Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT


HIV/ AIDS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) yang
menyebabkan kolapsnya sistem imun (Corwin, 2000).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV).
Manivestasi infeksi HIV ditandai dengan tanda-tanda gelaja gangguan sistem
imun yang ringan sampai manivestasi yang menunjukkan kelainan sistem imun
yang berat (Smeltzer, 2001).

2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang
merupakan agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Ada berbagai strain HIV. HIV 2 merupakan yang prevalen di Afrika,
sedangkan strain HIV 1 dominan di Amerika Serikat dan bagian dunia lainnya.
Transmisi horizontal HIV terjadi melalui kontak seksual yang intim atau pajanan
parenteral dengan darah atau cairan tubuh lain yang mengandung HIV. Transmisi
perinatal (vertikal) terjadi ketika ibu hamil yang terinfeksi HIV meneruskan
infeksi kepada bayinya. Tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa kontak
secara sepintas antara orang yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi dapat
menyebarkan virus tersebut (Corwin, 2000).

3. Epidemiologi / insiden kasus


Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di
Bali, akan tetapi penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Hal
ini dapat dilihat pada tes penapisan darah donor yang positif HIV meningkat dari 3
per 100.000 kantong pada tahun 1994 menjadi 4 per 100.000 kantong pada tahun
1998,kemudian menjadi 16 per 100.000 kantong pada tahun 2000. Peningkatan
1
lima kali lebih tinggi terjadi dalam waktu 6 tahun, yaitu pada tahun 2000 terjadi
peningkatan penyebaran epidemik secara nyata melalui pekerja seks, seperti data
dari Tanjung Balai Karimun Riau menunjukkan pada tahun 1995 hanya ditemukan
1% pekerja seks yang HIV positif, akan tetapi pada tahun 2000 angka itu
meningkat menjadi 8,38%. Prevalensi HIV di Merauke pada pekerja seks sangat
tinggi, yaitu 26,5%, sedangkan di Jawa Barat 5,5% dan di DKI Jakarta 3,36%.
Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS, yaitu infeksi HIV
mulai terlihat pada para pengguna narkoba suntik (IDU/Injecting Drug User).
Penularan pada kelompok IDU terjadi secara cepat karena penggunaan jarum
suntik bersama. Sebagai contoh pada tahun 1999 hanya 18% IDU yang dirawat di
RSKO Jakarta terinfeksi HIV, akan tetapi tahun 2000 angka tersebut meningkat
dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%. Hampir semua
propinsi di Indonesia telah melaporkan infeksi HIV dan fakta baru pada tahun
2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV telah meluas ke rumah tangga.
Berdasarkan laporan Eksekutif Menkes RI tentang ancaman HIV/AIDS di
Indonesia (KPA Nasional 2002 ) dinyatakan bahwa pada tahun 2002 jumlah orang
rawan tertular HIV di Indonesia diperkirakan 13 juta sampai 20 juta orang dan
jumlah orang dengan HIV /AIDS diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Pada
dasarnya pemahaman tentang epidemik HIV/AIDS di Indonesia dapat diikuti
secara lebih mendalam melalui hasil pengamatan maupun surveilans HIV/AIDS
yang dilakukan pada kelompok penduduk dengan risiko tertular, seperti pada
pekerja seks, pengguna IDU, narapidana, donor darah, ibu hamil dan sebagainya.

