Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEAMANAN PANGAN

AGEN FISIK BAWAAN MAKANAN

Oleh

Kelompok 4 :

Ambrosia Aventi Pidor 1807010080


Intan Putri Indah Lestari Selan 1807010434
Ferny Babang Amah 1807010366
Prhea Densany Feka 1807010116

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021

A. Radiasi dan Radioisotop


Radiasi umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ionisasi dan nonionisasi
dalam spektum electromagnet. Sumber radiasi ionisasi yang sering ditemukan dan sudah
dikenal baik meliputi microwave dan gelombang radio. Radiasi ionisasi dapat diemisikan
dari alat (mis., alat rontgen) atau dapat diemisikan dari isotope yang mengalami
peluruhan radioaktif dan juga dinamakan radionuklid. Terdapat beberapa tipe radiasi
ionisasi dengan berbagai tingkat energy. Sifat radiasi ionisasi yang penting adalah sifat
menghilangkan electron dari orbit atom sehingga terbentuk ion kimia-aktif dan radikal
bebas. Dalam sel-sel biologis, radiasi ionisasi menyebabkan kerusakan melalui
pemecahan DNA secara langsung atau dengan memproduksi ion serta radikal bebas yang
bereaksi dengan DNA dan molekul penting biologis lainnya. Untungnya, karena terpajan
dengan radiasi alami, organisme telah mengembangkan mekanisme untuk memperbaiki
DNA yang rusak dan menangkap radikal bebas. Bahaya akan terjadi jika dosis radiasi
ionisasi yang menggambarkan endapan energy selama waktu tertentu melampaui
kemampuan sel untuk memperbaiki dirinya.
Radiasi energy-tinggi yang dihasilkan oleh beberapa radionuklid dapat
berpenetrasi langsung ke dalam kulit tetapi bahaya terbesar dari radionuklid tersebut
disebabkan oleh proses internalisasi melalui pernapasan atau konsumsi. Sekitar 60 jenis
radionuklid merupakan sumber radiasi alami yang sering ditemukan dalam lingkungan.
Beberapa kawasan di dunia secara abnormal memiliki tingkat radiasi latar yang tinggi
akibat adanya radionuklid secara alami. Ironisnya, orang-orang yang tinggal di daerah
dengan latar radiasi yang tinggi (high radiation background area, HRBA) tidak terlihat
mengalami dampak yang merugikan bagi kesehatan dan dapat hidup lebih lama daripada
mereka yang tinggal di daerah non-HRBA.
Risiko kontaminasi radionuklid yang terbesar pada makanann berasal dari
pelepasan sumber (human) artifisial yang tidak terkontrol dan dari material yang terdapat
dalam alam serta mengalami peningkatan oleh proses teknologi (Technologically-
Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material, TENORM). Paparan TENORM
pada manusia dapat terjadi ketika memanfaatkan limbah untuk membuat produk (mis.,
agregat beton) atau terjadi karena pembuangan limbah yang tidak benar sehinnga dapat
mencemari udara, air tanah serta tanah termasuk hasil panen makanan.
Sesudah terjadinya kecelakaan pada pabrik energy nuklir Chernobyl di tahun
1986, beberapa Negara bergegas untuk menyatukan pedoman dalam membatasi
keberadaan radionuklid di dalam bahan pangan. Namun demikian, para pembuat
kebijakan dan ahli toksikologi tidak siap untuk mengatasi kompilkasi akibat perhitungan
tingkat dosis yang dapat diterima dalam makanan, dan ketidaksiapan itu sebagian terjadi
karena radionuklid juga memiliki sifat-sifat kimia yang memengaruhi distribusi
internalnya (toksikokinetik) pada berbagai target organ. Beberapa tahun kemudian di
Amerika Serikat ditetapkan batas-bats yang dinamakan Derived Intervention Levels
(DILs) oleh FDA untuk aktivitas radionuklid dalam makanan.

