Anda di halaman 1dari 182

BAB I

PELAYANAN ANTENATAL STANDAR


BERDASARKAN KEMENKES DAN WHO

1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Deskripsi singkat
Kualitas pelayanan antenatal akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan
bayi baru lahir. Setiap kehamilan beresiko mengalami penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu
diperlukan pelayanan antenatal standar. Periode usia kehamilan terbagi atas tiga yaitu :
- Trimester 1 : usia kehamilan 0 – 13 minggu
- Trimester 2 : usia kehamilan 14 – 27 minggu
- Trimester 3 : usia kehamilan 28 – 42 minggu

1.1.2 Relevansi
Berdasarkan pedoman pelayanan antenatal yang diterbitkan oleh WHO 2016 dan kementrian
kesehatan 2016 maka diharapkan setiap dokter mampu melakukan pelayanan perawatan antenatal
secara rutin, sesuai standar dan standar.

1.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 4A yaitu mahasiswa
diharapkan mampu melakukan pelayanan antenatal secara mandiri dan tuntas.
Setelah selesai mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Menjelaskan definisi dan tujuan pelayanan antenatal .
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Melakukan diagnosis klinik
4. Memberikan suplemen selama kehamilan
5. Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi pada pasien
6. Mengidentifikasi kehamilan resiko tinggi

1.1.4 Petunjuk belajar

1
Mahasiswa dapat belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada manekuin
di skill station berdasarkan daftar tilik sebelum menghadapi kasus nyata.

1.2 PENYAJIAN
1.2.1 Definisi dan tujuan pelayanan antenatal standar
Definisi pelayanan antenatal (PAC) menurut Kemenkes 2016 adalah pelayanan kesehatan
terhadap kehamilan yang diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan profesional yang
bertujuan untuk memberikan kesehatan optimal bagi ibu dan bayi selama kehamilan. PAC menurut
WHO 2016 ditujukan untuk pengalaman positif selama kehamilan dengan prioritas pada
perawatan kesehatan berdasar individu (person-centered health care), kesejahteraan wanita dan
keluarga (well being of women and families) dan luaran maternal dan perinatal yang positif
(positive perinatal and maternal outcomes). Tenaga kesehatan yang terlibat pada PAC adalah
dokter, bidan, perawat, ahli gizi, petugas laboratorium dan petugas konseling.
Elemen perawatan antenatal standar menurut WHO dan modifikasi sesuai kebutuhan di
Indonesia meliputi :
- Menyediakan perawatan antenatal rutin dan esensial
- Menyediakan promosi kesehatan dan intervensi nutrisi
- Mendeteksi secara dini kelainan / penyakit / gangguan yang diderita ibu hamil (khususnya
malaria, HIV, TBC, anemi dan preeklampsia)
- Melakukan intervensi sistem kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan penggunaan
perawatan antenatal.
- Melakukan intervensi keluhan fisiologi yang sering terjadi
- Melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan
yang ada.

1.2.2 Perawatan antenatal rutin dan esensial


A. Anamnesis
Data subjektif berasal dari anamnesis, bisa diperoleh dari autoanamnesis (ibu sendiri) dan
alloanamnesis (suami, keluarga, kader dan bidan). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
anamnesis sebagai bagian dari pelayanan antenatal standar, yaitu :
- Identitas

2
Dokter menanyakan identitas ibu dan suami yang meliputi nama, usia, pendidikan dan
pekerjaan.
- Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh pasien yang membuat ibu hamil datang ke layanan kesehatan.
Tanda bahaya yang menjadi keluhan ibu misal sesak, demam, pandangan kabur dan kejang.
Keluhan utama pada kehamilan trimester 1 yang sering dirasakan adalah pusing, mual dan
muntah. Sementara pada kehamilan trimester 3 ibu hamil sering mengeluhkan kontraksi
palsu, gerak anak yang banyak dan pinggang sakit. Pada masa ini dapat juga ibu hamil
mengeluh perdarahan dari vagina, nyeri perut bagian bawah, cepat lelah, demam, batuk,
berdebar-debar, sesak nafas dan keputihan yang berbau. Menanyakan gerak anak pada
kehamilan trimester 3 sangat disarankan. Pada kasus resiko tinggi IUFD atau stillbirth
dianjurkan menghitung gerak anak. Jika gerak anak dirasakan < 6 dalam 2 jam maka segera
ke RS untuk dipantau kesejahteraan janin secara lebih obyektif.
- Riwayat penyakit sekarang (RPS)
RPS dikembangkan dari keluhan utama dengan prinsip sacred seven dan fundamental four.
Jika ada risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit pada pasangannya.
Pola makan ibu selama hamil perlu ditanyakan dalam hal jumlah, frekuensi, dan kualitas.
Pada kunjungan berikutnya, catatan pada kunjungan sebelumnya harus diperhatikan.
- Riwayat haid
Dokter menanyakan hari pertama haid terakhir, keteraturan, dan durasi siklus menstruasi.
Rumus Naegele atau modifikasi dapat digunakan untuk memperkirakan hari perkiraan lahir
(HPL). Syarat menggunakan rumus Naegele adalah siklus menstruasi teratur. Untuk
memperkirakan HPL bila siklus menstruasi 28 hari maka dari HPHT : tanggal ditambah 7,
bulan dikurang 3 dan tahun ditambah 0 atau 1. Bila siklus menstruasi lebih atau kurang
dari 28 hari dan teratur maka dapat dilakukan modifikasi rumus Naegele.
- Riwayat pernikahan
Dokter menanyakan berapa kali dan lama pernikahan.
- Riwayat obstetri
Dokter menanyakan jumlah kehamilan, jumlah persalinan, dan jumlah keguguran. Riwayat
kehamilan dan persalinan sebelumnya ditanyakan cara persalinan, usia kehamilan saat

3
persalinan, berat badan bayi saat lahir, penyulit yang terjadi selama kehamilan-persalinan,
umur dan kondisi anak sekarang.
- Riwayat PAC
Menanyakan apakah status kunjungan baru atau lama. Jika kunjungan lama bisa ditanyakan
kunjungan sebelumnya kemana, berapa kali, obat apa yang diberikan, apakah sudah
diberikan imunisasi, adakah pemeriksaan penunjang dan adakah pesan khusus.
- Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sebelumnya yang sering ditanyakan adalah riwayat asma, jantung, darah
tinggi, kencing manis, tranfusi darah, kelainan darah, kelainan imun, keganasan, kelainan
tulang belakang, TBC, kelainan ginjal, epilepsi, infeksi, operasi sebelumnya dan
penggunaan narkoba.
- Riwayat sosial ekonomi
Riwayat sosial perlu ditanyakan apakah ada perubahan perilaku seperti gelisah, menarik
diri, bicara sendiri ataupun jika ada kekerasan dalam rumah tangga. Ditanyakan juga
kesiapan keluarga terhadap kehamilan dan persalinan, kondisi sanitasi rumah dan siapa
pembuat keputusan dalam keluarga. Riwayat ekonomi ditanyakan persiapan untuk biaya
persalinan, pekerjaan / aktifitas sehari – hari dan pilihan tempat untuk melahirkan.
- Riwayat penggunaan kontrasepsi sebelumnya.
B. Pemeriksaan fisik
Secara umum pemeriksaan fisik terbagi atas pemeriksaan umum dan pemeriksaan obstetri.
Pada pemeriksaan umum yang dilakukan adalah :
1. Penilaian keadaan umum
2. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan dilakukan untuk mendeteksi adanya
gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi badan dapat dikerjakan saat kunjungan pertama
kali untuk mendeteksi kemungkinan panggul sempit dan dasar penghitungan indeks massa tubuh
(IMT). Kecurigaan panggul sempit jika tinggi badan < 145 cm. Penghitungan IMT menjadi dasar
untuk memperkirakan penambahan berat badan selama hamil.

IMT sebelum hamil Kategori IMT Penambahan berat badan


selama hamil
< 18,5 kg/m2 Underweight 12,5 – 18 kg

4
18,5 – 24,9 kg/m2 Normoweight 11,5 – 16 kg
25 – 29,9 kg/m2 Overweight 25 – 29,9 kg
< 30 kg/m2 Obese 5 – 9 kg

3. Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA)


Pengukuran LiLA dilakukan saat kunjungan pertama untuk skrining kurang energi kronis (KEK)
yang telah berlangsung lama. Ukuran LiLA < 23,5 cm akan beresiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
4. Pengukuran tanda vital : Tekanan darah, suhu, frekuensi nadi, dan nafas.
Tekanan darah yang rendah disertai dengan peningkatan frekuensi nadi maka ada kecurigaan syok,
terutama jika ada keluhan perdarahan per vaginam. Tekanan darah yang tinggi mengarah ke
hipertensi maupun preeklampsia.
5. Pemeriksaan kepala dan leher : mata, higiene mulut, karies dan kelenjar tiroid
6. Pemeriksaan dada : payudara, paru dan jantung.
Pemeriksaan paru dan jantung dikerjakan pada kunjungan pertama dan kunjungan selanjutnya jika
ada keluhan. Namun sebaliknya jika ada penyakit jantung atau asma maka pemeriksaan ini rutin
dikerjakan pada setiap kunjungan.
7. Pemeriksaan abdomen : bekas operasi
8. Pemeriksaan ekstremitas : edem, varises, sianosis dan refleks patella
Pemeriksaan refleks patella diperlukan untuk menilai syarat pemberian magnesium sulfat. Apakah
juga diketemukan sianosis terutama bila ada riwayat penyakit jantung. Jika ada edem, maka perlu
diperiksa apakah bilateral atau ipsilateral. Edem yang ditemukan pada satu sisi ekstremitas inferior
saja maka kemungkinan thrombophebitis.
Pada pemeriksaan obstetri yang dilakukan adalah :
1. Penilaian his
Bila pasien datang dengan keluhan pengeluaran lendir darah dan merasakan kontraksi maka his
dinilai frekuensi dalam 10 menit dan durasi setiap kontraksi.
2. Pemeriksaan Leopold
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai letak dan memperkirakan presentasi janin. Ada 4 manuver
dalam pemeriksaan Leopold. Leopold 1 dan 3 dikerjakan dengan menghadap wajah ibu. Leopold
4 dikerjakan dengan menghadap kaki.
- Leopold 1

5
Pemeriksa meletakkan kedua telapak tangan di fundus dengan tujuan untuk menilai bagian
janin apa yang ada difundus dan jumlahnya berapa.
- Leopold 2
Pemeriksa meletakkan kedua telapak tangan di sisi kanan dan kiri uterus dengan tujuan untuk
menilai bagian janin apa yang ada sisi kanan-kiri uterus dan jumlahnya berapa.
- Leopold 3
Pemeriksa meletakan satu telapak tangan tangan kanan di suprasimpisis dengan tujuan untuk
menilai bagian janin terbawah dan jumlahnya berapa. Selain itu, bagian janin tersebut
digoyangkan dengan tujuan untuk menilai apakah bagian janin tersebut sudah masuk pintu atas
panggul (PAP) atau belum.
- Leopold 4
Pemeriksaan Leopold 4 dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan pada Leopold 3
dalam hal bagian terbawah janin sudah masuk PAP atau belum. Kedua telapak tangan
diletakkan di sisi kanan dan kiri bagian terbawah janin, lalu digelincirkan ke arah pintu atas
panggul. Jika kedua ujung jari dari kedua tangan tersebut bertemu maka bagian terbawah janin
belum masuk PAP. Demikian juga sebaliknya, jika kedua ujung jari tidak bertemu maka bagian
terbawah janin sudah masuk PAP.
3. Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU)
Tujuan pemeriksaan ini untuk memperkirakan usia kehamilan dan taksiran berat janin sehingga
bisa memperkirakan apakah ada pertumbuhan janin terhambat. Pengukuran TFU untuk
memperkirakan usia kehamilan dilakukan pada setiap kali kunjungan mulai umur kehamilan 20
minggu. TFU sama dengan usia kehamilan pada kehamilan 20 – 34 minggu. Pengukuran TFU
untuk memperkirakan pertumbuhan janin mulai dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu.
Cara melakukan pengukuran TFU adalah sebagai berikut :
- nilai aksis dan presentasi janin pada pemeriksaan Leopold
- pengukuran TFU dilakukan jika aksis janin longitudinal
- pita ukuran dalam cm diletakkan sepanjang aksis longitudinal janin mulai dari fundus ke
simpisis pubis
- angka yang tertera pada pita ukuran diletakkan menempel dengan kulit abdomen ibu,
sehingga pemeriksa tidak bisa melihat selama pemeriksaan
- pengukuran dilakukan hanya 1 kali

6
Hasil pengukuran TFU akan dimasukkan pada rumus Johnson. TFU dalam cm dikurangi
11 cm bila kepala belum masuk PAP atau dikurangi 12 cm bila kepala sudah masuk PAP.
Hasil pengurangan tersebut dikalikan 155 gram untuk menentukan taksiran berat janin.
TFU yang normal untuk usia kehamilan 20 – 34 minggu dapat diperkirakan dengan rumus
= (usia kehamilan dalam minggu±2) cm.
4. Pemeriksaan denyut jantung janin (djj)
Tujuan pemeriksaan ini untuk skrining hipoksia janin yang mengakibatkan fetal distress. Djj
diperiksa dalam setiap kunjungan mulai umur kehamilan > 16 minggu. Penghitungan pada 5 detik
pertama, 5 detik kedua, dan 5 detik ketiga. Penjumlahan 3 penemuan djj tadi dikalikan 4 untuk
mendapatkan frekuensi denyut jantung janin selama 1 menit.
Pemeriksaan dalam vagina dilakukan sesuai indikasi. Adapun indikasi pemeriksaan dalam vagina
adalah :
- Dalam kehamilan
a. Primi 36 mg kepala belum masuk
b. Riwayat obstetri jelek
c. Pemeriksaan luar tak jelas
- Dalam persalinan
a. Untuk melengkapi data dasar
b. Pemeriksaan luar tak jelas
c. Akan mengambil tindakan
d. Partus tidak sesuai yang diharapkan
e. Ingin mengetahui kemajuan persalinan, contoh : KK pecah kepala masih tinggi
f. Adanya kelainan letak , untuk mencari penyebab
Hal – hal yang dinilai pada pemeriksaan organ genitalia adalah :
- Inspeksi : vulva / perineum untuk memeriksa adanya varises, kondiloma, edema, hemoroid
maupun kelainan di kelenjar skene, bartholini dan uretra
- Pemeriksaan spekulum dilakukan pada ketuban pecah dini preterm untuk memastikan
apakah benar air ketuban yang mengalir ataupun tanda – tanda infeksi maupun perdarahan
pervaginam pada usia kehamilan > 20 minggu. Yang dinilai portio, ostium eksternum,
adakah benjolan, varises di vagina

7
- Pemeriksaan dalam vagina untuk menilai pembukaan, perlunakan, penipisan, posisi serviks
dan penurunan bagian terbawah janin (penilaian skor bishop). Selain itu dapat menilai
apakah teraba kulit ketuban, tali pusat atau bagian kecil janin.
- Pemeriksaan ukuran panggul dalam dilakukan pada primigravida atau multigravida yang
belum pernah melahirkan bayi per vaginam > 2500 gram pada usia kehamilan 36 minggu
atau lebih. Pemeriksaan ukuran panggul dalam untuk menilai promontorium apakah teraba,
berapa banyak linea inominata teraba, kesejajaran dinding samping pelvis, penonjolan
spina ischiadica, mobilitas tulang coccygeus dan sudut yang dibentuk oleh arkus costa.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah
- Pemeriksaan USG disarankan minimal satu kali sebelum usia kehamilan 24 minggu untuk
memastikan usa kehamilan, deteksi kelainan kongenital dan kehamilan ganda.
- Pemeriksaan golongan darah
Tujuan pemeriksaan ini untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu – waktu
diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
- Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah menderita anemia atau tidak. Kondisi
anemia akan mempengaruhi kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. Pemeriksaan ini
rutin dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan trimester ketiga.
- Penilaian MCV, MCH, MCHC jika ditemukan anemi, untuk memperkirakan penyebab
anemi.
- Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil dengan resiko menderita diabetes mellitus gestasional (DMG) dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah (GD) sewaktu pada trimester 1 & 3 (jika GD sewaktu >
200 mg/dl dan ada gejala DM maka dilanjutkan GD 1 – 2 jam) dan pemeriksaan GD 1 – 2
jam (75 OGTT) saat kehamilan trimester 2. Resiko DMG adalah riwayat DMG, riwayat
makrosomia, IMT > 30 kg/m2, glikosuria +2 dan keluarga ditemukan DM. DMG jika GD
1 jam > 126 mg/dl atau GD 2 jam > 200 mg/dl.
- Pemeriksaan protein dalam urin

8
Ibu hamil dengan resiko preeklampsia dilakukan pemeriksaan protein urin pada usia
kehamilan 20 minggu dan trimester 3. Atau jika pada saat kunjungan ditemukan
peningkatan tekanan darah  140/90 mmHg.
- Pemeriksaan infeksi : infeksi saluran kencing (ISK) asimptomatis, malaria, sifilis, HIV dan
BTA
Secara rutin pemeriksaan urin rutin dengan pengecatan gram dan dipstik untuk menilai ISK
asimptomatik. Pada pengecatan gram jika ditemukan bakteri > 1 / LPB dan dari dipstik
ditemukan nitrit dan lekosit maka curiga ISK asimptomatik. Pada daerah endemis malaria
dilakukan pemeriksan darah malaria pada kunjungan pertama. Demikian juga pemeriksaan
sifilis dan BTA dilakukan pada ibu hamil dengan resiko menderita infeksi tersebut. Sesuai
Permenkes nomor 21 tahun 2013 maka setiap ibu hamil disarankan pemeriksaan HIV
setelah diberikan konseling sehingga ibu hamil diberi kesempatan untuk menetapkan
sendiri keputusannya menjalani tes HIV atau tidak.
No Jenis Atas Kunjungan 26 minggu 36 minggu Setiap
pemeriksaan indikasi pertama / kunjungan
12 minggu
1 Tanda vital X
2 TB X
3 BB X
4 LILA X
5 Pemeriksaan fisik X
umum / status
generalis
6 TFU X X
7 Leopold X X
8 Pemeriksaan djj X X
9 Hb X X X
Anemi < 11 gr/dL Anemi < 10,5 gr/dL Anemi < 11 gr/dL
10 Golongan darah X
ABO rhesus
11 Urin rutin X X X
(pancaran tengah)
12 Gula darah sewaktu X X
/ reduksi
13 Malaria X
14 BTA X
15 Sifilis X
16 GD 1 – 2 (75 mg X X
(24 – 28 minggu)
OGTT)
17 HIV X
18 USG X X
< 24 minggu
Hasil pemeriksaan dapat dicatat di rekam medis dan buku KIA.

9
1.2.3 Diagnosis klinis
Format diagnosis kerja meliputi :
G.....P.....A...., usia ibu (tahun), umur kehamilan (minggu)
Janin I/II/lebih intra / ekstra uterin
Presentasi kepala / bokong, punggung kanan / kiri atau letak lintang punggung
Observasi inpartu / belum inpartu / inpartu kala I/II (bila inpartu sebutkan berapa jam)
Faktor resiko lain

Keterangan sesuai format diagnosis kerja:


Gravida : Berapa kali ibu pernah hamil
Paritas : Berapa kali ibu pernah melahirkan anak pada usia kehamilan > 20 minggu
Abortus : Berapa kali ibu pernah mengalami keguguran, kehamilan ektopik ataupun kehamilan
mola
Jumlah janin : Ditentukan dari pemeriksaan leopold
Intra / ekstrauterin : Bila ekstrauterin bagian janin mudah teraba dan gerakan janin mudah terlihat.
Bila intrauterin saat ada rangsangan uterus maka akan ada kontraksi dan bila kontraksi bagian janin
akan sulit diraba.
Presentasi dan letak janin : Ditentukan dari pemeriksaan leopold dan atau pemeriksaan dalam
vagina
Inpartu kala 1 : Lendir darah, his adekuat, serta terjadi penipisan dan pembukaan serviks.
Inpartu kala II : Jika pembukaan serviks telah lengkap

1.2.4 Suplemen pada kehamilan


Suplemen yang diberikan secara rutin pada ibu hamil adalah :
1. Tablet besi elemental 30 - 60 mg per hari (setara dengan 320 mg sulfas ferosus)
Pada daerah endemis anemi (termasuk Indonesia) dosis rutin yang diberikan 60 mg per hari. Jika
terbukti anemi maka diberikan dosis tablet besi 120 mg per hari dan asam folat 400 ug sampai
kadar Hb mencapai 11 gr/dL. Dosis 60 mg besi elemental setara dengan 320 mg sulfas ferosus.
Tablet besi diberikan setelah mual / muntah pada awal kehamilan berkurang. Efek samping yang
sering dikeluhkan adalah gangguan saluran cerna berupa mual, muntah, diare, dan konstipasi.
Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama dengan teh atau kopi karena mengganggu absorbsi.

10
Sebaliknya untuk meningkatkan absorbsi dapat diberikan setengah jam sebelum makan dan
penambahan vitamin C.
2. Asam folat 400 ug per hari. Suplemen ini sebaiknya mulai diberikan 2 bulan sebelum
kehamilan (saat perencanaan kehamilan) dan selama kehamilan. Jika ada riwayat anensefal atau
memakai obat epilepsi maka dosis asam folat yang diberikan adalah 4000 ug/hari.
3. Di daerah dengan asupan kalsium yang rendah maka dianjurkan untuk suplementasi
kalsium 1,5 - 2 gram per hari pada ibu hamil untuk mencegah preekalmpsia. Pemberian
suplementasi ini dimulai sejak awal didiagnosis hamil. Pemberian antara tablet besi dan kalsium
diberi jeda beberapa jam karena adanya interaksi obat.
4. Pemberian 75 mg aspirin per hari dapat dipertimbangkan pada ibu hamil dengan resiko
preeklampsia.
5. Pada daerah endemis defisiensi vitamin A maka diberikan 10.000 IU per hari atau 25.000
IU per minggu. Defisiensi vitamin A jika ditemukan insiden buta senja 5 % pada wanita atau kadar
retinol < 0.7umol/L. Vitamin A > 25.000 IU per hari berpotensi teratogenik jika dikonsumsi pada
usia kehamilan 4 – 11 minggu.
6. Multivitamin : vitamin B6, vitamin C dan vitamin D tidak secara rutin diberikan kecuali
pada daerah yang terbukti defisiensi. Pemberian vitamin B6 jika ada keluhan emesis gravidarum.
Vitamin C diberikan jika pemberian terapi tablet besi untuk mengobati anemi
7. Terapi infeksi cacing yang ditemukan dari hasil pemeriksaan laboratorium
Pada daerah endemis cacing T. trichiura maka diberikan terapi preventif mebendazole 500 mg atau
albendazole 400 mg dosis tunggal pada trimester 1. Jika terkena cacing pada daerah non endemis
maka diberikan pada usia kehamilan trimester 2 atau 3.
8. Imunisasi tetanus toxoid (TT).
Dosis TT adalah 0,5 ml IM di lengan atas. Sebelum diberikan imunisasi TT, dokter harus tahu
apakah ibu hamil sudah mendapat program TT seumur hidup atau belum. Program TT seumur
hidup bila ibu sudah pernah mendapat TT selama 5 kali. Jika belum, maka minimal ibu hamil
mendapat minimal TT 2 kali selama kehamilan. Jika sudah pernah mendapat TT 1, maka TT 2
diberikan saat kunjungan pertama, paling lambat 2 minggu sebelum persalinan.
Pemberian Selang
Belum pernah TT atau pernah TT dengan TT 1 saat kunjungan pertama
rentang waktu  1 tahun TT 2 selang 4 minggu setelah TT1
(TT 2 diberikan 2 minggu sebelum
perkiraan persalinan)

11
TT 3 6 bulan setelah TT 2
TT 4 1 tahun setelah TT 3
TT 5 1 tahun setelah TT 4
Sudah menjalani TT 1 – 2 namun belum TT 1 dan 2 selama kehamilan dengan
vaksin TT 3 - 5 aturan seperti diatas
Sudah menjalani TT 1 – 4 TT 1 saat kunjungan pertama di kehamilan
TT 1 - 5 Tidak perlu TT

9. Pada daerah endemis malaria diberikan sulfadoxine – pyrimethamine mulai kehamilan


trimester 2, diulang setiap bulan sampai 3 kali pemberian.

Intervensi khusus sesuai keluhan ibu hamil


1. Mual dan muntah. Terapi awal vitamin B6. Jika tidak baik dapat diberikan metoklopramide.
2. Nyeri ulu hati / heartburn diberikan antasid ( magnesium karbonat dan alumunium hidroksida)
3. Kram kaki. Terapi medikamentosa dan non medikamentosa tidak terbukti efektif. Terapi
medikamentosa meliputi pemberian kalsium dan magnesium. Terapi non medikamentosa
meliputi pijatan, dorsofleksi, relaksasi otot dan terapi panas infrared.
4. Nyeri punggung dan pelvis. Pencegahannya dengan olahraga teratur dan menjaga penambahan
berat badan yang berlebihan. Terapi yang dapat dilakukan adalah fisioterapi, supporting belt,
dan akupuntur.
5. Konstipasi. Pencegahan dan terapi awal adalah intak minuman dan sayuran yang cukup. Jika
perubahan pola hidup tidak mengobati konstipasi maka secara intermiten dapat diberikan
laksansia. Jika konstipasi akibat dosis terapi zat besi maka perlu penyesuaian dosis.
6. Edem dan varises dapat diobati dengan meninggikan kaki saat istirahat / tidur, direndam dalam
air dan stoking kompresi.

1.2.5 Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)


KIE dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi:
a. Jadwal rutin pemeriksaan kehamilan
Setiap kunjungan dianjurkan untuk membawa buku KIA. Kunjungan antenatal minimal 8 kali.
Penanganan komplikasi (PK) adalah penanganan komplikasi baik penyakit menular, tidak
menular serta masalah gizi. Penanganan diberikan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi. Contoh komplikasi kebidanan adalah perdarahan, preeklampsia/eklampsia,

12
persalinan macet, infeksi, abortus, malaria, HIV/AIDS, sifilis, TBC, hipertensi, diabetes
mellitus dan KEK.
Kunjungan 1 < 12 minggu
Kunjungan 2 20 minggu
Kunjungan 3 26 minggu
Kunjungan 4 30 minggu
Kunjungan 5 34 minggu
Kunjungan 6 36 minggu
Kunjungan 7 38 minggu
Kunjungan 8 40 minggu

b. Persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi


Persiapan persalinan termasuk
- Siapa yang akan menolong persalinan
- Dimana akan melahirkan
- Siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan
- Kemungkinan kesiapan donor darah bila tmbul permasalahan
- Metode transportasi bila diperlukan rujukan
- Dukungan biaya
- Pentingnya peran suami dan keluarga selama kehamilan dan persalinan
Tanda bahaya yang perlu diwaspadai yaitu
- Sakit kepala lebih dari biasa
- Perdarahan per vaginam
- Gangguan penglihatan
- Pembengkakan pada wajah / tangan
- Nyeri abdomen / epigastrium
- Mual dan muntah berlebihan
- Demam
- Janin tidak bergerak sebanyak biasanya
c. Perilaku hidup bersih dan sehat

13
Latihan fisik normal dan tidak berlebihan. Bisa mengikuti senam hamil bila tidak terjadi
perdarahan, preterm, pertumbuhan janin terhambat dan demam. Berjalan adalah senam yang
paling baik. Menjaga kebersihan badan, area genital, perawatan putting susu dan perawatan
gigi. Memakai pakaian yang tidak mengganggu gerak dan menekan badan untuk mencegah
varises. Menghindari memakai sepatu hak tinggi untuk mencegah nyeri pinggang. Istirahat
cukup (9 – 10 jam per hari) dan tidak bekerja berat. Hubungan suami istri boleh dilanjutkan
selama kehamilan jika tidak ada perdarahan pervaginam
d. Asupan gizi seimbang
Gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin (A, B
kompleks, C, D dan E), kalsium, zat besi, fosfor dan air (6-8 gelas dalam sehari). Asupan gisi
seimbang didapatkan dari berbagai variasi makanan seperti daging, ikan, buah, sayuran dan
kacang-kacangan. Tambahan kalori selama kehamilan adalah 300 kal/hari, jangan berlebihan
karenan dapat menyebabkan obesitas. Jika ibu hamil anemia maka konseling makanan yang
banyak mengandung zat besi adalah daging, hati, telur, kacang polong, kacang tanah, kacang
hijau dan sayur berdaun hijau. Jika pada daerah endemis hipotiroid maka konseling konsumsi
garam beryodium. Jika IMT menunjukkan kategori underweight maka perlu konseling untuk
meningkatkan intake energi dan protein dari makanan dan tidak dianjurkan untuk memberikan
suplemen tinggi protein. Jika ibu suka minum kopi maka anjuran minum kafein < 300 mg per
hari.
e. Konseling HIV, TBC dan IMS
Tes HIV memerlukan sikap sukarela ibu untuk diperiksa. Oleh karena itu perlu penjelasan
mengenai definisi HIV/ AIDS / TBC / IMS, cara penularannya, dan pentingnya tes tersebut.
f. Hindari menjadi perokok aktif maupun pasif. Hindari menggunakan alkohol atau zat aditif lain
KIE tambahan pada kehamilan trimester 3 yaitu
- Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Analisa keinginan ibu untuk menyusui. Menjelaskan mengenai pentingnya ASI dan perawatan
puting susu. Menceritakan proses IMD yang meliputi skin to skin contact selama IMD,
pemberian kolustrum, rawat gabung dan tidak diberi susu formula. Motivasi ibu untuk
memberikan ASI saja selama 6 bulan.
- Kontrasepsi pasca persalinan
Membahas metode yang sesuai pada masa nifas.

14
1.2.6 Identifikasi kehamilan dengan faktor resiko
Cara mengidentifikasi kehamilan dengan faktor resiko klinik adalah dengan mengidentifikasi
faktor resiko seperti yang tercantum pada tabel.
KATEGORI KETERANGAN INTERVENSI
AWAL
Kehamilan Tidak ada faktor resiko PAC standar
normal Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas
normal
Kehamilan Faktor resiko pada kehamilan saat ini : KIE
dengan faktor - kehamilan kembar
resiko yang - usia ibu < 16 tahun atau > 40 tahun
membutuhkan - tinggi badan < 145 cm
rujukan untuk - LILA < 23.5 atau kenaikan BB tidak sesuai
konsultasi dan IMT
atau kerjasama - TFU tidak sesuai usia kehamilan
penanganannya - Malposisi atau malpresentasi
- Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
- IMS
- Infeksi : Malaria, HIV, sifilis, TBC dan ISK
- Anemia berat
- Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
- Gangguan kejiwaan
Faktor resiko pada kehamilan sebelumnya :
- Riwayat janin atau neonatus mati
- Riwayat keguguran dua kali
- Pernah lahir <2,5 kg atau > 4 kg
- Operasi pada organ reproduksi
- Preeklampsia / eklampsia
Faktor resiko penyakit sebelumnya :
- Hipertensi
- Jantung
- Asma
- Ginjal
- DM
- HIV atau IMS
Kehamilan Abortus KIE
dengan kondisi Perdarahan antepartum
gawat darurat Preeklampsia/eklampsia
Ketuban pecah dini

Selain faktor resiko klinik, juga perlu diidentifikasi jika ada kekerasan dalam rumah tangga.

1.3 PENUTUP
1.3.1 Latihan

15
Seorang wanita, 23 tahun datang ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilan pertamanya.
Pasien merasa sehat, tidak mengeluhkan ada masalah selama kehamilannya. Bagaimana anda
melakukan perawatan antenatal standar pada pasien ini?

1.3.2 Rangkuman
PAC merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil untuk menghindari resiko
komplikasi selama kehamilan dan persalinan sesuai dengan standar perawatan antenatal yang telah
ditetapkan. Pelayanan perawatan antenatal standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik berupa
pemeriksaan umum dan obstetri, pemeriksaan penunjang, pemberian suplemen dan imunisasi pada
ibu hamil, serta KIE. Hal tersebut bertujuan untuk mendeteksi secara dini kelainan/ penyakit/
gangguan pada ibu hamil atau kehamilan resiko tinggi sehingga dapat melakukan intervensi secara
dini dan melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai.

1.3.3 Tes formatif


1. Dibawah ini yang merupakan kehamilan dengan kondisi gawat darurat adalah
a. Kehamilan kembar
b. Anemia berat
c. Abortus
d. IMS
e. Riwayat keguguran dua kali
2. Seorang wanita datang ke klinik anda tanggal 24 Mei 2018. Ia mengaku haid terakhir
tanggal 28 Februari 2018. Berapa usia kehamilan wanita tersebut?
a. 11 minggu
b. 12 minggu
c. 13 minggu
d. 14 minggu
e. 15 minggu
3. Wanita, 27 tahun datang untuk memeriksakan kehamilannya, dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan janin tunggal hidup, presentasi kepala, belum masuk PAP, punggung kiri,
belum inpartu. Letak punggung kiri didapatkan dari pemeriksaan
a. Leopold 1
b. Leopold 2

16
c. Leopold 3
d. Leopold 4
e. Pemeriksaan dalam
4. Wanita, G1P0A0 datang untuk berkonsultasi kepada anda karena mengkonsumsi obat
antiepilepsi dalam jangka waktu yang lama. Obat yang anda resepkan untuk mengurangi
efek samping dari obat antiepilepsi adalah
a. Tablet besi
b. Aspirin
c. Kalsium
d. Asam folat
e. Asam askorbat
5. Kunjungan antenatal minimal dilakukan 4 kali, yang dimaksud dengan kunjungan pertama
(K1) adalah
a. Kunjungan antenatal untuk pertama kali
b. Kunjungan antenatal pada trimester 1
c. Kunjungan antenatal pada trimester 2
d. Kunjungan antenatal pada kehamilan pertama
e. Kunjungan antenatal pada minggu pertama kehamilan
1.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan benar, maka
mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
1.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok bahasan lain
sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan mempelajari materi kembali.
1.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. C 2. B 3. B 4. D 5. B
1.4 DAFTAR PUSTAKA
a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Prenatal Care. In:
Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Antenatal standar 2016
c) WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience 2016.

17
d) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
e) Pelatihan pelayanan antenatal standar. Kementrian Kesehatan 2016.