4. Patofisiologi
HIV sebagai retrovirus membawa materi genetik dalam asam ribonukleat
(RNA), dimana virion HIV (partikel virus yang lengkap dibungkus oleh selubung
pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dan
p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat
dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian
yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4+ adalah gp120 dari HIV. Sel-sel
CD4+ mencakup monosit, makrofag, dan limfosit T4 helper (sel yang paling
banyak). Virus masuk ke dalam sel limposit (T4 helper) dan mengikat membran
sel T4 helper (sel T4 penolong) kemudian menginjeksikan dua utas benang RNA
yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan enzim reverse transcriptase, HIV
2
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double standed DNA dan disatukan ke dalam nukleus sel T4
sebagai provirus kemudian terjadi infeksi yang permanen. Virus akan berkembang
biak di dalam sel dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya
dan menghancurkannya dengan menempel pada limfosit yang memiliki suatu
reseptor protein yang disebut CD4 yang terdapat di selaput bagian luar. Sel–sel
yang memiliki reseptor CD4 disebut sel CD4+ atau limposit T penolong yang
berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(limposit B, makrofag, limposit T sitotoksik) yang semuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker,
dimana infeksi pada sel helper T4 mengakibatkan limfofenia berlebihan dengan
penurunan fungsi termasuk penurunan respon terhadap antigen dan kehilangan
stimulus untuk aktivasi sel T dan B. Selain itu, aktivitas sitotoksik sel pembunuh
T8 juga rusak dan kemampuan fungsi makrofag terganggu dengan penurunan
fagositosis dan hilangnya kemoktasis dan pada imunitas humoral terjadi
penurunan respon antibodi terhadap antigen dimana antibodi serum meningkat
tetapi kemampuan fungsinya menurun sehingga rentan terhadap infeksi
oportunistik.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun :
a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah.
Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV jumlahnya menurun
sebanyak 40-50% dan selama masa ini penderita bisa menularkan HIV kepada
orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah.
Meskipun tubuh berusaha melawan virus tetapi tubuh tidak mampu meredakan
infeksi.
b. Setelah sekitar 6 bulan kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit
CD4+ yang rendah membantu dalam menentukan orang-orang berisiko tinggi
menderita AIDS.
c. Satu sampai 2 tahun sebelum terjadinya AIDS jumlah limfosit CD4+ biasanya
menurun drastis, jika kadarnya mencapai 200 sel/ml darah, maka penderita
3
menjadi rentan terhadap infeksi dan timbul penyakit baru yang menyebabkan
virus berproliferasi dan menjadi infeksi yang parah dimana terjadi infeksi
oportunistik yang didiagnosis sebagai AIDS yang dapat menyerang berbagai
sistem organ, seperti paru, gastrointestinal, kulit, dan sensori saraf. Pada paru-
paru dapat terjadi peradangan dan terjadi peningkatan produksi mukus yang
menimbulkan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif, perubahan pola nafas,
gangguan pola tidur dan nyeri. Pada peradangan dapat muncul masalah
hipertermi. Pada gastrointestinal terjadi diare dan jamur pada mulut yang
memunculkan masalah diare, kekurangan volume cairan dan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan. Pada neuro terjadi penurunan fungsi transmitter
sehingga timbul masalah perubahan proses pikir. Di kulit terjadi lesi yang dapat
memunculkan masalah nyeri dan kerusakan integritas kulit.

5. Klasifikasi
A. CDC mengkategorikan dewasa dan dewasa muda terinfeksi HIV berdasarkan
hitung limfosit CD4 dan kondisi klinis, yaitu :
Tabel 1. Sistem Klasifikasi untuk Infeksi HIV dan definisi Kasus Surveilans AIDS yang
diperluas bagi pasien Remaja dan Dewasa
CD 4 Kategori Klinis
A B C
Total % (Asimtomatik) (Simtomatik, bukan (Indikator AIDS)
kondisi A atau C)
≥ 500 /ml ≥ 29% A.1 B.1 C.1
200-499 14-28% A.2 B.2 C.2
< 200 < 14 % A.3 B.3 C.3

(1) Berdasarkan hitung limfosit CD4+:


 Kategori 1 : lebih besar atau sama dengan 500 cells/ul
 Kategori 2 : 200-499 cells/ul
 Kategori 3 : < 200 cells/ul
(2) Berdasarkan kondisi klinis :
(a) Kategori klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan pada dewasa/remaja dengan infeksi
HIV yang sudah dipastikan tanpa keadaan dalam kategori B dan C,
yaitu:

