Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang sedang melakukan pembangunan disegala
bidang ya n g bertujuan meningkatkan kesej ahteraan r a k ya t
I n d o n e s i a . A g a r p e m a b a n g u n a n ya n g d ilaksananakan berjalan lancar dan sesu
ai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana
tersebut dikumpulkan dari berbagai potensi sumber daya yang dimiliki oleh Negara
Indonesia ini baik dari hasil sumber kekayaan alam seperti, minyak bumi dan gas
alam maupun dari sektor pajak.
B e r b i c a r a m e n g e n a i k e t e t a p a n p a j a k , p a d a u m u m n ya t i d a k
t e r l e p a s d a r i s u b y e k pajak yaitu mereka (orang atau badan) yang
memenuhi syarat subyektif, yaitu syaratyang melekat pada orang atau
badan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang -undang.
Sedangkan obyek pajak artinya mereka mempunyai potensi untuk dikenai
pajak,tetapi belum tentu dikenai pajak. Sementara itu, wajib pajak adalah
mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subyektif, juga
harus memenuhi syarat obyektif.Jadi wajib pajak itu tidak hanya potensial untuk
dikenakan pajak, melainkan lebih dari itu memang sudah dikenakan kewajiban untuk
membayar utang pajak.
Di dalam menentukan besarnya pajak yang terutang sering
terjadi perselisihan wajib pajak dan petugas pajak . Perselisihan
t e r s e b u t t e r j a d i k a r e n a a d a n ya p e r b e d a a n pendapat antara wajib pajak dan
petugas pajak mengenai suatu masalah seperti peraturan dan penafsiran fiskus atas
suatu fakta, dan kesalahan hitung atau tulis.
Berdasarkan penetapan dan ketetapan pajak, maka Wajib Pajak mempunyai
hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan
keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak
tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
surat keberatan diterima dari Wajip Pajak yang mengajukan.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan
atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding
ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat
Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Banding.
Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus
membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak
harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding
diterima.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, didalam makalah ini akan dibahas
tentang penetapan dan ketetapan serta keberatan dan banding.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada bagian latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan
dijawab permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja teori yang berhubungan/landasan teori yang terkait dengan penetapan dan
ketetapan pajak ?
2. Bagaimana Penetapan dan Ketetapan Pajak ?

C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan


1. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memperoleh informasi dan data
yang cukup sehingga permasalahan yang telah dikemukan pada rumusan masalah diatas
dapat digambarkan dengan jelas melalui informasi yang diperoleh. Berikut penyusunan
makalah ini :
Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perpajakan guna sebagai acuan untuk
penilaian dan bahan diskusi.
Untuk mengetahui landasan teori yang terkait dengan penetapan dan ketetapan
pajak.
Mengumpulkan materi / bahan tulisan untuk kepentingan diskusi sebagai acuan
untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuan tentang perpajakan
khususnya yang berhubungan penetapan dan ketetapan pajak serta bagaimana
pemebetulannya.
Menambah pemahaman dan pengetahuan tentang keberatan dan banding dalam
pajak.
2. Manfaat
Adapun manfaat penyusunan makalah perpajakan ini, yaitu:
Bagi penyusun, makalah ini akan memberikan / menambah pengetahuan tentang
rumusan masalah yang akan dibahas, sehingga dapat di peroleh gambaran yang
lebih jelas mengenai penetapan dan ketetapan pajak serta keberatan dan
banding.
Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat memperluas wawasan keilmuan
dan sebagai sumber bacaan serta sebagai bahan untuk menciptakan suatu karya
ilmiah yang lebih baik dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat
maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum
puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding.
Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
A. Teori Yang Berhubungan (Landasan Teori)
1. Pengertian Pajak
Definisi pajak yang diberikan oleh Soemahamidjaja (1964)
dalam desertasinya yang berjudul: “Pajak berdasarkan asas gotong royong”.
Pendapat lain mengatakan bahwa pajak adalah:
“iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” (Munawir 1992:2).
Sedangkan definisi pajak menurut Soemitro, adalah: “iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa
timbal balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”(Tjahjono & Husein 2000:3).

2. Ciri-ciri yang Melekat pada Pengertian Pajak


Yang berhak memungut pajak adalah negara, dalam hal ini adalah pemerintah
Pusat maupun Pemerintah daerah .
Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan undang-undang serta aturan-
aturan pelaksanaannya (yang dapat dipaksakan); dalam arti bahwa jika utang
pajak
tersebut tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih
dengan menggunakan tindakan keras (hard collection) seperti dengan surat
paksa
dan sita maupun penyanderaan terhadap Wajib Pajak.
Dalam pembayaran pajak-pajak tidak dapat ditunjukkan adanya timbal balik
secara langsung oleh pemerintah.
Pajak tersebut akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara rangka
mencapai kesejahteraan umum.

3. Timbulnya Utang Pajak


Terdapat dua ajaran mengenai saat timbulnya utang pajak, yaitu:
Ajaran materiil. Menurut ajaran materiil utang pajak timbul karena undang-
undang pajak dan peristiwa/keadaan/perbuatan, dan bukan karena
ketetapan oleh fiskus.
Sesuai dengan ajaran materiil ini, saat terutangnya pajak penghasilan
adalah:
a) Pada suatu saat, untuk pajak penghasilan yang dipotong pihak ketiga .
b) Pada akhir masa, untuk pajak penghasilan karyawan yang oleh pemberi
kerja atau oleh pihak lain atas kegiatan usaha.
c) Pada akhir tahun pajak untuk pajak penghasilan.

Ajaran formil. Menurut ajaran formil, utang pajak timbul saat fiskus
menerbitkan surat ketetapan kepada Wajib Pajak/Penanggung pajak. Apa
dasar hukum penetapan dan ketetapan pajak? Dasar Hukumnya, yaitu :
a) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan
b) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, tanggal 12 desember
1994.
c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang
Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan
Pengurangan atau Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal 22
Desember 2000.
d) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 18/PJ.24/1995 Tentang
Perubahan atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 05/PJ.24/1995
Tanggal 3 Februari 1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan
Surat Ketetapan Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Tanggal 5 Mei 1995. Apa saja jenis-jenis penetapan dan ketetapan
pajak? Macam-macam Penetapan dan Ketetapan Pajak :
1. Surat Tagihan Pajak ( STP ) ( Pasal 14 Undang-Undang Nomor 28
TAHUN 2007 ).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ) ( Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ( Pasal
15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB ) ( Pasal 17 Undang-
Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).
5. Surat ketetapan Pajak Nihil ( SKPN ) ( Pasal 17 A Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000)
Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat
dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa. Semuanya mempunyai
ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan
menerbitkan Surat Paksa.

B. Penetapan dan Ketetapan Pajak Serta Keberatan dan Banding


1. Penetapan Pajak
Daluarsa Penetapan Pajak
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu
10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Penentuan masa 10 tahun ini sesuai dengan ketentuan
daluwarsa penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-
dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib
Pajak.Mulai 1 Januari 2008, daluwarsa penetapan pajak ditentukan
menjadi 5 (lima) tahun sejak akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak.
2. Ketetapan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah
bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak
yang terutang dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT)
yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data ? skal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Ketetapan pajak
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a. Sarana untuk melakukan koreksi terhadap WP tertentu yang nyata-nyata
atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal
dan atau kewajiban materil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-jenis Ketetapan Pajak
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi
dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem pemungutan pajak kita sekarang ini menganut sistem self


assessment yaitu Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang
dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pembe-ritahuan (SPT)
yangdisampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fisik yang tidak dilaporkan oleh WP. Dengan demikian, Ketetapan Pajak berfungsi
sebagai:

1. Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP;


2. Sarana untuk mengenakan sanksi;
3. Sarana untuk menagih pajak;
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hat lebih bayar;
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Apabila Wajib pajak tidak puas dengan penetapan dan ketetapan pajak
yang telah dibuat, maka Wajib pajak tersebut memiliki hak untuk mengajukan
keberatan. Namun, bila wajib pajak juga belum puas dengan keputusan keberatan
yang telah diajukannya, maka Wajib pajak tersebut masih bias mengajukan banding
pada Badan Peradilan Pajak.
B. SARAN
Adapun saran-saran yang dapat penyusun sampaikan melalui makalah
perpajakan ini, yaitu ;
Di dalam perpajakan dikenal tarif dan perhitungan pajak untuk menambah pengetahuan
bagi para mahasiswa (i) seharusnya cara-cara tersebut diajarkan melalui perkuliahan yang
telah dilakukan.
Untuk memperlancar proses perkuliahan perpajakan perlu di berikan bahan/materi panduan
kuliah berupa buku paket/photo copy agar para mahasiswa (i) memiliki bahan bacaan
perpajakan yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui lebih dalam tentang perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Tjahyono dan Fakhri Huesin.2000.Perpajakan,Edisi Ketiga.Jogjakarta

Waluyo.2004. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Achmad Tjahyono Dan Triono Wahyudi.2005.Perpajakan Indonesia Edisi


Kedua.Jakarta:Raja Grafindo Persada.

www.google.com.searcharticle: Penetapan dan Ketetapan Pajak serta Keberatan dan


Banding.
PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK

DISUSUN
O
L
E
H

KELOMPOK 1 :

Adhitya Novreza
Atita
Dewi Eka Lestari
Halimatus Sa’diah
Ihwan Maulana
Jamilah
Septia Suci Ekawati

Anda mungkin juga menyukai