18
BAB II
SKRINING USG OBSTETRI

2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Deskripsi singkat
Pemeriksaan skrining USG obstetri saat PAC oleh dokter umum pada dasarnya adalah skrining
untuk memeriksa embrio / fetus (letak, jumlah dan kehidupan), letak plasenta dan jumlah air
ketuban. Skrining kehamilan dengan USG perlu dilakukan di trimester 1 (8-12 minggu), trimester
2 (18-22 minggu) dan trimester 3 (28- 32 minggu).

2.1.2 Relevansi
Pokok bahasan ini tidak bisa dilepaskan dari materi pelayanan antenatal.

2.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 4A yaitu mahasiswa
diharapkan mampu melakukan skrining USG obstetri secara mandiri dan tuntas.
Setelah selesai mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu untuk mengetahui skrining USG
untuk:
a) Pemeriksaan embrio (letak, jumlah dan kehidupan) pada usia kehamilan < 10 minggu
b) Pemeriksaan fetus (letak, jumlah, presentasi dan kehidupan) pada usia kehamilan ≥ 10 minggu
c) Pemeriksaan plasenta
d) Pemeriksaan air ketuban

2.1.4 Petunjuk belajar


Belajar teori dalam materi kuliah sebelum melihat dan melakukan USG obstetri.

2.2 PENYAJIAN
2.2.1 Pemeriksaan USG : embrio (letak, jumlah dan kehidupan)
USG dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan intrauterin karena USG mampu
mendeteksi kantong gestasi dengan adanya gambaran embrio di dalamnya disertai dengan adanya
gambaran kehidupannya. Istilah embrio digunakan untuk usia kehamilan kurang dari 10 minggu

19
(berdasarkan HPHT). Setelah 10 minggu disebut fetus / janin. Jumlah janin juga harus ditentukan
pada awal kehamilan. Gambaran kantong gestasi dapat terlihat pada gambar 1. Untuk gambaran
kehidupan janin akan dijelaskan pada sub pokok bahasan USG janin. Kantong gestasi harus dinilai
dimana implantasinya, apakah di fundus atau di serviks. Secara normal kantong gestasi terletak di
fundus uteri.

Gambaran USG : Kantong gestasi

Gambaran USG : Embrio

Adanya kehamilan ganda harus ditentukan berdasarkan ditemukannya gambaran ekho


janin, bukan berdasarkan jumlah kantung gestasi. Kadang-kadang pada kehamilan muda
ditemukan lebih dari satu struktur yang menyerupai kantung gestasi. Hal ini dapat tampak sebelum

20
terjadinya penyatuan selaput amnion dan korion atau sebagai akibat terangkatnya membran korion
akibat perdarahan intra uterin (perdarahan sub korionik).

Gambaran USG gemelli

Selain mampu mendiagnosis kehamilan juga mampu mendiagnosis komplikasi kehamilan pada
trimester 1 yaitu :
1. Tidak ada aktivitas denyut jantung embrio (DJJ)
2. Tidak adanya gambaran embrio pada blighted ovum. Dicurigai blighted ovum jika ukuran
diameter kantong gestasi > 30 mm namun belum ada gambaran embrio
Jika ibu hamil lupa dengan HPHT maka sebaiknya dirujuk ke SpOG untuk dilakukan pemeriksaan
pengukuran CRL (crown rump length) karena pengukuran ini mempunyai akurasi yang tinggi
untuk menentukan usia kehamilan.

2.2.2 Pemeriksaan USG fetus : jumlah, letak, presentasi dan kehidupan janin
Jumlah janin dapat ditentukan melalui pemeriksaan USG yang sistematis. Tempatkan
transduser posisi transversal di atas simfisis pubis, tegak lurus terhadap lantai, kemudian gerakan
transduser secara perlahan menuju prosesus xiphoideus, kemudian geser ke lateral kanan, gerakkan
ke bawah (tetap tegak lurus lantai), sampai rongga abdomen bawah kanan. Selanjutnya geser
transduser ke daerah abdomen kiri bawah, gerakkan ke atas hingga di bawah kostae. Dari
pemeriksaan ini akan diketahui jumlah janin, bila masih ragu, dapat dilakukan gerakan transduser
berbentuk zigzag dari rongga atas abdomen hingga rongga pelvik.

21
Penentuan letak janin adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu tubuh ibu,
misalnya letak lintang atau letak memanjang dengan presentasi kepala atau bokong. Presentasi
janin adalah apa yang menjadi bagian terbawah janin pada rongga panggul ibu, misalnya janin
presentasi kaki atau presentasi kepala. Perhatikan gambar di bawah dalam menilai letak dan
presentasi janin.

Janin letak longitudinal presentasi bokong

Penilaian kehidupan janin dapat dinilai dari adanya gerakan janin dan gerakan denyut jantung janin
yang dilakukan dengan M-mode. Tranducer diletakkan pada jantung janin sehingga muncul
gelombang M-mode.

Gelombang M-Modde

2.2.3 USG plasenta : implantasi

22
Plasenta berbentuk diskoid, bisa berimplantasi di fundus, korpus atau di segmen bawah uterus.
Letak plasenta penting ditentukan terutama bila berkaitan dengan plasenta praevia. Untuk
memperkirakan lokasi implantasi plasenta akan lebih mudah jika kandung kencing terisi.

Plasenta praevia totalis

2.2.4 USG air ketuban : volume


Secara semi kuantitatif volume cairan amnion dapat ditentukan berdasarkan pengukuran satu
kantong atau empat kantong. Penilaian semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran satu
kantong (single pocket) amnion terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh janin, tegak
lurus terhadap lantai.Tidak boleh ada bagian janin yang terletak didalam area pengukuran tersebut.
Pada tabel dapat dilihat klasifikasi volume cairan amnion berdasarkan pengukuran
semikuantitatif.

Pengukuran satu kantong volume cairan amnion

23
HASIL PENGUKURAN INTERPRETASI
> 2 cm - < 8 cm Volume cairan amnion normal
> 8 cm Polihidramnion
 8 – 12 cm  Polihidramnion ringan
 12 – 16 cm  Polihidramnion sedang
 > 16 cm  Polihidramnion berat
≥ 1 cm, ≤ 2 cm Volume cairan amnion meragukan normal
(borderline)
< 1 cm Oligohidramnion

2.3 PENUTUP
2.3.1 Latihan
Ny Aminah, 41 tahun mengeluh keluar flek dari jalan lahir, sebelumnya terlambat haid sejak 5
bulan. Sudah melakukan tes kehamilan dan hasil positif. Sampai saat ini belum merasakan gerak
janin dan pembesaran perut dirasakan tidak sesuai dengan umur kehamilan. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan TFU setinggi simfisis pubis, DJJ tidak terdengar, ostium uteri eksternum
menutup, dan tes kehamilan negatif. USG didapatkan janin 1 intrauterin, CRL sesuai usia
kehamilan 12 minggu, FHR (-).
Apakah diagnosis dari pasien tersebut?
2.3.2 Rangkuman
USG dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan karena USG mampu mendeteksi kantong
gestasi dengan adanya gambaran embrio atau fetus/janin di dalamnya disertai dengan adanya
gambaran kehidupannya. USG janin dapat menentukan jumlah, letak, presentasi, dan kehidupan
janin. USG plasenta untuk menentukan implantasi plasenta. USG air ketuban untuk menentukan
volume cairan amnion secara semikuantitatif. Skrining kehamilan dengan USG perlu dilakukan di
trimester 1 (8-12 minggu), trimester 2 (18-22 minggu) dan trimester 3 (28- 32 minggu).

2.3.3 Tes formatif


1. Kapan kehamilan intrauterin dapat dipastikan melalui USG?
a. Setelah terlihat struktur embrio dalam kantung gestasi
b. Setelah terlihat kantung gestasi
c. Setelah terlihat penebalan endometrium
d. Setelah terlihat massa intrauterine
e. Setelah terlihat massa ekstrauterin

24
2. Apakah parameter yang paling akurat pada USG untuk menentukan usia kehamilan
trimester 1?
a. CRL
b. BPD
c. GS
d. FL
e. AC
3. Komplikasi kehamilan pada trimester 1 yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG
adalah
a. Ada aktivitas denyut jantung janin (DJJ)
b. Tidak adanya gambaran fetus atau embrio pada blighted ovum
c. Gangguan gerak janin
d. Plasenta previa
e. Polihidramnion
4. Berdasarkan indeks cairan amnion, dikatakan oligohidramnion jika hasil pengukuran
a. >250 mm
b. <100 mm
c. >100 mm
d. <50 mm
e. >50 mm
5. Penilaian volume cairan ketuban merupakan bagian penting dari skrining USG. Kelainan
jumlah cairan ketuban baik polihidramnion maupun oligohidramnion berkaitan dengan
kelainan janin. Polihidramnion terjadi dikarenakan kelainan pada…
a. Jantung
b. Ginjal
c. Traktus urinarius
d. Traktus digestif
e. Paru
2.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan benar, maka
mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.

25
2.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok bahasan lain
sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan mempelajari materi kembali.
2.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. A 2. A 3. B 4. D 5. D

2.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Fetal Imaging. In:
Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) Sarraf MG. Ultrasound evaluation during the first trimester of normal pregnancy. In: Kurjak
A, Chervenak F, editors. Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics & Gynecology.
1st edition. Parthenon Publishing Group. 2003
c) Kalish RB. Sonographic determination of gestational age. In: Kurjak A, Chervenak F, editors.
Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics & Gynecology. 1st edition. Parthenon
Publishing Group. 2003.

26
BAB III
PERSALINAN NORMAL

3.1 PENDAHULUAN
3.1.1 Deskripsi singkat
Sebagian besar (50%) persalinan berlangsung normal. Prognosis persalinan ditentukan
oleh 3P yaitu (power, passage, passenger). Pada persalinan normal tidak ada kelainan pada 3P.
Sehingga merupakan kompetensi dokter umum untuk menolong persalinan normal.

3.1.2 Relevansi
Pada bab ini akan dibahas mengenai etiologi persalinan normal, patofisiologi persalinan
normal, asuhan persalinan normal, definisi rupture perineum dan pengelolaan rupture perineum.

3.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 4A yaitu mahasiswa
diharapkan mampu melakukan persalinan normal secara mandiri dan tuntas.
Pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan :
a) Definisi persalinan normal
b) Teori timbulnya persalinan
c) Mekanisme persalinan normal
d) Asuhan persalinan normal
- Kala 1
- Kala 2
- Kala 3
- Kala 4
e) Definisi dan klasifikasi derajat ruptura perinei
f) Pengelolaan ruptura perinei derajat 1-2

3.1.4 Petunjuk belajar


Mahasiswa dapat belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada manekuin
di skill station berdasarkan daftar tilik sebelum menghadapi kasus nyata.

27
3.2 PENYAJIAN
3.2.1 Definisi persalinan normal
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi viabel (janin dan plasenta) dari uterus.
Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu ataupun pada janin.

3.2.2 Teori timbulnya persalinan


Proses kehamilan dipertahankan oleh berbagai mekanisme yang kompleks. Dalam
keadaan normal, kondisi ini akan selalu dipertahankan sampai kehamilan mencapai usia cukup
bulan. Sampai saat ini bagaimana proses persalinan dimulai belum diketahui dengan jelas. Pada
sebagian besar masa kehamilan, uterus relatif tenang. Hal ini disebut dengan Fase 0 (tenang) dari
persalinan. Fase 1 (aktivasi) berhubungan dengan peregangan uterus dan aktivasi jalur
hipotalamik-pituitari-adrenal janin (fetal hypothalamic-pituitary-adrenal). Fase 2 (stimulasi) yaitu
adanya perangsangan uterus akibat berbagai macam senyawa, meliputi Corticotropin-releasing-
hormone (CRH), oksitosin dan prostaglandin sehingga akan memulai terjadinya kontraktilitas
uterus, pematangan serviks dan aktivasi lapisan desidua dan selaput janin. Fase 3 (involusi)
berhubungan dengan proses involusi uterus pasca persalinan.

3.2.3 Mekanisme persalinan normal


Prognosis persalinan tergantung pada faktor 3 P yaitu :
- Passenger / Janin
- Power / his
- Passage / Jalan lahir
Janin
Orientasi janin terhadap pelvis saat persalinan digambarkan melalui letak, presentasi dan
posisi janin. Letak janin adalah hubungan aksis janin terhadap aksis ibu. Ada 3 macam letak yaitu
longitudinal, transversak dan oblik. Sebanyak 99 % letak janin adalah longitudinal. Penyebab letak
janin tidak longitudinal adalah multiparitas, plasenta previa, polihidramnion dan kelainan uterus.
Presentasi janin adalah bagian terbawah janin yang paling dekat dengan jalan lahir. Jika letak

28
longitudinal, maka presentasi janin dapat berupa kepala atau bokong. Jika letak transversal, maka
presentasi janin adalah bahu. Pada letak longitudinal perlu disebutkan posisi punggung janin
apakah di superior, inferior, anterior atau posterior.
Presentasi kepala ditemukan pada 96,8 % persalinan. Pada masing – masing presentasi ini
ada point of direction (POD). POD tersebut memberikan identifikasi saat periksa dalam vagina
untuk menentukan presentasi janin. Presentasi kepala ada beberapa macam yaitu presentasi vertek,
presentasi puncak/sinsiput, presentasi dahi dan presentasi muka. Posisi adalah hubungan POD
terhadap pelvis, bisa di kanan atau kiri. Misal dari pemeriksaan Leopold dan pemeriksaan dalam
vagina saat persalinan ditemukan letak janin longitudinal, presentasi kepala dan POD ubun – ubun
kecil kanan. Adanya kelainan pada letak, presentasi dan posisi akan menyebabkan persalinan
menjadi abnormal / patologi / distosia.
Presentasi Point of direction
Kepala :
- Vertek Ubun – ubun kecil
- Puncak / sinsiput Ubun – ubun besar
- Dahi Dahi
- Muka Mulut, dagu
Bokong Sakrum
Lintang Bahu

His
His yang adekuat untuk menyebabkan pembukaan serviks memiliki ciri – ciri :
- Frekuensi : minimal 2 kali dalam 10 menit
- Durasi : 20 – 50 detik
- Fundal dominant
- Simetris
- Sinkron
- Ada fase relaksasi
Jalan lahir
Jalan lahir dinilai adekuat jika jalan lahir keras dan jalan lahir lunak baik. Jalan lahir keras dinilai
dari pemeriksaan panggul seperti yang diuraikan pada bab 1. Jalan lahir lunak dinilai baik jika
tidak ada massa yang menghalangi jalan lahir.
Janin dinilai baik jika dapat mengadakan cardinal movement dengan baik ketika melewati
jalan lahir. Cardinal movement meliputi :

29
1. Engagement : terjadi ketika diameter terbesar dari presentasi bagian janin telah memasuki
rongga panggul dan bagian terendah janin telah memasuki station nol atau lebih rendah.
Pada nulipara, engagement sering terjadi sebelum awal persalinan.
2. Descent / penurunan: descent terjadi ketika bagian terbawah janin telah melewati panggul.
3. Flexion / fleksi : segera setelah bagian terbawah janin yang turun tertahan oleh serviks,
dinding panggul atau dasar panggul sehingga fleksi terjadi dan dagu didekatkan ke arah
dada janin.
4. Internal rotation / putaran paksi dalam : putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi
spina ischiadika. Setiap kali terjadi kontraksi, kepala janin diarahkan ke bawah lengkung
pubis dan kepala berputar saat mencapai otot dasar panggul.
5. Extension / ekstensi : Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi ke arah
anterior oleh perineum sehingga kepala keluar mengikuti sumbu jalan lahir.
6. External rotation / putaran paksi luar : Putaran paksi luar terjadi ketika kepala lahir dengan
oksiput anterior, bahu harus memutar secara internal sehingga sejajar dengan diameter
anteroposterior panggul. Rotasi eksternal kepala menyertai rotasi internal bahu bayi.
7. Ekspulsi: Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan badan
bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral ke arah simfisis pubis.

3.2.4 Asuhan persalinan normal


Parturient adalah ibu hamil yang dalam kondisi inpartu sampai kala II. Panduan asuhan
persalinan normal ini berdasarkan aturan APN (Asuhan Persalinan Normal) yang dikeluarkan oleh
JNPK. Persalinan dimulai dengan terjadinya inpartu. Tanda dan gejala inpartu adalah :
- Penipisan dan pembukaan serviks
- Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10
menit)
- Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina
Fase dalam persalinan adalah
1. Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan
terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

30
Fase laten pada kala I persalinan:
- Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.
- Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
- Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
Fase aktif pada kala I persalinan:
- Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih)
- Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1
cm hingga 2 cm (multipara).
- Terjadinya penurunan bagian terbawah janin
Pengawasan dengan partograf sebagai bagian dari manajemen aktif persalinan bertujuan
untuk mencatat kondisi ibu dan bayi :
- Informasi tentang ibu : nama, umur, gravida, para, abortus, nomor catatan medik,
tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban
- Kondisi janin : denyut jantung janin, warna dan adanya air ketuban, penyusupan
(molase) kepala janin
- Kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah / presentasi
janin, garis waspada dan garis bertindak
- Jam dan waktu : waktu mulainya fase aktif persalinan, waktu aktual saat pemeriksaan
atau persalinan
- Kontraksi uterus : frekuensi kontraksi dan lama kontraksi
- Obat – obatan dan cairan yang diberikan : oksitosin, obat – obatan lainnya dan cairan
IV yang diberikan
- Kondisi ibu : nadi, tekanna darah, temperatur tubuh, urin (volume, aseton atau protein)
Durasi pengawasan kondisi ibu dan bayi adalah
 denyut jantung janin: setiap ½ jam
 frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
 nadi: setiap ½ jam

31
 pembukaan serviks: setiap 4 jam
 penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
 tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
 produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
2. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir.
Gejala dan tanda kala II adalah :
- Ibu ingin mengejan
- Vulva anus terbuka
- Perineum menonjol
- Sfingter ani terbuka
Diagnosis pasti kala II adalah pembukaan serviks lengkap atau terlihatnya kepala bayi
melalui introitus vagina.
Posisi ibu melahirkan sesuai keinginan parturient. Episiotomi tidak rutin dikerjakan. Jika
akan dikerjakan episiotomi dilakukan setelah diameter kepala 3 – 4 cm. Ketika melahirkan
kepala bayi, dilakukan manuver Ritgen untuk mencegah laserasi. Setelah kepala lahir nilai
apakah ada lilitan tali pusat. Setelah kepala lahir, lahirkan bahu bayi. Jika bahu tidak lahir
maka terjadi distosia bahu. Cara melahirkan distosia bahu dengan McRobert. Tali pusat di
klem setelah berhenti berdenyut.
Ada 2 tipe episiotomi yaitu medial dan mediolateral. Perbedaan kedua episiotomi ini akan
disajikan di tabel.
Karakteristik Episiotomi medial Episiotomi mediolateral
Perbaikan Mudah Sulit
Penyembuhan Baik Kadang kurang baik
Nyeri Minimal Sering
Kosmetik Baik Kadang kurang baik
Kehilangan darah Sedikit Banyak
Dispaureni Jarang Kadang – kadang
Meluas Sering Kadang

3. Kala III : dimulai dari setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, dalam waktu sekitar
30 menit. Pada kala III, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan volume uterus
setelah lahirnya janin. Penyusutan uterus menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Sehingga plasenta terlepas dan akan turun ke bagian bawah uterus atau
kedalam vagina. Tanda – tanda lepasnya plasenta adalah : perubahan bentuk uterus menjadi

32
bulat penuh, tinggi fundus 2 jari dibawah pusat, tali pusat memanjang, semburan darah
mendadak dan singkat. Manajemen aktif kala 3 dilakukakn setelah tali pusat diklem.
Langkah manajemen aktif kala 3 meliputi : pemberian suntikan oksitosin 1 ampul
intramuskuler, peregangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri.
4. Kala IV : dimulai dari segera setelah plasenta lahir hingga 2 jam post partum.
Selama 2 jam pertama persalinan
 Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap
15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala
empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan
penilaian kondisi ibu.
 Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat. Jika ada temuan
yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
 Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pascapersalinan. Jika
meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
 Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala empat.
 Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah
yang keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
 Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan
baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk
bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik,
bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk
dan diberi ASI
 Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir

3.2.5 Definisi dan klasifikasi derajat ruptura perineum


Ruptura perineum adalah derajat robeknya vagina dan perineum selama persalinan. Ada 4 derajat
ruptura perineum, yaitu :
- Derajat satu, mengenai fourchette, kulit perineum dan mukosa vagina namun tidak mengenai
fascia dan otot. Kadang kala mukosa disekitas uretra juga robek dan berdarah banyak

33
- Derajat dua, sama seperti derajat satu ditambah mengenai fascia dan otot namun tidak
mengenai m. spinchter ani. Luka biasanya menuju ke atas bisa di satu atau kedua sisi vagina,
membentuk luka bentuk segitiga yang tidak teratur.
- Derajat tiga, sama seperti derajat dua namun mengenai m. spinchter ani. Derajat 3A jika
mengenai < 50 % m. spinchter ani eksterna, derajat 3 B jika mengenai seluruh m. spinchter ani
eksterna, dan derajat 3C jika mengenai m spincther ani eksterna dan interna.
- Derajat empat, sama seperti derajat 3 namun sampai mengenai mukosa rektum.
Resiko ruptura perineum karena episiotomi medial yang sudah dilakukan, nullipara, partus macet,
positio occiput posterior, persalinan pervaginam dengan tindakan dan penggunaan anestesi lokal
yang menyebabkan edem di daerah perineum.

3.2.6 Pengelolaan ruptura perineum derajat 1-2


Dokter umum mempunyai kompetensi menjahit ruptura perineum derajat 1 – 2. Tehnik penjahitan
ruptura perineum sama dengan episiotomi. Jika laserasi derajat satu tidak berdarah sebaiknya tidak
usah dilakukan penjahitan. Prinsip utama menjahit adalah hemostasis dan menjaga fungsi anatomi
tanpa banyak menempatkan jahitan. Jarum yang digunakan jenis tapper jangan cutting. Benang
yang digunakan adalah chromic catgut atau polyglycolic acid nomor 2-0. Untuk menghindari nyeri
selama penjahitan dilakukan pemberian anestesi lidokain infiltrasi. Tehnik jahitan yang digunakan
adalah jelujur subkutikuler. Jahitan pertama kali diberikan pada 1 cm di atas ujung luka. Perhatikan
untuk selalu memperhatikan tehnik asepsis selama proses penjahitan. Nasihat setelah penjahitan
yang diberikan kepada ibu adalah menjaga perineum selalu bersih dan kering, hindari penggunaan
obat – obatan tradisional pada perineum, cuci perineum dengan sabun dan air bersih 3 – 4 kali
sehari dan kembali dalam 1 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka. Jika ada demam dan
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari luka operasi atau luka menjadi nyeri maka sebaiknya
segera periksa.

3.3 PENUTUP
3.3.1 Latihan
Wanita 24 tahun G1P0A0 umur kehamilan 39 minggu datang dengan keluhan perut terasa mulas
keluar lendir serta darah dari jalan lahir, dan ingin mengejan. Saat diperiksa his 3-4 x tiap 10
menit. DJJ 144 x/menit. Tanda vital ibu baik. Kepala janin sudah masuk panggul. Pemeriksaan

34
dalam vagina didapatkan pembukaan 6cm, effacement 60%, kepala turun di hodge II. Apakah
diagnosis kasus diatas? Bagaimana tatalaksana untuk pasien tersebut?

3.3.2 Rangkuman
Persalinan normal merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi viabel dari uterus melalui
pembukaan, penipisan serviks dan penurunan janin melewati vagina. Persalinan normal apabila
usia kehamilan 37 – 42 minggu, persalinan terjadi spontan, presentasi belakang kepala,
berlangsung tidak lebih dari 18 jam, dan tidak ada komplikasi pada ibu dan janin. Fase dalam
persalinan adalah kala I, kala II, kala III, dan kala IV. Ruptur perineum merupakan robekan yang
terjadi pada perineum sewaktu persalinan dimana derajat laserasinya terbagi menjadi derajat I
sampai IV berdasarkan luasnya robekan. Untuk pengelolaan ruptur perineum derajat I tidak
memerlukan penjahitan bila tidak ada perdarahan dan posisi luka baik sedangkan derajat II
diperlukan penjahitan luka.
3.3.3 Tes formatif
1. Wanita, 21 tahun, G1P0A0, 39 minggu datang dengan keluhan nyeri perut dan keluar air
dari jalan lahir sejak 6 jam yang lalu. Tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik
didapatkan pembukaan serviks 4 cm. Termasuk dalam tahap persalinan yang manakah
kasus ini?
a. Kala 1 fase laten
b. Kala 1 fase aktif
c. Kala 2
d. Kala 3
e. Kala 4
2. Setelah 6 jam, dilakukan pemeriksaan kembali dan didapat pembukaan serviks telah
lengkap dan pasien siap meneran. Sepuluh menit kemudian lahir spontan bayi dengan berat
badan 3000 gram. Termasuk dalam tahap persalinan yang manakah kasus ini?
a. Kala 1 fase laten
b. Kala 1 fase aktif
c. Kala 2
d. Kala 3
e. Kala 4

35
3. Wanita 27 tahun G2P1A0 usia kehamilan 39 minggu datang dengan keluahan keluar cairan
bening dan lendir darah dari jalan lahir. Dari pemeriksaan didapatkan kontraksi kuat, 3-4
x tiap 10 menit, durasi 50 detik. Pembukaan 9, kepala turun di hodge III. Tindakan yang
tepat dilakukan adalah
a. Persiapan pimpin persalinan
b. Rujuk ke RS
c. Pemberian analgetik
d. Vakum ekstraksi
e. Section caesarea
4. Laserasi perineum grade 3C merupakan laserasi yang terjadi sampai bagian
a. Mukosa vagina
b. Otot perineum
c. M. perinea transversal
d. M. sfingter ani interna
e. Mukosa rektum
5. Wanita P2A0 datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Riwayat melahirkan 5
jam yang lalu. Kontraksi uterus baik. TD 110/80 mmHHg, Nadi 90 x/menit, suhu 37 C.
pemeriksaan fisik didapatkan robekan sampai menembus sfingter ani dan mukosa rectum.
Diagnosa yang mungkin adalah
a. Ruptur perineum grade I
b. Ruptur perineum grade II
c. Ruptur perineum grade IIIa
d. Ruptur perineum grade IIIb
e. Ruptur perineum grade IV
3.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan benar, maka
mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
3.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok bahasan lain
sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan mempelajari materi kembali.
3.3.6 Kunci jawaban tes formatif

36
1. B 2. C 3. A 4. D 5. E

3.4 DAFTAR PUSTAKA


a) JNPK-KR. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal, 2008. Buku Acuan Asuhan
Persalinan Normal (APN). Edisi 4 . Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi, Jakarta. 2008
b) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Normal labour and
delivery, intrapartum assessment. In: Cunningham FG, editor. William Obstetrics. 23rd
edition. Mc Graw Hill. 2015
c) Keman K. Fisiologi dan mekanisme persalinan normal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi
T, Wiknjosastro G, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-5. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014

37
BAB IV
NIFAS FISIOLOGIS DAN KELAINAN PAYUDARA PADA LAKTASI

4.1 PENDAHULUAN
4.1.1 Deskripsi singkat
Kebutuhan ibu dan bayi pada masa nifas adalah spesifik. Pengetahuan mengenai
kontrasepsi, nutrisi, higiene, perawatan anak, dan tanda bahaya selama masa nifas sangat
diperlukan oleh seorang ibu sehabis melahirkan. Oleh karena itu, seorang dokter harus mempunyai
kompetensi bagaimana melakukan asuhan pada masa nifas baik nifas fisiologis maupun patologis.
Asuhan masa nifas diperlukan karena merupakan masa kritis baik pada ibu maupun
bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan
50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus juga masa kritis karena
2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60 % kematian bayi baru lahir
terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan
bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini.
Penelitian Pregnancy Risk Assessment Monitoring System (PRAMS) oleh Centers for
Disease Control and Prevention pada tahun 2007 melaporkan bahwa 32 % wanita pada masa nifas
memerlukan dukungan, 24 % wanita memerlukan pendidikan menyusui, 21 % mengaku tidak
mendapatkan pendidikan cara merawat bayi baru lahir, dan 10 % wanita memerlukan bantuan
untuk mengatasi depresi yang muncul pada masa post partum.

4.1.2 Relevansi
Mata kuliah ini berhubungan dengan materi pelayanan antenatal dan asuhan persalinan
normal. Identifikasi faktor resiko saat antenatal dan intrapartum berpengaruh pada kelainan pada
masa nifas.
Oleh karena itu, tujuan intruksional pembelajaran sub pokok bahasan nifas fisiologis dan
patologis adalah sebagai berikut :
1. Nifas fisiologis
Tujuan instruksional :
- Dapat menjelaskan definisi dan tujuan asuhan masa nifas
- Dapat menjelaskan fisiologi masa nifas

38
- Dapat memenuhi dan melakukan konseling kebutuhan ibu pada masa nifas
- Dapat memenuhi dan melakukan konseling kebutuhan bayi pada masa nifas
- Dapat melakukan pengawasan dan asuhan masa nifas
- Dapat mengenal tanda – tanda bahaya pada masa nifas
2. Nifas patologis
Tujuan instruksional :
- Dapat menjelaskan definisi dan terminologi lain masa nifas patologis
- Dapat menjelaskan penyebab nifas patologis
- Dapat menjelaskan patofisiologi dan melakukan penatalaksanaan awal perdarahan pada
masa nifas
- Dapat menjelaskan patofisiologi dan melakukan penatalaksanaan awal infeksi pada masa
nifas

4.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 4A yaitu mahasiswa
diharapkan mampu melakukan asuhan pada masa nifas secara mandiri dan tuntas.
Pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan :
a) Pengertian nifas fisiologis dan nifas patologis
b) Fisiologi nifas
c) Asuhan masa nifas
d) Kelainan pada nifas patologis
e) Kelainan pada payudara selama laktasi

4.1.4 Petunjuk belajar


Mahasiswa dapat belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada manekuin
di skill station berdasarkan daftar tilik sebelum menghadapi kasus nyata.

4.2 PENYAJIAN
4.2.1 Pengertian nifas fisiologis dan nifas patologis
Masa nifas adalah masa yang dimulai dari kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas biasanya berlangsung selama 4 –

39
6 minggu. Terminologi lain yang digunakan selain masa nifas adalah masa puerperium maupun
masa pascapersalinan. Nifas fisiologis adalah masa nifas yang berlangsung normal, tidak
ditemukan adanya kelainan. Adapun tujuan asuhan masa nifas adalah :
- Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis.
- Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi baik pada ibu maupun bayinya.
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, keluarga berencana,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi sehat.
- Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Jika nifas berlangsung tidak normal maka disebut nifas patologis.

4.2.2 Fisiologi nifas


Perubahan pada uterus
Involusi uterus
Sesaat setelah plasenta lahir, uterus akan mengalami kontraksi dan retraksi sehingga tinggi
fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Berat uterus pada saat itu mencapai 1000 gr. Dua hari kemudian
uterus mengalami involusi dan pada minggu pertama setelah melahirkan berat uterus 500 gram.
Pada minggu kedua berat uterus mencapai 300 gram dan sudah masuk ke dalam kavum pelvis
minor ( true pelvis ), sehingga tinggi fundus tidak teraba lagi dari abdomen.
Afterpains
Pada primipara, uterus mengalami kontraksi yang bersifat tonik. Pada multipara, konraksi
terjadi lebih hebat dan interval lebih pendek, sehingga lebih merasakan nyeri afterpains. Nyeri
akan semakin berat saat bayi minum ASI akibat penglepasan oksitosin.
Lochia
Lochia adalah pengeluaran pervaginam pada masa nifas. Lochia berisi eritrosit, sel desidua
yang terlepas, sel epitel dan bakteri. Tiga atau empat pertama masa nifas, lochia lebih berwarna
merah sehingga disebut lochia rubra. Kemudian warna lochia berubah lebih pucat yang disebut
lochia alba. Pada hari ke sepuluh akibat infiltrasi sel lekosit dan pengurangan cairan maka lochia
lebih berwarna putih kekuningan yang disebut lochia alba. Lochia akan tetap ada sampai 4 – 8
mingu setelah persalinan.
Perubahan pada traktus urinarius

40
Trauma pada vesika urinaria berhubungan dengan lama persalinan. Trauma ini merupakan
hal yang normal pada persalinan pervaginam. Pada masa nifas kapasitas vesika urinaria meningkat
dan relatif lebih tidak sensitif terhadap tekanan intravesika sehingga dapat ditemukan overdistensi,
pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna dan residu urin yang besar. Dilatasi ureter dan
pelvis renalis baru terjadi pada minggu ke-2 sampai ke-8. Akibat residu urin yang besar, bakteriuri
akibat vesika urinaria yang mengalami trauma dan dilatasi traktus urinarius ikut menyumbangkan
terjadinya infeksi.
Perubahan pada dinding abdomen dan peritoneum
Selama kehamilan, jaringan elastis di kulit pecah, dan akibat distensi maka dinding
abdomen tampak menggantung dan lembek. Diperlukan waktu beberapa minggu agar dinding
abdomen kembali normal. Pembebatan dapat membantu mengencangkan kelemahan tersebut.
Olahraga untuk meningkatkan tonus dinding abdomen dapat dilakukan segera setelah persalinan
pervaginam atau setelah nyeri abdomen berkurang pasca bedah sesar. Keadaan ini dapat kembali
seperti sebelum hamil. Namun bekas striae gravidarum tidak bisa hilang. Diastasis recti akibat
pecahnya insersi muskulus rektus di tengah bisa pula terjadi. Ligamentum latum dan rotundum
yang teregang selama kehamilan juga dapat kembali seperti semula.
Perubahan darah dan cairan
Leukositosis dan trombositosis dapat terjadi selama dan sesudah persalinan. Jumlah sel
darah putih dapat mencapai 30.000/ul dan juga dijumpai peningkatan granulosit. Hemoglobin dan
hematokrit akan mengalami fluktuasi ringan. Volume darah kembali seperti sediakala dalam 1
minggu setelah persalinan. Curah jantung ( cardiac output ) tetap tinggi seperti selama hamil dalam
24 – 48 jam pasca persalinan dan akan menurun perlahan – lahan sampai seperti keadaan sebelum
hamil pada 10 hari masa nifas. Koagulasi darah yang terganggu selama kehamilan akan tetap
terjadi pada masa nifas. Akibat kondisi hipervolemia selama hamil maka pada hari ke 2 – 5 pasca
persalinan terjadi peningkatan diuresis.
Penurunan berat badan
Akibat proses persalinan dan kehilangan darah selama persalinan terjadi penurunan berat
badan sebanyak 5 – 6 kg. Akibat diuresis yang terjadi beberapa hari kemudian penurunan berat
badan sebanyak 2 – 3 kg. Dalam 6 bulan kemudian, berat badan kembali seperti sediakala namun
kadang kala masih ada surplus 1,4 kg.
Perubahan payudara

41
Payudara tampak penuh dan areola mammae tampak lebih menghitam dan luas. Setelah
persalinan atau 2 hari masa nifas, payudara mulai memproduksi kolustrum yang berwarna jernih
kekuningan. Kolustrum lebih banyak mengandung mineral, asam amino, dan protein ( khususnya
globulin ). Kandungan gula dan lemak lebih sedikit bila dibandingkan dengan ASI. Produksi
kolustrum akan terjadi selama 5 hari dan perlahan – lahan menghilang dan digantikan ASI
seluruhnya pada minggu ke-4. Kolustrum berisi imunoglobulin A ( IgA ) yang akan memproteksi
bayi baru lahir terhadap bakteri patogen usus. Kolustrum dan ASI juga mengandung komplemen,
makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisosim.
Produksi ASI setiap hari sebanyak 600 ml. Penambahan berat badan ibu selama hamil
berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas ASI. Kandungan ASI meliputi lemak, protein (α-
laktalbumin dan β-laktoglobulin), karbohidrat, asam amino esensial dan non esensial, kasein,
semua vitamin ada kecuali vitamin K, whey, dan epidermal growth factor. Kandungan vitamin D
rendah namun Indonesia tidak memerlukan suplementasi vitamin D.

4.2.3 Asuhan masa nifas


Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan
tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3
bulan.
Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya
kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir
atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya.
Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Kunjungan 1 (6 jam – 3 hari sesudah persalinan)
- Memastikan tanda vital ibu baik
- Mendeteksi jika ada perdarahan, rujuk jika berlanjut
- Memberi konseling pada ibu dan keluarga bagaimana mencegah perdarahan
- Mendeteksi retensio urin
- Menilai adanya tanda infeksi
- Pemberian ASI awal

42
- Memberikan vitamin A 1 kapsul (200.000 IU) segera setelah persalinan dan 24 jam kemudian
- Menjaga bayi tetap hangat
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
- Melakukan konseling dan pemasangan KB pascapersalinan
- Konseling : tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya
Kunjungan 2 (4 – 28 hari setelah persalinan) dan konseling 3 (29 – 42 hari setelah persalinan)
- Memastikan tan vital ibu baik
- Memastikan onvolusi berjalan dengan normal
- Menilai adanya tanda infeksi
- Memastikan ibu menyusui dengan baik
- Memberikan konseling KB mandiri
- Memastikan ibu cukup cairan, makanan dan istirahat
- Konseling : tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya.

Beberapa informasi penting dalam setiap kunjungan pada masa nifas :


1. Mobilisasi
Umumnya ibu sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama,
karena itu harus cukup beristirahat. Jika persalinan berlangsung normal maka pasien boleh
mobilisasi sesegera mungkin. Mobilisasi bertahap dimulai dari miring, duduk dan berdiri.
Biasanya setelah 6 jam, ibu sudah mampu berjalan sendiri ke kamar mandi untuk buang air
kecil. Setelah pulang ibu boleh melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap dan
beristirahat yang cukup
2. Diet / Makanan
Makanan yang diberikan harus memiliki gizi seimbang dan tambahan kalori sebanyak 500
kalori / hari. Gizi seimbang yang mengandung cukup protein, banyak cairan (3 liter/hari), serta
banyak buah-buahan dan sayuran (memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral). Jika ibu ada
anemi pada masa kehamilan maka suplemen tablet besi diberikan selama 3 bulan.
3. Buang Air Kecil

43
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita sulit kencing
karena pada persalinan muskulus di vesika urinaria dan uretra mengalami tekanan oleh kepala
janin dan spasme oleh iritasi m. sphincter ani. Juga oleh karena adanya oedem kandung kemih
yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dengan wanita sulit kencing
sebaiknya lakukan kateterisasi, sebab hal ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Setelah
kateterisasi dilanjutkan bladder training.
4. Buang Air Besar
Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul
berak yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar (laksansia) peroral atau
parenterala. Karena jika tidak, feses dapat tertimbun di rektum dan menimbulkan demam.
5. Demam
Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5 C dari keadaan normal, tapi tidak melebihi 38 °C
dan sesudah 12 jam pertama suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 °C
mungkin telah ada infeksi.
6. Mules-mules
Hal ini timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa sedang menyusui. Hal ini
dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Perasaan sakit ini juga timbul bila masih ada sisa
selaput ketuban, plasenta atau gumpalan dari di cavum uteri. Bila si ibu sangat mengeluh,
dapat diberikan analgetik atau sedativa supaya ia dapat beristirahat tidur.
7. Laktasi
Segera seteleh persalinan dilakukan inisiasi menyusui dini. Kontraindikasi untuk menyusui
bayinya, misalnya: HIV, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, gagal jantung NYHA 3-4, psikosis,
labiognato palatoschizis.
8. Kebersihan diri
Ibu pada masa nifas harus dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Ibu diberitahu
bagaimana cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan ibu untuk membersihkan vulva
setiap kali selesai buang air kecil atau besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut minimal
dua kali hari. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

44
membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi,
sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
9. Perawatan bayi
Perawatan tali pusat mengikuti hal – hal sebagai berikut : pertahankan sisa tali pusat dalam
keadaan terbuka agar terkena udara dan tutupi dengan kain bersih secara longgar ; lipatlah
popok di bawah sisa tali pusat ; jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, cuci dengan sabun
dan air bersih dan keringkan betul – betul. Ajarkan pada orangtua cara merawat bayi mereka
dan perawatan harian untuk bayi baru lahir yang meliputi :
- Beri ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2 – 3 jam ( paling sedikit setiap 4 jam ), mulai
dari hari pertama.
- Pertahankan agar bayi selalu dengan ibu.
- Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat, dan kering dengan mengganti popok dan selimut
sesuai dengan keperluan. Pastikan bayi tidak terlalu panas dan terlalu dingin. Apa saja yang
masuk ke dalam mulut bayi harus bersih.
- Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.
- Peganglah, sayangi, dan nikmati kehidupan bersama bayi.
- Awasi masalah dan kesulitan pada bayi dan minta bantuan jika perlu.
- Jaga keamanan bayi terhadap trauma dan penyakit/infeksi.
- Ukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusui kurang baik.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam memberikan ASI eksklusif adalah :
- Posisi bayi yang benar : kepala, leher dan tubuh bayi dalam satu garis lurus, badan bayi
menghadap ke dada ibu, badan bayi melekat ke ibu dan seluruh badan bayi tersangga
dengan baik
- Tanda bayi melekat dengan baik : dagu bayi menempel pada payudara ibu, mulut bayi
terbuka lebar, bibir bawah membuka lebar, lidah terlihat di dalamnya, areola masuk ke
mulut bayi.
- Tanda bayi menghisap dengan efektif : bayi menghisap secara dalam dan teratur, diselingi
istirahat, hanya terdengar suara menelan dan tidak perdarahan suara mengecap
- Tanda bayi selesai menyusui : bayi melepas payudara secara spontan tampak tenang dan
mengantuk.
10. Latihan

45
Diskusikan pentingnya melatih otot perut dan panggul agar kembali seperti normal, sehingga
ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggung. Jelaskan bahwa latihan senam pada masa nifas seperti
gerakan dibawah ini akan sangat membantu, yakni :
- Tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perur selagi menarik nafas, tahan
nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan hitungan 1 – 5. Rileks dan ulangi sebanyak
10 kali.
- Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul perlu latihan kegel. Berdiri
atau duduk dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot – otot pantat dan pinggul. Tahan
selama 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi lagi sebanyak 5 kali.
- Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu, jumlah
latihan dinaikkan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah perslainan ibu harus
mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
11. Kehidupan seksual
Ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar ibu menghindari hubungan seksual selama
terjadinya kehamilan sampai dengan pasca nifas. Kelelahan dan ganguan tidur adalah keluhan
yang paling sering menyebabkan terjadinya penurunan libido. Kembalinya perilaku seksual
sebelum kehamilan pada umumnya akan berjalan sangat lambat. Setelah 8 minggu
pascapersalinan, hanya 71 % responden menyatakan telah melakukan hubungan seksual dan
pada minggu ke 10 sebanyak 90 % perempuan telah melakukan hubungan seksual. Menyusui
lebih berpengaruh pada penurunan aktifitas seksual apabila dibandingan dengan pengguna
susu formula.
12. Konseling tanda bahaya
Tanda bahaya meliputi perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir,
beengkak di seluruh tubuh, sakit kepala, kejang, demam lebih dari 2 hari, payudara bengkak,
merah, sakit dan ibu terlihat sedih murung atau menangis tanpa sebab (depresi)

4.2.4 Kelainan pada nifas patologi


Retensio urin
Jika ada pasien dalam 4 – 6 jam setelah persalinan tidak mampu berkemih maka dilakukan
pemasangan kateter untuk mengeluarkan kencing. Setelah itu dievaluasi 6 jam untuk dinilai apakah

46
mampu berkemih spontan. Retensio urin post partum adalah tidak mampu berkemih spontan
setelah 6 jam pelepasan kateter atau mampu berkemih dengan residu urin > 200 ml. Residu urin
dinilai dari kateter yang dipasang setelah berkemih spontan. Penatalaksanaan retensio urin adalah
sebagai berikut :
- Pemeriksaan urin rutin dan kultur urin
- Pemberian antibiotik
- Banyak minum (3 liter/hari)
- Prostaglandin
- Residu urin 200 – 500 ml maka dilakukan pemasangan kateter intermiten tiap 6 jam.
- Residu urin 500 – 1000 ml dilakukan pemasangan kateter 1 x 24 jam, lalu dilakukan buka tutup
kateter tiap 4 – 6 jam (katater ditutup dengan cara di ikat) selama 24 jam atau bisa kurang bila
ingin segera BAK
- Residu urin 1000 – 2000 ml dilakukan pemasangan kateter 2 x 24 jam lalu dilakukan buka
tutup kateter tiap 4 – 6 jam (katater ditutup dengan cara di ikat) selama 24 jam atau bisa kurang
bila ingin segera BAK
- Residu urin > 2000 ml dilakukan pemasangan kateter 3 x 24 jam lalu dilakukan buka tutup
kateter tiap 4 – 6 jam (katater ditutup dengan cara di ikat) selama 24 jam atau bisa kurang bila
ingin segera BAK
- Setelah buka tutup kateter, maka kateter dilepas. Jika tidak dapat BAK spontan maka dilakukan
pengelolaan sesuai residu urin
- Jika dapat BAK spontan namun residu urin > 200 ml maka dilanjutkan pemasangan kateter
intermiten tiap 6 jam.

Postpartum blues
Adalah keadaan depresi sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena
perubahan tingkat hormon dan penambahan tanggung jawab karena pengasuhan terhadap bayi.
Postpartum blues dapat berkembang menjadi depresi postpartum bila tidak tertangani dengan baik.
Tanda dan gejala postpartum blues meliputi :
- Distorsi kognitif
- Perubahan mood yang tidak stabil
- Perubahan perilaku

47
- Gejala psikosomatis
- Biasanya muncul hari ke tiga hingga ke sepuluh pasca persalinan
Upaya pencegahan adalah dukungan keluarga dan keadaan lingkungan fisik yang mendukung. Jika
ada tanda – tanda depresi (murung, menangis, keinginan untuk bunuh diri) sebaiknya dirujuk.

Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah bendungan yang terjadi pada duktus laktiferus payudara akibat
ekspansi dan tekanan dari produksi dan penampungan ASI. Tanda dan gejala bendungan payudara
adalah :
- Payudara bengkak dan keras
- Nyeri pada payudara
- Terjadi 3 – 5 hari setelah persalinan
Upaya pencegahan bendungan payudara adalah :
- Hindari posisi menyusui yang tidak baik
- Tidak membatasu bayi menyusui
- Hindari pemberian suplemen susu formula untuk bayi
- Hindari penggunaan pompa payudara tanpa indikasi dehingga menyebabkan suplai berlebih
Tatalaksana bendungan payudara adalah :
- Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas
- Lakukan breast care.
- Susukan bayi 2 – 3 jam sekali seusai keinginan bayi (on demand) dan pastikan perlekatan bayi
dan payudara ibu sudah benar
- Lakukan evaluasi selama 3 hari
Cara melakukan breast care sebagai berikut :
- Kompres payudara dengan menggunakan kain hangat selama 5 menit
- Urut payudara dari arah pangkal menuju puting
- Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak
- Kompres dingin dengan es pada payudara setelah ASI dikeluarkan

Abses, seroma dan hematoma pada luka perineum dan abdomen


Tanda dan gejala meliputi :

48
- Nyeri tekan pada luka disertai keluarnya cairan atau darah
- Eritema ringan di luar tepi insisi
Pengelolaannya meliputi :
- Bersihkan / kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti sehari 2 kali
- Jika di perineum maka dilakukan sitz bath dengan larutan antiseptik.
- Jika terdapat infeksi diberikan amoksisilin 500 mg / 6 jam dan metronidazole 500 mg / 8 jam
selama 5 hari.
- Jika infeksi sudah tenang dan luka masih terbuka dapat dilakukan penjahitan

Demam nifas, infeksi nifas dan sepsis puerperalis


Demam nifas adalah peningkatan suhu  38 C pada hari ke-2 sampai ke-10 postpartum dengan
melakukan pengukuran suhu melalui mulut sebanyak 4 kali sehari. Demam nifas merupakan salah
satu tanda infeksi nifas. Infeksi nifas adalah infeksi yang terjadi pada masa nifas yang meliputi
infeksi bakteri pada traktus genitalia dan mastitis atau abses payudara. Infeksi nifas dapat menjadi
sepsis puerperalis. Sepsis puerperalis adalah adanya tanda – tanda SIRS dan adanya infeksi nifas.
Tanda – tanda SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) bila memenuhi 2 atau lebih dari
hal – hal di bawah ini :
- Suhu < 36 C atau > 38 C
- Frekuensi jantung > 100 kali per menit
- Frekuensi nafas > 20 kali per menit
- Perubahan status mental
- Hiperglikemi pada pasien tanpa ada bukti DM
- Jumlah lekosit < 4000 atau > 20.000
Sepsis dapat jatuh pada kondisi severe sepsis dan syok sepsis. Severe sepsis adalah sepsis yang
disertai disertai dengan disfungsi organ seperti hipoksemia, asidosis, DIC, oliguri dan peningkatan
fungsi hepar. Syok sepsis adalah sepsis dengan tanda – tanda syok atau laktat > 4 mmol/L.
Faktor resiko infeksi nifas
Faktor resiko infeksi nifas terbagi atas :
1. Antepartum
- Obesitas
- Diabetes mellitus

49
- Anemi
- Leukorrhea
- Riwayat pelvis sebelumnya
- Amniosintesis
- Ketuban pecah dini
- Riwayat cerclage
- Malnutrisi
- Infeksi saluran kencing
- Usia muda
- Nullipara
- Sosial ekonomi kurang
- Penggunaan steroid jangka panjang
- Infeksi kronis
2. Intrapartum
- Pemeriksaan dalam vagina > 5kali
- Persalinan lama
- Bedah sesar
- Perdarahan ante partum
- Pemasangan kateter
- Air ketuban keruh / bercampur mekoneum
- Manual plasenta
- Korioamnionitis
- General anesthesi
3. Postpartum
- Plasenta restan
- Perdarahan post partum
- Lecet pada payudara selama menyusui
- Trauma di vagina
Faktor resiko yang paling tinggi insiden menyebabkan infeksi nifas adalah bedah sesar.
Etiologi infeksi nifas
Infeksi dan sepsis disebabkan infeksi polibakterial meliputi bakteri aerob, anaerob dan lainnya.

50
- Bakteri aerob
Gram positif : group A, B dan D sterptococcus, enterococcus, staphylococcus aureus,
staphylococcus epidermidis dan gardnerella vaginalis.
Gram negatif : eschercia coli, klebsiella dan proteus species.
- Bakteri anaerob :
Peptostreptococcus, peptococcus species, clostridium, bacteroides, fusobacterium species
dan mobiluncus species.
- Lainnya : mycoplasma
Prevalensi bakteri resisten yang akhir – akhir ini meningkat adalah MRSA dan bakteri gram negatif
penghasil ESBL (extended spectrum beta lactamase). MRSA sering terjadi pada bedah sesar dan
sering berkembang menjadi pneumonia. Insiden sepsis tertinggi jika terkena infeksi GAS. Faktor
resiko terinfeksi GAS adalah ketuban pecah dini. Insiden tertinggi untuk menyebabkan mortalitas
ibu (mendekati 90%) dan janin (mendekati 50%) bila terkena infeksi GBS.
Patogenesis infeksi nifas
Bakteri (AGENT) yang merupakan flora normal di serviks dan vagina maupun bakteri akibat
proses persalinan akan masuk melalui port d’entre (trauma di vagina, luka insisi uterus,
episiotomi, placental site). Bakteri akan mengadakan inokulasi pada luka insisi uterus, placental
site, trauma vagina maupun episiotomi. Kondisi anaerob pada lokasi inokulasi tadi akan
menyebabkan pertumbuhan bakteri. Kondisi anaerob akan disebabkan adanya trauma
pembedahan, jahitan, kerusakan jaringan, lochea dan darah disertai dengan daya tahan tubuh ibu
yang rendah (HOST) maka akan menyebabkan infeksi nifas. Sehingga akan menyebabkan vulvitis,
vaginitis, servisitis, endometritis, parametritis dan peritonitis. Jika bakteri dan toksin masuk ke
pembuluh limfe dan darah maka akan terjadi septikemia.
Diagnosis infeksi nifas
Pengenalan gejala awal sangat diperlukan. Karena kondisi infeksi nifas dapat dengan cepat jatuh
pada kondisi sepsis puerperalis. Gejala dan tanda awal yang perlu diwaspadai adalah nyeri
abdomen, demam > 38 C dan takikardi (>90 kali per menit). Jika ditemukan hal tersebut maka
perlu dilakukan review ulang (anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang lanjutan) dan
pemberian antibiotik intravena.
Anamnesis dan pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk mengetahui tanda dan bahaya yang tersebut
di bawah ini :

51
- demam
- lochia berbau
- subinvolusi
- nyeri abdomen
- takikardi
- takipnea
- hipotensi
- tanda – tanda phlebitis
- edema
- luka episiotomi yang terinfeksi
- nyeri di suprapubik jika ada ISK atau pielonefritis
- tanda – tanda mastitis
Tujuan pemeriksaan penunjang lanjutan adalah sebagai berikut :
A. Untuk mengetahui perburukan infeksi nifas
- output urin
- pemeriksaan darah lengkap
- CRP
- Elektrolit
Pada kasus kecurigaan sepsis perlu ditambahkan
- Serum laktat
- Analisa gas darah
- Procalcitonin
B. Untuk mengetahui penyebab infeksi nifas
- Kultur darah
- Urinalisis
- Kultur urin
- Kultur atau swab vagina atau luka yang diduga terinfeksi
- USG untuk menganalisa sisa plasenta
- Pemeriksaan x foto toraks untuk menyingkirkan pneumonia
Kriteria diagnosis klinis untuk infeksi nifas bila memenuhi hal – hal di bawah ini :
- demam

52
- lekosistosis 15.000 – 30.000
- tanda dan gejala berdasarkan sumber infeksi
Diagnosis pasti infeksi nifas adalah kultur bakteri dari lokasi kecurigaan sumber infeksi.
Tanda dan gejala berdasarkan sumber infeksi :
- Endometritis : nyeri perut bagian bawah, lochea purulen/berbau, perdarahan pervaginam, uterus
tegang dan subinvolusi.
- Abses pelvik : nyeri perut bagian bawah, pembesaran perut bagian bawah dan pembengkakan
pada adneksa atau kavum douglas.
- Peritonitis : nyeri perut bagian bawah, bising usus tidak ada, rebound tenderness dan anoreksia.
- Mastitis : nyeri payudara, tegang, bengkak, ada inflamasi, kemerahan dengan batas yang jelas
pada satu payudara.
- Abses payudara : payudara tegang, padat, kemerahan, pembengkakan dengan adanya fluktuasi
dan mengalir nanah.
- Selulitis pada luka insisi episiotomi dan bedah sesar : nyeri pada luka, mengeras/indurasi dan
keluar pus kemerahan.
- Thromboflebitis / DVT : demam yang tinggi, menggigil, eritema, ketegangan dan membesar
pada satu sis ekstremitas inferior.
Pengelolaaan infeksi nifas
Pengelolaan umum
Jika ada demam pada masa nifas maka perlu dinilai apakah disebabkan oleh infeksi dari traktus
genitalia / payudara atau dari infeksi lain. Bila dari traktus genitalia maka merupakan infeksi nifas.
Demam nifas juga dinilai apakah tanda vital stabil atau tidak. Jika tidak stabil maka perlu
pengelolaan sepsis secara cepat (sepsis bundle) yang meliputi :
- pendekatan multidisplin
- pemberian cairan yang banyak
- antibiotik intravena spektrum luas
- pemberian tromboprofilaksis
- perawatan di ruang HCU
- mengontrol glukosa darah < 180 mg/dL
- pemberian proton pump inhibitor untuk pencegahan stress ulcer
- investigasi penyebab

53
Pilihan antibiotik empiris untuk sepsis puerperalis adalah :
- Meropenem 1 gram / 8 jam intravena
Antibiotik ini sesuai bakteri gram positif (staphyloccus dan streptococcus) dan gram
negatif (eschercia coli dan pseudomonas).
- Vancomycin 1 gram / 12 jam atau metronidazol 15 mg/kg BB pada dosis awal dilanjutkan
7.5 mg/kgBB setiap 6 – 8 jam
Antibiotik sesuai dengan bakteri anaerob dan MRSA.
Jika sepsis ditemukan pada kondisi antepartum dan akan dilakukan bedah sesar maka pilihan
anestesi nya adalah general anestesi, tidak diperkenankan menggunakan spinal / epidural.
Penangan nyeri pasca operasi pada sepsis tidak boleh diberikan NSAID karena akan menyebabkan
bakteri mengivasi lebih luas, terutama GAS.
Jika stabil maka diperlukan pengelolaan sebagai berikut :
- pemberian cairan rumatan
- antibiotik
- pemberian tromboprofilaksis
- investigasi penyebab
Pemberian antibiotik empiris untuk demam nifas (yang disertai tanda – tanda awal infeksi nifas)
dan infeksi nifas adalah :
- Ampisilin 2 gr per 4 jam
Ampisilin sesuai untuk GAS, GBS, eschercia coli dan beberapa bakteri anaerob
- Gentamisin 1.5 mg/kg BB setiap 8 jam jika fungsi ginjal baik
Ampisilin sesuai untuk MRSA dan staphylococcus aureus
- Metronidazole 15 mg/kg BB pada dosis awal dilanjutkan 7.5 mg/kgBB setiap 6 – 8 jam
atau klindamisin 900 mg per 8 jam
Klindamisin dan metronidazole sesuai untuk bakteri anaerob
Antibiotik diberikan minimal 3 hari. Karena 90% kasus akan mengalami respon yang baik setelah
pemberian terapi antibiotik 48 – 72 jam. Pasien dapat dipulangan setelah bebas demam 2 hari.
Pengelolaan khusus berdasar sumber infeksi : endometritis, mastitis, abses pelvik,
peritonitis
Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada uterus. Tanda dan gejala meliputi :

54
- Demam  38 C
- Nyeri perut bagian bawah
- Lochea yang berbau dan purulen
- Subinvolusi uterus
- Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok
Pengelolaan endometritis meliputi
- Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi, GDS dan analisis urin.
- Pemberian cairan intravena
- Pemberian antibiotik sampai 48 jam bebas demam atau selum dirujuk. Pilihan antibiotik adalah
ampisilin 1 gram per 6 jam IV, gentamisin 5 mg/kgBB IV dalam 24 jam dan metronidasole
500 mg per 8 jam IV.
- Bila ada tanda – tanda tetanus dapat diberikan vaksin TT.
Mastitis
Mastitis adalah inflamasi atau infeksi payudara. Tanda dan gejala mastitis adalah :
- Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah dan nyeri
- Dapat disertai demam > 38 C
- Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum
Pengelolaan mastitis meliputi :
- Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas
- Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang tidak sakit. Bila payudara
yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya
- Breast care jika ada bendungan
- Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri
- Berikan parasetamon 3 x 500 mg per oral
- Sangga payudara ibu dengan bebat ayau bra yang sesuai
- Lakukan evaluasi 3 hari
Abses pelvik
- Ibu posisi fowler. Bila ada tanda cairan bebas maka perlu dilakukan laparotomi.
Peritonitis

55
- Selang nasogastrik diperlukan bila perut kembung akibat ileus. Cairan isotonis diberikan
sebanyak 3000 mL. Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut bila terdapat kantong
abses.
Pencegahan
Upaya pencegahan infeksi nifas adalah :
- Antibiotik profilaksis dosis tunggal yang diberikan sevara intravena
Kasus yang memerlukan antibiotik profilaksis adalah
1. Partus spontan dengan derajat 3 -4
Antibiotik diberikan 30 menit sebelum tindakan dengan pilihan antibiotik cefazolin 1
gram IV atau amoxyclav atau cefuroxime ditambah dengan metronidazole 1 gram
(infusion atau per rektal)
2. Partus lama
Kemungkinan pola kuman enterobater, staplylococcus aureus, streptococcus dan
anaerob. Pilihan antibiotik ceftriaxone atau amoxyclav atau cefuroxime ditambah
dengan metronidazole. Diberikan segera setelah pasien datang
3. Ketuban pecah dini
Kemungkinan pola kuman gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis, fusobacterium
dan ureaplasma urealyticum. Pilihan antibiotik adalah cefazolin 1 gram dilanjutkan
eritromisin 4 x 500 mg per oral.
4. Ruptura uteri
Kemungkinan pola kuman dalah enterobacter sp, eschercia coli, staphylococcus aureus,
streptococcus dan bakteri anaerob maka diberikan amoxyclav atau cefazolin atau
cefuroxime pada 30 menit sebelum tindakan atau bila perlu dapat diberikan sampai
dengan 24 jam.
5. Bedah sesar atau caesaren hysterectomy
Kemungkinan pola kuman dalah enterobacter sp, eschercia coli, staphylococcus aureus,
streptococcus dan bakteri anaerob maka diberikan amoxyclav atau cefazolin atau
cefuroxime segera setelah klem tali pusat atau 30 menit sebelum operasi. Dosis ulangan
dapat diberikan bila lama operasi > 3 jam atau perdarahan > 1500 cc.
6. Manual plasenta

56
Kemungkinan pola kuman adalah GBS. Pilihan antibiotik adalah cefazolin atau
amoxyclav atau cefuroxime yang diberikan dalam 30 menit sebelum tindakan.
- Mengenali secara dini infeksi nifas dan sepsis puerperalis
- Hindari atau obati faktor resiko
- Hindari periksa dalam vagina > dari 5 kali pada ibu hamil yang mempunyai faktor resiko

4.2.5 Kelainan pada payudara selama menyusui


Retraksi putting
Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Jika retraksi tidak dalam, ASI dapat
diperoleh dengan menggunakan pompa. Jika putting masuk sangat dalam, usaha untuk
mengeluarkan putting dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan
Cracked nipple / putting lecet
Suatu kondisi dimana putting lecet. Bayi tetap disusui, jika nyeri dapat diberi pelindung (nipple
shield).

4.3 PENUTUP
4.3.1 Latihan
Nifas fisiologis
Seorang wanita G1 P1 A0 umur 28 tahun baru saja melahirkan 1 hari yang lalu. Saat Anda
melakukan kunjungan, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Pasien menanyakan
apakah perdarahan ini normal. Selain itu dia juga merasakan perutnya sedikit kram. Ibu juga
bingung bagaimana cara memberikan ASI karena saat ini ASI hanya keluar cairan jernih dan
tidak putih seperti susu.
Bagaimana Anda melakukan asuhan nifas dan konseling pada pasien ini ?

4.3.2 Rangkuman
Masa nifas merupakan masa yang dimulai dari kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas biasanya berlangsung selama 4 –
6 minggu. Fisiologis pada masa nifas terdiri dari perubahan vagina, perubahan uterus, involusi
uterus, afterpain, lochia, traktus urinarius, relaksasi dinding abdomen dan peritoneum, perubahan
darah dan cairan, penurunan berat badan, dan payudara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

57
dalam perawatan masa nifas yaitu mobilisasi ibu paska melahirkan, makanan cukup protein dan
cairan, kelancaran buang air kecil dan buang air besar, kenaikan suhu tubuh, perut terasa mules
karena kontraksi uterus, dan laktasi.
4.3.3 Tes formatif
1. Wanita 26 tahun P2A0 melahirkan bayi laki-laki dengan berat badan 2800 gram 10 jam
yang lalu masih dirawat di ruang bersalin. Keadaan umun dan tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan fisik apa yang didapatkan dari ibu tersebut?
a. Tinggi fundus uteri teraba dua jari dibawah pusat
b. Tinggi fundus uteri tidak teraba
c. Lochia alba
d. Striae gravidarum menghilang
e. Leukositopeni dan trombositopeni
2. Dalam perawatan masa nifas terdapat beberapa hal perlu diperhatikan adalah
a. Pilihan makanan yang rendah protein dan sedikit cairan
b. Mobilisasi ibu disarankan bertahap dilakukan untuk mencegah thrombosis dan
tromboemboli
c. Pemberiaan ASI disarankan pada pasien TB, DM berat, dan tifus abdominalis sesudah
persalinan
d. Penurunan suhu tubuh paska bersalin
e. Buang air besar baru dapat dilakukan setelah tujuh hari post partum
3. Informasi dan konseling perlu diberikan pada ibu dalam masa nifas, salah satunya adalah
konseling perawatan bayi dan pemberian ASI. Berikut merupakan cara perawatan bayi dan
pemberian ASI yang benar:
a. Perawatan tali pusat dalam keadaan lembab
b. ASI diberikan sesuai kebutuhan minimal setiap 6 jam mulai hari pertama
c. Tidak menjaga kebersihan bayi dengan mengganti popok dan selimut sesuai kebutuhan
d. Membawa bayi untuk imunisasi
e. Pantau suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusui kurang baik
4. Wanita datang dengan keluhan demam 8 hari, seminggu terakhir payudara terasa nyeri,
pasien melahirkan anak 2 minggu yang lalu dan aktif memberikan ASI kepada bayinya.

58
Pemeriksaan payudara kanan teraba hiperemis dan nyeri tekan (+). Apakah diagnosis yang
mungkin pada kasus?
a. Ginekomastia
b. Mastitis
c. Bendungan payudara
d. Kanker payudara
e. Abses payudara
5. Wanita 34 tahun P3A0 datang dengan keluhan nyeri perut bawah disertai keluar lendir
darah. riwayat melahirkan 2 minggu yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 22x/menit, suhu 38,1 C. Pemeriksaan bimanual tinggi
fundus uteri 1 jari di bawah pusat, nyeri saat digerakan, ostium uretra uretra terbuka 1 cm.
Apakah diagnosis?
a. Prolaps uteri
b. Myoma uteri
c. Endometritis
d. Inversia uteri
e. Rupture uteri
4.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan benar, maka
mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
4.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok bahasan lain
sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan mempelajari materi kembali.
4.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. A 2. B 3.E 4. B 5. C

4.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. The Puerperium.
In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.

59
b) WHO. WHO recommendations on Postnatal care of the mother and newborn [Internet]. 2013
[cited 2015 Jan 19]. Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/97603/1/9789241506649_eng.pdf
c) Hadijono S. Asuhan nifas normal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G,
penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-5. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2015
d) Materi pelatihan pelayanan nifas. Kementrian Kesehatan 2016.
e) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.

60
BAB V
KELAINAN PADA KEHAMILAN :
A. ANEMI DEFEISIENSI BESI
B. INFEKSI PADA KEHAMILAN
C. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN TRIMESTER 1
D. PERDARAHAN ANTEPARTUM
E. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
F. IUGR
G. PREEKLAMPSIA
ANEMI DEFISIENSI BESI

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Kehamilan merupakan salah satu kondisi rawan terjadi anemi defisiensi besi
(ADB). Menurut WHO tahun 2008, kasus ADB di Indonesia mencapai 63,5%.
Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2010, angka ADB sebesar 40,1 %. Menurut
riskesdas 2013 terdapat 37,1 % ibu hamil dengan ADB. Proporsi kejadian di perkotaan
(36,4%) hampir sama dengan di pedesaan (37,8%). Kejadian ADB ini berkaitan
dengan kurangnya asupan makanan bergizi dan kurangnya kesadaran mengkonsumsi
tablet besi. Target cakupan pemberian 90 tablet tambah darah pada ibu hamil untuk
tahun 2014 adalah sebesar 95 %. Namun cakupan nasional hanya 85,1 % dan hanya
provinsi Bali yang mencapai target.

5.1.2 Relevansi
Materi kuliah ini berhubungan dengan antenatal care standar

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 4A yaitu
mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengelolaan anemia defisiensi besi secara
mandiri dan tuntas. Pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan :
a. Definisi anemi dalam kehamilan
b. Faktor resiko anemi dalam kehamilan
c. Patogenesis anemi dalam kehamilan
d. Jenis anemi dalam kehamilan
e. Diagnosis dan penatalaksanaan anemi defisiensi besi dalam kehamilan

5.1.4 Petunjuk belajar


Mahasiswa dapat belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada
manekuin di skill station berdasarkan daftar tilik sebelum menghadapi kasus nyata.

5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi

62
Anemi defisiensi besi (ADB) adalah suatu kondisi dimana terdapat
kekurangan hemoglobin akibat zat besi. WHO memberi batasan anemi dalam
kehamilan bila kadar hemoglobin ≤ 11 gr/dL.CDC (Centre for disease and control
prevention) membagi batasan anemi berdasarkan umur kehamilan yakni pada
trimester I dan III bila kadar hemoglobin < 11 gr/dL dan pada trimester II bila < 10,5
gr/dL.