4
- Infeksi HIV yang asimptomatik.
- Limpadenopati generalisata yang persisten
- Infeksi HIV yang akut dengan keadaan sakit yang menyertai.
(b) Kategori klinis B
Keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
- Angiomatosis baksilaris
- Kandidiasis orofaring/vulvaginal
- Displasia servik
- Gejala konstitusional, seperti panas (38,5ºC) atau diare lebih dari 1
bulan
- Herpes zoster
- Leukoplakia oral yang berambut
- Idiopatik trombositopeni purpura
- Listeriosis
- Penyakit inflamasi pelvic khususnya jika disertai komplikasi abses
tuboovarii
- Neuropati peripir
(c) Kategori klinis C
Keadaan dalam kategori C mencakup ;
- Kandidiasi bronkus, trakea/paru-paru, esophagus
- Kanker servik inpasif
- Koksidiodomikosis ektrapulmoner/diseminata
- Kriptokokosis ekstrapulmoner
- Kriptosporidosis internal kronis
- Penyakit cytomegalovirus (bukan hati, lien, kelenjar limpe)
- Retinitis cytomegalovirus
- Encepalopati yang berhubungan dengan HIV
- Herves simpleks, ulkus kronis (durasi lebih dari 1 bulan)
- Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
- Isosporiasis intestinal yang kronis
- Sarkoma Kaposi
- Limfoma Burkitt
- Kompleks mycobacterium avium atau M. kansasil yang diseminata
atau ekstrapulmoner
5
- Mycobakterium spesies lain atau spesies yang tidak dikenali,
diseminata atau ekstrapulmoner
- Pneumonia pneumocytis carnii
- Pneumonia rekuren
- Leukoensefalopati multifokal progresif
- Septikemia salmonella yang rekuren
- Toksoplasmosis otak
- Sindrom pelisutan akibat HIV
(Smeltzer, 2001)
Sejak 1 Januari 1993 orang–orang dengan keadaan yang merupakan
indikator C, B3, A3 dianggap menderita penyakit AIDS.
B. WHO mengklasifikasikan infeksi HIV pada orang dewasa sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi HIV Berdasarkan stadium
STADIUM GAMBARAN KLINIS SKALA AKTIFITAS
I 1.Asimtomatik Asimtomatik aktivitas
2.Limpadenopati generalisata normal
II 1.BB menurun < 10% Simptomatik aktivitas
2.Kelainan kulit dan mukosa yang ringan, seperti: normal.
dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus
oral rekuren, kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir.
4. Infeksi saluran nafas bagian atas, seperti sinusitis
bakterialis.
III 1.BB menurun > 10% Pada umumnya lemah,
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan. aktivitas di tempat tidur
3.Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan. kurang dari 50 %.
4.Kandidiasis orofaringeal.
5.Oral hairy leukoplakia
6.TB paru dalam tahun terakhir.
7.Infeksi bakterial yang berat, seperti pneumonia,
piomiositis.
IV 1.HIV wasting syndrome, seperti yang didefinikan Pada umumnya sangat
oleh CDC. lemah, aktifitas ditempat
2.PCP (Pnemonia Pneumocytis Carnii) tidur lebih dari 50%
3.Toksoplasmosis otak
4.Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan.
5.Kriptokokus ekstra pulmonal.

6
6.Retinitis virus sitomegalo.
7.Herper simpleks mukokutan > 1 bulan.
8.Leukoensefalopati multi fokal progresif .
9.Mikosis diseminata, seperti histoplasmosis.
10.Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus dan
paru.
11.Mikobakteriosis atipikal diseminata.
12.Septisemia salmonelosis non tifoid.
13.Tuberkulosis ekstrapulmoner.
14.Limfoma.
15.Sarkoma kaposi
16.Ensefalopati HIV.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit AIDS pada dasarnya mengenai setiap sistem
organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV atau penyakit AIDS adalah
akibat terjadi infeksi, malignansi atau akibat dari efek langsung HIV itu sendiri.
Berikut adalah manivestasi klinis dari penyakit AIDS:
a. Sistem respiratori
Gejala yang timbul seperti, napas pendek, sesak napas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, dan demam yang disebabkan infeksi yang terjadi
pada paru-paru.

b. Sistem Gastrointestinal
Gejala yang timbul seperti hilanya selera makan, mual, muntah,
adanya kandidiasis oral yang dapat menyebar pada esophagus dan
lambung, diare kronis, penurunan berat badan lebih dari 10% berat badan
sebelumnya, hilangnya massa otot, kelemahan karena hipermetabolisme
tubuh.

c. Kanker
Penderita AIDS mengalami insiden lebih tinggi terhadap kanker
daripada orang normal karena stimulasi HIV terhadap sel kanker dan
defisiensi sistem kekebalan sehingga substansi penyebab kanker seperti
virus lebih mudah menyerang tubuh. Gejala klinisnya seperti lesi pada
kulit, pada wanita terdapat perdarahan yang terus menerus pada vagina,

7
keluar cairan yang berbau busuk dan rasa gatal dan panas pada daerah
vagina.

d. Sistem neurologi
Komplikasi neurologik meliputi fungsi saraf sentral, perifer dan
autonum dimana gangguan ini dapat terjadi akibat efek langsung HIV pada
jaringan saraf, IO, neoplasma primer atau metastatik, perubahan
serebrovaskuler, ensefalopati metabolik atau komplikasi sekunder karena
terapi kompleks, seperti:
 Ensefalopati HIV (kompleks dimensia AIDS) berupa sindrom klinis
yang ditandai penurunan progesif pada fungsi kognitif, perilaku dan
motorik. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan konsentrasi, konfusi progesif, pelambatan
psikomotorik, apatis dan ataksi. Stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan afektif,
seperti pandangan yang kosong, hiperrefleksi paraparesis spatik,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, serangan kejang, mutisme.
 Meningitis kriptokokus, yaitu infeksi jamur Cryptococcus neoform
dengan gejala demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual,
vomitus, perubahan status mental, dan kejang.
 Leukoensefalopati multifokal progresiva (PML) merupakan kelainan
sistem saraf pusat dengan demielinisasi yang disebabkan virus J.C
manifestasi klinis dimulai dengan konfusi mental dan mengalami
perkembangan cepat yang pada akhirnya mencakup gejala kebutaan,
afasia, paresis .
 Mielopati vaskuler merupakan kelainan degeneratif yang mengenai
kolumna lateralis dan posterior medulla spinalis sehingga terjadi
paraparesis spastik progresiva,ataksia serta inkontinensia.
 Neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV diperkirakan
merupakan kelainan demielisasi dengan disertai rasa nyeri serta
matirasa pada ekstrimitas, kelemahan, penurunan reflkes tendon yang
dalam, hipotensi ortostatik

8
e. Sistem integument
Gejala klinisnya timbul vesikel pada kulit akibat infeksi Herpes
Zoster atau hesper simpleks, terdapat ruam, kulit bersisik, kulit kering,
mengelupas.
(Smeltzer, 2001).

Selain itu, terdapat pula gejala HIV sesuai dengan fase-fase infeksi:
Tabel 3. Gejala HIV sesuai dengan fase-fase infeksi
Lamanya Antibodi yang Dapat
Fase Gejala-gejala
fase terdeteksi ditularkan
1. .Periode 4mg-6bln Tidak Tidak ada Ya
jendela setelah
infeksi
2. Infeksi 1-2 minggu Kemungkinan Sakit seperti flu Ya
HIV
primer
akut
3. Infeksi 1-15 tahun Ya Tidak ada Ya
asimtomati atau lebih
k
4. Supresi Sampai 3 Ya Demam, keringat malam hari, Ya
imun tahun penurunan BB, diare, neuropati,
simtomatik keletihan, ruam kulit,
limpadenopati, perlambatan
kognitif, lesi oral

5. AIDS Bervariasi Ya Infeksi oportunistik berat dan Ya


1-5 tahun tumor –tumor pada setiap sistem
dari tubuh,manifestasi neurologik
penentuan
kondisi
AIDS

7. Penularan
HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung partikel virus,
yang ditularkan melalui cara:
a. Hubungan sex dengan penderita HIV (+)
b. Tranfusi darah yang terkontaminasi
9
c. Penggunaan jarum suntik bersama pada IDU
d. Ibu hamil yang HIV (+) ke bayi yang dikandung
e. Memberi ASI dari ibu yang HIV (+) ke bayi

