Anda di halaman 1dari 2

Survei Microsoft,

Netizen Indonesia Paling Tak Sopan Se-Asia Tenggara

Oleh : Fikih & Agus Nurbillah

Berdasarkan hasil survei Microsoft, "Civility, Safety, and Interactions Online 2020" oleh Digital
Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan pengguna internet, menunjukkan bahwa
pengguna internet Indonesia atau lazim disebut netizen Indonesia menepati posisi terbawah
dengan point 76, atau dengan artian paling tak sopan se-Asia Tenggara.

Dunia maya memberikan keleluasaan penggunanya untuk melakukan berbagai hal. Media
internet menyajikan berbagai layanan yang memudahkan pekerjaan manusia. Hal ini tak dapat
dipungkiri memicu timbulnya kejahatan-kejahatan akibat dari penggunaan internet itu sendiri.

Survei yang dilakukan oleh DCI terdiri atas 16.000 responden dari 32 wilayah. Survei tersebut
mencakup responden dewasa dan remaja terkait pengalaman mereka dalam menggunakan
internet. Dari hasil survei tersebut, ada tiga faktor yang berpengaruh pada tingkat kesopanan
pengguna internet Indonesia.

Tertinggi adalah hoaks dan penipuan yang naik 13 poin ke angka 47%, berikutnya ujaran
kebencian yang naik 5 poin menjadi 27%, dan diskriminasi yang turun 2 poin menjadi 13%.

Menurut analisa dari direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang


menyebutkan bahwa dunia maya memberikan kebebasan siapa saja untuk melakukan berbagai
hal di media sosial, seperti jual beli online yang memudahkan kita untuk mendapatkan barang
dari mana pun, terlebih di masa pandemi ini jual beli secara online meningkat tajam, tak bisa
dipungkiri penipuan kerap kali terjadi.

Penipuan ini terjadi karena netizen lengah dan tertipu akan ilustrasi visual yang disajikan di
media, serta tidak melakukan cek terhadap testimoni yang ditampilkan. Selain itu, adanya akun-
akun palsu juga berkontribusi terhadap kasus penipuan yang kian marak terjadi.
Belum lagi kasus hoaks akibat dari netizen yang haus akan informasi tetapi yang disuguhkan
adalah informasi yang salah.

Hal yang menarik dari fenomena netizen Indonesia adalah bullying. Fenomena bullying oleh
netizen Indonesia ini berkembang di berbagai platform media, misalkan saja di Instagram kasus
bully terhadap Dayana, di TikTok ada Denise Chariesta, di Twitter ada Bu Susi Pudjiastuti, ada
juga Kekeyi, dan banyak lagi lainnya. Kasus bully sendiri lebih banyak terjadi di Instagram
karena di sana lebih visual sehingga banyak netizen yang melakukan body shaming kepada
selebgram. Lain hal nya di Twitter arah bully-nya lebih ke arah politik kebijakan, banyak sekali
ujaran kebencian kepada tokoh-tokoh tertentu.

Rustika menambahkan, ada dua hal yang bisa meregulasi netizen Indonesia agar lebih baik ke
depannya dalam menyikapi penggunaan media sosial ini.

Yang pertama, memberikan kesadaran kepada masyarakat terkait adab dalam menggunakan
media sosial dan yang kedua adalah aturan hukum yang jelas terkait hal-hal atau risiko yang
terjadi di media sosial itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai