan suatu denominasi yang umum untuk
membandingkan antara beban penyakit dan sumber dana yang dibutuhkan
untuk mengatasinya. Perbandingan ini disebut analisis cost – benefit dan
ini cukup membantu dalam hal mengukur manfaat masyarakat dengan
biaya dari peraturan pangan yang baru. Menentukan beban penyakit yang
ditularkan melalui makanan terbilang rumit karena tersebarnya
pengeluaran masyarakat termasuk kunjungan dokter, pengobatan, rawat
inap, kehilangan pendapatan, dll. Pengeluaran penting lainnya adalah
terjadi pada industri pangan, ketika wabah penyakit yang ditularkan
melalui makanan terjadi, maka terjadi penarikan makanan kembali segera,
gugatan hukum, dan ditinggalkan oleh konsumen (kehilangan penjualan)
dari produk makanan perusahaan tersebut.
Umumnya penyakit yang ditularkan melalui makanan dianggap ringan
dan bisa sembuh dengan dibanding dengan kondisi kesehatan lainnya.
Namun hal itu tidak berlaku untuk semua jenis penyakit yang ditularkan
melalui makanan. Akhir-akhir ini, bidang kesehatan masyarakat telah
menemukan bahwa bahkan penyakit yang ditularkan melalui makanan
yang umum dapat sekuelah.kambu untuk kedua kalinaya atau kompilkasi
secara serius dan kronis yang dapat mempengaruhi beberapa organ dan
sistem tubuh.
2. Tren Masa Kini Dan Masa Depan Yang Akan Memengaruhi Keamanan
Pangan
Dari sudut pandang sejarah yang dibahas sebelumnya, tampaklah
bahwa perubahan pada produksi pertanian, pengolahan dan distribusi
pangan, pencemaran lingkungan, demografi populasi, dan pilihan
konsumen adalah hal penting yang mempengaruhi jenis bahaya yang
timbul dalam pasokan pangan dan kejadian penyakit yang ditularkan
makanan, perubahan terus terjadi pada abad ke-21 dan tanpa diragukan
akan merupakan tantangan untuk memastikan pasokan pangan yang aman.
Pada tingkat produksi pertanian (misalnya lahan pertanian), perubahan
pada pertumbuhan tanaman dan pemeliharaan ternak telah membentuk
ceruk ekologi baru bagi patogen dan bahan kimia baru untuk pertanian.
Sayur – sayuran banyak terkontaminasi oleh patogen. Selain itu, infeksi
ternak oleh patogen zoonotic (dapat pula menginfeksi manusia) telah
berubah selama beberapa decade lalu. Galur (strains) patogen baru telah
muncul dan terus berlangsung, beberapa diantaranya menjadi lebih ganas
(kemampuan menimbulkan penyakit) dan kebal terhadap antibiotik
menemukan bahwa penyakit yang ditularkan melalui makanan yang
umum dapat sekuelah kambuh untuk kedua kalinya atau kompilkasi secara
serius dan kronis yang yang memengaruhi beberapa organ dan sistem
tubuh.
Pilihan konsumen mendorong terjadinya banyak perubahan di dalam
pasokan pangan. Dari seluruh pilihan konsumen, kenyamanan adalah
tuntutan dari semua keinginan kebanyakan orang. Sebagai informasi
tambahan, lebih dari separuh makanan yang dibeli untuk disiapkan dan
dikonsumsi di rumah pun sekarang ini dalam bentuk makanan kemasan,
olahan, mudah, dan nyaman. Hal ini adalah peluang bagi produsen untuk
menawarkan berbagai produk yang nyaman atau makanan dengan proses
minimal yang tidak ditangani dengan melalui proses yang keras, merusak
mutu organoleptik, dan kandungan gizi. Tuntutan konsumen agar
makanan tetap segar sepanjang tahun juga telah mendorong pengiriman
antar negara dan impor makanan. Seluruh tuntutan perubahan konsumen
yang telah dijelaskan sebelumnya jelas merupakan tantangan baru bagi
keamanan pangan.
Perubahan dalam pengolahan pangan memiliki beberapa implikasi
sehubungan dengan keamanan pangan. Dengan semakin banyak
tersedianya pangan adalah olahan dan kemasan, bahan campuran yang
terkontaminasi kemungkinan tergabung dalam sejumlah produk dan
terdistribusi ke seluruh negara. Hal ini memungkinkan wabah penyakit
yang ditularkan melalui makanan lebih tersebar dan tidak terpusat secara
geografis lagi. Aspek keamanan lain dari pengolahan pangan adalah
minimalisasi pengolahan pangan. Karena produk pangan ini tidak melalui
pengolahan pangan yang keras, kerusakan patogen tidaklah dapat
dipastikan, dan pengendalian berganda yang dikenal sebagai “hurdle
concept”.
Perkembangan teknlogi baru akan sangat berpengaruh terhadap
strategi dan praktik keamanan pangan dimasa depan. Pertama, tenik
pengolahan pangan baru akan diperkenalkan untuk pengawetan atau
perlakuan makanan dengan penurunan mutu yang minimal. Beberapa
teknologi pengolahan, seperti iradiasi pangan, akan meningkatkan ukuran
keamanan pangan ketika teknologi pengolahan pangan lainnya mungkin
meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui makanan kecuali
tekonologi dimasukkan dan dipadukan secara hati-hati dalam sistem
pasokan pangan. Teknologi pengolahan pangan baru, komponen bahan
pangan dan kemasan mungkin juga menyebabkan bahan baru pada
makanan. Teknologi pengujian baru juga dapat membantu dalam menjaga
passokan pangan dengan meningkatkan kemampuan dan pemeriksaan
kelayakan makanan akibat kontaminasi.