8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dimana pada pasien AIDS diterapkan universal precaution. Pemeriksaan fisik
lengkap harus dilakukan termasuk:
Keadaan umum : kurus, sakit akut/kronis,lemah
 Pemeriksaan funduskop, terutama pada pasien dengan penyakit HIV lanjut
(mis. CD4 <100) sebagai skrining untuk retinitis CMV.
 Pemeriksaan mulut untuk mencari kandidiasis, oral hairy leukoplakia,
penyakit gusi.
 Kelenjar getah bening: limfadenopati generalisata, kelenjar yang asimetris
(kiri-kanan tidak sama) atau yang cepat membesar dapat menunjukkan infeksi
atau kanker yang mendasari
 Pemeriksaan kelamin dan dubur untuk mencari luka dalam atau luar misalnya
herpes atau kondilomata
 Pemeriksaan neurologis termasuk penilaian fungsi saraf perifer.
 Pemeriksaan kulit untuk mencari lesi kulit terkait HIV yang bermakna,
termasuk dermatitis seborea, psoriasis, folikulitis, sarkoma kaposi, kutil
umum, dan moluskum kontagiosum.
 Palpasi abdomen untuk mencari organomegali.
 Auskultasi: untuk mencari rhonci/wheezing, suara jantung, peristaltik usus
 Perkusi untuk mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dimana bunyi dapat
timpani (normal), pekak, redup

9. Pemeriksaan diagnostic / penunjang :


a. Pemeriksaan laboratorium:
(1) Tes yang digunakan untuk mendiagnosis HIV dan melihat perkembangan
penyakit serta responnya terhadap terapi HIV, yaitu:
(a) Tes antibodi HIV :
 Tes ELISA ( Enzym –Linked Immunosorbent Assay )

10
ELISA tidak menegakkan diagnosis AIDS tapi menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi HIV.
 Western Blot Assay
Mengenali antibody HIV dan memastikan seropositiftas HIV.
 RIPA ( Radio Immuno Precipitation Assay )
Mendeteksi protein dari anti bodi
 Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositif.
(b) Pelacakan HIV: antigen p24, reaksi rantai polimerasi (PCR), kultur sel
mononuclear darah perifer untuk HIV-1, kultur sel kualitatif, kultur
plasma kuantitatif, mikroglobulin B2, neopterin serum.
(c) Status Imun: sel-sel CD4+, % sel-sel CD4+, rasio CD4:CD8, hitung sel
darah putih, kadar immunoglobulin, tes fungsi sel CD4+, reaksi
sensitivitas pada tes kulit.
b. Pemeriksaan sitologis urine, feses, cairan spinal, sputum dan sekresi untuk
mengidentifikasi infeksi protizoa,jamur,bakteri,viral.
c. Pemeriksaan darah umum: DL, SGOT, SGPT, BUN/SC, Protein total,
albumin, globulin, kolestrol, AGD, elektrolit
d. Radiologi: Thorak foto ,USG
e. Pemeriksaan neurologist: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG
f. Biopsi
g. Bronkoskopi

10. Diagnostik
Diagnosis didasarkan pada riwayat klinis, identifikasi faktor risiko,
pemeriksaan fisik, bukti laboratorium yang menunjukkan disfungsi kekebalan,
identifikasi antibodi HIV, tanda–tanda serta gejala dan infeksi atau malignansi
yang termasuk dalam sistem klasifikasi CDC untuk infeksi HIV.

11. Pencegahan
Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan pada pendidikan
masyarakat mengenai cara penularan HIV dengan tujuan merubah kebiasaan
orang-orang yang berisiko tinggi tertular:

11
a. Untuk orang sehat
- Abstinens (tidak melakukan hubungan sex) dengan orang yang terinfeksi HIV
- Sex aman (terlindung)
b. Untuk penderita HIV (+)
- Abstinens
- Sex aman
- Tidak mendonorkan darah / organ
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksual
c. Untuk penyalahgunaan obat-obatan
- Menghentikan penggunaan jarum bersama –sama
- Mengikuti program rehabilitasi
d. Untuk profesional kesehatan
- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan
tubuh/selalu menerapkan UP.