5.2.2 Faktor resiko


Faktor resiko yang perlu dianalisa pada kunjungan antenatal adalah :
- diet rendah zat besi, B12 dan asam folat
- kelainan gastrointestinal
- penyakit kronis
- riwayat keluarga

5.2.3 Patogenesis
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah yang mulai meningkat
pada umur kehamilan 6 minggu. Rata – rata peningkatan sebesar 40 – 50%.
Peningkatan eritrosit mulai lebih lambat dibandingkan dengan cairan plasma yakni
mulai umur kehamilan 10 minggu. Jumlah peningkatan eritrosit yang lebih kecil
daripada volume plasma itulah yang menyebabkan terjadinya anemi fisiologis selama
kehamilan. Oleh karena terjadi peningkatan jumlah eritrosit maka kebutuhan besi
meningkat selama kehamilan. Selain itu, besi diperlukan juga untuk perkembangan
fetus dan plasenta. Bila intake kurang maka akan menyebabkan anemi.

5.2.4 Diagnosis
A. Bila ada pemeriksaan MCV, MCH dan ferritrin
Skrining anemi adalah pemeriksaan hemoglobin pada kunjungan pertama.
Bila kadar hemoglobin rendah maka diperlukan pemeriksaan MCV dan MCH. Bila
MCV dan MCH menunjukkan mikrositik hipokromik maka diperlukan pemeriksaan
ferritrin untuk mengetahui kemungkinan anemi disebabkan oleh defisiensi besi.
Kriteria diagnosis ADB adalah
- Anemi hipokromik mikrositik
- Kadar ferritrin < 15 ng/ml
B. Bila tidak ada pemeriksaan MCV, MCH dan ferritrin

63
Namun bila tidak ada pemeriksaan MCV, MCH maupun ferritrin maka
diagnosis ADB berdasarkan adanya respon pengobatan terhadap pemberian suplemen
besi. Dosis elemental iron untuk terapi adalah 60 – 120 mg/hari. Setelah pengobatan
5 – 10 hari akan dijumpai peningkatan retikulosit dan kadar hemoglobin maka
diagnosis ADB dapat ditegakkan.

5.2.5 Pengelolaan
A. Terapi preventif
Menurut WHO, dosis untuk pemberian universal adalah 60 mg elemental iron
selama 6 bulan bila prevalensi anemi < 40 %. Bila prevalensi anemi > 40 % maka
suplemen besi diteruskan sampai 3 bulan postpartum. Menurut CDC (The centers for
disease control and prevention) merekomendasikan dosis 30 mg.
B. Terapi kuratif
ADB biasanya diobati dengan obat oral. Tujuan pemberian obat tablet besi
adalah untuk memperbaiki kadar hemoglobin dan simpanan besi. Dosis elemental iron
untuk terapi adalah 60 – 120 mg/hari dan 250 ug asam folat (kandungan elemental
iron pada suplemen besi dapat dilihat di tabel 1). Setelah pengobatan 5 – 10 hari
dijumpai peningkatan retikulosit dan kadar hemoglobin maka terapi dilanjutkan
selama 4 minggu. Monitor hemoglobin dalam 4 minggu. Jika hemoglobin naik ≥ 1
g/dl maka lanjutkan pengobatan selama 2 bulan kemudian. Jika hemoglobin tidak
meningkat maka pasien dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi untuk mencari
penyebab anemia.
Setelah kadar hemoglobin tercapai maka dosis dapat diturunkan menjadi 30
mg/hari. Selain pengobatan medikamentosa juga diperlukan peningkatan pengetahuan
makanan yang mengandung zat besi dalam kadar tinggi dan perlu diberikan vitamin
C atau riboflavin untuk meningkatkan absorbsi besi. Lakukan penilaian pertumbuhan
dan kesejahteraan janin dengan memantau pertambahan TFU.
Suplemen besi Elemental iron
Ferrous sulphate 325 mg 60 – 65 mg
Ferrous fumarate 325 mg 107 mg
Ferrous gluconate 325 mg 37 – 39 mg

5.2.6 Komplikasi
A. Komplikasi pada ibu
- Perdarahan post partum
- Persalinan lama
64
- Penyakit kardiovaskuler
B. Komplikasi pada janin
- Pertumbuhan janin terhambat
- Prematuritas
- IUFD
- Anemi postnatal
- Penyakit kardiovaskuler setelah tumbuh dewasa

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
Ny. A 30 tahun hamil 24 minggu G2P0A0 datang untuk memeriksakan kehamilannya.
Ny A mengeluhkan lemas sejak 2 bulan, mual, merasa berkunang-kunang dan sakit
kepala. Selama kehamilan sekarang pasien mengaku kurang makan karena mual.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan wasir sebelum kehamilan disangkal.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal sedangkan pemeriksaan fisik
didapatkan kojungtiva anemis, dan wajah pucat.
Pemeriksaan apa yang anda perlukan untuk menegakkan diagnosis dan
bagaimana tata laksana serta edukasi pada pasien ini ?
5.3.2 Rangkuman
Anemi defisiensi besi masih merupakan permasalahan di Indonesia. Oleh karena
komplikasi yang ditimbulkan dari anemi defisiensi besi dapat dicegah maka perlu
skrining untuk setiap wanita hamil.
5.3.3 Tes formatif
1. Seorang wanita, 32 tahun, G2P1A0, hamil 14 minggu. Hb 10 g/dl,
pemeriksaan MCV dan MCH menunjukkan mikrositik hipokromik dan kadar
ferritin 12 ng/ml. Apakah diagnosis dari pasien tersebut?
a. Anemia Defisiensi Besi
b. Anemia Megaloblastik
c. Anemia aplastik
d. Anemia sel sabit
e. Talasemia
2. Seorang wanita, 32 tahun, G2P1A0, hamil 14 minggu. Hb 10 g/dl,
pemeriksaan MCV dan MCH menunjukkan mikrositik hipokromik dan kadar
ferritin 12 ng/ml. Apakah yang seharusnya diberikan kepada pasien ini?

65
a. Beri Fe elemental 120 mg/hari
b. Beri Fe elemental 30 mg/hari
c. Beri vitamin C
d. Menyarankan diet makanan yang mengandung banyak Fe
e. Beri Asam folat
3. Pada kasus di atas termasuk anemia dalam kehamilan, hal ini dikarenakan
kadar hemoglobin dalam darah sebagai berikut…
a. Hb < 12 g/dl
b. Hb < 11,5 g/dl
c. Hb < 11 g/dl
d. Hb < 10,5 g/dl
e. Hb < 10 g/dl
4. Kriteria diagnosis untuk tipe anemia dalam kehamilan pada kasus diatas
adalah sebagai berikut
a. Pemeriksaan MCV dan MCH menunjukkan makrositik
b. Pemeriksaan MCV dan MCH menunjukkan normositik normokromik
c. Kadar feritin < 20 ng/ml
d. Kadar feritin < 15 ng/ml
e. Kadar feritin > 15 ng/ml
5. Komplikasi yang terjadi pada janin apabila selama kehamilan ibu mengalami
Anemia adalah sebagai berikut
a. Oligohidramnion
b. Pertumbuhan janin terhambat
c. Serotinus
d. Asfiksia berat
e. Perdarahan post parum
5.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif

66
1. A 2. A 3. D 4. D 5. B

5.4 DAFTAR PUSTAKA


Harper JL. Iron Deficiency Anemia treatment and management [Internet]. 2016 [cited
2015 Nov 15]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/202333-
treatment

67
INFEKSI PADA KEHAMILAN

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Infeksi pada kehamilan yang jatuh pada kondisi sepsis merupakan salah satu
penyebab utama kematian ibu di Indonesia.

5.1.2 Relevansi
Bab ini akan membahas mengenai definisi, faktor resiko, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, pengelolaan, dan komplikasi. Pengetahuan ini dapat
digunakan oleh mahasiswa untuk pengelolaan pasien infeksi pada kehamilan saat
nanti menghadapi kasus nyata.

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B yaitu
mahasiswa diharapkan mampu menegakkan diagnosis klinis dan penatalaksanaan
awal pada keadaan gawat darurat infeksi pada kehamilan. Pada akhir perkuliahan
mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan pada :
a). Kehamilan dengan infeksi TORCH
b). Kehamilan dengan infeksi Hepatitis B
c). Kehamilan dengan infeksi malaria
d). Kehamilan dengan bakterial vaginosis

5.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus infeksi dalam
kehamilan sebelum menghadapi kasus nyata.

5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Kehamilan dengan infeksi TORCH
5.2.1.1 Toxoplasma
5.2.1.1.1 Definisi
Merupakan penyakit infeksi protozoa sistemik yang apabila didapatkan seropositif
tinggi setelah dilakukan skrining maka diperlukan terapi sedangkan bila didapatkan
seropositif rendah maka dilakukan pencegahan.

68
5.2.1.1.2 Faktor resiko
- Konsumsi daging mentah / kurang matang (kista)
- Konsumsi buah/sayur mentah yang tidak dicuci bersih (ookista)
- Kontak dengan benda yang tercemar (ookista)
- Janin yang terinfeksi dari ibu

5.2.1.1.3 Etiologi
Protozoa Toxoplasma Gondii

5.2.1.1.4 Patogenesis
Penularan toxoplasmosis melalui makanan mentah atau air minum yang tercemar.
Stadium toksoplasma adalah kista pada jaringan, takizoit, maupun bradizoit. Wanita
hamil dengan toksoplasmosis maka dapat terjadi transmisi toksoplasmosis pada
janinnya sebesar 50%.

5.2.1.1.5 Diagnosis
Manifestasi Klinis:
- Pada wanita hamil  gejala tidak khas ( flu like syndrome, pembesaran KGB )
- Pada janin  dapat tanpa gejala sama sekali / dijumpai tanda-tanda hydrocephalus,
hyperechoic bowel, pertumbuhan janin terhambat.
USG Prenatal diperoleh: kalsifikasi intracranial, hidrosefalus, asites, atrofi otak, efusi
perikardial / pleural, hidranencefali, dan penebalan plasenta.
Dalam menegakkan diagnosis infeksi akut pada ibu hamil dengan menggunakan IgM
toxoplasma, jika Ig M + dilanjutkan aviditas IgG (hasil aviditas Ig G rendah – infeksi
akut). Diagnosis toksoplasmosis melalui pemeriksaan serologi dengan ELISA.
Pemeriksaan PCR untuk mendeteksi Toksoplasma. Deteksi toksoplasmosis
kongenital dengan pemeriksaan cairan amnion menggunakan PCR.

5.2.1.1.6 Pengelolaan
Terapi toxoplasmosis berupa antibiotik spiramisin 3 x 500 mg selama kehamilan
(untuk mengurangi transmisi sebesar 70%).

5.2.1.1.7 Komplikasi
Transmisi infeksi akut ke janin sebesar 50%, dengan manifestasi berupa abortus,

69
IUGR, dan kelainan kongenital seperti hidrocephalus, atrofi otak, hidrancefali,
korioretinitis, pengapuran otak, ascites, efusi pericardium/pleural, penebalan plasenta.

5.2.1.2 Rubella
5.2.1.2.1 Definisi
Rubella merupakan togavirus dengan untaian tunggal RNA pada intinya.

5.2.1.2.2 Faktor resiko


- Kontak saluran pernafasan
- Kontak janin terinfeksi ibu

5.2.1.2.3 Etiologi
Togavirus dengan untaian tunggal RNA

5.2.1.2.4 Patogenesis
Manusia sebagai satu-satunya host alamiah dari virus rubella. Penularan virus melalui
inhalasi droplet dari saluran nafas penderita. Masa inkubasinya selama 2-3 minggu
sampai menimbulkan gejala.

5.2.1.2.5 Diagnosis
Manifestasi klinis pada ibu berupa demam dan kelemahan ringan, sakit kepala,
mialgia, pilek, poliartritis, limfadenopati, eritema palatum dan tenggorok, ruam
makulopapular merah jambu pada muka, leher, kepala, dada, ekstremitas yang timbul
dengan cepat (2-3 hari untuk setiap area).
USG prenatal didapatkan Mikrosefali, kista subependimal di nukleus kaudatus,
daerah striotalamik dan fokus ekhogenik di basal ganglia.
Diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium  konfirmasi kasus-kasus infeksi subklinik dan klinik
- Tes serologi  infeksi baru / respons imunitas. Diagnosis infeksi akut pada ibu
hamil dengan pemeriksaan IgM Rubella.
- Tes aglutinasi dan enzim immunoassay komersial  lebih murah dan mudah

5.2.1.2.6 Pengelolaan
Terapi pada ibu hamil berupa terapi suportif dan terapi pada bayi diberikan segera
setelah lahir. Sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin MMR
70
tetapi pada ibu hamil tidak boleh dilakukan.

5.2.1.2.7 Komplikasi
Transmisi infeksi akut terutama saat usia kehamilan 8 – 10 minggu, menimbulkan
manifestasi pada bayi berupa congenital rubella syndrome, microsefali, kista dan
fokus ekogenik di cerebrum, ensefalitis, trombositopeni, otitis media-tuli, kelainan
jantung, hati dan paru, IUGR.

5.2.1.3 Cytomegalovirus
5.2.1.3.1 Definisi
Penyakit yang oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau
infeksi pada usia anak. Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV
selama kehamilan.

5.2.1.3.2 Faktor resiko


- Kontak langsung/ tidak langsung
- Hubungan seksual
- Transfusi darah, tranplantasi organ
- Kontak janin terinfeksi ibu
- Kontak bayi terinfeksi saat lahir/menyusui

5.2.1.3.3 Etiologi
Cytomegalovirus

5.2.1.3.4 Patogenesis
Virus disekresi melalui air liur, urin, cairan selaput lendir kelamin, dan air susu.
Infeksi dapat terjadi pada saat bayi dilahirkan karena kontak dengan sekret genital
ibunya. Infeksi terjadi melalui kontak langsung misalnya antar anggota keluarga dan
pada mereka dengan higiene yang tidak baik atau ditempat pinitipan anak yang
kemudian besar kemidan akan timbul gejala pada usia puberitas.

Virus DNA akan memasuki sel penjamu dan dapat menetap dalam waktu yang
lama ( periode latent). Di dalam periode latent tersebut sekali-sekali CMV mengalami
reaktivasi dan virus akan muncul didalam air liur dan urine. Rektivasi ini sering
asimptomatis akan tetapi tetap memiliki potensi untuk menularkan kepada orang lain.
71
Reaktivasi dapat pula terjadi secara vertikal ke janin. Hal ini tidak sesuai prinsip
imunitas, padahal wanita ini sudah memiliki imunitas sebelum terjadinya kehamilan.
Penularan kepada bayi yang dikandung biasanya melalui infksi primer pada ibu. Dan
biasanya pada ibu dengan sosek rendah yang sebelumnya terinfeksi sebelum usia
anak-anak. Penjamu yang sudah imun dapat terreineksi dengan strain yang sama
maupun berbeda.

Infeksi kongenital. Infeksi terjadi hematogen menyebar melalui plasenta ke janin.


Infeksi dapat terjadi disegala waktu sepanjang kehamilan. Sekuele yang berat terjadi
bila infeksi pada ibu terjadi primer di trimester I, kelainan fungsi terjadi bila infeksi
primer ibu terjadi dekat dengan persalinan ( hepatitis, trombositopenia dan pneumonia
). Infeksi rekuren tidak menyebabkan sekuele segera. Infeksi ini disebut juga inklusi
sitomegalik, menimbulkan vilitis dan kemudian masuk kejanin mengakibatkan suatu
sindrome yaitu berat lahir rendah, tuli, mikrosephali, hepatosplenomegali, kalsifikasi
intrakranial, korioretinitis, retardasi mental dan motorik.

Infeksi rekuren. Rekuensi ialah reaktivasi dari stadium laten atau terjadinya
reinfeksi. Pada orang dewasa rekurensi jarang terjadi walaupun beberapa kasus
seropositif mengsekresi virus dari saliva atau urine pada kesempatan tertentu.
Biasanya infeksi berasal dari satu strain apabila strainnya jelas melakukan reinfeksi
pada saat tertentu. Sekali infeksi rekuren terjadi, CMV dapat menghindarkan diri dari
imunitas humoral dengan cara mengadakan penyebaran dari sel ke sel. Sel yang
terinfeksi dengan cepat membentuk protein virus CMV spesifik.

5.2.1.3.5 Diagnosis
- Manifestasi Klinik
Pada wanita sehat dengan kehamilan atau imunokompeten yang terkena infeksi CMV
tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Pada infeksi CMV kongenital simptomatik
yaitu retardasi pertumbuhan intrauterin, kuning, hepatosplenomegali, asites, petekie
atau purpura, pneumonitis, trombositopenia, hepatitis, hiperbilirubinemia direk dan
anemia hemolitik
- Diagnosis :
a. Pada skrining ibu hamil  pemeriksaan serologi, digunakan kombinasi anti CMV
IgG dan anti-CMV IgM pada ibu hamil kurang dari 12 minggu
b. Diagnosis pada Janin

72
Pemeriksaan yang bersifat invasif seperti amniosintesis (kehamilan 21-23
minggu) / yang tidak invasif seperti USG (kehamilan minggu 21-22 dan 29-32).
Deteksi virus dengan pemeriksaan DNA kualitatif menggunakan metode PCR.
Deteksinya anti-CMV IgM pada bayi baru lahir sebagai petunjuk diagnostik infeksi
CMV kongenital
c. USG Prenatal
Didapatkan kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, hidrosefali, hipoplasi serebelum,
pelebaran sisterna magna, lisensefali, kista paraventrikuler, dan lesi iskemik destruktif
seperti porensefali, hidranensefali dan polimikrogyria.

5.2.1.3.6 Pengelolaan
Terapi pada ibu hamil berupa terapi suportif, ganciclovir, cidofovir dan foscarnet dan
terapi pada bayi diberikan segera setelah lahir. Sedangkan untuk pencegahan dapat
dilakukan dengan vaksin MMR tetapi pada ibu hamil tidak boleh dilakukan.

5.2.1.3.7 Komplikasi
Manifestasi pada bayi beruapa mirosefali, hidrosefalus, ikterik, hepatosplenomegali,
ascites, petechiae, purpura, pneumonitis, trombositopeni, anemia hemolitik, IUGR.

5.2.1.4 HSV 2
5.2.1.4.1 Definisi
Infeksi virus herpes simpleks 2 adalah infeksi pada daerah genitalia dan sekitasrnya
yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) 2.

5.2.1.4.2 Faktor resiko


Faktor resiko HSV 2 adalah status imun rendah dan multipartner seksual

5.2.1.4.3 Etiologi
Herpes Simpleks Virus 2

5.2.1.4.4 Patogenesis
Transmisi virus dari ibu ke janin/bayi adalah pada masa dalam kandungan
(intrauterine), menjelang kelahiran (perinatal) atau sesudah lahir (postnatal) melalui
air susu ibu, lesi mulut atau tangan atau alat dari orang yang menderita herpes
73
simpleks.

5.2.1.4.5 Diagnosis
- Paling sederhana : tes Tzank yang di warnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright
- Pemeriksaan ELISA  antibodi HSV  sensitifitas tinggi
- Pemeriksaan IgM dan IgG  infeksi akut atau kronik dari penyakit herpes genitalis
- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)  paling dianjurkan

5.2.1.4.6 Pengelolaan
Terapi pada ibu hamil berupa terapi asiklovir 5 x 200 mg selama 5 - 7 hari dan terapi
pada bayi diberikan segera setelah lahir.

5.2.1.4.7 Komplikasi
Komplikasi pada bayi berupa abortus, prematur, mikrosefali, kelainan jantung,
hidrosefalus, dan hepatosplenomegali

5.2.2 Kehamilan dengan infeksi Hepatitis B


5.2.2.1 Definisi
Hepatitis B merupakan penyebab terbanyak jaundice pada kehamilan. Prevalensi
HBsAg di Indonesia tinggi. Penularan ke janin/neonatal beresiko 95% menjadi infeksi
kronis HBV dimana 1-12% per tahun akan menjadi sirosis atau 0,5% per tahun
menjadi Hepato Carcinoma Cellular. Screening tidak diperlukan pada ibu hamil
dengan Anti HBs > 10 iu, (diperlukan booster apabila vaksinasinya sudah >10 tahun;
alami tidak perlu vaksinasi ulang). Penularan HBV 100 kali lebih poten dibandingkan
HIV.

5.2.2.2 Faktor resiko


Pasien beresiko tinggi terinfeksi HBV adalah orang kesehatan, orang dengan
pasangan terinfeksi, sehingga dianjurkan untuk imunisasi sebelum hamil.

5.2.2.3 Etiologi
Virus Hepatitis B

5.2.2.4 Patogenesis
Penularannya melalui pemakaian jarum suntik, produk darah, kontak langsung
melalui mukosa dengan cairan tubuh. Gejala dan tanda berupa malaise, demam,
74
jaundice, artritis, urtikaria, dan glomerulo nefritis. Penularan bayi melalui persalinan
pervaginam sebanyak 25% dan melalui seksio sesarea 10%, dengan tersedianya
imunisasi profilaksis maka seksio sesarea bukan dianjurkan untuk pencegahan
penularan tersebut.

5.2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium serologi dijumpai 6-7 minggu, bila infeksi berat bisa
dijumpai + 2 minggu sesudah terpapar. Infeksi HBV ditandai dengan dijumpai
antibodi terhadap : Surface komponen (HBsAg), Core DNA (HBcAg), dan Enzim
komponen (HBeAg). Bila HbsAg positip, dilanjutkan dengan pemeriksaan HBe Ag
dan HBe Ab.

5.2.2.6 Pengelolaan
Janin yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, dianjurkan untuk mendapat
kombinasi terapi HBIG dan vaksinasi terhadap HBV. Vaksinasi diberikan segera dan
1 bulan dan 6 bulan kemudian. Bayi yang mendapat kombinasi terapi boleh minum
ASI. Pada ibu diperlukan imunisasi sebelum hamil dengan dosis pada dewasa
biasanya 20 μg im dalam (di bagian deltoid atau paha anterior, bukan bokong)
diberikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.

5.2.2.7 Komplikasi
Resiko pada janin melalui transplacental sangat jarang tetapi dijumpai 5%-15% dari
hepatitis kronis aktif. Resiko infeksi perinatal terutama sewaktu proses persalinan dan
masa neonatal. HBe Ag dan status HBe Ab sangat berhubungan dengan penularan
secara vertikal pada bayi sampai berumur 18 bulan. Besarnya resiko tergantung
jumlah HBV DNA yang dijumpai dalam darah ibu. Infeksi kronis bisa berkembang
jadi carcinoma Hepatoseluler.

5.2.3 Kehamilan dengan infeksi malaria


5.2.3.1 Definisi
Malaria merupakan infeksi parasit lebih sering dan rumit selama kehamilan. Di daerah
endemis malaria, malaria selama kehamilan menjadi penyebab kasus 15% dari anemia
pada ibu, 8–14% berat badan lahir rendah, dan 3–8% kematian bayi.

5.2.3.2 Faktor resiko


75
Keadaan yang mempengaruhi kejadian malaria pada ibu hamil. Kekebalan
terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria yaitu tempat
wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu Stable
transmission / transmisi stabil, atau endemik dan Unstable transmission /transmisi
tidak stabil, epidemik atau non-endemik. Orang-orang yang berada di daerah
transmisi stabil akan terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan
nyamuk infektif setiap bulannya sehingga imunitas yang terbentuk cukup signifikan
untuk bertahan dari serangan parasit malaria. Orang yang berada di daerah Unstable
transmission, epidemik atau non-endemik jarang terpapar malaria dan hanya
menerima rata-rata kurang dari 1 gigitan nyamuk infektif/tahun. Ibu hamil yang
menderita malaria berat di daerah ini memiliki risiko kemungkinan fatal lebih dari 10
kali dibandingkan ibu tidak hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.
Wanita hamil lebih rentan terkena malaria dibandingkan dengan wanita yang
tidak hamil. Kerentanan ini semakin tinggi pada kehamilan pertama dan kedua.
Kerentanan terhadap malaria ini berhubungan erat dengan proses imunologi dan
perubahan hormonal di masa kehamilan. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit
banyak ditemukan di daerah intervillus plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan
supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan
dengan keberadaan fetus sebagai “benda asing” di dalam tubuh ibu. Supresi sistim
imun selama kehamilan terjadi karena perubahan hormonal terutama hormon
progesteron dan kortisol. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen.

5.2.3.3 Etiologi
Malaria yang disebabkan oleh empat spesies plasmodium yang mengenai manusia,
vivax, ovale, malariae dan falciparum. Plasmodium falciparum yang paling
mematikan. Penularannya melalui nyamuk Anopheles betina.

5.2.3.4 Patogenesis
Malaria ditularkan ketika nyamuk yang mengandung plasmodium menghisap
darah manusia sehingga terjadi perpindahan sporozoit plasmodium dari air ludah
nyamuk ke jaringan kapiler darah manusia. Dalam beberapa jam parasit akan
berpindah ke hati dimana selanjutnya mengalami siklus dan replikasi sebelum
dilepaskan kembali kedalam darah manusia. Periode inkubasi dimulai dari terjadinya

76
gigitan nyamuk sampai munculnya gejala, biasanya 7 sampai 30 hari. Gejala yang
terjadi demam, sakit kepala, mual, muntah dan mialgia. Bersamaan dengan terjadinya
siklus parasitemia didalam darah penderita akan sering mengalami gejala setiap 2 atau
3 hari sekali, tergantung pada jenis plasmodium yang menginfeksi.
Pada saat sporozoit masuk kedalam hati dia akan memperbanyak diri
kemudian masuk kedalam aliran darah dalam bentuk merozoit. Merozoit akan masuk
kedalam eritrosit dimana sel darah yang terinfeksi di fagosit oleh limpa. Gejala
malaria terutama disebabkan oleh terserangnya eritrosit serta respon inflamasi oleh
tubuh. Infeksi malaria menyebabkan terjadinya sintesis immunoglobulin, bahkan pada
P,falciparum membentuk immunoglobulin komplek dan meningkatnya produksi
tumor nekrosis faktor. P,falciparum menyebabkan sitoadheren eritrosit pada dinding
vaskuler yang kemudian mencetuskan terjadinya sequestran sel terinfeksi pada
jaringan pembuluh darah perifer yang pada akhirnya merusak organ apakah akibat
perdarahan maupun infark. Fagositosis sel darah terinfeksi berguna untuk
menghilangkan infeksi namun juga berperan dalam terjadinya anemia dan defisiensi
asam folat.
Wanita hamil memiliki resiko terserang malaria falciparum lebih sering dan
lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi
parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit
dibagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim
imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan
fetus sebagai benda asing di dalam tubuh ibu. Supresi sistim imun selama kehamilan
berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progresteron yang
meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap
stimulasi antigen.

5.2.3.5 Diagnosis
Gejala malaria biasanya berlangsung antara hari ke tujuh sampai hari ke lima
belas setelah terjadi inokulasi oleh nyamuk. Tanda dan gejala malaria bervariasi, akan
tetapi umumnya sebagian besar pasien akan menderita demam. Biasanya ditandai
dengan serangan yang berulang dari menggigil, demam tinggi, dan berkeringat pada
saat turunnya demam, perasaan tidak nyaman dan malaise.
Tanda dan gejala lainnya adalah sakit kepala, mual, muntah dan diare. Malaria
harus dicuragai pada setiap pasien demam yang tinggal atau bepergian pada daerah

77
endemik dan harus dipertimbangkan differensial diagnosis dari pasien demam yang
tidak diketahui sebabnya (fever unknown origin). Sebagian besar pasien yang
terinfeksi P,falciparum yang tidak diterapi dapat dengan cepat terjadinya coma, gagal
ginjal, udem pulmonal dan bahkan kematian. Disfungsi cerebral merupakan
manifestasi berat yang paling banyak dijumpai terutama disebabkan oleh
P,falciparum. Gejalanya terjadi secara bertahap hingga coma yang dapat disertai
dengan kejang umum. Beberapa hipotesis menjelaskan proses penyakit ini karena
adanya pengumpalan atau obstruksi pembuluh darah cerebral sehingga terjadi
kerusakan endotel vaskuler yang mengakibatkan edema cerebral.
Diagnosis dapat ditegakkan apabila didapatkan parasit pada pemeriksaan apus
darah tepi dengan mikroskop atau hasil positif pada pemeriksaan rapid diagnostic test
(RDT). Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat adalah pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, hitung jumlah leukosit dan trombosit, kimia darah lain ( gula darah, serum
bilirubin, SGOT, SGPT, albumin/globulin, alkali fosfatase, ureum, kreatinin, analisis
gas darah, laktat), dan urinalisis.

5.2.3.6 Pengelolaan

Penanganan malaria dalam kehamilan dibedakan berdasarkan usia kehamilan /


trimester kehamilan:

a. Uncomplicated: Pada Trimester 1 adalah Kina, pada Trimester 2 -3 : ACT


(artemisin based combination therapy). Primakuin tidak diberikan.
b. Severe: Pada Trimester 1 : Kina injeksi dan pada Trimester 2-3 : Artemeter
atau Artesunate injeksi

5.2.3.7 Komplikasi

Komplikasi pada ibu di daerah endemik adalah anemia, demam, dan


sekuestrasi plasenta sedangkan di daerah non-endemik adalah risiko kematian lebih
tinggi, anemia, hipoglikemia, edema paru, gagal ginjal.

Komplikasi pada janin di daerah endemik berupa berat badan lahir rendah,
IUGR sedangkan di daerah non-endemik adalah aborsi, persalinan prematur, malaria
kongenital dan berat badan lahir rendah

5.2.4 Kehamilan dengan bakterial vaginosis


78
5.2.4.1 Definisi
Bakterial vaginosis adalah peradangan pada vagina akibat pertumbuhan berlebihan
dari satu atau lebih bakteri yang pada keadaan normal ditemukan pada vagina.

5.2.4.2 Faktor resiko


- Pasangan seksual multiple
- Diabetes mellitus
- Penggunaan kortikosteroin dalam jangka waktu lama misal pada pasien hamil
dengan SLE
- Kebiasaan mencuci vagina yang berlebihan

5.2.4.3 Etiologi
- Bakteri anaerob (Mobiluncus, Provetella, Peptostreptococcus, Bacteroides, dan
Eubacterium)
- Bakteri fakultatif (Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Enterococcus
dan grup β Streptococcus)

5.2.4.4 Patogenesis
Sekelompok bakteri harus bekerja secara sinergistik untuk menimbulkan
kejadian vaginosis. Flora campuran bakteri anaerob dapat tumbuh secara berlebihan
sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi
flora normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita
normal dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2,
sedangkan pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili
secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan
H2O2. Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang terlibat
dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase
alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri,
produksi senyawa amin oleh bakteri anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya
dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu
putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin.
Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam
suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau
amis, bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH

79
10%. Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau
amis tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada
BV. Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein
menjadi asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan
mengubah asam amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin
(metabolit arginin) akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan
menghasilkan kadaverin dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan
menghasilkan trimetilamin.
Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam
vagina penderita infeksi BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat sitotoksik dan
menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk
sekret vagina. Dalam pH yang alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel
epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue cells
nampak sebagai sel epitel yang sarat dengan kuman, terlihat granular dengan
pinggiran sel yang hampir tidak tampak.

5.2.4.5 Diagnosis
Kriteria Amsel yaitu adanya 3 dari 4 tanda berikut :
- Cairan vagina homogen berwarna putih keabu – abuan yang melekat pada dinding
vagina
- pH vagina > 4.5
- Sekret vagina berbau amis sebelum atau sesudah penambahan KOH 10% (Whiff
test)
- Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopik

5.2.4.6 Pengelolaan
Terapi preventif
Menghindari faktor resiko.
Terapi kuratif
Pilihan antibiotik yang dapat diberikan adalah
a. metronidazole 2 x 500 mg per oral selama 7 hari atau
b. klindamisin 2 x 300 mg per oral selama 7 hari

5.2.4.7 Komplikasi

80
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat menyebabkan
komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi,
infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan
IMS lain. Infeksi BV langsung tertuju kepada sejumlah komplikasi obstetrik yaitu
keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban
pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi
daerah operasi (IDO).

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
Ny D, 27 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan demam tinggi,
menggigil, mual muntah sejak tiga hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat berpergian
ke Papua tiga minggu yang lalu. Didapatkan plasmodium vivax dari hapusan darah
tepi.
Apakah diagnosa kasus di atas dan bagaimana tatalaksana untuk pasien ini?

5.3.2 Rangkuman
Infeksi dalam kehamilan merupakan penyakit yang disebabkan karena virus, bakteri,
atau parasit selama masa kehamilan yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu
dan janin. Dengan demikian, diperlukan pengelolaan yang tepat untuk mengatasi
dampak yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi ibu serta perkembangan janin
dalam masa kehamilan.

5.3.3 Tes formatif


1. Seorang wanita 28 tahun G1P0A0 datang dengan keluhan keputihan dari
vagina. Keputihan dirasakan sejak 4 hari lalu. Keputihan tidak disertai rasa
gatal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan cairan keputihan berwarna putih
keabuan yang melekat pada dinding vagina kemudian dilakukan pemeriksaan
whiff test (+) dan pemeriksaan mikroskopik ditemuka clue cells. Diagnosis
pasien tersebut adalah
a. Trikomoniasis
b. Candida
c. Bakterial vaginosis
d. Gonore
e. Sifilis
2. Apakah tatalaksana yang tepat untuk kasus diatas?
81
a. Metronidazole 2x500 mg 7 hari
b. Metronidazole 3x500 mg 7 hari
c. Metronidazole 4x500 mg 7 hari
d. Metronidazole 500 mg single dose
e. Kotrimoksazol 2x480 mg 7 hari
3. Wanita, 30 tahun, G3P0A2, hamil 14 minggu, datang dengan keluhan riwayat
keguguran berulang kali. Pasien memelihara kucing di rumah. Apakah terapi
yang tepat untuk pasien tersebut?
a. Amoksisilin
b. Eritromisin
c. Spiramisin
d. Asiklovir
e. Gansiklovir
4. Perempuan G1P0A0, 25 tahun, hamil 26 minggu datang ke Poliklinik
antenatal. Pasien ingin mengetahui kemungkinan infeksi TORCH. Hasil
laboratorium:
IgM toxo (+) IgG toxo (+)
IgM rubella (+) IgG toxo (-)
IgM CMV (-) IgG CMV (-)
IgM HSV1 (-) IgG HSV1 (-)
Bagaimana interpretasi hasil serologi rubella pada pasien diatas?
a. Pasien mengalami reaktivasi rubella
b. Pasien mengalami infeksi rubella akut
c. Pasien mengalami infeksi rubella masa lampau
d. Pasien sudah memiliki imunitas terhadap rubella
e. Pasien belum memiliki imunitas terhadap rubella
5. Seorang wanita hamil usia 32 tahun datang dengan nyeri perut dan mual. Saat
ini pasien sedang hamil trimester pertama. Pada pemeriksaan didapatkan
HBsAg (+). Kapankah terapi pada ibu tersebut boleh dimulai?
a. Tunggu sampai trimester 2
b. Tunggu sampai bayi lahir
c. Mulai saat itu juga
d. Cek fungsi hati
e. Cek serologi hepatitis B

82
5.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. C 2. A 3. C 4. B 5. C

5.4 DAFTAR PUSTAKA


a). Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Infectious Disease. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd
edition. Mc Graw Hill. 2015.
b). Viruses, Protozoa. In: Monif GR, Baker DA, editors. Infectious Diseases in
Obstetrics and Gynecology. 5th edition. Parthenon Publishing Group. 2004.
c). Gumilar E. Infeksi TORCH. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro G, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-5. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014

83
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN AWAL

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan
janin kurang dari 500 gram.