B. Kontaminasi Benda Asing dan Kotoran


Semua agen yang disebutkan sebelumnya sebagai penyebab penyakit bawaan
makanan melalui cara yang entah begaimana akan berinteraksi dengan pejamu (host) atau
korbannya sehingga timbul infeksi, intoksikasi, paparan iradiasi atau gangguan
homeostatis. Bentuk bahaya lainnya hanya berupa cedera fisik akibat adanya benda asing
dalam makanan. Jumlah dan tipe cedera yang disebabkan oleh benda asing dalam
makanan tidak ditelusuri dengan baik, dan taraf bahaya yang sebenarnya sebagai akibat
dari kontaminasi semacam ini sangat sulit dinilai. Walaupun begitu, beberapa penelitian
telah dilaksanakan sejak beberapa dasawarsa yang lalu terhadap benda – benda asing
dalam makanan. Beberapa benda yang disusun dalam urutan frekuensi yang dilaporkan
merupakan penyebab yang paling bertanggung jawab atas terjadinya cedera, yaitu :
1. Kaca
2. Logam
3. Plastik
4. Batu atau kerikil
5. Kapsul atau Kristal
6. Bagian tanaman yang keras
7. Kayu
8. Benda – benda asing lainnya
Dari frekuensi cedera akibat terkena benda asing dalam makanan jarang terjadi
dan angka insidensinya antara 1 – 14 %. Lebih lanjut, persentasi mereka yang cedera
untuk mencari pertolongan medis cukup kecil. Tipe cedera yang paling umum ditemukan
meliputi luka pada mulut atau tenggorok dan luka akibat serpihan atau patahan gigi palsu.
Kadang – kadang benda yang tertelan memerlukan tindakan bedah untuk
mengeluarkannya, atau luka laserasinya terinfeksi. Kematian jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh peristiwa tersedak. Salah satu hasil temuan yang tidak sesuai dengan
kenyataan diatas adalah frekuensi relatif cedera pada bayi dan anak –anak akibat pecahan
kaca. Beberapa abad yang lalu, para produsen memiliki persoalan dalam quality control/
untuk mengatasi keadaan serpihan kaca dalam makanan bayi yang disimpan dalam botol.
Serpihan kaca merupakan risiko terbesar untuk perforasi pada susu bayi. Sumber partikel
kaca yang lain dan serpihannya berasal dari pecahan bola lampu yang rusak di daerah
pemrosesan dan pengolahan makanan. Tipe logam yang ditemukan berupa baut, kuku,
potongan pisau, dan kawat. Semua barang itu merupakan kontaminan yang paling sering
berasal dari pemrosesan makana kendati aktivitas pengolahan makanan mrnjadi sumber
kontaminan seperti penjepit kertas, staples, potongan kaleng kemasan, dan alat masak
yang rusak. Benda plastik pada hakikatnya terdapat dimana – mana dalam industri
makanan sehingga sepotong serpihan plastik yang keras dan praktis dapat berasal dari
mana saja.
Benda asing yang keras dapat berasal sebelum panen dalam rantai penanganan
makanan. Batu kerikil, karang, duri, potongan kayu, dan benda – benda lainnya dapat
tertangkap dalam bentuk campuran dengan makanan atau tersapu di dalam kaleng
penyimpanannya. Benda keras lainnya tidak dianggap “asing” dalam makanan tetapi
dapat menyebabkan cedera. Seperti tulang ikan sebagai sumber cedera yang terjadi dan
tulang binatang yang pecah atau menjadi serpihan dalam produk daging. Produk sayuran
dan buah dapat mengandung bagian yang keras, biji, dan batang keras/tajam. Pada bahan
pangan yang mentah atau belum diproses, dapat mengantisipasi dan menghindari benda
– benda keras yang terdapat secara alami meliputi tulang atau bagian tanaman yang keras.
Di lain pihak, produk makanan yang dipasarkan untuk konsumen sebagai makanan yang
sudah bersih dari tulang atau bagian tanaman yang keras hanya berarti bahwa makanan
tersebut diharapkan sudah aman dari benda keras yang terdapat secara alami.
Sehingga, beberapa benda asing dalam makanan tidak selalu berbahaya tetapi
menimbulkan keluhan bagi konsumennya dan mengurangi kenikmatan makanan. Benda
asing yang dikenal sebagai debris seperti kotoran, bagian tubuh serangga, rambut
manusia atau bulu binatang, slime, dan bagian makanan yang sudah rusak maupun pecah
dianggap sebagai benda yang tidak dikehendaki dan secara estetis tidak menarik. Debris
merupakan sisa makanan yang tertinggal pada permukaan gigi, di antara gigi serta gusi
pada suatu individu.
Dalam penetapan keamanan pangan tidak selalu tampak. Meskipun sebagian besar
bagian tubuh serangga tidak bersifat toksikogenik bila dikonsumsi, namun ada bukti
infestasi tuma dapat menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis. Beberapa spesies
serangga dikenal sebagai transmiter yang menularkan penyakit enterik atau
keberadaannya sebagai indikator untuk kondisi lingkungan yang tidak bersih. Dengan
kata lain, debris atau filth dapat dianggap sebagai benda yang berbahaya atau tidak
berbahaya. Di bawah Undang – Undang Makanan, Obat dan Kosmetik, kontaminan
seperti debris dan benda – benda asing diatur oleh FDA sebagai bahan campuran. Sebagai
bahan campuran ini dapat dihindari sementara sebagian lain tidak terhindarkan dan
sedapat mungkin harus dibatasi. Untuk menentukan pilihan penegakan hukum yang tepat.
FDA menggunakan 3 kategori bagi keberadaan benda – benda dalam makanan, yaitu :
1. Merepresentasikan bahaya terhadap kesehatan
2. Merepresentasikan indikator kebersihan lingkungan
3. Merepresentasikan cacat alami yang tidak terhindarkan.

Untuk menghadapi tantangan pengadilan yang mungkin terjadi telah


dikembangkan kriteria ilmiah yang rinci untuk menetapkan kategori yang tepat bagi
keberadaan debris dan benda asing dalam makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Paul L. Knechtges. 2015. Keamanan Pangan : Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai