0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan6 halaman
Tugas keamanan pangan membahas tentang agen fisik bawaan makanan seperti radiasi, radioisotop, dan kontaminasi benda asing serta kotoran. Radiasi dapat berasal dari alat atau peluruhan radioaktif yang dapat merusak DNA dan sel. Risiko kontaminasi radionuklid pada makanan berasal dari sumber artifisial atau alami yang mengalami peningkatan akibat teknologi. Benda asing dan kotoran dalam makanan dapat menyebabkan
Tugas keamanan pangan membahas tentang agen fisik bawaan makanan seperti radiasi, radioisotop, dan kontaminasi benda asing serta kotoran. Radiasi dapat berasal dari alat atau peluruhan radioaktif yang dapat merusak DNA dan sel. Risiko kontaminasi radionuklid pada makanan berasal dari sumber artifisial atau alami yang mengalami peningkatan akibat teknologi. Benda asing dan kotoran dalam makanan dapat menyebabkan
Tugas keamanan pangan membahas tentang agen fisik bawaan makanan seperti radiasi, radioisotop, dan kontaminasi benda asing serta kotoran. Radiasi dapat berasal dari alat atau peluruhan radioaktif yang dapat merusak DNA dan sel. Risiko kontaminasi radionuklid pada makanan berasal dari sumber artifisial atau alami yang mengalami peningkatan akibat teknologi. Benda asing dan kotoran dalam makanan dapat menyebabkan
Radiasi umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ionisasi dan nonionisasi dalam spektum electromagnet. Sumber radiasi ionisasi yang sering ditemukan dan sudah dikenal baik meliputi microwave dan gelombang radio. Radiasi ionisasi dapat diemisikan dari alat (mis., alat rontgen) atau dapat diemisikan dari isotope yang mengalami peluruhan radioaktif dan juga dinamakan radionuklid. Terdapat beberapa tipe radiasi ionisasi dengan berbagai tingkat energy. Sifat radiasi ionisasi yang penting adalah sifat menghilangkan electron dari orbit atom sehingga terbentuk ion kimia-aktif dan radikal bebas. Dalam sel-sel biologis, radiasi ionisasi menyebabkan kerusakan melalui pemecahan DNA secara langsung atau dengan memproduksi ion serta radikal bebas yang bereaksi dengan DNA dan molekul penting biologis lainnya. Untungnya, karena terpajan dengan radiasi alami, organisme telah mengembangkan mekanisme untuk memperbaiki DNA yang rusak dan menangkap radikal bebas. Bahaya akan terjadi jika dosis radiasi ionisasi yang menggambarkan endapan energy selama waktu tertentu melampaui kemampuan sel untuk memperbaiki dirinya. Radiasi energy-tinggi yang dihasilkan oleh beberapa radionuklid dapat berpenetrasi langsung ke dalam kulit tetapi bahaya terbesar dari radionuklid tersebut disebabkan oleh proses internalisasi melalui pernapasan atau konsumsi. Sekitar 60 jenis radionuklid merupakan sumber radiasi alami yang sering ditemukan dalam lingkungan. Beberapa kawasan di dunia secara abnormal memiliki tingkat radiasi latar yang tinggi akibat adanya radionuklid secara alami. Ironisnya, orang-orang yang tinggal di daerah dengan latar radiasi yang tinggi (high radiation background area, HRBA) tidak terlihat mengalami dampak yang merugikan bagi kesehatan dan dapat hidup lebih lama daripada mereka yang tinggal di daerah non-HRBA. Risiko kontaminasi radionuklid yang terbesar pada makanann berasal dari pelepasan sumber (human) artifisial yang tidak terkontrol dan dari material yang terdapat dalam alam serta mengalami peningkatan oleh proses teknologi (Technologically- Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material, TENORM). Paparan TENORM pada manusia dapat terjadi ketika memanfaatkan limbah untuk membuat produk (mis., agregat beton) atau terjadi karena pembuangan limbah yang tidak benar sehinnga dapat mencemari udara, air tanah serta tanah termasuk hasil panen makanan. Sesudah terjadinya kecelakaan pada pabrik energy nuklir Chernobyl di tahun 1986, beberapa Negara bergegas untuk menyatukan pedoman dalam membatasi keberadaan radionuklid di dalam bahan pangan. Namun demikian, para pembuat kebijakan dan ahli toksikologi tidak siap untuk mengatasi kompilkasi akibat perhitungan tingkat dosis yang dapat diterima dalam makanan, dan ketidaksiapan itu sebagian terjadi karena radionuklid juga memiliki sifat-sifat kimia yang memengaruhi distribusi internalnya (toksikokinetik) pada berbagai target organ. Beberapa tahun kemudian di Amerika Serikat ditetapkan batas-bats yang dinamakan Derived Intervention Levels (DILs) oleh FDA untuk aktivitas radionuklid dalam makanan.
B. Kontaminasi Benda Asing dan Kotoran
Semua agen yang disebutkan sebelumnya sebagai penyebab penyakit bawaan makanan melalui cara yang entah begaimana akan berinteraksi dengan pejamu (host) atau korbannya sehingga timbul infeksi, intoksikasi, paparan iradiasi atau gangguan homeostatis. Bentuk bahaya lainnya hanya berupa cedera fisik akibat adanya benda asing dalam makanan. Jumlah dan tipe cedera yang disebabkan oleh benda asing dalam makanan tidak ditelusuri dengan baik, dan taraf bahaya yang sebenarnya sebagai akibat dari kontaminasi semacam ini sangat sulit dinilai. Walaupun begitu, beberapa penelitian telah dilaksanakan sejak beberapa dasawarsa yang lalu terhadap benda – benda asing dalam makanan. Beberapa benda yang disusun dalam urutan frekuensi yang dilaporkan merupakan penyebab yang paling bertanggung jawab atas terjadinya cedera, yaitu : 1. Kaca 2. Logam 3. Plastik 4. Batu atau kerikil 5. Kapsul atau Kristal 6. Bagian tanaman yang keras 7. Kayu 8. Benda – benda asing lainnya Dari frekuensi cedera akibat terkena benda asing dalam makanan jarang terjadi dan angka insidensinya antara 1 – 14 %. Lebih lanjut, persentasi mereka yang cedera untuk mencari pertolongan medis cukup kecil. Tipe cedera yang paling umum ditemukan meliputi luka pada mulut atau tenggorok dan luka akibat serpihan atau patahan gigi palsu. Kadang – kadang benda yang tertelan memerlukan tindakan bedah untuk mengeluarkannya, atau luka laserasinya terinfeksi. Kematian jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh peristiwa tersedak. Salah satu hasil temuan yang tidak sesuai dengan kenyataan diatas adalah frekuensi relatif cedera pada bayi dan anak –anak akibat pecahan kaca. Beberapa abad yang lalu, para produsen memiliki persoalan dalam quality control/ untuk mengatasi keadaan serpihan kaca dalam makanan bayi yang disimpan dalam botol. Serpihan kaca merupakan risiko terbesar untuk perforasi pada susu bayi. Sumber partikel kaca yang lain dan serpihannya berasal dari pecahan bola lampu yang rusak di daerah pemrosesan dan pengolahan makanan. Tipe logam yang ditemukan berupa baut, kuku, potongan pisau, dan kawat. Semua barang itu merupakan kontaminan yang paling sering berasal dari pemrosesan makana kendati aktivitas pengolahan makanan mrnjadi sumber kontaminan seperti penjepit kertas, staples, potongan kaleng kemasan, dan alat masak yang rusak. Benda plastik pada hakikatnya terdapat dimana – mana dalam industri makanan sehingga sepotong serpihan plastik yang keras dan praktis dapat berasal dari mana saja. Benda asing yang keras dapat berasal sebelum panen dalam rantai penanganan makanan. Batu kerikil, karang, duri, potongan kayu, dan benda – benda lainnya dapat tertangkap dalam bentuk campuran dengan makanan atau tersapu di dalam kaleng penyimpanannya. Benda keras lainnya tidak dianggap “asing” dalam makanan tetapi dapat menyebabkan cedera. Seperti tulang ikan sebagai sumber cedera yang terjadi dan tulang binatang yang pecah atau menjadi serpihan dalam produk daging. Produk sayuran dan buah dapat mengandung bagian yang keras, biji, dan batang keras/tajam. Pada bahan pangan yang mentah atau belum diproses, dapat mengantisipasi dan menghindari benda – benda keras yang terdapat secara alami meliputi tulang atau bagian tanaman yang keras. Di lain pihak, produk makanan yang dipasarkan untuk konsumen sebagai makanan yang sudah bersih dari tulang atau bagian tanaman yang keras hanya berarti bahwa makanan tersebut diharapkan sudah aman dari benda keras yang terdapat secara alami. Sehingga, beberapa benda asing dalam makanan tidak selalu berbahaya tetapi menimbulkan keluhan bagi konsumennya dan mengurangi kenikmatan makanan. Benda asing yang dikenal sebagai debris seperti kotoran, bagian tubuh serangga, rambut manusia atau bulu binatang, slime, dan bagian makanan yang sudah rusak maupun pecah dianggap sebagai benda yang tidak dikehendaki dan secara estetis tidak menarik. Debris merupakan sisa makanan yang tertinggal pada permukaan gigi, di antara gigi serta gusi pada suatu individu. Dalam penetapan keamanan pangan tidak selalu tampak. Meskipun sebagian besar bagian tubuh serangga tidak bersifat toksikogenik bila dikonsumsi, namun ada bukti infestasi tuma dapat menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis. Beberapa spesies serangga dikenal sebagai transmiter yang menularkan penyakit enterik atau keberadaannya sebagai indikator untuk kondisi lingkungan yang tidak bersih. Dengan kata lain, debris atau filth dapat dianggap sebagai benda yang berbahaya atau tidak berbahaya. Di bawah Undang – Undang Makanan, Obat dan Kosmetik, kontaminan seperti debris dan benda – benda asing diatur oleh FDA sebagai bahan campuran. Sebagai bahan campuran ini dapat dihindari sementara sebagian lain tidak terhindarkan dan sedapat mungkin harus dibatasi. Untuk menentukan pilihan penegakan hukum yang tepat. FDA menggunakan 3 kategori bagi keberadaan benda – benda dalam makanan, yaitu : 1. Merepresentasikan bahaya terhadap kesehatan 2. Merepresentasikan indikator kebersihan lingkungan 3. Merepresentasikan cacat alami yang tidak terhindarkan.
Untuk menghadapi tantangan pengadilan yang mungkin terjadi telah
dikembangkan kriteria ilmiah yang rinci untuk menetapkan kategori yang tepat bagi keberadaan debris dan benda asing dalam makanan. DAFTAR PUSTAKA
Paul L. Knechtges. 2015. Keamanan Pangan : Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.