5.1.2 Relevansi
Materi ini berhubungan dengan materi kuliah pelayanan antenatal.

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B yaitu
mahasiswa diharapkan mampu melakukan diagnosis klinis dan penatalaksanaan
gawat darurat pada perdarahan pada awal kehamilan. Pada akhir perkuliahan
mahasiswa mampu menjelaskan :
a) Jenis abortus spontan
b) Penanganan abortus spontan
c) Mola hidatidosa
d) Kehamilan ektopik terganggu

5.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan menganalisa ilustasi kasus perdarahan pada
kehamilan awal sebelum menghadapi kasus nyata.

5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi
Perdarahan pada kehamilan awal adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan
 20 minggu. Penyebab dibagi atas :
a. Non obstetri
a. Vagina dan vulva : laserasi, keganasan vulva dan vagina
b. Serviks : polip serviks, mioma servikalis, erotio potionis, keganansan serviks
uteri, leukorrhea
b. Obstetri
a. Abortus

84
b. Kehamilan ektopik terganggu
c. Mola hodatidosa

5.2.2 Abortus
5.2.2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan.
Diagnosis abortus meliputi beberapa macam yaitu :
a. Abortus imminens
Ancaman pengeluaran hasil konsepsi.
b. Abortus insipiens
Pengeluaran hasil konsepsi yang sedang berlangsung. Oleh karena itu pasien
mengeluh sangat nyeri.
c. Abortus inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi.
d. Abortus komplit
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi.
e. Blighted ovum
Ancaman pengeluaran hasil konsepsi yang hanya berupa kantong gestasi (KG)
tanpa ada fetus di dalamnya.
f. Missed abortion
Ditemukan kematian fetus di dalam KG dengan tidak adanya fetal heart rate
(FHR) maupun fetal movement (FM).

5.2.2.2 Faktor resiko


Riwayat abortus sebelumnya

5.2.2.3 Etiologi
a. Faktor janin : kelainan genetik
b. Faktor ibu :
- Infeksi
- Anatomi : uterus didelphys, inkompetensi serviks, sindrom Asherman.
- Metabolik : hipotiroid, diabetes mellitus
- Imunologi : sindrom lupus

85
- Nutrisi : malnutrisi
- Eksternal : penggunaan obat – obatan, merokok, konsumsi alkohol
c. Faktor ayah : kelainan sperma

5.2.2.4 Anamnesis
Anamnesis rutin dilakukan sesuai pada pelayanan antetal standar.Anamnesis
terarah ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab, diagnosis dan rencana
pengelolaan selanjutnya.

5.2.2.5 Pemeriksaan fisik


- Penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu dan tanda – tanda vital untuk
mengetahui adakah tanda – tanda syok. Jika terdapat syok, lakukan segera tata
laksana awal syok. Kenali juga tanda – tanda sepsis.
- Bila tidak terdapat tanda – tanda syok maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik
secara lengkap.
- Diagnosis abortus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pada tabel dibawah.
- Dalam membuat diagnosis perlu disingkirkan dulu penyebab perdarahan non
obstetrik.

5.2.2.6 Pemeriksaan penunjang


- Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan adalah hemoglobin, leukosit,
trombosit, dan pemeriksaan urin untuk tes kehamilan
- Pemeriksaan ultrasonografi untuk membantu menegakkan diagnosis jika ada
kecurigaan abortus immines, blighted ovum, missed abortion maupun kehamilan
ektopik

1.2.2.7 Pengelolaan
a. Pengelolaan umum
- Pengelolaan syok jika ditemukan tanda – tanda syok
- Pengelolaan sepsis jika ditemukan tanda – tanda sepsis
- Segera rujuk ke rumah sakit
- Dukungan emosional

86
- Konseling kontrasepsi pasca keguguran. Bila pasien menghendaki IUD maka
dapat dipasang 2 minggu pasca keguguran atau abortus komplit
b. Pengelolaan khusus
- Abortus imminens
Pertahankan kehamilan atau konservatif. Preparat progesteron dapat diberikan.
Monitor jumlah perdarahan dan pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG dilakukan
dalam jangka waktu 4 minggu kemudian bila perdarahan berhenti. Jika
perdarahan tidak berhenti maka pemeriksaan USG dilakukan lebih awal untuk
menilai kondisi janin. Pasien bisa dilakukan rawat jalan dengan pembatasan
aktifitas fisik.
- Abortus insipiens dan inkomplit
Kehamilan dilakukan evakuasi. Lakukan rujuk ke rumah sakit jika keadaan umum
stabil. Pemberian cairan infus intravena dan pengelolaan nyeri. Jika pasien tidak
stabil akibat perdarahan banyak maka dapat dilakukan evakuasi dengan alat AVM
(aspirasi vakum manual). Dokter umum yang sudah mendapat pelatihan PONED
dapat melakukan prosedur ini. Jika perdarahan banyak dan tidak bisa dilakukan
evakuasi maka diberikan cairan infus 500 cc RL yang ditambah dengan 20 IU
oksitosin dengan kecepatan 40 tetes per menit.
- Abortus komplit
Kehamilan dilakukan evaluasi. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca keguguran. Apabila terdapat anemi
maka dapat diberikan tablet besi selama 2 minggu. Evaluasi keadaan ibu setelah
2 minggu.
- Missed abortion dan Blighted ovum
Kehamilan dilakukan dilatasi dan evakuasi. Lakukan rujukan ke rumah sakit.
Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik USG Pengelolaan
Perdarahan Nyeri Pengeluaran Uterus Serviks khusus
perut jaringan
Abortus Sedikit Ringan Tidak ada Sesuai Tertutup KG Konservatif
imminens dengan
FHM
Abortus Sedang- Sedang Tidak ada Sesuai Terbuka Tidak Evakuasi
insipiens banyak - hebat teraba indikasi
kulit
ketuban
Abortus Sedang- Sedang Ada Sesuai Terbuka Tidak Evakuasi
inkomplit banyak Teraba indikasi
jaringan
Abortus Tidak ada Tidak Ada Lebih Tertutup KG Evaluasi
komplit ada kecil tidak
ada

87
Blighted Tidak ada / Ringan Tidak ada Sesuai Tertutup KG Dilatasi dan
ovum sedikit tanpa evakuasi
fetus
Missed Tidak ada Tidak Tidak ada Lebih Tertutup KG Dilatasi dan
abortion ada kecil tanpa evakuasi
FHM

5.2.3 Mola hidatidosa


5.2.3.1 Definisi
Bagian dari penyakit trofoblast gestasional yang disebabkan oleh kelainan villi
khorialis akibat proliferasi trofoblast dan edem.

5.2.3.2 Faktor resiko


- Usia terlalu muda
- Usia terlalu tua
- Riwayat kehamilan mola sebelumnya

5.2.3.3 Anamnesis
- Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak
- Mual dan muntah hebat
- Nyeri perut dari ringan – sedang
- Bila mengeluh berdebar – debar maka perlu dicari tanda – tanda tirotoksikosis

5.2.3.4 Pemeriksaan fisik


Tanda yang sering ditemukan adalah :
- Penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu dan tanda – tanda vital untuk
mengetahui adakah tanda – tanda syok. Jika terdapat syok, lakukan segera tata
laksana awal syok. Kenali juga tanda – tanda tirotoksikosis.
- Bila tidak terdapat tanda – tanda syok maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik
secara lengkap.
- Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
- Serviks dapat ditemukan tertutup atau terbuka. Jika terbuka maka dapat ditemukan
pengeluaran pervaginam berupa fluksus disertai dengan gelembung – gelembung
mola.

5.2.3.5 Pemeriksaan penunjang

88
- Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan adalah hemoglobin, lekosit,
trombosit dan pemeriksaan gravindeks urin dengan pengenceran.
- Pemeriksaan ultrasonografi akan ditemukan snow storm appearance.
- Pemeriksaan histopatologi dari pengeluaran pervaginam akan ditemukan
proliferasi trofoblast tanpa ada gambaran fetus.

5.2.3.6 Pengelolaan
a. Pengelolaan umum
- Pengelolaan syok jika ditemukan tanda – tanda syok
- Segera rujuk ke rumah sakit
- Dukungan emosional
- Konseling kontrasepsi pasca keguguran. Pilihan kontrasepsi adalah hormonal bila
masih ingin memiliki anak atau tubektomi bila tidak ingin memiliki anak.
b. Pengelolaan khusus
- Kehamilan dilakukan dilatasi dan evakuasi yang dilakukan di rumah sakit
- Setelah dilakukan tindakan di rumah sakit maka dokter umum dapat melakukan
evaluasi. Evaluasi dilakukan setiap 2 minggu yang meliputi evaluasi klinus dan
kadar hCG. Evaluasi klinis meliputi penilaian pemeriksaan fisik dan USG.
Pemeriksaan fisik meliputi perdarahan pervaginam dan ukuran uterus. Perdarahan
pervaginam setelah 4 minggu pasca evakuasi masih mungkin menstruasi.
Pemeriksaan USG untuk menilai kista lutein. Evaluasi kadar hCG serum setiap 2
minggu. Setelah kurun waktu 8 minggu diharapkan tidak ada perdarahan
pervaginam (selain darah menstruasi), ukuran uterus kembali normal, tidak ada
kista lutein dan kadar hCG serum memberi hasil negatif. Bila hal – hal tersebut
tidak tercapai maka pasien dirujuk. Atau bila kadar hCG serum menetap atau naik
dalam 2 kali pemeriksaan berturut – turut.

5.2.4 Kehamilan ektopik


5.2.4.1 Definisi
Kehamilan ektopik merupakan implantasi ovum yang dibuahi di area lain selain
lapisan endometrium uterus.

5.2.4.2 Faktor resiko


- Penyakit radang panggul (PID)

89
- Pembedahan tuba sebelumnya
- Penggunaan alat kontrasepsi intrauterine
- Kehamilan ektopik sebelumnya
- In fertilisasi in vitro (Riwayat infertilitas)
- Merokok
- Operasi abdomen sebelumnya

5.2.4.3 Etiologi
Etiologi KET dibagi tnenjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi kedalam kavum uteri:
- Salpingitis
- Adhesi peritubal atau perlekatan tuba
- Kelainan pertumbuhan embrio seperti tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
- Kehamilan ektopik sebelumnya
- Pembedahan sebelumnya pada tuba
- Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali
- Tumor yang mengubah bentuk tuba
- Endometriosis
- Pemakaian IUD
2. Faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke
dalam kavum uteri :
- Migrasi eksternal ovum dan migrasi internal ovum
- Pada wanita dengan satu ovarium
- Refluks menstrual
- Berubahnya motilitas tuba.
3. Faktor lain:
- Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom dan malformasi
- Penggunaan hormon eksogen (estrogen) seperti pada kontrasepsi oral
- Aborsi tuba
- Pembesaran ovarium
- Pemakaian antibiotik pada infeksi tuba, tuba akan menyempit
- Pada wanita dengan umur berkisar 30 tahun.

90
5.2.4.4 Anamnesis
Gejala berupa nyeri (nyeri panggul atau perut), pendarahan (perdarahan uterus
abnormal), amenore, dan syncope.

5.2.4.5 Pemeriksaan fisik


a. Nyeri berupa nyeri perut yang difus atau terlokalisasi dan nyeri saat adneksa dan /
atau serviks digoyangkan (Slinger pain)
b. Teraba massa adneksa
c. Perubahan uterus

5.2.4.6 Pemeriksaan penunjang


Ultrasound, Laparoskopi, Culdosentesis

5.2.4.7 Pengelolaan
a. Terapi emergensi:
- Rawat inap pasien
- Masukkan IV besar-borok ke dalam pembuluh darah besar
- Dapatkan hemogram, panel pembekuan, dan golongan darah dan crossmatch
- Lakukan tindakan antishock seperti yang ditunjukkan:
- Crystalloid IV
- Trasnfusi komponen darah
- berikan oksigen
b. Terapi bedah : salpingektomy, pasrtial salpingektomy, salpingostomy, dan fimbrial
expression
c. Terapi medis semakin digunakan untuk kehamilan ektopik yang tidak terganggu
dengan perdarahan minimal. Terapi medis berupa mehotreksat. Mehotreksat
diberikan intramuscular, dengan dosis 50 mg/m2 pada hari pertama. Pemeriksaan
ulang hCG dilakukan pada hari ke 4 dan 7. Jika tingkat hCG menurun <15% antara
hari 4 dan 7, methotrexate dosis kedua diberikan. Jika tingkat hCG menurun> 15%
antara hari ke 4 dan 7, titer hCG adalah mengikuti mingguan sampai titer <15 ml
IU / ml.

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan

91
Ny. A, 20 tahun, G1P0A0 datang ke puskesmas dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak 10 jam lalu. Pasien mengaku terlambat haid 3 bulan terakhir. Satu
hari sebelumnya pasien terjatuh dari kendaraan bermotor. Tanda vital tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 37,3 C. Pemeriksaan inspekulo
menunjukkan perdarahan dari jalan lahir (+), OUE terbuka, terdapat pengeluaran
jaringan,

Apakah diagnosis dari kasus di atas dan bagaimana tata laksana untuk pasien ini?

5.3.2 Rangkuman
Perdarahan pada kehamilan awal merupakan perdarahan yang terjadi pada usia
kehamilan  20 minggu dimana penyebabnya terbagi menjadi obstetri dan non
obstetri. Penyebab obstetri perdarahan pada kehamilan awal adalah abortus,
kehamilan ektopik terganggu, dan mola hidatidosa. Penatalaksanaan umum dalam
perdarahan pada kehamilan awal adalah menangani kegawatan atau syok akibat
perdarahan.

5.3.3 Tes formatif


1. Wanita, 28 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri perut bawah sejak
3 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90 mmHg
palpatoir, nadi 146 kali per menit, nyeri tekan (+) abdomen bawah. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan perdarahan dari OUE dan nyeri portio saat
digoyang. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 9 g/dl. Apakah diagnosa yang
paling mungkin?
a. Urosepsis
b. Mola hidatidosa
c. Kehamilan ektopik terganggu
d. Abortus septik
e. Sistitis akut
2. Ny. L, 38 tahun, G3P2A0 usia gestasi 7 minggu, datang dengan keluhan jatuh
dari tangga rumah 10 jam yang lalu. Tanda vital didapatkan tekanan darah
90/70 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/menit. Dari pemeriksaan didapatkan
perdarahan pervaginam, OUE terbuka, tidak terdapat pengeluaran jaringan.
Diagnosis yang tepat adalah
a. Abortus imminens
b. Abortus insipiens
92
c. Abortus inkomplit
d. Abortus komplit
e. Missed abortion
3. Tatalaksana yang tepat untuk kasus diatas adalah
a. Kuretase
b. Aspirasi vakum manual
c. Dilatasi dan kuretase
d. Histerektomi
e. Salpingektomi
4. Wanita, 18 tahun datang dengan keluhan terdapat nyeri pada perut bagian
bawah disertai perdarahan dan keluarnya jaringan berupa gelembung. Pasien
sebelumnya telat haid 2 bulan disertai keluhan mual dan muntah. TFU setinggi
umbilicus. Pada pemeriksaan jaringan ditemukan gambaran seperti anggur.
Pada pemeriksaan USG tidak ditemukan lagi jaringan di dalam abdomen.
Apakah diagnosis kasus tersebut?
a. Abortus inkomplit
b. Abortus komplit
c. Missed abortion
d. Kehamilan ektopik terganggu
e. Mola hidatidosa
5. Ny. L, 38 tahun, G3P2A0 hamil <20 minggu, datang dengan keluhan riwayat
keluar jaringan dan perdarahan. Dari pemeriksaan inspekulo saat ini
didapatkan portio tertutup dan tidak ada perdarahan pervaginam. Diagnosis
yang tepat adalah
a. Abortus imminens
b. Abortus insipiens
c. Abortus inkomplit
d. Abortus komplit
e. Mola hidatidosa
5.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut

93
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. C 2. B 3. B 4. E 5. D

5.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Abortion, ectopic pregnancy. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics,
23rd edition. Mc Graw Hill. 2015
b) Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD. First-
trimester Abortion, ectopic pregnancy. In: Cunningham FG, editor. William
Gynecology. 23rd edition. Mc Graw Hill. 2008
c) Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro G, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-5. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014

94
PERDARAHAN ANTEPARTUM

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Perdarahan antepartum dapat disebabkan oleh faktor plasenta dan non plasenta.
Perdarahan antepartum merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada ibu dan
janin.

5.1.2 Relevansi
Materi ini berhubungan dengan materi kuliah pelayanan antenatal dan USG.

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B yaitu
mahasiswa diharapkan mampu melakukan diagnosis klinis dan penatalaksanaan awal
gawat darurat pada perdarahan antepartum. Pada akhir perkuliahan mahasiswa
mampu menjelaskan :
a). Definisi dan etiologi perdarahan antepartum
b). Diagnosis dan pengelolaan perdarahan antepartum
c). Prognosis dalam kehamilan dan persalinan

5.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan menganalisa ilustasi kasus perdarahan antepartum
sebelum menghadapi kasus nyata.

5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang terjadi pada kehamilan
setelah umur kehamilan 28 minggu. Insiden perdarahan antepartum adalah 2-5%.
Perdarahan antepartum berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi:

a. Obstetrics (plasenter)
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
- Vasa previa
b. Non obstetrics (non plasenter)
95
- Neoplasma
- Cervisitis
- Polip serviks

5.2.2 Solusio plasenta


5.2.2.1 Definisi
Lepasnya plasenta sebelum terjadinya proses persalinan. Insidennya adalah 0,5 sampai 4%.
Solusio plasenta atau plasenta abruption dapat menyebabkan external hemorrhage dan
concealed hemorrhage. Solusio plasenta terbagi menjadi total dan parsial. Prognosis
mortalitas solusio plasenta pada maternal adala 1-5% dan fetal 50-80%.

5.2.2.2 Faktor resiko


- Trauma (biasanya kecelakaan)
- Preeklampsia
- Merokok
- Drug abuse : kokain
- Multiparitas
- Riwayat solusio plasenta
- Aliran air ketuban yang terlalu cepat pada polihidramnion saat kulit ketuban pecah

5.2.2.3 Etiologi
Plasenta previa terjadi dikarenakan blastokista tertanam di segmen bawah
rahim. Alasan mengapa blastokista tertanam di segmen bawah rahim belum diketahui
pasti hingga saat ini. Salah satu penyebabnya disebukan adalah tidak memadainya
vaskularisasi desidua yang mungkin diakibatkan oleh proses peradangan ataupun
atrofi. Faktor penyebab lain seperti paritas tinggi, hamil pada usia lanjut, cacat pada
rahim misalkan bekas bedah sesar, mimektomi, kerokan, dan lainnya dapat berperan
dalam proses peradangan dan terjadinya atrofi pada endometrium.

Ukuran plasenta yang terlalu besar seperti pada eritroblastosis fetalis dan
kehamilan ganda bisa mengakibatkan penyakit plasenta previa. Hal ini disebabkan
oleh pertumbuhan yang melebar pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium uteri interna.

5.2.2.4 Patogenesis

96
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak
jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan
tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang
pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah
besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian
darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus
selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di
antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat
tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang
menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-
alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
Pada solusio plasenta, terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di
belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini
disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh
perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih

97
berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal
dari anak. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah
antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu
dan janin.

5.2.2.5 Diagnosis
Anamnesis didapatkan keluhan nyeri perut dan lemas. Pemeriksaan fisik didapatkan:

- Tanda vital : tanda-tanda syok


- Abdomen : tegang dan nyeri tekan
- Uterus : hipertonus
- Perdarahan pervaginam (jumlah tidak sebanding dengan penurunan tanda vital)
Pemeriksaan penunjang dengan USG tampak hematom retroplasenter.

5.2.2.6 Pengelolaan
Skema pengelolaan obstetri pada solusio plasenta

Solusio plasenta Bila ada kondisi syok, diagnosis ditegakkan sambil


pengelolaan syok, dengan resusitasi cairan (ABC)

Banyak
Jumlah hematom?
Sectio
Sedikit caesarea
Ya
Fetal distress

Tidak

Konservatif
Monitor Hb serial

5.2.3 Plasenta previa


5.2.3.1 Definisi
Implantasi plasenta yang abnormal. Insidensi plasenta previa adalah 0,5 sampai 1%.
Plasenta previa diklasifikasikan sesuai lokasi implantasinya menjadi 3 macam yaitu:
a. Plasenta previa total : plasenta yang menutupi ostium uretra internum
b. Plasenta previa marginal : tepi plasenta tepat di tepi ostium uretra internum

98
c. Plasenta previa partial : plasenta yang menutupi sebagian ostium uretra
internum

5.2.3.2 Faktor resiko


- Usia tua
- Multiparitas
- Bekas SC
- Riwayat abortus
- Riwayat plasenta previa
- Kelainan kongenital janin
- Anemia

5.2.3.3 Etiologi dan patogenesis


- Plasenta yang melekat pada segmen bawah rahim tidak dapat mengikuti
pembukaan serviks dan peregangan segmen bawah rahim (SBR) yang semakin
membesar sesuai dengan pertambahan usia kehamilan.
- SBR dan serviks tidak cukup kuat berkontraksi, sehingga perdarahan tidak dapat
terhindarkan.
- Makin rendah letak plasenta, makin dini terjadi perdarahan.
- SBR yang tipis sehingga plasenta melekat lebih kuat

5.2.3.4 Diagnosis
Anamnesis: Perdarahan spotting sebelumnya, perdarahan banyak tanpa rasa nyeri,
perdarahan muncul setelah post coital, dan perut bagian bawah dirasakan kram.
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda shock, bisa ditemukan fetal distress bila
perdarahan banyak. Pada inspekulo terdapat perdarahan keluar dari ostium uretra
eksternum. Pemeriksaan penunjang dengan USG.

99
5.2.2.5 Pengelolaan
Skema pengelolaan obstetri pada plasenta previa:

Plasenta previa Bila ada kondisi syok, diagnosis


ditegakkan sambil pengelolaan
syok, dengan resusitasi cairan
Berdarah banyak
dan aktif Sectio caesarea

Umur kehamilan?

<28 minggu 28-36 minggu 36-38 minggu >38 minggu

Pematangan paru
KONSERVATIF

Konfirmasi USG pada umur


kehamilan 36 minggu

5.2.4 Vasa previa


5.2.4.1 Definisi
Insersi tali pusat yang pada melewati kulit ketuban dan melewati ostium uretra
internum. Insidensi kasus sebesar 0,03 sampai 0,05%.

5.2.4.2 Faktor resiko


Tidak ada faktor resiko

5.2.4.3 Etiologi dan patogenesis


Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang
berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari
insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus
aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh
darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.

5.2.4.4 Diagnosis
Pada saat kulit ketuban pecah, terjadi perdarahan banyak dan janin tiba-tiba
mengalami fetal distress.

5.2.4.5 Pengelolaan
Sectio caesarea

100
5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
Ny A, G5P2A2, usia kehamilan 33 minggu, usia ibu 41 tahun mengeluh mengeluarkan
darah dari jalan lahir. Riwayat obstetri 2 persalinan sebelumnya dengan bedah sesar.
Ibu mengeluhkan lemas. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah
dan anemis, TD 90/60, Nadi 98x/menit, RR : 20x/menit, akral dingin. Pemeriksaan
obstetri didapatkan inspeksi tampak fluksus banyak dan pemeriksaan spekulum
didapatkan fluksus dibersihkan, erosio portionis (-), laserasi(-), tumor(-), darah
mengalir dari ostium uteri eksternum.

Apakah penyebab pada kasus ini dan bagaimana tatalaksananya?

5.3.2 Rangkuman
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah umur
kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum dibedakan menjadi obstetri dan non
obstetri. Perdarahan antepartum karena obstetri adalah plasenta previa, solusio
plasenta, dan vasa previa.

5.3.3 Tes formatif


1. Pasien hamil 28 minggu datang dengan keluhan keluar perdarahan warna
merah segar, tidak nyeri. Apakah diagnosis pada pasien ini?
a. Solution plasenta
b. Plasenta previa
c. Vasa previa
d. Plasenta akreta
e. Retensio plasenta
2. Wanita, G7P5A1 hamil 32 minggu mengeluhkan nyeri perut. Keluar
perdarahan warna hitam dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
perut tegang. Diagnosis pasien ini adalah
a. Plasenta previa
b. Solutio plasenta
c. Vasa previa
d. Plasenta letak rendah
e. Abortus
3. Wanita, 34 tahun, G3P2A0 saat ini hamil 37 minggu mengalami perdarahan
pervaginam sejak 3 hari yang lalu. Berdarah banyak tetapi tidak disertai nyeri.

101
Hasil USG menunjukkan adanya vasa yang menutupi osteum. Kemungkinan
yang dialami pasien adalah
a. Plasenta previa
b. Ruptur uteri
c. Vasa previa
d. Myoma uteri
e. Solusio plasenta
4. Tatalaksana untuk kasus di atas adalah
a. Lahir pervaginam
b. Vakum
c. Forcep
d. Section caesarea
e. Konservatif
5. Ny A, usia 27 tahun, G2P1A0, hamil 26 minggu datang dengan keluhan darah
dari jalan lahir. TD 110/70 mmHg, HR 72x/menit, RR 18x/menit, suhu 37C.
Pemeriksaan obstetri uterus lunak, tidak ada nyeri tekan. USG didapatkan
plasenta menutupi sebagian ostium uretra internum. Diagnosis untuk pasien
tersebut adalah
a. Plasenta previa total
b. Plasenta previa marginal
c. Plasenta previa partial
d. Solusio plasenta
e. Vasa previa
5.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. B 2. B 3. C 4. D 5. C

5.4 DAFTAR PUSTAKA

102
a). Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetrical haemorrage. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd
edition. Mc Graw Hill. 2015.
b). Potdar N, Natvi O, Konje JC. Antepartum haemorrage. In: Warren R, Arulkumaran
S editors. Best Practice in Labour and Delivery. 1st edition. Cambridge. 2009.
c). Chalik TMA. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam: Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-5.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2015

103
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Insiden hyperemesis gravidarum (HEG) semakin berkurang seiring dengan
semakin baiknya pengetahuan ibu hamil dan pentingnya perawatan antenatal.

5.1.2 Relevansi
Materi kuliah ini berhubungan dengan materi perawatan antenatal dan terapi
cairan.

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3A
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat kasus HEG demi mencegah
mortalitas dan morbiditas pada janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
a) Definisi HEG
b) Etiologi HEG
c) Patogenesis HEG
d) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang HEG
e) Diagnosis HEG
f) Penatalaksanaan HEG
g) Komplikasi HEG

5.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus kehamilan
dengan HEG sebelum menghadapi kasus nyata

104
5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi HEG
HEG adalah bentuk mual dan muntah selama kehamilan yang mengganggu
kesehatan dan aktifitas sehari – hari ibu hamil. Gangguan kesehatan yang timbul
akibat HEG adalah dehidrasi, metabolik asidosis, alkalosis, imbalans elektrolit dan
penurunan berat badan ibu.

5.2.2 Etiologi HEG


- Hormon  hCG yang meningkat selama hamil. Hormon ini paling tinggi saat usia
kehamilan 8 – 12 minggu. Kadar hormon juga meningkat pada kehamilan multipel
dan mola hidatidosa.
- Psikogenik. Terutama bila ada riwayat migren, motion sickness, usia muda,
kehamilan yang tidak direncanakan, dan kehamilan pertama.
- Defisiensi vitamin B1 dan B6

5.2.3 Patogenesis HEG


Kondisi mual dan muntah selama hamil menyebabkan asupan karbohidrat
rendah, terjadi ketoasidosis yang makin memperberat mual dan muntah sehingga
timbul HEG. Kondisi dehidrasi akan menyebabkan gangguan metabolisme elektrolit,
hipoglikemi, hipoproteinemia dan hipovitaminosis.

5.2.4 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang HEG


Anamnesis : mual, muntah, urin berkurang, nyeri uluhati, konstipasi.
Pemeriksaan fisik : tanda – tanda dehidrrasi seperti mulut kering, mata cekung,
takikardi, hipotensi, peningkatan temperatur badan. Jika makin lanjut akan muncul
ikterik.
Pemeriksaan fisik untuk memastikan kehamilan : Pemeriksaan fisik untuk
memastikan kehamilan pada trimester 1 : pemeriksaan kemungkinan hamil meliputi
tes kehamilan urin, Goodell’s sign (serviks lunak), Hegar’s sign (perlunakan di daerah
isthmus). Tanda pasti kehamilan saat terlihat dari USG gambar fetus dengan denyut
jantung janin.
Pemeriksaan penunjang : urin rutin, elektrolit, pemeriksaan USG untuk menilai
kehamilan multipel dan mola hidatidosa

105
5.2.5 Diagnosis HEG
Diagnosis HEG jika dipastikan ada kehamilan. Jika tidak ada kehamilan atau
HEG dengan terapi tidak membaik maka perlu dicari penyebab mual dan muntah yang
lain.

5.2.6 Penatalaksanaan HEG


Pasien HEG dirawat jika dehidrasi. Terapi dehidrasi seperti yang diajarkan
pada materi di mata kuliah anestesi. Obat – obatan yang diberikan adalah vitamin B6
(piridoksin), metoklopramid, dan ranitidin. Diit dapat diberikan lunak dengan
tambahan makanan karbohidrat bentuk kering (roti, biskuit)

5.2.7 Komplikasi HEG


- Dehidrasi
- Komplikasi yang cukup berat : ensefalopati Wernicke, sindrom Mallory Weiss,
ikterik, gagal ginjal dan gagal hati.

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
Ny R 26 tahun G1P0A0 hamil 12 minggu datang dengan keluhan mual muntah. Pada
pemeriksaan fisik dan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72
x/menit, RR 21 x/menit, suhu 37 C. Pada pemeriksaan urin tidak tidapatkan keton.

Apakah diagnosis kasus di atas dan bagaimana tata laksana yang tepat untuk pasien
tersebut?

5.3.2 Rangkuman
Hiperemesis gravidarum (HEG) merupakan bentuk mual dan muntah selama
kehamilan yang mengganggu kesehatan dan aktifitas sehari – hari ibu hamil.
Gangguan kesehatan yang timbul akibat HEG adalah dehidrasi, metabolik asidosis,
alkalosis, imbalans elektrolit dan penurunan berat badan ibu sehingga diperlukan
penatalaksanaan HEG berupa terapi dehidrasi, vitamin B6, metoklopramid, ranitidine
serta diet lunak dengan tambahan karbohidrat.
5.3.3 Tes formatif
1. Wanita hamil, 29 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 10 minggu datang dengan
keluhan mual muntah. Pasien tampak lemah dengan vital masih dalam batas

106
normal. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton. Diagnosis yang paling tepat
adalah
a. Dypepsia
b. Emesis gravidarum
c. Pre eklampsia
d. Hyperemesis gravidarum
e. Narmal dalam kehamilan
2. Tatalaksana apa yang diberikan pasien tersebut?
a. Infus RL
b. Infus NaCl 0,9%
c. Infus D5%
d. Infus KCl
e. Infus D10%
3. Wanita, 27 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan lemas. Pasien mengaku
mual muntah sejak 2 minggu yang lalu setiap kali makan minum. Berat badan
sebelum hamil 48 kg. dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
lemah, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 100
x/menit, RR 20 x/menit, suhu 37,6 C. Berat badan saat ini 45 kg. mata tampak
cekung, turgor kulit menurun. Hasil laboratorium yang anda dapatkan adalah
a. Protein +
b. Bakteri +
c. Keton +
d. Leukosit +
e. Nitrit +
4. Wanita, 28 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 10-11 minggu datang dengan
keluhan mual muntah hebat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum lemah, kesadaran compos mentis dengan turgor kulit menurun. Pada
pemeriksaan urin didapatkan hasil keton (+). Dokter mendiagnosis hiperemis
gravidarum. Apakah alasan diagnosis dokter tersebut?
a. Mual muntah terjadi pada trimester I
b. Mual muntah pada kehamilan pertama
c. Mual muntah berat disertai dengan tanda dehidrasi
d. Mual muntah pada usia muda
e. Mual muntah biasa

107
5. Hormon apa yang hormon yang menyebabkan keluhan adalah...
a. Estrogen dan HCG
b. FSH dan LH
c. Progesteron dan LH?
d. Oksitosin
e. Prolaktin
5.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. D 2. B 3. C 4. C 5. A

5.4 DAFTAR PUSTAKA


Ogunyemi DA. Hyperemesis gravidarum [Internet]. 2015 [cited 2015 Jan 6].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview

108
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) sama istilahnya dengan Intrauterine
Growth Restriction (IUGR) atau Fetal Growth Restriction (FGR). Insiden PJT 2 – 8
% dari kelahirna normal. Pada kehamilan serotinus insiden nya 15 % dibandingkan
pada kehamilan aterm 5 %.

5.1.2 Relevansi
Hubungan materi ini dengan materi perawatan antenatal dan serotinus.

5.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3A
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat kasus PJT demi mencegah
mortalitas dan morbiditas pada janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan tentang
:
a) Definisi PJT
b) Tipe PJT
c) Etiologi PJT
d) Patogenesis PJT
e) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang PJT
f) Diagnosis PJT
g) Penatalaksanaan PJT
h) Komplikasi PJT

5.1.4 Petunjuk belajar

109
Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus PJT sebelum
menghadapi kasus nyata.