Dengan mempertimbangkan kompleksitas rantai pasokan pangan,
ukuran pertahanan pangan yang efektif merupakan tantangan utama untuk
diterapkan dalam tahun – tahun mendatang. Di masa depan profesional
keamanan pangan tampaknya akan terlibat dalam penerapan dan
pengelolaan program pertahanan pangan.
E. Pengertian Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan bagian dari aspek penting dalam
kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian akan mengakibatkan terjadinya
dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan
makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai
risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan yang
berbahaya.
Untuk mendapatkan suatu definisi operasional tentang keamanan
pangan, langkah awal yang baik adalah mendefinisikan arti bahan pangan dan
keamanan. The Codex Alimentarius Commision mengartikan bahan pangan
sebagai “bahan apapun yang sudah diolah, atau setengah matang, atau mentah
yang akan dikonsumsi oleh manusia, termasuk minuman, permen karet, dan
bahan apapun yang digunakan untuk membuat, mempersiapkan atau cara
memperlakukan bahan pangan, tetapi tidak termasuk bahan kosmetik atau
bahan tembakau atau bahan – bahan yang digunakan hanya sebagai obat –
obatan.
Keamanan pangan adalah suatu risiko yang dapat diterima dan
ditolerir atas keadaan sakit, penyakit, atau cedera yang diakibatkan dari
konsumsi makanan. Ini dapat dicapai melalui kebijakan, peraturan, standar,
penelitian, rancang teknik dan teknologi, pengawasan dan pemeriksaan, serta
upaya lainnya yang dapat diterapkan untuk mengurangi risiko atau
pengendalian bahaya dalam rantai pasokan pangan. Ini mencakup semua
makanan dan bahan makanan, dimulai dari produksi pertanian, dilanjutkan
dengan panen, pengolahan, penyimpanan, penyaluran, penanganan, persiapan,
dan beragam kegiatan lainnya sebelum dikonsumsi, itu adalah rangkaian yang
dikenal “farm to fork”.
Menurut Peraturan Pemerintah RI, keamanan pangan adalah kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Keamanan pangan tidak mencakup kecukupan gizi atau hilangnya
kualitas bahan pangan,seperti pembusukan, hilangnya zat gizi (nutrien),
oksidasi,dan perubahan secara kimiawi atau biologis yang menghasilkan
karakteristik yang tidak di inginkan. Masalah ini tentu saja penting
sehubungan dengan pangan, namun sudut pandang dibatasi lebih
mengutamakan risiko atau keadaan sakit, penyakit, dan cedera akibat proses
biologis, kimiawi dan fisika yang mengkontaminasi makanan.bagi ahli
teknologi pangan dan insinyur, perlindungan pangan lebih perupakan istilah
inklusif untuk menjelaskan hal keamanan pangan, pengawetan, dan mutu
termasuk perlindungan terhadap kehilangan zat gizi dan mempertahankan
warna, rasa, tekstur, aroma dan karakteristik lainnya yang diinginkan.
Mengingat kebanyakan masalah mutu pangan bersifat relatif meneurut adat
istiadat dan kesukaan pilihan konsumen, keamanan pangan adalah harapan
yang sama untuk seluruh konsumen, meskipun batas risiko yang dapat
diterima berbeda untuk setiap konsumen.
Keamanan pangan modern adalah bidang disiplin yang luas. Para ahli
dan subspesialis diperlukan untuk menentukan banyaknya potensi bahaya
yang dihadapi. Dokter sangat penting untuk mendiagnosis dan merawat
pasien, memahami penyakit infeksi yang ditularkan lewat makanan, dan
memberi peringatan pada lembaga kesehatan masyarakat atas adanya laporan
suatu penyakit. Dokter dan ahli gizi juga bisa memberikan nasehat kepada
pasien dan orang-orang yang beresiko tinggi mengenai kebiasaan keamanan
pangan. Dokter hewan juga memainkan peranan penting untuk menentukan
kesehatan hewan dan menjelaskan hubungan antara kesehatan hewan dan
penyaklit yang ditularkan lewat makanan. Ahli mikrobiologi sangat
diperlukan di laboratorium untuk mengidentifikasi kuman patogen dalam
tubuh pasien dan dalam makanan, melakukan penelitian dan menentukan
kondisi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kerusakan yang disebabkan
patogen dan racun dalam makanan, serta mengembangkan teknik dan
teknologi laboratorium.
Ahli racun dan ahli kimia diperlukan untuk menjelaskan hubungan
antara tingkat kandungan racun dalam makanan, efek yang merugikan
kesehatan serta mengembangkan teknik baru untuk menganalisis kandungan
zat kimia pada makanan. Para insinyur dan ahli fisika menentukan parameter
dalam linkungan makanan yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit,
serta merancang peralatan dan sistem untuk mengurangi risiko penyakit
infeksi yang ditularkan melalui makanan. Ahli kesehatan lingkungan atau ahli
sanitasi ikut terlibat pada berbagai aspek dalam keamanan pangan, termasuk
pemeriksaan, pelatihan, menyelidiki penyebab, pelaksanaan dan kegiatan-
kegiatan terkait lainnya. Ahli epidemiologi sangatlah penting untuk
menyelidiki penyebab penyakit infeksi yang ditularkan lewat makanan, tetapi
juga berperan dalam menggabungkan kontribusi yang diberikan oleh para
ahlibidang lainnya untuk identifikasi faktor penentu penyakit yang ditularkan
melalui makanan dan untuk memberikan penilaian atas evektivitas strategi
penanganan atau pencegahan yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Paul L. Knechtges. 2015. Keamanan Pangan : Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Presiden Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

Anda mungkin juga menyukai