5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi PJT
PJT adalah bayi baru lahir dengan taksiran berat janin (TBJ) < persentil 10
tahun dari rata – rata usia kehamilannya. Istilah PJT sering disalahartikan dengan
Small for Gestational Age (SGA). SGA dinilai sama dengan PJT yaitu TBJ < persentil
10 th dari rata – rata usia kehamilannya. Namun SGA secara konstitusi kecil namun
pertumbuhannya tidak terhambat, sehingga tidak ada resiko pada bayi. Oleh karena
itu perlu evaluasi pertumbuhan janin intrauterine.

5.2.2 Tipe PJT


Macam PJT meliputi
1. Simetris (20 %)
Gangguan pertumbuhan janin sejak awal kehamilan dimana pertumbuhan janin
yang terjadi adalah hyperplasia. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom,
struktural dan infeksi TORCH.
2. Asimetris (80 %)
Gangguan pertumbuhan janin pada kehamilan akhir dimana pertumbuhan janin
yang terjadi adalah hipertrofi. Biasanya disebabkan oleh insufisiensi
uteroplasenter, gangguan aliran oksigen, dan nutrisi ke janin atau ukuran plasenta
yang kecil.

5.2.3 Etiologi PJT


Penyebab PJT :
- Maternal : malnutrisi, penyakit pada ibu (anemi, hipertensi, penyakit jantung,
DM, GGK dan lain – lain) dan toksin (alkohol, merokok, obat – obatan)
- Fetal : kelainan kongenital, kelainan kromosom, infeksi dan kehamilan ganda
- Plasenta : plasenta previa, solusio plasenta, plasenta sirkumvalata, infark di
plasenta dan insufisiensi uteroplasenter
- Tidak diketahui : menyumbangan 40 % penyebab PJT

5.2.4 Patogenesis PJT

110
Pertumbuhan janin secara normal diawali dengan huperplasia, diikuti dengan
hiperplasia – hipertrofi dan terakhir hipertrofi saja. Sebagian besar pertumbuhan janin
terjadi setelah umur kehamilan 24 minggu.

5.2.5 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang PJT


Anamnesis : merasa janin di kehamilan lebih kecil, pastikan usia kehamilan,
apakah ada penyakit metabolik yang menyertai, bagaimana gerak anak
Pemeriksaan fisik : pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan internistik lengkap
dan pengukuran TFU.
Pemeriksaan penunjang USG : untuk mengetahui apakah air ketuban sedikit
atau tidak, apakah ada plasenta previa / solusio plasenta
Pemeriksaan penunjang : untuk mengidentifikasi apakah ada anemia, DM,
GGK.

5.2.6 Diagnosis PJT


Skrining awal dengan TFU. Secara umum setelah umur kehamilan 24 minggu,
TFU sama dengan usia kehamilan. Jika ada kekurangan 3 cm, maka curiga PJT. Jika
ada kecurigaan PJT, diperlukan pemeriksaan kesejahteraan janin. Kesejahteraan janin
dinilai kurang jika ibu merasa gerak anak berkurang dan pemeriksaan USG
menunjukkan air ketuban sedikit. Diagnosis pasti PJT dengan pemeriksaan USG,
sehingga perlu dirujuk.

5.2.7 Penatalaksanaan PJT


Pengenalan faktor penyebab saat ANC memegang peranan penting. Jika ada
faktor penyebab maka dirujuk lebih awal untuk dilakukan pemeriksaan USG doppler
untuk memprediksi PJT. Jika dari pemeriksaan TFU curiga PJT, perlu dirujuk lebih
awal untuk meyingkirkan kemungkinan kelainan kongenital, infeksi, genetik dan
terapi penyebab. Secara umum tidak ada terapi definitif untuk PJT. Jika umur
kehamilan > 34 minggu dilakukan terminasi kehamilan. Jika kehamilan kurang dari
34 minggu maka dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan ketat.

5.2.8 Komplikasi PJT


Maternal : berhubungan dengan penyebab PJT

111
Neonatal : asfiksia, IUFD, aspirasi mekoneum, hipotermi, IVH, hipoglikemi,
imbalans elektrolit

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
Wanita, 26 tahun G1P0A0, hamil 37 minggu datang untuk kontrol rutin kehamilan.
Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,6
C, TFU 26 cm, kesan pemeriksaan Leopold: janin tunggal hidup intrauterine
presentasi kepala belum masuk PAP punggung kanan.

Apakah diagnosa kasus di atas? Bagaimana tatalaksana untuk pasien tersebut?

5.3.2 Rangkuman
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan bayi baru lahir dengan taksiran berat
janin (TBJ) < persentil 10 tahun dari rata – rata usia kehamilannya. PJT terbagi
menjadi simetris dan asimetris. Penyebab PJT sendiri meliputi faktor maternal, fetal,
plasenta, dan idiopatik. PJT dapat menyebabkan komplikasi untuk ibu dan bayi
sehingga memerlukan peranan ANC untuk pengelolaan lebih awal dan menyingkirkan
kemungkinan kelainan kongenital.

5.3.3 Tes formatif


1. Wanita 31 tahun post melahirkan enam jam yang lalu dimana bayi yang
dilahirkan memiliki berat badan di bawah 10 percentil untuk masa
kehamilannya. Dokter mengatakan bahwa hal ini terjadi akibat proses
patologis selama kehamilan. Apakah kasus yang terjadi pada bayi tersebut?
a. Small gestational age
b. Preterm
c. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
d. Post term
e. Fetal distress
2. Berikut merupakan faktor resiko pertumbuhan janin terhambat yang berasal
dari ibu adalah
a. Plasenta previa
b. Kehamilan ganda
c. Hipertensi

112
d. Infeksi intrauterine
e. Infark plasenta
3. Pada bayi yang baru dilahirkan didapatkan rasio antara lingkar kepala dan
lingkar abdomen yang tidak seimbang. Jumlah lemak pada bayi berkurang,
dan organ abdomen tampak lebih kecil. Apakah diagnosis yang tepat pada bayi
tersebut?
a. Simetris IUGR
b. Asimetris IUGR
c. Berat badan lahir rendah
d. Pre term
e. Post term
4. Wanita 27 tahun G1P0A0 hamil 33 minggu datang untuk kontrol kehamilan.
Setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, ternyata bayi dalam kandungan
ibu mengalami pertumbuhan janin terhambat. Tatalaksana apa yang harus
dilakukan untuk pasien tersebut?
a. Segera dilakukan kelahiran per vagina
b. Melakukan upaya peningkatan maturitas paru
c. Operasi Caesar
d. Menunggu hingga usia kehamilan 37 minggu
e. Ekstraksi vakum
5. Apakah komplikasi pada bayi lahir dengan pertumbuhan janin terhambat?
a. Hiperglikemia
b. Hiperkalsemia
c. Asfiksia perinatal
d. Infeksi intrauterine
e. Kelainan kromosom

5.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
5.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
113
1. C 2. C 3. B 4. B 5. C

5.4 DAFTAR PUSTAKA


a). Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Fetal
Growth Disorders. In: Cunningham FG, editor. William Obstetrics. 23rd edition.
Mc Graw Hill. 2015
b). POGI. Pengelolaan kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat [Internet].
2014 [cited 2015 Nov 15]. Available from:.
http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/

114
PREEKLAMPSIA

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi singkat
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu selain perdarahan
dan infeksi. Penyebab preeklampsia sampai saat ini belum di ketahui. Namun
kelahiran janin dan plasenta akan memperbaiki gejala dan tanda klinis preklampsia.

5.1.2 Relevansi
Bab ini akan membahas mengenai definisi, faktor resiko, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, pengelolaan, dan komplikasi. Pengetahuan ini dapat
digunakan oleh mahasiswa untuk pengelolaan pasien preklampsia saat nanti
menghadapi kasus nyata.

5.1.3 Kompetensi
a. Standar kompetensi
Mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
kasus gawat darurat. Mahasiswa juga diharapkan mampu menentukan rujukan yang
paling tepat dan menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Sebelum pada pasien
nyata sebaiknya mahasiswa melakukan di manekuin.
b. Kompetensi dasar
Pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan tentang:
a). Definisi dan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
b). Teori patofisiologi preeklampsia
c). Faktor predisposisi preeklampsia
d). Pencegahan primer, sekunder, tersier preeklampsia
e). Pengelolaan preeklampsia
f). Komplikasi pada ibu dan janin pada preeklampsia

5.1.4 Petunjuk belajar


Belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada manekuin di skill
station sebelum menghadapi kasus nyata. Daftar tilik untuk pengelolaan di model ada
di modul Ilmu Obstetri.

115
5.2 PENYAJIAN
5.2.1 Definisi
Suatu keadaan pada kehamilan dengan usia kehamilan ≥ 20 minggu yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuri atau bila tidak ada
proteinuri maka disertai tanda perburukan lainnya.
Tanda perburukan adalah salah satu dibawah ini :
- Trombositopeni
- Hemolisis mikroangiopati
- Insufisiensi renal
- Kerusakan hepar
- Edem pulmonum atau gagal jantung kongestif
- Sakit kepala atau skotoma persisten
- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

5.2.2 Faktor resiko


Faktor resiko yang diketahui adalah sebagai berikut :
- usia tua  40 tahun
- usia muda < 20 tahun
- paritas > 3
- kehamilan ganda
- riwayat preeklampsia sebelumnya
- penyakit ginjal, DM, hipertensi kronik dan APS
- jarak kehamilan > 10 tahun
- obesitas sebelum hamil
- riwayat keluarga dari garis ibu yang menderita preeklampsia
- proteinuri
Bila ada faktor resiko maka dilakukan pencegahan primer dengan pemberian
kalsium 1,5 – 2 gram/hari dan aspirin 75 mg/hari.

5.2.3 Etiologi
Belum diketahui dengan pasti. Berbagai teori telah dikemukan, namun belum
ada kesepakatan yang disetujui oleh para peneliti.

5.2.4 Patogenesis

116
Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesisnya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat
penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah
hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-
zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi
darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative stress yaitu suatu keadaan di
mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif
stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut
disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh
darah pada organ-organ penderita preeklampsia.
Akibat disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga
akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar
lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi
trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi
endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
 Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
 Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. Perubahan
permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
 Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
 Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
 Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
 Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin,
dan solusio plasenta.

5.2.5 Diagnosis

117
5.2.5.1 Anamenesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya
1. Adanya gejala-gejala : gangguan serebral, gangguan penglihatan, dispneu, nyeri
dada, mual muntah, kejang
2. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyakit autoimun,
penyakit hepar dan penyakit ginjal
3. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada
ibu dan saudara perempuannya
4. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah merokok dan minum
alkohol
5. Gerak janin
6. Keluhan sehubungan dengan kehamilan : kontraksi, nyeri abdomen, pengeluaran
pervaginam

5.2.5.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan serebral
2. Gangguan penglihatan
3. Tinggi badan, berat badan dan indeks massa tubuh
4. Kardiovaskuler : evaluasi tekanan darah, suara jantung,
5. Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru
6. Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar
7. Refleks : adanya klonus
8. Pemeriksaan obstetri dasar

5.2.5.3 Pemeriksaan penunjang


- Laboratorium : darah rutin, golongan darah, LDH, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin,
studi koagulasi, preparat darah hapus dan proteinuri.
- Pemeriksaan janin : USG dan NST untuk menilai taksiran berat janin, jumlah air
ketuban dankesejahteraan janin

5.2.5.4 Kriteria diagnosis


Kriteria diagnosis untuk preeklampsia dapat ditegakkan bila ditemukan tanda-
tanda di bawah ini:

118
a. Tekanan darah ≥ 140/100 maka tidak perlu pemeriksaan ulang.
b. Proteinuria.
Atau bila tidak ada proteinuria maka memenuhi salah satu tanda perburukan di atas
tadi.
Pembagian preeeklampsia adalah
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan bila tekanan darah ≥ 140/100 dan proteinuri sewaktu +1.
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat dapat ditegakkan bila ditemukan tanda-tanda di bawah ini:
a. Tekanan darah ≥ 160/110 maka tidak perlu pemeriksaan ulang.
b. Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau protein/creatinine ratio ≥ 0,3 mg/dL atau protein
sewaktu +3.
Atau bila tidak ada proteinuria, maka memenuhi salah satu tanda perburukan dibawah
ini :
- Trombositopeni : ≤ 100.000/uL, hemolisis mikroangiopati
- Insufisiensi renal : creatinine serum > 1,2 mg/dL atau meningkat sebanyak 2 kali
atau produksi urin ≤ 500 mL/24 jam.
- Kerusakan hepar : fungsi hepar meningkat sebanyak 2 kali atau nyeri epigastrium
persisten
- Edem pulmonum atau gagal jantung kongestif
- Sakit kepala atau skotoma persisten
- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

5.2.5.5 Diagnosis differensial


- Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah kondisi hipertensi tanpa proteinuri yang timbul pada
usia kehamilan < 20 minggu dan menetap setelah persalinan. Pengobatan
antihipertensi sebelum kehamilan dapat dilanjutkan selama kehamilan. Namun
obat antihipertensi golongan ACE inhibitor, ARB dan kliritiazid tidak boleh
diberikan. Pencegahan sekunder untuk mengurangi perburukan kearah
superimposed preeklampsia adalah suplementasi kalsium 1.5 – 2 gram/hari dan
aspirin 75mg/hari dari usia kehamilan 20 minggu. Komplikasi yang paling sering
dijumpai adalah IUGR.
- Hipertensi gestasional

119
Hipertensi gestasional adalah hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan. Perawatan antenatal
dilakukan untuk memantau tekanan darah, proteinuri dan kondisi janin setiap
minggu. Edukasi pada pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia
dan eklampsia.
- Superimposed preeklampsia
Superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik yang disertai adanya
penemuan proteinuri pada usia kehamialn > 20 minggu. Pengelolaan
superimposed preeklampsia sama dengan preeklampsia.

1.2.6 Pengelolaan
1.2.6.1 Preeklampsia ringan, hipertensi gestasional dan hipertensi kronik
Pengelolaan preeklampsia ringan adalah sebagai berikut :
- Monitor penambahan berat badan, tekanan darah, proteinuri, dan kondisi janin
setiap minggu.
- Edukasi tanda bahaya pada pasien bila ditemukan gejala impending eklampsia
(sakit kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah), buta mendadak, kejang dan sesak
nafas.
- Rujuk segera bila ditemukan tanda preeklampsia berat, hematemesis, hematuri,
skotoma dan oliguri.
- Terminasi kehamilan pada usia kehamilan 37 minggu.

1.2.6.2 Preeklampsia berat


a. Pengelolaan antepartum
Obervasi dan manajemen inisial di UGD :
- Evaluasi ibu: gejala, temuan klinis, pemeriksaan laboratorium
- Monitor denyut jantung janin dan kontraksi
- USG: pertumbuhan janin, jumlah cairan ketuban, dan penilaian kesejahteraan
janin
- Pemberian MgSO4
Dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10 menit, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 1-2 g/jam. Perhatikan syarat – syarat pemberian MgSO4 yang
meliputi frekuensi nafas > 16 x/menit, ada refleks patella, urin > 0,5 cc/kgBB dan
tersedia antidotum kalsium glukonat.

120
- Pemberian antihipertensi awal bila tekanan darah ≥ 160/110 mmHg, setengah
jam setelah pemberian MgSO4.
Pilihan pertama antihipertensi adalah Nifedipin 10 mg oral dapat diulang 15 – 30
menit dengan dosis maksimal 30 mg. Terapi oral yang lain adalah metildopa 500
mg tiap 6 – 8 jam.
Jika terapi oral gagal maka dapat diberikan preparat lain secara intravena yaitu
nicardipin. Nicardipin infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5
menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial rata
–rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan disesuaikan
sesuai dengan respon.
- Jika dipertimbangkan akan dilakukan terapi konservatif, dapat dimula pemberian
kortikosteroid di UGD

Indikasi terminasi kehamilan


- Usia kehamilan ≥ 34 minggu
- Eklampsia
- Edem pulmonum
- DIC
- Preeklampsia berat yang tidak terkontrol dalam evaluasi 24 – 48 jam
- Penilaian kesejahteraan janin yang buruk
- Solusio plasenta
- Fetal distress pada pengawasan intrapartum

Bedah sesar dapat dipertimbangkan pada :


- Indikasi ibu , bila belum dalam keadaan inpartu :
 Preeklampsia berat atau eklampsia pada primigravida dengan kegagalan terapi
medisinalis dan janin viabel
 Preeklampsia berat atau eklampsia pada multigravida dengan Bishop’s score
yang rendah (unripe cervix) dan janin viabel
 Preeklampsia berat atau eklampsia janin preterm dengan kegagalan terapi
medisinalis
- Indikasi janin : Non reassuring
- Indikasi obstetri : Sesuai PPK bedah sesar

121
Selama dilakukan bedah sesar, MgSO4 dosis pemeliharaan tetap diberikan untuk
mencegah kejang selama operasi.

Observasi dan pengelolaan lanjutan di ruang perawatan bila dilakukan terapi


konservatif :
- Pemberian kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan < 34 Minggu
Deksametason 2 x 6 mg IM selama 2 hari
Betametason 1 x 12 mg IM selama 2 hari
- Pemberian MgSO4 dosis pemeliharaan dilanjutkan setelah 24 jam post partum
atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan
pemberian magnesium sulfat. Perhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4.
- Pemberian antihipertensi:
Nifedipin 10 mg tiap 8 jam, tapering off setelah bayi lahir atau tekanan darah <
140/90 mmHg. Dosis maksimal 120 mg perhari
Metildopa 250-500 mg tiap 6 – 8 jam. Dosis maksimal 3 gram perhari.
- Penilaian kondisi ibu :
 Tanda vital, input cairan, diuresis setiap 8 jam
 Gejala yang berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium,
nafas pendek, mual, muntah, nyeri atau tekanan pada daerah retrosternal
setiap 8 jam
 Kontraksi dan pecahnya ketuban setiap 8 jam
 Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, platelet, enzim hepar dan kreatinin
serum setiap hari. Rentang pemeriksaan bisa diperjarang bila kondisi ibu stabil
dan pasien asimptomatik.
- Penilaian kondisi fetal :
 Skor biofisik 2 kali perminggu atau sesuai kondisi ibu dan janin yang
didapatkan
 Pemantauan pertumbuhan janin setiap 2 minggu dan penilaian Doppler
umbilikalis setiap 2 minggu bila dicurigai IUGR
Terapi konservatif tidak diteruskan bila selama evaluasi ditemukan hal – hal
dibawah ini dan terminasi kehamilan dilakukan setelah terapi pematangan paru janin:
- Usia kehamilan mencapai 33 minggu 5 hari
- Trombositopeni
- Peningkatan enzim hepar yang menetap

122
- IUGR
- Oligohidramnion
- Reversed end diastolic flow
- Inpartu
- Ketuban pecah
- Disfungsi renal secara signifikan ( baru muncul atau meningkat)

Terapi konservatif tidak diteruskan bila selama evaluasi ditemukan hal – hal
dibawah ini dan terminasi dilakukan tanpa menunggu terapi pematangan paru janin :
- Hipertensi berat yang tidak terkontrol
- Eklampsia
- Edem pulmonum
- Solusio plasenta
- DIC
- Nonreassuring fetal status
- Fetal distress intrapartum

b. Pengelolaan intrapartum
- Analgesia
- Pengawasan kemajuan persalinan berdasarkan partograf
- Pengawasan tanda dan gejala perburukan preklampsia setiap saat

c. Pengelolaan postpartum
- Pengawasan nifas
- Pemberian MgSO4 diberikan dalam 24 jam post partum
- Antihipertensi tetap diberikan bila tekanan darah ≥ 150/100
Pengawasan tanda dan gejala perburukan preklampsia berat setiap saat selama 72 jam
postpartum.

5.2.7 Komplikasi
1. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP terdiri dari :
- Hemolisis : kadar LDH  600 mg/dL atau ada bukti hemolisis dari preparat
darah hapus

123
- Elevated liver enzyme : kadar SGOP dan SGPT  70 IU
- Low platelet : trombosit < 100.000 mg/dL
Tatalaksana :
- Pengelolaan preeklampsia seperti yang tertera di atas
- Dexamethason rescue 10 mg / 12 jam IV / IM dan tappering off setelah kadar
trombosit  100.000/uL
- Terminasi kehamilan
2. Edema paru
Pengelolaan sebelum dirujuk :
- Posisi setengah duduk
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan infus dengan tetesan minimal
- Pemberian Furosemide 40 mg IV
- Ukur diuresis dan keseimbangan cairan
3. Eklampsia
Eklampsia adalah kejang umum dan / atau koma pada preeklampsia. Tidak
diketemukan ada penyebab kejang yang lain seperti epilepsi, meningitis atau
perdarahan subarakhnoid.
Pengelolaan awal kejang adalah
- amankan kondisi ibu, jaga jalan nafas dan jaga agar ibu tidak jatuh dan
melukai diri sendiri misal dengan memasang pengaman tempat tidur dan
pemasangan sudip lidah
- jika sudah terpasang infus maka dapat langsung diberikan MgSO4 2 gr IV
- jika belum terpasang infus maka MgSO4 2 gr IV diberikan setelah kejang
selesai
- Pemberian MgSO4 dapat diulang 2 kali. Jika MgSO4 tidak berhasil
menghentikan kejang maka dapat diberikan diazepam. Lakukan intubasi jika
kejang tidak berhenti.
- Jika kejang berhenti maka dilanjutkan pemberian MgSO4 dosis
pemeliharaan
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan infus dengan tetesan minimal
4. Disfungsi renal
5. Stroke hemorrhagik

124
6. Solusio plasenta
7. Koagulasi intravaskular diseminata
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Fetal distress

5.3 PENUTUP
5.3.1 Latihan
1. Sebutkan kriteria diagnosis preeklampsia ringan dan preeklampsia berat ?
2. Sebutkan faktor resiko preeklampsia dan bagaimana upaya pencegahan primer?
3. Jelaskan pengelolaan preeklampsia ringan ?
4. Jelaskan pengelolaan antepartum pada preeklampsia berat sebelum dirujuk ?
5. Bagaimana cara pemberian magnesium sulfat ?
Contoh kasus:

Seorang wanita, 20 tahun, G1P0A0 hamil 30 minggu mengeluhkan sakit kepala sejak
3 hari. Tidak ada riwayat hipertensi pada pasien. Tekanan darah saat ini 170/110
mmHg, nadi 100x/menit, suhu 37 C. Pemeriksaan fisik didapatkan TFU 1 jari di atas
umbilicus. DJJ (+) 144x/menit regular. Proteinuria (++).

Apakah diagnosis kasus tersebut dan bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?

5.3.2 Rangkuman
Preeklampsia merupakan suatu keadaan pada kehamilan dengan usia kehamilan ≥ 20
minggu yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuri atau bila tidak
ada proteinuri maka disertai tanda perburukan lainnya. Preeklampsia terbagi atas
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pencegahan untuk preeklampsia
meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tertier. Pengelolaan medis preeklampsia
ringan berbeda dengan preeklampsia berat.
5.3.3 Tes formatif
1. Wanita, 29 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu datang dengan keluhan nyeri
kepala. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 170/100 mmHg dan proteinuria ++.
Diagnosis yang paling tepat untuk pasien ini adalah
a. Eklampsia
b. Preeklampsia ringan
c. Preeklampsia berat

125
d. Hipertensi gestasional
e. Superimposed preeklampsia
2. Wanita, 30 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu datang untuk memeriksakan
kehamilannya. Tidak ada keluhan pusing, mual (-), nyeri ulu hati (-), his (-),
TFU 32cm. Pemeriksaan didapatkan TD 170/90, Hb 15, Leukosit 15.000,
Trombosit 88.000, Ureum 50, Creatinin 0,8. SGOT/SGPT 80/72, LDH 650,
Proteinuria (+1). Diagnosis yang tepat adalah
a. Preeklampsi berat
b. Preeklampsi ringan
c. HELLP syndrome
d. Hipertensi kronis
e. Infeksi dalam kehamilan
3. Seorang perempuan, 23 tahun, G2P0A1 usia kehamilan 38 minggu datang
dengan keluhan kenceng-kenceng/ nyeri perut dan keluar cairan lendir dari
jalan lahir. Saat diperiksa TD 150/100 mmHg, albuminuria negatif.
Pembukaan 5 cm, eff 50%. Tiga puluh hari pasca persalinan tekanan darah
kembali normal. Apakah diagnosis yang mungkin pada pasien tersebut?
a. Preeklampsia ringan
b. Preeklampsia berat
c. Hipertensi kronik
d. Hipertensi gestasional
e. Eklampsia
4. Ny, G, usia 35 tahun G4P3A0 hamil 35 minggu datang ke IGD dengan keluhan
kejang. Kejang dua kali selama 15 menit sejak 3 jam yang lalu. Setelah kejang
pasien mengalami penurunan kesadaran. Tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
98 x/menit, RR 24 x/menit, suhu 36,4 C. proteinuria +2. Penatalaksanaan awal
apakah yang tepat?
a. Magnesium sulfat
b. Resusitasi cairan
c. Terminasi kehamilan
d. Intubasi
e. Nifedipin
5. Dalam pemberian MgSo4, terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi sebagai
berikut

126
a. Frekuensi nafas < 16 x/menit
b. Frekuensi nafas >16 x/menit
c. Tidak terdapat reflex patella
d. Urin < 0,5 cc/kgBB
e. Terdapat antidotum Natrium gluconas

5.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.

5.3.5 Tindak lanjut


Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
5.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. E 2. C 3. A 4. A 5. B

5.4 DAFTAR PUSTAKA


1. Hypertension in pregnancy. American College Obstetrics and gynecologic 2013.
2. Pedoman nasional pengelolaan klinis preeklampsia. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012.
3. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rause DJ, Spancy CY.
Williams obstetrics. 23 ed. New York: Mc Graw Hill; 2010. p.706-47.
5. Working Group on High Blood Pressure on Pregnancy. Report of the National
High Blood Pressure Education Program. Am J Obstet Gynecol 2000;183:S1-
S21.
6. Noroyono W, Irwinda R, Frisdiantiny E. Diagnosis dan tatalaksana preeklampsia
[Internet]. 2013 [cited 2015 Nov 15]. Available from:
http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/

127
BAB VI
PENYULIT PADA PERSALINAN

A. PRETERM
B. SEROTINUS
C. KETUBAN PECAH DINI DAN KOMPLIKASINYA
D. GAWAT JANIN AKIBAT HIPOKSIA
E. DISTOSIA DAN PARTUS LAMA
F. PERDARAHAN POST PARTUM

128
PRETERM

6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Insiden persalinan preterm 5 – 10 %. Persalinan preterm menyebabkan 70 –
80 % kematian perinatal di Indonesia. Komplikasi persalinan preterm seperti
respiratory distress syndrome (RDS), kebutaan, ketulian, keterbelakangan mental, dan
kelumpuhan masih merupakan masalah yang belum teratasi secara tuntas dan
memerlukan biaya yang tinggi. Intervensi untuk menghentikan persalinan preterm
tidak selalu efektif terutama bila tidak dilakukan sedini mungkin. Oleh karena perlu
peran dokter umum untuk melakukan diagnosis dan pengelolaan secara dini.

6.1.2 Relevansi
Materi kuliah ini berhubungan dengan materi KPD dan komplikasinya. Pada
materi ini akan dikupas persalinan preterm yang tidak disertai KPD.

6.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3A
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat kasus persalinan preterm demi
mencegah mortalitas dan morbiditas pada janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
a) Definisi persalinan preterm
b) Faktor resiko persalinan preterm
c) Etiologi persalinan preterm
d) Patogenesis persalinan preterm
e) Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang persalinan preterm
f) Diagnosis persalinan preterm
g) Penatalaksanaan persalinan preterm

129
h) Komplikasi persalinan preterm

6.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus persalinan
dengan preterm sebelum menghadapi kasus nyata

6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi
Persalinan preterm adalah kontraksi uterus yang teratur diikuti dengan dilatasi
serviks yang progresif dan / atau penipisan serviks pada usia kehamilan 28 - 37
minggu.

6.2.2 Faktor resiko


Adapaun faktor resiko yang dikenali adalah :
- Riwayat persalinan preterm pada kehamilan sebelumnya.
- Alat kontrasepsi IUD insitu
- Infeksi saluran kencing (bakteriuri asimptomatik atau rekuren ISK)
- Merokok
- Status sosioekonomi yang rendah
- Status nutrisi yang rendah
- Assisted reproductive technique

6.2.3 Etiologi
Penyebab prematur 50 % idiopatik. Adapun yang etiologinya diketahui adalah
- Perdarahan antepartum
- Ketuban pecah dini
- Preeklampsia
- Korioamnionitis
- Overdistensi uterus : gemelli dan polihidramnion
- Serviks inkompeten
- Kelainan kongenital uterus : uterus didelphys, uterus bicornus
- Infeksi yang saat ini diderita misal demam akut, pielonefritis akut, diare,
apendisitis akut, toxoplasma
- Operasi daerah abdomen

130
- Leukorrhea karena bacterial vaginosis, streptokokus, beta hemolytic,
bacteriodes, chlamydia dan mycoplasma
6.2.4 Patogenesis
Skema patogenesis persalinan preterm karena infeksi

Infeksi intraamnion oleh bakteri

Bakteri mengeluarkan endotoksin

Endotoksin dalam air ketuban merangsang


sel desidua menghasilkan sitokin (IL-1,
TNF, IL-6)

IL-1 + TNF TNF + Matriks


metalioproteinase

Me↑ ekspresi matriks Sitokin merangsang sintesis


metalioproteinase & IL-8 pada prostaglandin pada membrane
korion, desidua & seviks fetalis dan desidua

Prostaglandin merangsang: Me↑ program


Me↑ kerusakan matriks - Kontraksi uterus kematian sel2 amnion
ekstraseluler membrana - Pematangan serviks
fetalis & seviks - Pelepasan corticotropin releasing
hormon di plasenta, membrane
fetalis & desidua

Menginisiasi terjadinya
Persalinan Preterm (Partus
Prematurus)

Skema patogenesis persalinan preterm karena perdarahan:

131
Skema patogenesis persalinan preterm karena kehamilan ganda:

6.2.5 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


- Anamesis tertuju untuk mengetahui faktor resiko tinggi dan etiologi.
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang untuk skrining awal yaitu pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, urin rutin dilanjutkan kultur dan sensitivitas urin jika hasil urin rutin curiga
ke arah infeksi, dan pegecatan kultur sekret vagina). Pemeriksaan elektrolit dan
glukosa darah sebelum memberikan tokolitik. Pemeriksaan USG untuk mengetahui
kesejahteraan janin, panjang serviks dan lokasi plasenta.

6.2.6 Pengelolaan
Prinsip pengelolaan adalah
1. Mencegah muculnya persalinan prematur
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah persalinan prematur dengan
mengurangi faktor resiko tinggi (contoh pengenalan infeksi). Pencegahan sekunder
ditujukan untuk deteksi awal ancaman persalinan prematur sehingga dapat
diberikan profilaksis (contoh pemberian obat tokolitik).
2. Mencegah ancaman persalinan prematur menjadi persalinan prematur, jika tidak
ada kontraindikasi (kontraindikasi meliputi kondisi janin atau ibu tidak baik serta
ketuban pecah dini). Upaya pengelolaan yang dilakukan adalah tirah baring ;
hidrasi yang cukup ; pemberian obat tokolitik untuk memberikan waktu yang
cukup untuk pemberian kortikosteroid / rujukan ; obat kortikosteroid untuk
132
pematangan paru ; obat MgSO4 untuk mecegah perdarahan otak pada bayi
prematur. Macam obat kortikosteroid adalah betamethasone 12 mg IM / 24 jam (2
kali pemberian) atau dexamethasone 6 mg IM / 12 jam (4 kali pemberian).
Kontraidikasi pemberian tokolitik yaitu pada ibu ditemukan diabetes tidak
terkontrol, tirotoksikosis, perdarahan antepartum yang aktif ; pada janin ditemukan
fetal distress, kelainan kongenital, usia kehamilan ≥ 34 minggu ; kehamilan :
ketuban pecah, korioamnionitis, dilatasi serviks ≥ 4 cm. Kontraindikasi pemberian
kortikosteroid adalah infeksi dan diabetes mellitus dengan terapi insulin dengan
kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl
3. Manajemen persalinan premature untuk mencegah asfiksia, RDS, dan trauma saat
persalinan. Manajemen saat kala 1 meliputi tirah baring untuk mencegah pecah
ketuban, pemberian oksigen 6 – 8 lt/menit, persiapan NICU, dan pengawasan
dengan CTG intrapartum. Bedah sesar atas indikasi obstetri. Manajemen saat kala
2 meliputi persalinan untuk mencegah kompresi dan dekompresi kepala janin yang
cepat (karena persalinan prematur berlangsung dengan cepat), episiotomi untuk
mencegah trauma kepala akibat resistensi perineum, jika ada persalinan macet
dilakukan ekstraksi forceps, tali pusat di klem segera untuk mencegah
hyperbilirubinemia dan hypervolemia. Setelah lahir perlu dipikirkan transport ke
NICU oleh tenaga yang ahli.
4. Perawatan bayi prematur. Mortalitas dan morbiditas bayi rendah bila lahir antara
34 – 36 minggu. Pemberian surfaktan diperlukan untuk bayi yang lahir < 34
minggu.

6.2.7 Komplikasi
Komplikasi persalinan prematur meliputi
- RDS
- Hiperbiliribun
- Asfiksia

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Wanita, 27 tahun, G2P1A0 hamil 30 minggu datang dengan keluhan keluar lendir
darah dari jalan lahir dan perut terasa kenceng-kenceng. Pasien tidak mengeluh
keluar air dari jalan lahir. Riwayat kehamilan sebelumnya bayi lahir prematur (+).

133
Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital dalam batas normal, DJJ 140 x/menit, TFU
sesuai dengan usia kehamilan, pemeriksaan dalam vagina didapatkan lendir darah
(+), pembukaan 2 cm, penipisan serviks 25%.

Apakah diagnosis yang tepat pada kasus diatas dan bagaimana tatalaksana yang
tepat untuk pasien ini?

6.3.2 Rangkuman
Persalinan preterm merupakan kontraksi uterus yang teratur diikuti dengan dilatasi
serviks yang progresif dan / atau penipisan serviks pada usia kehamilan 28 - 37
minggu. Penyebab persalinan prematur 50% idiopatik. Persalinan preterm dapat
menimbulkan beberapa komplikasi yaitu RDS, hiperbilirubin, dan asfiksia. Prinsip
pengelolaan persalinan preterm adalah mencegah munculnya persalinan premature,
mencegah ancaman persalinan prematur menjadi persalinan prematur, manajemen
persalinan prematur untuk mencegah asfiksia, RDS, dan trauma saat persalinan, dan
perawatan bayi premature.

6.3.3 Tes formatif


1. Perempuan, 23 tahun, G1P0A0 hamil 31 minggu datang dengan keluhan nyeri
abdomen sampai ke kemaluan dan keluar lendir darah dari jalan lahir. Tes
nitrazin (-). Oleh dokter diberikan injeksi kortikosteroid. Apa tujuan
pemberian kortikosteroid pada kasus ini?
a. Mematangkan paru janin
b. Mencegah infeksi uterin
c. Mencegah tahanan serviks terhadap janin
d. Meningkatkan denyut jantung janin
e. Menurunkan denyut jantung janin
2. Ny A, G2P1A0 usia kehamilan 32 minggu, datang dengan keluhan kenceng-
kenceng, tanda vital dalam batas normal. Apakah pilihan terapi yang tepat
pada pasien ini?
a. Dexametason 12 mg/6jam IV
b. Dexametason 12 mg/6 jam IM
c. Dexametason 12 mg/6 jam oral
d. Dexametason 6 mg/12 jam IM
e. Betametason 12 mg/12 jam IM

134
3. Ny B, hamil 33 minggu datang dengan perut terasa kenceng-kenceng dan
keluar lendir darah dari jalan lahir. Keluhan keluar air dari kemaluan
disangkal. Dari pemeriksaan dalam vagina didapatkan pembukaan 2 cm. Oleh
dokter pasien dicurigai mengalami persalinan preterm. Tindakan yang paling
tepat dilakukan dokter adalah
a. Induksi oksitosin
b. Pemberiaan mertilergometrin
c. Pemberiaan tokolitik
d. Section caesarean
e. Ekstraksi vacuum
4. Persalinan prematur dapat menimbulkan beberapa komplikasi, berikut adalah
komplikasi dari persalinan prematur
a. Ketuban Pecah Dini
b. Preeklamsia
c. Asfiksia
d. Korioamnionitis
e. Perdarahan antepartum
5. Penyebab prematur 50% adalah idiopatik, berikut adalah etiologi yang
diketahui dari persalinan prematur adalah
a. RDS
b. Hiperbilirubin
c. Asfiksia
d. Cerebral palsy
e. Perdarahan antepartum
6.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. A 2. D 3. C 4. C 5. E

135
6.4 DAFTAR PUSTAKA
a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Postterm pregnancy. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd
edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
c) Prawirohardjo, S. Saifudin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
kebidanan darwono. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2010.
d) Buku ALARM.

136
SEROTINUS

6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Serotinus mengakibatkan mortalitas dan morbiditas, bahkan sudah mulai
terjadi saat kehamilan melewati 41 minggu. Pada saat usia kehamilan 41 minggu,
seorang ibu hamil diberikan informed consent apakah akan dilakukan terminasi
kehamilan atau pemantauan kesejahteraan janin sampai usia kehamilan 42 minggu.
Angka kematian perinatal 1,04 – 1,27 per 1000 wanita hamil pada usia kehamilan 41
minggu berbanding 1,55 – 3,1 per 1000 wanita hamil pada usia kehamilan 42 minggu.
Angka kematian perinatal pada usia kehamilan lebih dari 42 minggu adalah dua kali
dibandingan kehamilan aterm dan meningkat 6 kali lipat pada usia kehamilan lebih
dari 43 minggu. Untuk mengurangi angka kematian perinatal tersebut maka diberikan
pilihan terminasi kehamilan pada saat usia kehamilan 41 minggu karena berhubungan
dengan angka kematian perinatal yang lebih rendah dan tidak ada peningkatan bedah
sesar bila dibandingkan usia kehamilan 42 minggu

6.1.2 Relevansi
Materi bab ini berhubungan dengan materi perawatan antenatal dan gawat
janin.

6.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3A
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat kasus serotinus demi mencegah
mortalitas dan morbiditas pada janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
a) Definisi serotinus
b) Faktor resiko serotinus

137
c) Etiologi serotinus
d) Patogenesis serotinus
e) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serotinus
f) Diagnosis serotinus
g) Penatalaksanaan serotinus
h) Komplikasi serotinus

6.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus persalinan
dengan serotinus sebelum menghadapi kasus nyata.

6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi
Definisi serotinus adalah kehamilan yang mencapai 42 minggu. Istilah lain
yang sama dengan serotinus adalah kehamilan lewat waktu atau postterm. Istilah
serotinus sering rancu dengan istilah postdate dan postmatur. Postdate adalah
kehamilan yang melewati taksiran persalinan. Postmatur adalah kondisi janin yang
menunjukkan tanda kehamilan serotinus. Umumnya didapatkan 12 – 20 % neonatus
dengan tanda postmaturitas pada kehamilan serotinus. Ada 3 stadium tanda postmatur
:
- Stadium 1 : tidak ditemukan verniks kaseosa, kulit kering, rapuh dan mudah
mengelupas pada kulit bayi.
- Stadium 2 : ada mekonium dan kehijauan pada kulit bayi.
- Stadium 3 : ada pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.

6.2.2 Faktor resiko


Riwayat serotinus pada kehamilan sebelumnya.
Kelainan kongenital janin yaitu anensefal

6.2.3 Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah
hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti

138
penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal umumnya tinggi, herediter, karena
postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin


tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap
rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif
terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.

Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut


adalah kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering,
idiopatik, primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan. defisiensi sulfatase
plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi, jenis kelamin
janin laki-laki juga merupakan predisposisi., dan faktor genetik juga dapat memainkan
peran.

6.2.4 Patogenesis
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan
lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,


tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku
panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan.
Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa
menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka
janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar
(makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :

Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian


perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada

139
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesterone.

Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi


kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab
kehamilan postterm.

Teori Kortisol/ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.

Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan


kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti
pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya
diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.

Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan


postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

6.2.5 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

140
Anamnesis dilakukan untuk
- Memastikan usia kehamilan. Usia kehamilan ditentukan dengan :
o Jika HPHT ingat dengan pasti maka usia kehamilan dapat ditentukan dengan
rumus Naegele maupun modifikasinya.
o Jika HPHT lupa maka usia kehamilan ditentukan dengan data pengukuran
CRL (crown rump length) yang dilakukan pada perkiraan umur kehamilan 11
– 14 minggu.
o Jika HPHT lupa dan data CRL tidak ada maka usia kehamilan diperkirakan
dari USG trimester dua awal
o Jika HPHT lupa, data CRL dan USG trimester dua awal tidak ada maka
perkiraan ditentukan dengan anamnesis kapan tes kehamilan dengan urin, djj
pertama terdeteksi dan gerakan janin pertama dirasakan. Tes kehamilan urin
terdeteksi saat usia kehamilan 4 minggu. Djj pertama kali terdeteksi dengan
fetal phone saat usia kehamilan 12 minggu. Gerakan janin terdeteksi pertama
kali saat usia kehamilan 18 minggu
- Menilai kesejahteraan janin secara subyektif yaitu dengan menanyakan gerakan
anak.

6.2.6 Pengelolaan
Prinsip pengelolaan adalah pemantauan kesejahteraan janin dan
merencanakan terminasi kehamilan.
Penilaian kesejahteraan janin
- Kesejahteraan janin dilakukan dengan cara :
a. Subyektif dengan penilaian gerakan janin oleh ibu.
b. Obyektif dengan cara menilai sesuai dengan kapan dilakukan pemeriksaan :
 Saat antepartum dilakukan pemeriksaan non stress test dan profil biofisik
janin.
 Saat intrapartum dilakukan pemeriksan contraction stress test.
Kondisi janin yang tidak baik disebut non reassuring jika
- Jika usia kehamilan tidak jelas maka dilakukan penilaian kesejahteraan janin setiap
minggu.
- Jika usia kehamilan diketahui dengan pasti maka saat umur kehamilan 41 minggu
dilakukan informed consent pada ibu apakah akan diterminasi atau menunggu tepat
saat 42 minggu untuk dilakukan terminasi kehamilan.

141
- Jika saat usia kehamilan 41 minggu belum setuju untuk dilakukan terminasi
kehamilan maka dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin setiap 2 kali
seminggu.
- Selama pemantauan jika kesejahteraan janin non reassuring maka dilakukan
terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan dilakukan dengan 2 cara yaitu pervaginam dan
perabdominal. Terminasi kehamilan perabdominal dilakukan dengan bedah sesar.
Terminasi kehamilan pervaginam dilakukan dengan induksi persalinan. Cara induksi
persalinan dilakukan dengan pemberian drip oksitosin jika nilai skor bishop ≥ 5. Jika
skor bishop < 5 maka dilakukan priming dengan misoprostol terlebih dahulu.
FAKTOR
DILATASI PENDATARAN STASION KONSISTENSI POSISI
SKOR
cm % -3 sampai SERVIKS SERVIKS
+3
0 Tertutup 0-30 -3 Kaku Posterior
1 1-2 40-50 -2 Medium Pertengahan
2 3-4 60-70 -1 Lunak Anterior
3 >5 >80 +1,+2 - -

Skema pengelolaan serotinus

POSTTERM
(42 MG / LEBIH)

142
PENANGANAN SESUAI
PENILAIAN KESEJAHTERAAN
6.2.7 Komplikasi
Komplikasi pada ibu yaitu
- Incoordinate uterine action
- Partus lama
- Distosia
- Persalinan pervaginam dengan tindakan
- Perdarahan postpartum (PPP)
Komplikasi pada janin / bayi yaitu
- Makrosomia
- Sindrom postmatur
- Aspirasi mekoneum

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Wanita 30 tahun G1P0A0 usia kehamilan 42-43 minggu datang dengan keluar air
dan lendir darah dari jalan lahir. Pasien mengeluh perut terasa kenceng-kenceng.
Dari pemeriksaan didapatkan his 3-4 x/10 menit durasi 50 detik, DJJ 140x/menit,
pembukaan 5 cm, effacement 50%, kepala turun di hodge II.

143
Apakah diagnosis pasien tersebut dan bagaimana tatalaksana yang tepat untuk kasus
ini?

6.3.2 Rangkuman
Serotinus atau kehamilan lewat waktu atau postterm merupakan kehamilan yang
mencapai 42 minggu. Usia kehamilan ditentukan dengan beberapa cara yaitu hari
pertama haid terakhir (HPHT), data pengukuran crown rump length (CRL), USG, tes
kehamilan urin, DJJ, dan gerakan janin pertama kali. Prinsip pengelolaan serotinus
mencakup pemantauan kesejahteraan janin dan merencakan terminasi kehamilan.

6.3.3 Tes formatif


1. Ny B, usia 27 tahun, G2P1A0 hamil 42 minggu datang dengan keluhan hamil
lewat bulan, belum mengeluhkan perut kenceng-kenceng dan keluar lendir
darah dari jalan lahir. Tanda vital dalam batas normal. TFU sesuai kehamilan,
his (-), DJJ 150x/menit. Pada pemeriksaan dalam vagina menunjukkan
pembukaan 1 cm, kulit ketuban (+), penipisan 10% portio mediumposterior,
presentasi kepala turun di hodge 1. Diagnosis kasus tersebut adalah
a. G1P0A0 hamil prematur belum inpartu
b. G1P0A0 hamil aterm inpartu kala I
c. G1P0A0 hamil aterm belum inpartu
d. G1P0A0 hamil serotinus inpartu kala I
e. G1P0A0 hamil serotinus belum inpartu
2. Pada kasus di atas, bagaimana tatalaksana untuk pasien tersebut?
a. Induksi persalinan dengan drip oksitosin
b. Induksi persalinan dengan priming misoprostol
c. Bedah sesar
d. Evaluasi satu minggu
e. Pimpin mengejan
3. Usia kehamilan dapat ditentukan oleh beberapa parameter, salah satunya
dengan DJJ pertama kali terdeteksi dengan fetal phone. Usia kehamilan pada
saat DJJ pertama kali terdeteksi dengan fetal phone adalah
a. 10 minggu
b. 12 minggu
c. 14 minggu
d. 16 minggu
e. 18 minggu
144
4. Kehamilan serotinus dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
Berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi pada janin dengan kehamilan
serotinus adalah
a. Partus lama
b. Distosia
c. IUGR
d. Aspirasi mekoneum
e. Pedarahan postpartum
5. Postmatur merupakan kondisi janin yang menunjukkan kehamilan serotinus.
Terdapat 3 stadium tanda postmatur sebagai berikut
a. Ditemukan verniks kaseosa pada kulit bayi
b. Tidak terdapat mekoneum pada kulit bayi
c. Tidak erdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat
d. Kulit merah dan tidak mudah mengelupas pada bayi
e. Tidak ditemukan verniks kaseosa pada kulit bayi

6.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. E 2, B 3. B 4. D 5. E

6.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature rupture of membranes. In: Cunningham FG, editor. Williams
Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
c) Prawirohardjo, S. Saifudin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
kebidanan darwono. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2010.
145
d) Panduan penatalaksanaan kasus obstetri. Jakarta : himpunan kedokteran
fetomaternal 2012.

146
KETUBAN PECAH DINI DAN KOMPLIKASINYA

6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Ketuban pecah dini (KPD) akan meningkatkan resiko infeksi yang dapat
meningkatkan pula resiko mortalitas maupun morbiditas ibu dan janin. Insiden KPD
berkisar anatar 2 – 5 %. Kejadian ini juga berhubungan dengan prematuritas.
Kematian neoantus disebabkan 26 % karena kasus prematur dan 28 % karena kasus
infeksi. Infeksi ini disebabkan 1,8 – 6,7 % akibat KPD lebih dari 24 jam. Angka
kejadian ini menurun jika diberikan antibiotik dan kortikosteroid.

6.1.2 Relevansi
Materi kuliah KPD berhubungan dengan persalinan prematur.

6.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3A
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat kasus KPD dan korioamnionitis
demi mencegah mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
a) Definisi KPD
b) Faktor resiko KPD
c) Etiologi KPD
d) Patogenesis KPD
e) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang KPD
f) Diagnosis KPD
g) Penatalaksanaan KPD kasus preterm dan aterm
h) Komplikasi KPD (pembahasan khusus korioamnionitis dan prolaps tali pusat)

147
6.1.4 Petunjuk belajar
Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus persalinan
dengan KPD sebelum menghadapi kasus nyata.

6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum
mulainya persalinan (inpartu).

6.2.2 Faktor resiko


Faktor resiko yang perlu dianalisa adalah
- Riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya
- Infeksi traktus genital
- Perdarahan antepartum
- Merokok
- Overdistensi uterus akibat kehamilan ganda, polihidramnion, makrosomia dan
solusio plasenta
- Trauma

6.2.3 Etiologi dan patogenesis


Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun diduga disebabkan oleh :
1. Kelemahan selaput ketuban
a. Abnormalitas atauu rendahnya struktur kolagen, akibat:
- Berkurangnya ketebalan kolagen
- Adanya enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi
kolagen sehingga elastisitas dari kolagen berkurang
b. Infeksi bakteri melalui mekanisme:
- Aktivitas enzim fosfolipase A2 yang merangsang pelepasan prostaglandin, sel
interleukin
- Endoktoksin bakteri
- Produksi enzim proteolitik yang menyebabkan lemahnya selaput ketuban
- Lepasnya radikal bebas dan reaksi peroksidase yang merusak selaput ketuban

148
- Peningkatan jumlah lisolesitin dalam cairan amnion yang dapat mengaktivasi
fosfolipid A2
- Ascending infection oleh bakteri
2. Peningkatan tekanan distensi
Misalnya kehamilan ganda, polihidramnion, makrosomia, solusio plasenta

6.2.4 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


Anamnesis
Selain anamnesis secara umum seperti yang disampaikan pada bab 1, juga
ditanyakan anamnesis terarah pada kemungkinan ketuban pecah dini yakni :
 Apakah keluar cairan dari jalan lahir ?
 Apakah ada kenceng-kenceng (kontraksi) ?
 Apakah ada nyeri pinggang belakang ?
 Apakah ada discharge vagina ?
 Apakah ada pengeluaran pervaginam darah atau lendir darah selain cairan ?
 Apakah ada riwayat ketuban pecah dini sebelumnya ?
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan seperti yang telah disampaikan pada bab 1. Jika
ada kecurigaan ketuban pecah dini maka dilakukan pemeriksaan spekulum. Jika usia
kehamilan preterm maka tidak dianjurkan untuk pemeriksaan dalam vagina karena
akan meningkatkan resiko infeksi dan memperpendek fase laten (fase laten adalah
durasi dari ketuban pecah sampai inpartu). Jika dari pemeriksaan spekulum
didapatkan diagnosis inpartu maka dapat dilanjutkan pemeriksaan dalam vagina.
Pemeriksaan spekulum pada ketuban pecah dini akan didapatkan cairan yang
mengumpul di forniks posterior vagina atau terlihat mengalir dari ostium uteri
eksternum. Jika tidak ada pengeluaran cairan maka gerakkan sedikit bagian terbawah
janin, atau minta pasien untuk mengejan/batuk.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
- Tes nitrazin
Saat pemeriksaan spekulum diinsersikan kertas lakmus. Kecurigaan ketuban
pecah dini jika kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru (hasil positif).
Kondisi darah, semen dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu.
- Tes ferning

149
Cairan ketuban dikeringkan di atas kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop.
Jika cairan ketuban maka akan terlihat gambaran daun pakis.
- Laboratorium yang disarankan adalah darah rutin untuk mencari kemungkinan
korioamnionitis. Pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab adalah
pengecatan sekret vagina, urin rutin dan glukosa darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi untuk menilai jumlah cairan ketuban yang sedikit.
- Penilaian kesejahteraan janin dengan CTG dan profil biofisik janin.

6.2.5 Kriteria diagnosis


Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan apabila dijumpai ketiga hal dibawah
ini :
 Pooling cairan di forniks posterior vagina/tampak adanya cairan yang keluar
melalui cerviks
 Tes nitrazine positif atau gambaran daun pakis pada tes ferning
 Tidak ada tanda – tanda inpartu

6.2.6 Pengelolaan
Manajemen bergantung pada usia kehamilan pada saat diagnosis ketuban
pecah dini ditegakkan dan ada tidaknya komplikasi akibat ketuban pecah dini.
1. Konservatif, bila usia kehamilan < 34 minggu
Perawatan di RS tersier yang mempunyai fasilitas NICU memadai.
Pengobatan yang dilakukan di layanan primer sebelum dirujuk adalah sebagai berikut
:
 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru.
Obat pilihan untuk pematangan paru adalah injeksi Dexamethasone 6 mg/12 jam
secara intramuskuler selama 2 hari atau injeksi Betamethasone 12 mg/24 jam
secara intramuskuler selama 2 hari.
 Pemberian tokolitik selama pemberian pematangan paru.
 Pemberian Antibiotik, yaitu injeksi Ampicilin 2 gr IV diikuti dengan
erythromicin 250 mg/6 jam peroral selama 10 hari atau Amoksisilin 500 mg/8
jam per oral selama 5 hari. Hindari pemberian Amoxicillin-asam clavulanat.
Pemeriksaan kesejahteraan janin yang meliputi profil biofisik janin dan
Kardiotokografi yang akan dilakukan di layanan tersier. Upaya konservatif dilakukan
sampai usia kehamilan 34 minggu.

150
2. Aktif, bila usia kehamilan ≥ 34 minggu atau bila terdapat kontraindikasi
perawatan konservatif seperti :
 Korioamnionitis
 Solutio placenta
 Fetal distress
 Prolaps tali pusat
Pilihan cara untuk terminasi kehamilan adalah :
 Bedah sesar atas indikasi obstetri
 Induksi persalinan diberikan dengan drip oksitosin. Induksi tak respon apabila
induksi lebih dari 24 jam namun belum inpartu. Hindari penggunaan balon
kateter sebagai induksi persalinan
Skema alur pengelolaan KPD:

PASIEN DATANG

Pengelolaan awal:
- Menegakkan diagnosis
- Memastikan umur kehamilan
- Memastikan kesejahteraan janin
Umur kehamilan ≥ 34 - Pemberian antibiotik profilaksis Umur kehamilan < 34

TERMINASI
Kontraindikasi konservatif : KONSERVATIF
- Korioamnionitis
BEDAH INDIKASI IBU, - Kesejahteraan janin buruk
SEKSIO JANIN DAN - Tanda-tanda inpartu
OBSTETRI

Umur Kehamilan Umur Kehamilan Umur Kehamilan


PRIMING 32-34 Minggu
PERVAGINAM <28 Minggu 28-32 Minggu
MISOPROSTOL

INDUKSI KONSELING -Kortikosteroid -Konfirmasi


OKSITOSIN BILA KOMPLIKASI - Tokolitik pematangan paru
BS>5 KPD - Evaluasi atau
kesejahteraan - Ekspektatif tanpa
janin dan kondisi kortikosteroid
maupun tokolitik
PARU TELAH -Evaluasi
MATANG kesejahteraan janin
dan kondisi ibu

6.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah :
 Korioamnionitis
Korioamnitis adalah infeksi pada korion dan amnion.

151
Diagnosis klinis yang ditegakkan bila ditemukan demam ≥ 38 C dengan 2 atau
lebih tanda berikut ini :
- frekuensi nadi ibu > 100 kali/menit
- nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi
- cairan amnion yang keluar dari vagina berbau
- denyut jantung janin > 160 kali/menit
- leukositosis . 15.000 sel/mm3
Pengelolaan awal sebelum dirujuk adalah antipiretik dan antibiotik kombinasi
yaitu ampicillin 2 gr IV tiap 6 jam, gentamisin 80 mg IV tiap 6 jam dan
metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai 48 jam bebas demam. Bayi setelah
lahir perlu dilakukan kultur dan pemberian antibiotik.
 Solutio placenta
 Fetal distress
 Prolaps tali pusat
Prolaps tali pusat adalah tali pusat yang keluar dari uterus sebelum janin lahir
dan kulit ketuban sudah pecah. Jika kulit ketuban belum pecah disebut tali pusat
terkemuka.
Pengelolaan jika tali pusat sudah tidak berdenyut maka janin terjadi IUFD.
Jika tali pusat masih berdenyut pada dilakukan resusitasi intrauterin. Dorong
bagian terendah janin ke atas secara manual. Ibu posisi tredelenberg atau knee
chest. Segera rujuk untuk dilakukan bedah sesar dan persiapan resusitasi neonatus.

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Wanita G2P1A0 usia kehamilan 38 minggu datang dengan keluhan keluarnya cairan
encer sangat banyak dari kemaluan sejak 10 jam yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan
adanya keluar lendir darah dari kemaluan dan tidak ada rasa kenceng-kenceng pada
perut. Tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan fisik didapatkan TFU
sesuai usia kehamilan dan DJJ 140x/menit. Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan
tes nitazin (+).
Apakah diagnosis kasus diatas? Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk pasien ini?
6.3.2 Rangkuman
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum
mulainya persalinan (inpartu). Hal ini disebabkan oleh kelemahan selaput ketuban dan

152
peningkatan tekanan distensi. Diagnosis KPD dapat ditegakkan bila dijumpai pooling
cairan di forniks posterior vagina, tes nitrazine positif atau gambaran daun pakis pada
tes ferning, dan tidak ada tanda inpartu. Pengelolaan KPD tergantung dari usia
kehamilan dan ada tidaknya komplikasi.
6.3.3 Tes formatif
1. Ny A, usia 32 tahun G3P2A0 hamil 40 minggu kontrol kehamilannya ke
puskesmas. Sejak 6 jam yang lalu pasien mengaku keluar air dari jalan lahir.
Tidak ada lendir maupun darah keluar dari jalan lahir. Kenceng-kenceng
teratur belum dirasakan. Tanda vital dalam batas normal. TFU sesuai usia
kehamilan, DJJ 150x/menit. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan pooling
cairan di forniks posterior dan tes nitrazine (+). Apakah diagnose yang paling
tepat untuk pasien tersebut?
a. G3P2A0 hamil premature dengan ketuban pecah dini
b. G3P2A0 hamil aterm inpartu
c. G3P2A0 hamil aterm dengan ketuban pecah dini
d. G3P2A0 hamil serotinus dengan ketuban pecah dini
e. G3P2A0 hamil serotinus inpartu
2. Untuk kasus diatas, bagaimana tatalaksana untuk pasien tersebut?
a. Pemberian antibiotik, induksi persalinan
b. Pemberian kortikosteroid, induksi persalinan
c. Tunggu dan evaluasi 4 jam
d. Bedah sesar
e. Pimpin mengejan saat ada his
3. Berikut merupakan faktor-faktor resiko ketuban pecah dini adalah:
a. Bayi kecil masa kehamilan
b. Infeksi traktus genital
c. Riwayat kontak hewan peliharaan
d. Kehamilan lewat waktu
e. Hipertensi
4. Diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakkan apabila dijumpai hal dibawah
ini adalah
a. Tidak tampak pooling cairan di forniks posterior vagina
b. Keluar lendir darah dari jalan lahir
c. Tes nitrazine positif

153
d. Tes busa positif
e. Terdapat tanda inpartu
5. Ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa komplikasi sebagai berikut:
a. Polihidramnion
b. Trauma jalan lahir
c. Serotinus
d. Perdarahan antepartum
e. Korioamnionitis

6.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. C 2. A 3. B 4. C 5. E

6.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature rupture of membranes. In: Cunningham FG, editor. Williams
Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
c) Prawirohardjo, S. Saifudin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
kebidanan darwono. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2010.
d) Panduan penatalaksanaan kasus obstetri. Jakarta : himpunan kedokteran
fetomaternal 2012.

154
GAWAT JANIN AKIBAT HIPOKSIA

6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Kondisi gawat janin termasuk dalam gawat darurat obstetri karena dapat
menimbulkan kematian janin ( IUFD maupun stillbirth) dan hipoksia iskemik
ensefalopati.

6.1.2 Relevansi
Materi dalam sub bab in berhubungan dengan materi sub bab lain yang
berkaitan dengan faktor resiko.

6.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat kasus gawat janin demi mencegah
mortalitas dan morbiditas janin.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang :
a. Definisi gawat janin
b. Faktor resiko gawat janin
c. Patogenesis gawat janin
d. Melakukan diagnosis gawat janin
e. Pengelolaan gawat janin
f. Komplikasi gawat janin

6.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri dan latihan menganalisa ilustrasi kasus persalinan
dengan gawat janin sebelum menghadapi kasus nyata.

155
6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi
Gawat janin adalah kondisi hipoksia janin intrauterin akibat tidak menerima
cukup oksigen.

6.2.2 Faktor resiko


- Persalinan lama
- Distosia
- Induksi persalinan
- Perdarahan antepartum
- Infeksi, yang paling sering korioamnionitis
- Tali pusat menumbung
- Oligohidramnion
- Solusio plasenta

6.2.3 Etiologi
Setiap kondisi pada faktor resiko di atas yang menyebabkan gangguan aliran
darah pada arteri umbilikalis.

6.2.4 Patogenesis
Skema pathogenesis gawat janin akibat hipoksia

6.2.5 Diagnosis
Gawat janin ditegakkan selama persalinan bila denyut jantung janin abnormal
yang meliputi :
- Bradikardi yaitu < 120 x / menit
- Takikardi yaitu > 160 x / menit

156
Denyut jantung janin dapat dinilai dengan laenec, fetal phone dan KTG.

6.2.6 Pengelolaan
Tindakan resusitasi intrauterin yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Bila sedang menggunakan oksitosin maka segera hentikan. Bila ada takisistole
(his > 5 kali dalam 10 menit dengan durasi > 60 detik) maka diberikan tokolitik
terbutaline 250 ug subkutan atau salbutamol 0,5 mg IV
- Posisikan ibu miring ke kiri.
- Berikan oksigen 6 – 8 liter / menit.
- Cari faktor resiko dan kelola penyebabnya. Misal solusio plasenta, infeksi dan
tali pusat menumbung.
- Jika terjadi pada kala 2 dan syarat pervaginam memenuhi maka dilakukan
persalinan pervaginam dengan tindakan.
- Siapkan segera resusitasi neonatus.

6.2.7 Komplikasi
- Intrauterine fetal death yaitu kematian janin intrauterin.
- Stillbirth yaitu kematian janin saat persalinan.
- Hipoksia iskemik ensefalopati yang akan menyebabkan gangguan tumbuh
kembang anak.

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Perempuan, 22 tahun, G1P0A0, hamil 37 minggu datang dengan demam tinggi sejak
2 hari, menggigil, tidak turun-turun. Sebelumnya pasien jatuh dari motor, perdarahan
per vaginam tidak ada, hanya keluar cairan seperti air kencing dari kemaluan.
Keluhan lain tidak ada. Keadaan umum pasien tampak lemah, komposmentis, TD
100/70, HR 100, RR 22, T 38,8 C, TFU sesuai usia kehamilan, DJJ 170. Dilakukan
pemeriksaan inspekulo tampak cairan warna hijau, berbau, OUE tertutup. Dari hasil
laboratorium didapatkan Hb 11,2; WBC 25.200; Trombosit 188.000.

Apakah kasus tersebut termasuk gawat janin? Apa penyebabnya dan bagaimana tata
laksana untuk pasien tersebut?

6.3.2 Rangkuman

157
Gawat janin merupakan kondisi hipoksia janin intrauterin akibat tidak menerima
cukup oksigen. Hal ini ditandai dengan denyut jantung janin abnormal yaitu
bradikardi (<120 x/menit) atau takikardi (>160 x/menit). Gawat janin dapat
menimbukan komplikasi berupa kematian janin, still birth, dan hipoksia iskemik
ensefalopati.

6.3.3 Tes formatif


1. Seorang wanita 30 tahun G1P0A0 datang ke puskesmas dengan keluhan
kenceng-kenceng sering dan teratur sejak 1 hari yang lalu. Telah dipimpin
mengejan 3 jam yang lalu oleh bidan. Keadaan umum pasien lemah, kelelahan.
Tekanan darah 100/70, nadi 100x/menit, suhu 37 C, hasil VT didapat
pembukaan lengkap, kepala turun di hodge III, DJJ 180x/menit. Dari data DJJ
janin mengalami?
a. Infeksi genital
b. Sepsis intrapartum
c. Infeksi intra utertin
d. Partus lama
e. Fetal distress
2. Pada pasien dengan gawat janin memiliki faktor resiko yang menyebabkan
gangguan aliran darah ke janin. Berikut merupakan kondisi yang menjadi
faktor resiko pasien mengalami gawat janin:
a. Polihidramnion
b. Serotinus
c. Perdarahan antepartum
d. Perdarahan postpartum
e. Preeklampsi
3. Komplikasi untuk pasien yang mengalami gawat janin adalah
a. IUGR
b. IUFD
c. Sepsis
d. Distosia
e. Oligohidramnion
4. Wanita 24 tahun G1P0A0 hamil cukup bulan, TTV dalam batas normal, pada
kala I DJJ 110x/menit, his 2x10 detik/20 detik, pembukaan 3 cm, efficacy
90%, kepala bayi di hodge 2. Kemudian 4 jam diukur kembali DJJ 100x/menit,
158
his 4x10 detik/20 detik, efficacy 90%, pembukaan serviks 6 cm. UUK diarah
jam 6. Pasien tersebut didiagnosa sebagai gawat janin dikarenakan?
a. DJJ > 120 x/menit
b. DJJ < 120 x/menit
c. his 2x10 detik/20 detik
d. his 4x10 detik/20 detik
e. kepala bayi di hodge 2
5. Pengelolaan yang tepat untuk resusitasi intrauterine pada pasien dengan gawat
janin adalah
a. Meneruskan pemberian oksitosin
b. Bila terjadi takisistole dapat diberikan tokolitik terbutaline
c. Posisikan ibu berbaring tidak miring
d. Tidak mencari faktor resiko dan kelola penyebabnya
e. Induksi persalinan

6.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. E 2. C 3. B 4. B 5. B

6.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Fetal
assessment. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd edition. Mc
Graw Hill. 2015.
b) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
c) Prawirohardjo, S. Saifudin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
kebidanan darwono. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2010.
DISTOSIA DAN PERSALINAN LAMA
159
6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Setiap persalinan normal dapat setiap saat mengalami distosia atau persalinan
abnormal. Insidens total dari distosia dalam persalinan sulit ditentukan secara pasti.
Pada nullipara insidens sekitar 25 %.
6.1.2 Relevansi
Sebelum belajar sub bab ini, mahasiswa diharapkan mengerti persalinan
normal dan pengetahuan membuat partograf. Buat partograf berdasarkan ilustrasi
kasus di bawah ini untuk memudahkan mempelajari bab ini :
Ny. S usia 30 tahun, G2P1A0, hamil 38 minggu dirujuk oleh bidan dengan alasan
belum melahirkan dari 12 jam yang lalu. Riwayat obstetri anak 1 dengan ekstraksi
vakum, BBL 3600 gram 2 tahun yang lalu dan kondisi anak sekarang sehat. Tinggi
badan ibu 155 cm, berat badan 65 kg dan kenaikan BB selama hamil 20 kg. Kondisi
ibu baik dengan tanda vital 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, tidak anemis dan tidak
edem. TFU 30 cm dan pemeriksaan Leopold I-IV adalah presentasi kepala, punggung
kiri dan penurunan kepala 2/5. Djj = 140 x/menit dan his 3 kali dalam 10 menit lama
45 detik. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 5 cm, kepala turun hodge
3, UUK kiri depan, moulage ++.

Buatlah partograf, diagnosis klinis dan sikap ?

Kondisi pada 4 jam kemudian


Djj = 150 x/menit, his 5x dalam 10 menit, lama 50 detik dan penurunan kepala 2/5.
Periksa dalam vagina menunjukkan pembukaan 8 cm, portio edem, kepala turun
hodge 3, moulage sulit dinilai dan caput +.

Gambaran apa yang ditunjukkan oleh partograf, diagnosis klinis dan sikap ?
Apakah persalinan ini termasuk normal ?
Apakah penyebab dari kelainan ini ?
Bagaimana jika dilakukan augmentasi / perbaikan his ?
Tindakan apa yang paling rasional untuk menyelesaikan persalinan ini ?

6.1.3 Kompetensi

160
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B
yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat kasus distosia demi mencegah mortalitas
dan morbiditas ibu.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan tentang
:
a. Definisi distosia dan persalinan lama
b. Faktor resiko distosia
c. Etiologi dan patogenesis distosia
e. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang distosia dan persalinan
lama
f. Diagnosis distosia dan persalinan lama
g. Penatalaksanaan distosia dan persalinan lama
h. Pencegahan distosia dan persalinan lama
i. Distosia bahu

6.1.4 Petunjuk belajar


Belajar secara mandiri, latihan membuat partograf, dan menganalisa ilustasi
kasus persalinan dengan distosia sebelum menghadapi kasus nyata.

6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi
Nama lain distosia adalah persalinan abnormal. Distosia adalah proses
persalinan yang sulit pada kala 1 maupun kala 2. Pada kala 1 proses persalinan
dikatakan sulit sesuai dari pemantauan partograf. Sementara itu, pada kala 2,
persalinan dikatakan abnormal dimulai dari sejak pimpinan persalinan sampai dengan
batasan waktu yang ditetapkan (nullipara 2 jam dan multipara 1 jam). Persalinan lama
adalah persalinan yang berlangsung dari sejak inpartu ≥ 18 jam.

6.2.2 Faktor resiko

161
Tidak ada faktor resiko yang dapat diidentifikasi.

6.2.3 Etiologi dan patogenesis


Persalinan adalah proses dinamis yang mempunyai ciri kontraksi uterus yang
reguler yang menyebabkan dilatasi dan pendarahan serviks serta penurunan janin
melalui jalan lahir. Perjalanan persalinan dinilai melalui perkiraan dilatasi serviks dan
penurunan presentasi janin. Seperti yang diketahui pada bab persalinan normal bahwa
prognosis persalinan melibatkan panggul ibu (passage), janin (passenger) dan
kekuatan (power). Persalinan yang tidak maju dapat dikarenakan salah satu atau
kombinasi dari ketiga faktor tersebut. Dua penyebab terbanyak adalah inertia uteri
(power) dan cephalopelvic disporpotion-CPD (passage dan passenger). Oleh karena
itu, perlu dipikirkan terlebih dahulu kedua penyebab ini, sebelum memikirkan
penyebab lain.
Penyebab distosia berdasarkan prognosis persalinan 3P yaitu:
1. Power
Penilainan aktifitas uterus berdasarkan partograf adalah menilai frekuensi dan
durasi. Penilaian semikuantitatif ini dianggap cukup adekuat dengan alasan sebagai
berikut :
- Secara objektif penilaian aktivitas uterus dengan alat yang dapat mengukur
intrauterine pressure (IUP).
- Berdasarkan pengukuran tersebut, kekuatan minimal untuk dapat membuka
serviks adalah 15 mmHg.
- Bila dari pemeriksaan fisik his dikatakan adekuat maka jika diukur dengan
alat tersebut didapatkan tekanan IUP  15 mmHg.
Diagnosis untuk kelainan power adalah :
a. Inertia uteri / hypotonic uterine dysfunction
Untuk kepentingan klinis sehari – hari berdasarkan partograf, his dinilai dari
frekuensi dan durasi. Pada kala 1 fase aktif, his dikatakan adekuat jika
frekuensi 3 – 4 kali dalam 10 menit dengan durasi minimal 40 detik.
b. Hipertonic uterine dysfunction
Kelainan his ini terjadi jika durasi > 60 detik, sehingga hampir tidak ada fase
relaksasi. Oleh karena itu, dapat menyebabkan partus presipitatus, yaitu lama
kala 1 dan kala 2 kurang dari 4 jam.
c. Incoordinate uterine dysfunction

162
Selain frekuensi dan durasi, sebenarnya adekuat suatu his jika ada fundal
dominan dan ditemukan simetris serta sinkron pada kedua sisi uterus. Pada
kasus korioamnionitis dapat terjadi incoordinate uterine dysfunction yaitu
tidak ditemukan simetris dan sinkron pada kedua sisi uterus.
2. Passage
Kelainan pada passage berdasarkan pembagian jalan adalah sebagai berikut :
c. Jalan lahir lunak
Adanya mioma uteri, tumor ovarium maupun tumor di rektum dapat
menyebabkan distosia.
d. Jalan lahir keras
Secara umum panggul dinilai baik jika pernah melahirkan BBL  2500 gram
pada persalinan pervaginam. Penilaian jalan lahir keras atau panggul pada
primigravida atau ibu yang belum pernah melahirkan bayi pervaginam sudah
diutarakan pada bab 1. Selain itu panggul juga bisa dinilai dengan pemeriksaan
pelvimetri radiologis. Namun kedua penilaian ini mempunyai nilai prediksi
yang rendah. Selain itu ada cardinal movement yang menggambarkan adaptasi
kepala bayi pada panggul ibu. Oleh karena itu ada istilah try and see untuk
menilai kapasitas panggul.
3. Passenger
Kelainan pada passenger yang menyebabkan distosia disingkat dengan 4 M
yakni :
a. Malpresentasi
Malpresentasi adalah semua presentasi selain kepala misal presentasi dahi,
presentasi muka, presentasi ganda, presentasi bokong dan letak lintang. Yang
tidak bisa lahir pervaginam adalah presentasi muka dagu belakang.
b. Malposisi
Malposisi adalah posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun – ubun
kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Jenis malposisi :
- Posisi oksiput anterior
Pemeriksaan abdominal : bagian kecil janin teraba di anterior dan djj terdengar
di samping.
Pemeriksaan vaginal : oksiput dekat sakrum, ubun – ubun besar dekat simpisis.
Kepala janin dalam keadaan defleksi
- Posisi oksiput lintang / transverse arrest

163
Posisi oksiput janin yang masih lintang terhadap rongga panggul ibu hingga
akhir persalinan kala 1 karena gagal berotasi ke posisi oksiput anterior.
- Asinklitismus
Asinklitismus adalah sutura sagitalis tidak tepat di tengah panggul.
e. Malformasi
Kelainan pada janin yang menyebabkan distosia adalah hydrocephalus, tumor
abdomen di bayi, higroma kistik dan conjoined twins.
f. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan bayi lahir  4000 gram.

6.2.4 Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Prinsip melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai 3P.
Beberapa hal yang harus dinilai adalah sebagai berikut :
 Nilai kondisi ibu apakah sudah ada tanda – tanda persalinan lama yaitu :
 Tampak dehidrasi
 Tanda – tanda pre syok
 Meteorismus
 Bila ada ancaman ruptura uteri / robekan uterus maka akan ditemukan
Bandl’s ring
 Tentukan frekuensi dan durasi kontraksi
 Nilai kemampuan ibu dalam menghasilkan tenaga ekspulsi, apakah ibu
 Tentukan kondisi janin
 Jumlahnya
 Letaknya
 Presentasi dan penurunan bagian terbawah janin
 Posisi, moulase dan kaput susedaneum
 Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat dll.)
 Anomali kongenital yang dapat menghalangi proses ekspulsi bayi
 Taksiran berat janin
 Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
 Tentukan ukuran panggul dan nilai apakah ada CPD
Pemeriksaan abdomen akan ditemukan kecurigaan makrosomia dan kepala janin
belum masuk PAP. Pemeriksaan dalam vagina akan ditemukan serviks mengecil

164
setelah amniotomi, edema serviks, caput, molase berat, defleksi kepala dan
asinklitismus
 Tentukan ada/tidaknya tumor pada jalan lahir yang dapat menghalangi persalinan
pervaginam
Pemeriksaan penunjang adalah partograf.

6.2.5 Diagnosis
Temuan partograf yang mengarah kepada distosia kala I adalah :

 Grafik garis pembukaan menyilang ke arah kanan garis waspada (paling banyak
ditemui)
 Pembukaan serviks tidak mengalami kemajuan
 Pembukaan serviks maju tetapi tidak disertai penurunan kepala
 Pembukaan serviks tidak maju tetapi terdapat kemajuan dalam penurunan kepala
 Kontraksi tidak membaik dan diikuti dengan tidak majunya pembukaan dan
penurunan kepala
Distosia pada kala II jika janin tidak lahir setelah dipimpin mengejan 2 jam
untuk nullipara atau 1 jam untuk multipara. Setelah tegak diagnosis distosia maka
dicari penyebabnya. Dua penyebab terbanyak adalah inertia uteri dan CPD.

6.2.6 Penatalaksanaan
 Rehidrasi dan pemberian kalori untuk menjaga kondisi ibu yang mengalami
kelelahan jika akan dilakukan perbaikan his atau akselerasi kala II.
 Bedah sesar pada panggul sempit, makrosomia, letak lintang atau CPD
 Akselerasi kala 2 dengan ekstraksi vakum atau forseps pada kasus malpresentasi
atau asinklitismus bila syarat pervaginam memenuhi. Bila syarat pervaginam
tidak memenuhi maka dilakukan bedah sesar.
 Augmentasi atau perbaikan his apabila inersia uteri bukan disebabkan oleh
disproporsi. Augmentasi yang bisa dilakukan dokter umum adalah non
medisinalis yaitu kosongkan vesika urinaria, rangsang puting susu atau
pemecahan kulit ketuban. Augmentasi medisinalis adalah pemberian oksitosin
drip. Cara pemberian oksitosin drip adalah oksitosin 5 IU dimasukkan dalam 500
cc RL. Tetesan awal adalah 8 tetes permenit, dinaikkan bertahap 4 tetes per menit
tiap 30 menit sampai his adekuat atau maksimal 20 tetes permenit.

165
 Jika ada tanda – tanda persalinan lama maka dilakukan pemberian antibiotik
ampisilin 2 gr IV dan metronidazole 500 mg IV.

6.2.7 Komplikasi
Komplikasi ibu
1. Perdarahan
2. Cedera jalan lahir
3. Infeksi
Komplikasi janin
1. Asfiksia berat
2. Ekskoriasi kulit kepala
3. Sefalhematoma
4. Perdarahan subgaleal. Perdarahan ini akan cepat diresorbsi oleh tubuh janin. Pada
janin yang mempunyai gangguan maturitas fungsi hepar, keadaan ini dapat
menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat.
5. Nekrosis kulit kepala yang dapat menimbulkan alopesia di kemudian hari

6.2.8 Pencegahan distosia


- Diagnosis inpartu dengan tepat
- Pengelolaan fase laten yang panjang. Fase laten panjang jika > 8 jam.
- Edukasi persalinan saat perawatan antenatal
- Dukungan dengan cara menemani selama kala I dan kala II oleh keluarga maupun
tenaga kesehatan
- Posisi selama kala I dan kala II sesuai keinginan ibu selama kulit ketuban belum
pecah dan tidak membahayakan kondisi ibu dan janin
- Analgesia yang memadai
- Manajemen aktif persalinan yaitu tindakan – tindakan yang meliputi diagnosis
inpartu dengan tepat, pengawasan persalinan dengan partograf, dukungan yang
terus menerus selama persalinan dan intervesi jika ada ketidaknormalan
perjalanan persalinan (seperti pemecahan kulit ketuban dna augmentasi)

6.2.9 Distosia bahu

166
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu
anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Bayi dapat meninggal dalam waktu
6 menit jika tidak segera dilahirkan.
Faktor resiko distosia bahu adalah :
- Antepartum
 Riwayat distosia bahu sebelumnya
 Makrosomia > 4500 gram
 Diabetes mellitus
 IMT > 30 kg/m2
 Induksi persalinan
- Intrapartum
 Distosia
 Augmentasi oksitosin
 Persalinan pervaginam dengan tindakan
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah :
- Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
- Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle
sign)
- Kegagalan kepala bayi untuk mengalami rotasi eksternal
- Kegagalan turunnya bahu setelah ekspulsi kepala bayi
Tatalaksana yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Minta bantuan tenaga kesehatan lain. Bersiapkah untuk kemungkinan
perdarahan post partum atau robekan perineum.
- Lakukan manuver Mc Robert. Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah
ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh
mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan
fleksi kedua lutut ke arah dada. Kemudian lakukan tarikan yang gentle ke arah
aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan
bahu depan di bawah simfisis pubis. Pada 75% kasus distosia bahu dapat
terbebaskan dengan manuver ini.
- Jika bahu belum lahir segera lakukan salah satu manuver di bawah ini yang
dianggap paling dikuasai oeh penolong
 Episiotomi lebar
 Manuver Rubin dan Massanti

167
Manuver ini dilakukan dengan cara penekanan di sisi anterior pada
bahu posterior untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter
bahu. Bisa dilakukan penekanan dari luar dengan meletakkan tangan
asisten operator di suprasimpisis (manuver Rubin). Atau penekanan
dari dalam vagina oleh asisten operator (manuver Massanti). Bisa juga
keduanya dikombinasikan.
 Manuver Wood’s screw
Melakukan rotasi bahu dengan cara meletakkan kedua jari penolong di
sisi posterior bahu anterior dan kedua jari tangan penolong yang lain
di sisi anterior bahu posterior. Segera lakukan rotasi badan janin.
Dengan demikian bahu belakang akan lahir di bawah simpisis karena
panjang kelengkungan sakrum lebih panjang daripada conjugata
diagonalis (jarak antara promontorium dengan tepi bawah simpisis0
 Manuver manual of posterior arm
Tangan penolong dimasukkan ke dalam vagina. Raih humerus dari
lengan posterior sembari lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan
lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke
arah vagina. Manuver akan memberiksan ruangan untuk bahu anterior
melewati bawah simpisis pubis.
Komplikasi akibat tindakan ini adalah
- Perdarahan post partum
- Erb’s paralysis
- Laserasi vagina

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Wanita hamil G2P1A0 usia kehamilan 39 minggu, datang ke puskesmas diantar
keluarganya dengan keluhan kenceng-kenceng dan keluar lendir darah dari
kemaluan. Pemeriksaan tanda-tanda vital masih dalam batas normal. TFU 37 cm,
DJJ 150 x/menit, pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan lengkap, kepala Hodge
III, presentasi UUK, his 3x dalam 10 menit selama 50 detik. Setelah dipimpin meneran
selama 2 jam, pembukaan lengkap, kepala Hodge II, his 2x dalam 10 menit selama
40 detik.

168
Apakah diagnosa pada kasus di atas? Apakah penyebabnya dan bagaimana tindakan
yang rasional untuk kasus ini?

6.3.2 Rangkuman
Distosia atau persalinan abnormal merupakan proses persalinan yang sulit pada kala
1 sesuai dari pemantauan partograf maupun kala 2 yang dimulai sejak pimpinan
persalinan sampai dengan batasan waktu yang ditetapkan (nullipara 2 jam dan
multipara 1 jam). Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung dari sejak
inpartu ≥ 18 jam. Penyebab distosia berdasarkan prognosis persalinan 3P yaitu
passage, passenger, dan power. Distosia dapat menimbulkan komplikasi bagi ibu dan
janin sehingga perlu pengelolaan dan pencegahan distosia yang tepat.

6.3.3 Tes formatif


1. Penyebab distosia berdasarkan prognosis persalinan 3P salah satunya adalah
passage, berikut adalah kelainan passage yang benar adalah
a. Inertia uteri
b. Presentasi bokong
c. Mioma uteri
d. Asinklitismus
e. Makrosomia
2. Seorang wanita G3P2A0 dengan usia kehamilan 39 minggu sedang bersalin
dengan kepala sudah lahir tetapi bahu belum lahir. Tindakan yang tepat pada
pasien tersebut adalah…
a. Manuver Brandt Andrew
b. Manuver Lovsett
c. Manuver Simpson
d. Manuver Kristeller
e. Manuver McRobert
3. Wanita G3P2A0 datang dirujuk dari bidan karena partus tidak maju sejak 10
jam yang lalu. Berat lahir anak pertama dan kedua masing-masing 3700 g dan
3300 g. Saat ini pasien memasuki kala I aktif, His 1-2x/10 menit, masing-
masing 20 detik, teratur, dan tekanan his 20 mmHg. Kepala janin di Hodge II.
Penyebab yang paling mungkin?
a. Kelainan letak janin
b. Cephalopelvic disproportion
c. Hypotonic uterine contraction
169
d. Incoordinated hypertonic uterine contraction
e. Coordinated hypertonic uterine contraction
4. Wanita G3P2A0 datang dirujuk dari bidan karena partus tidak maju sejak 10
jam yang lalu. Berat lahir anak pertama dan kedua masing-masing 3700 g dan
3300 g. Saat ini pasien memasuki kala I aktif, His 1-2x/10 menit, masing-
masing 20 detik, teratur, dan tekanan his 20 mmHg. Kepala janin di Hodge II.
Tatalaksana kasus ini?
a. Observasi kemajuan persalinan
b. Sectio secarea
c. Oksitosin drip
d. vacuum
e. injeksi metergin IM
5. Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah sebagai
berikut:
a. Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
b. Kepala bayi tidak melekat erat di vulva ( tidak terdapat turtle sign)
c. Turunnya bahu setelah ekspulsi kepala bayi
d. Kegagalan kepala bayi untuk mengalami rotasi internal
e. Kepala bayi mengalami rotasi eksternal dengan baik

6.3.4 Umpan balik


Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. C 2. E 3. C 4. C 5. A

6.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Pedomen penyelenggaraan pelayanan obstetri neonatal emergency komrehensif
(PONEK). Jakarta : Kementrian kesehatan RI 2008.

170
b) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Induction and augmentation of labour. In: Cunningham FG, editor. Williams
Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. 2015.
c) Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi
revisi tahun 2014. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia 2014.
d) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
e) Permenkes Nomor 5 tahun 2014 tentang panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer.
f) WHO. Managing prolonged and obstructed labour. Education for safe
motherhood 2nd Edition. Department of making pregnancy safer. Geneva : WHO
2006.
g) Buku pelatihan alarm.

171
PERDARAHAN POSTPARTUM

6.1 PENDAHULUAN
6.1.1 Deskripsi singkat
Perdarahan postpartum (PPP) termasuk dalam 3 penyebab kematian ibu di
Indonesia. PPP merupakan komplikasi dari 5 – 8% kasus persalinan pervaginam dan
6% kasus bedah sesar.

6.1.2 Relevansi
Pengelolaan PPP sangat penting diketahui oleh mahasiswa agar saat lulus
nanti dapat berkontribusi untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. Guna
mengetahui faktor resiko diperlukan pengetahuan anamnesis dan pemeriksaan fisik
obstetri yang telah disampaikan pada perawatan antenatal. Guna menegakkan
diagnosis diperlukan pengetahuan asuhan persalinan normal. Pengelolaan kasus ini
berhubungan dengan pengenalan gejala dan tanda syok, klasifikasi syok, pengelolaan
syok terutama terapi cairan yang telah dikupas pada kuliah anestesi.

6.1.3 Kompetensi
Sesuai SKDI 2012 maka tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah 3B yaitu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat kasus PPP demi mencegah mortalitas dan
morbiditas ibu.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Sehingga diharapkan pada akhir perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan tentang
:
a. Definisi PPP
b. Penyebab PPP
c. Faktor resiko PPP
d. Patogenesis PPP
e. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang PPP
f. Diagnosis klinis dan diagnosis differensial PPP
g. Penatalaksanaan PPP primer dan sekunder

172
h. Komplikasi PPP

6.1.4 Petunjuk belajar


Mahasiswa dapat belajar mandiri, mengerjakan latihan soal dan mencoba pada
manekuin di skill station berdasarkan daftar tilik sebelum menghadapi kasus nyata.

6.2 PENYAJIAN
6.2.1 Definisi PPP
PPP adalah perdarahan yang terjadi setelah kala III persalinan yang melebihi
500 cc pada persalinan pervaginam dan 1000 cc pada persalinan bedah sesar atau yang
berpotensi mengganggu hemodinamik ibu. PPP terbagi atas 2 klasifikasi yaitu :
a. PPP primer adalah PPP yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. PPP
primer biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir dan sisa plasenta.
b. PPP sekunder adalah PPP yang terjasi setelah 24 jam pertama sampai 12 minggu
setelah persalinan. PPP sekunder biasanya disebabkan oleh sisa plasenta dan
infeksi.

6.2.2 Etiologi dan patogenesis PPP


Penyebab PPP disingkat dengan 4T yaitu kelainan pada
1) Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Kegagalan kontraksi
dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan
parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu cepat, terutama
jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi nonsteroid,
magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga dapat menghambat
kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen
bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio
plasenta, dan hipotermia karena resusitasi massif.
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70%
kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun

173
persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih
tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal.
2) Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi.
3) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan
etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini
harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia
uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal.
4) Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada pembekuan
darah. Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya
sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan PPP.
Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran fibrin yang
berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia
trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome
(hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count), Disseminated
Intravaskuler Coagulation (DIC),dan Dilutional coagulopathy.
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi
kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis
intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel,
aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah diderita
sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat
diantisipasi sebelumnya sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat
dilakukan sebelumnya.

174
6.2.3 Faktor resiko
Pencegahan PPP adalah pengenalan faktor resiko yang ditemukan saat
antenatal dan intrapartum. Jika dikenali ada faktor resiko sejak antenatal maka harus
diberikan konseling untuk melahirkan di fasilitas lengkap yang mempunyai bank
darah dan ruang operasi. Namun sebagian besar kasus PPP tidak ditemukan faktor
resiko oleh karena itu perlu dilakukan manajemen aktif kala III sebagai pencegahan
PPP.
Faktor resiko antenatal Penyebab
- Plasenta previa Tone
- Kehamilan ganda Tone
- Polihidramnion Tone
- Grandemultigravida Tone
- Anemia berat (Hb < 9 gr/dl) Tone
- Mioma dalam kehamilan Tone
- Riwayat PPP pada persalinan sebelumnya Tone
- Obesitas Tone
- Usia > 40 tahun Tone
- Makrosomia Tone, trauma
- Korioamnionitis Tone, tissue
- Riwayat bedah sesar Trauma
- Gangguan faktor pembekuan darah Thrombin
- Solusio plasenta Thrombin
- Preeklampsia Thrombin
- IUFD Thrombin
Faktor resiko intrapartum Penyebab
- Partus lama Tone
- Partus presipitatus Tone
- Induksi / perbaikan his dengan oksitosin Tone
- Persalinan preterm / serotinus Tone
- Persalinan pervaginam dengan tindakan Trauma
- Bedah sesar Trauma
- Episiotomi Trauma
- Distosia bahu Trauma

175
- Plasenta susenturiata Tissue
- Plasenta akreta, inkreta dan perkreta Tissue
- Emboli air ketuban Thrombin
- Demam selama persalinan Thrombin
Faktor resiko setelah persalinan kala II Penyebab
- Tidak melakukan manajemen aktif kala III Tone, trauma
- Manual plasenta Tissue

6.2.4 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemberiksaan penunjang PPP


Anamnesis didapatkan keluhan dan gejala sebagai berikut :
- Perdarahan setelah melahirkan
- Lemah
- Berkeringat dingin
- Menggigil
- Pucat
Pemeriksaan fisik didapat tanda sebagai berikut :
- Tanda syok yaitu akral dingin, nadi cepat dan tekanan darah turun.
- Nilai kontraksi uterus. Jika uterus lembek maka diagnosis atonia uteri.
- Jika uterus tidak lembek maka lakukan pemeriksaan spekulum dan
pemeriksaan dalam vagina untuk menilai laserasi jalan lahir dan sisa
plasenta
- Jika tampak tali pusat masih di luar vulva maka diagnosis retensio plasenta
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan golongan darah
- Pemeriksaan waktu perdarahan dan pembekuan darah

6.2.5 Diagnosis klinis dan diagnosis differensial PPP


- PPP karena atonia uteri
- PPP karena laserasi portio serviks uteri
- PPP karena laserasi vagina
- PPP karena inversio uteri
- PPP karena ruptura uteri
- PPP karena retensio plasenta

176
- PPP karena plasenta restan
- PPP karena gangguan pembekuan darah

6.2.6 Penatalaksanaan umum sebagai bagian terapi pendahuluan sebelum


dirujuk
- Lakukan primary survey dalam 2 menit melakukan inspeksi untuk menilai
kesadaran dan patensi jalan nafas (misal dengan menanyakan nama pasien) ;
menilai capillary refill dan akral dingin untuk menilai sirkulasi.
- Jika ada gangguan pada general survey maka segera cari bantuan (Ask for help)
- Lakukan secondary survey untuk menilai tanda vital.
- Bila ada tanda – tanda syok maka lakukan pemberian cairan kristaloid dengan
kanul intravena berukuran besar (nomor 16 atau 18) 2 jalur. Setelah pemasangan
kanul intravena dapat dilakukan pengambilan sampel darah 20 cc untuk
pemeriksaan laboratorium dan pengambilan contoh darah untuk persiapan tranfusi
darah.
- Berikan juga oksigen 6 – 8 liter / menit.
- Pada saat bersamaan dengan resusitasi cairan lakukan pemeriksaan untuk mencari
penyebab PPP. Langkah mencari penyebab PPP adalah sebagai berikut :
a. Hal pertama yang dilakukan adalah menilai kontraksi uterus.
b. Jika kontraksi uterus tidak baik maka lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
c. Jika kontraksi uterus baik maka lakukan pemeriksaan inspeksi. Jika tampak
tali pusat diluar vulva maka dilanjutkan penatalaksanaan retensio plasenta.
d. Jika uterus tidak teraba dan pada pemeriksaan inspeksi tampak massa kasar di
vagina maka dilanjutkan penatalaksanaan inversio uteri.
e. Jika tidak tampak tali pusat diluar vulva maka dilanjutkan pemeriksaan
spekulum dan pemeriksaan dalam vagina untuk menilai laserasi jalan lahir.
Jika ada laserasi maka dilakukan penatalaksanan laserasi jalan lahir.
f. Jika ada riwayat manual plasenta maka dilakukan penatalaksanaan sisa
plasenta.
g. Jika tidak ada kemungkian penyebab tone, tissue dan trauma maka diagnosis
penyebab terakhir adalah thrombin, terutama jika ditemukan faktor resiko
gangguan pembekuan darah.
- Monitor tanda vital (lebih baik jika ada alat monitor tanda vital) dan diuresis
dengan pemasangan folley kateter setiap 15 menit.

177
- Siapkan rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder setelah kondisi pasien stabil.

6.2.7 Penatalaksanaan PPP primer sebagai bagian terapi pendahuluan


sebelum dirujuk
a. Penatalaksanaan atonia uteri
- Lakukan kompresi bimanual sambil menunggu waktu dan selama pemberian
obat – obatan uterotonika. Setiap 5 menit dinilai kontraksi uterus, jika
kontraksi uterus baik maka kompresi bimanual boleh dilepas.
- Lakukan pemberian obat uterotonika yaitu 10 – 20 oksitosin dalam 500 cc
larutan isotonik dengan tetesan 60 tetes/menit dan 5 IU IV pelan / 10 unit IM.
Dosis maksimal oksitosin adalah 120 unit / 24 jam.
- Jika tidak ada oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti dalam 15 menit
setelah pemberian oksitosin maka diberikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV
(lambat) dan dapat diulang 15 menit kemudian jika masih ada perdarahan.
Dosis maksimal adalah 1 mg / 24 jam. Kontraindikasi pemberian ergometrin
adalah preeklampsia, hipertensi dan decompensatio cordis.
- Jika perdarahan tetap berlanjut setelah pemberian ergometrin atau ada
kontraindikasi pemberian ergometrin maka diberikan misoprostol 800 ug per
rektal.
- Jika perdarahan tetap berlanjut berikan 1 gram asam tranexamat IV bolus
selama 1 menit dan dapat diulang setelah 30 menit.
- Jika tetap tidak ada kontraksi maka dapat dilakukan pemasangan balon kateter
dan persiapkan untuk rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder.
- Tindakan yang mungkin dilakukan di fasilitas kesehatan sekunder adalah
tindakan operatif yaitu B-lynch suture, ligasi arteri uterina, ligasi arteri
hipogastrika dan histerektomi.
b. Penatalaksanaan inversio uteri
Lakukan reposisi uterus.
c. Penatalaksanaan retensio plasenta
- Jika tidak ada perdarahan aktif maka lakukan pemberian oksitosin 10 – 20 IU
dalam 500 cc cairan isotonis dengan kecepatan 60 tetes permenit dan 5 IU IV
pelan / 10 IU IM.
- Jika ada perdarahan aktif maka dilakukan manual plasenta.

178
- Setelah dilakukan manual plasenta, berikan antibiotik profilaksis ampisilin 2
gram IV dan metronidazol 500 mg IV.
d. Penatalaksanaan laserasi jalan lahir
- Bila ditemukan robekan di serviks maka dilakukan pemasangan klem ovarium
pada jam 12, 3, 6 dan 9.
- Bila ditemukan robekan di vagina dan perineum maka dilakukan penjahitan
dengan benang yang dapat diserap.
- Jika perdarahan tetap berlanjut berikan 1 gram asam tranexamat IV bolus
selama 1 menit dan dapat diulang setelah 30 menit.
- Bila ditemukan ruptura uteri maka dilakukan tindakan operatif untuk
dilakukan histerorafi atau histerektomi.
e. Penatalaksanaan sisa plasenta
- Berikan oksitosin 10 – 20 IU dalam 500 cc cairan isotonis dengan kecepatan
60 tetes permenit dan 5 IU IV pelan / 10 IU IM
- Bila serviks terbuka maka lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
darah / jaringan
- Bila serviks tidak terbuka maka dilakukan kuretase
- Berikan antibiotik profilaksis ampisilin 2 gram IV dan metronidazol 500 mg
IV
f. Penatalaksanaan gangguan pembekuan darah
- Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, preeklampsia)
- Penggantian komponen darah yang kurang

6.2.8 Penatalaksanaan PPP sekunder


a. Penatalaksanaan sisa plasenta
- Berikan oksitosin 10 – 20 IU dalam 500 cc cairan isotonis dengan kecepatan
60 tetes permenit dan 5 IU IV pelan / 10 IU IM.
- Berikan antibiotik profilaksis ampisilin 2 gram IV dan metronidazol 500 mg
IV.
- Setelah pemberian uterotonika dan antibiotik selama 3 hari, jika masih ada
kecurigaan sisa plasenta dari pemeriksaan USG maka dilanjutkan tindakan
kuretase.
b. Penatalaksanaan endometritis

179
- Berikan antibiotik profilaksis ampisilin 2 gram IV dan metronidazol 500 mg
IV.
- Terapi suportif misal antipiretik.

6.2.9 Konseling dan edukasi


1. Memberikan informasi akan keadaan ibu yang mengalami PPP.
2. Memberikan informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan.
3. Memastikan dan membantu keluarga jika rujukan akan dilakukan.

6.3 PENUTUP
6.3.1 Latihan
Seorang wanita 24 tahun dengan P1A0 datang ke UGD diantar oleh suaminya
dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Pasien baru melahirkan 1 jam yang lalu
di rumah oleh bidan dengan plasenta tidak lahir lengkap. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan darah keluar dari jalan lahir dan bergumpal serta pada palpasi uterus
didapatkan kontraksi uterus kurang baik.

Apa diagnosis pada kasus ini dan bagaimana penatalaksanaan yang tepat?

6.3.2 Rangkuman
Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang terjadi setelah kala III persalinan
yang melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan 1000 cc pada persalinan bedah
sesar atau yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu. Penyebab dari perdarahan
postpartum meliputi kelainan 4T yaitu tone, trauma, tissue, dan thrombin.
Penatalaksanaan umum sebagai terapi pendahuluan sebelum dirujuk perlu
diperhatikan, yaitu melakukan primary survey, secondary survey, resusitasi cairan,
pemberian oksigen, mencari penyebab, dan monitoring tanda vital.

6.3.3 Tes formatif


1. Seorang wanita post partum 2 jam, dirujuk dengan diantar bidan dengan
keluhan plasenta tak lahir 1 jam setelah bayi lahir. Pada pemeriksaan tampak
tali pusar menjulur melalui jalan lahir. Tanda vital dalam batas normal.
Tindakan selanjutnya yang anda lakukan adalah?
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Atonia uteri

180
d. Rupture uteri
e. Trauma jalan lahir
2. Seorang wanita post partum 2 jam, dirujuk dengan diantar bidan dengan
keluhan plasenta tak lahir 1 jam setelah bayi lahir. Pada pemeriksaan tampak
tali pusar menjulur melalui jalan lahir. Tanda vital dalam batas normal.
Tindakan selanjutnya yang anda lakukan adalah?
a. Manual plasenta
b. Suntik oksitosin
c. Rencana operasi
d. Peregangan tali pusat terkendali
e. Pasang i.v line 2 jalur
3. Wanita 38 tahun P6A0 datang dengan perdarahan postpartum, riwayat partus
pervaginam 2 jam yang lalu, BB lahir janin 4200 g, dan terdapat robekan
perineum grade 1 dan sudah dijahit. Etiologi perdarahan adalah?
a. Atonia uteri
b. Sisa plasenta
c. Perdarahan jalan lahir
d. Rupture uteri
e. Kelainan faktor pembekuan darah
4. Penyebab perdarahan postpartum disingkat dengan 4T, salah satu kelainannya
terdapat pada trauma. Berikut merupakan contoh trauma pada jalan lahir pada
perdarahan post partum adalah
a. Atonia uteri
b. Laserasi portio serviks uteri
c. Plasenta restan
d. Gangguan pembekuan darah
e. Retensio plasenta
5. Penatalaksanaan umum sebagai bagian terapi pendahuluan untuk pasien
dengan perdarahan postpartum adalah sebagai berikut:
a. Melakukan primary survey dalam 10 menit
b. Tidak melakukan secondary survey untuk menilai tanda vital
c. Bila ada tanda syok maka lakukan pemberian cairan kristaloid
d. Melakukan pemeriksaan tanpa mencari penyebab PPP
e. Merujuk ke fasilitas kesehatan sekunder sebelum kondisi stabil

181
6.3.4 Umpan balik
Apabila mahasiswa mampu menjawab 60% semua pertanyaan tes formatif dengan
benar, maka mahasiswa dianggap telah dapat memahami pokok bahasan ini.
6.3.5 Tindak lanjut
Mahasiswa yang telah memahami pokok bahasan ini dapat mempelajari pokok
bahasan lain sedangkan untuk mahasiswa yang belum mencapai 60% diharapkan
mempelajari materi kembali.
6.3.6 Kunci jawaban tes formatif
1. A 2. B 3. A 4. B 5. C

6.4 DAFTAR PUSTAKA


a) Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Post
partum haemorrage. In: Cunningham FG, editor. Williams Obstetrics, 23rd
edition. Mc Graw Hill. 2015.
b) POGI. Perdarahan pasca salin [Internet]. 2013 [cited 2015 Nov 15]. Available
from: http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/
c) Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi
revisi tahun 2014. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia 2014.
d) Kementrian kesehatan RI dan WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI 2013.
e) Prawirohardjo, S. Saifudin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
kebidanan darwono. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2010.
f) Permenkes Nomor 5 tahun 2014 tentang panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer.

182

Anda mungkin juga menyukai