12. Terapi/Tindakan Penanganan


Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian
replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta pemulihan sistem
imun melalui penggunaan preparat imunomodulator dan perawatan suportif,
seperti :
a. Penggunaan obat-obatan untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV :
1) Infeksi umum: Trimetoprim–sulfametoksazol (TMP-SMZ)
2) PCP: TMP-SMZ,Pentamidin, kombinasi trimetoprim oral
3) MAC: Rifabutin
4) Meningitis: amfoterisin B IV
5) Retinitis CMV: Foskarat
6) Kandidiasis: suspensi nistatin
7) Lesi esophagus: ketokonazol / flukonazol
8) Diare kronis: Sandostatin
b. Pemberian suplemen nutrisi: advera
c. Penanganan keganasan dengan kemoterapi ABV (Adreamisin,
Bleomisin,Vinkristin)
12
d. Terapi anti retrovirus:
1) Golongan NRTI ( Nucleussides Reverse Transcriptase Inhibitor )
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA seperti: Zidovudin (ZDV),
Lamivudin (3TC), Stavudin (D4T), Didanosin.
2) Golongan NNRTI (Non-Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor)
Obat ini bekerja menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA
seperti: Nevirapin, Foscavir.
3) Inhibitor protease merupakan obat yang menghambat kerja enzim
protease, seperti indinavir, nelfinavir, ritonavir, saquinavir.
e. Terapi alternatif
Terapi alternatif dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
1) Terapi spiritual atau psikologis: terapi humor, hypnosis, faith
healing, afirmasi positif
2) Terapi nutrisi: diet, suplemen vit c.
3) Terapi obat dan biologik : ozon,oksigen
4) Terapi dengan tenaga fisik dan alat: akupuntur, akupresor, masase,
refleksologi, yoga, kristal.

13
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
A. Informasi Umum Pasien
(1) Identitas
(2) Riwayat penyakit sebelumnya
(3) Riwayat penyakit sekarang
(4) Riwayat penyakit keluarga
(5) Latar belakang keluarga
(6) Riwayat lingkungan tempat tinggal
(7) Riwayat tumbuh kembang
(8) Riwayat nutrisi
B. Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
(1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
a. Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku
berisiko tinggi (mis. Seksual ataupun penggunaan obat-obatan
IV)
b. Penggunaan/penyalahgunaann obat-obatan IV, saat ini merokok,
penyalahgunaan alkohol.
c. Pertimbangan rencana pemulangan:
Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan
kulit/luka, peralatan/bahan; transportasi, belanja makanan dan
persiapan; perawatan diri, prosedur keperawatan teknis, tugas
perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan anak; perubahan
fasilitas hidup.
(2) Pola Nutrisi/metabolic
a. Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali
makan, mual/muntah.
b. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
c. Penurunan BB yang cepat atau progresif.
d. Malnutrisi
e. Kandidiasis oral; lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih
dan perubahan warna.
f. Leukoplakia Oral
g. Dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
14
h. Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah
subkutan/masa otot.
i. Turgor kulit buruk.
j. Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
k. Edema (umum, dependen)
(3) Pola eliminasi
a. Diare akut hingga kronis yang intermiten, terus menerus, sering
dengan/tanpa disertai keram abdominal.
b. Penurunan berat badan
c. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
d. Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
e. Nyeri tekan abdominal.
f. Lesi/abses rektal, perianal
g. Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
(4) Pola aktivitas dan latihan
a. Mudah lelah,
b. Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
c. Progresi kelelahan/malaise
d. Kelemahan otot
e. Menurunnya masa otot
f. Respons fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam
TD, frekuensi jantung, pernapasan
(5) Pola tidur dan istirahat
a. Perubahan pola tidur
b. Sulit untuk memulai tidur
c. Sering terbangun dimalam hari
d. Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
(6) Pola kognitif-perseptual
a. Pusing/pening, sakit kepala.
b. Perubahan status mental, kehilangan ketajaman atau kemampuan
diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan
konsentrasi menurun.
c. Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
d. Defisit neuropsikologis akibat abnormalitas sistem saraf
15
e. Meningitis kriptococcus
f. Gangguan tumbuh kembang
g. Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran
menurun, apatis, reterdasi psikomotor/respon melambat.
(7) Pola persepsi diri/konsep diri
a. Ide paranoid
b. Ansietas yang berkembang bebas
c. Harapan yang tidak realistis.
d. Merasa sudah tidak berguna lagi untuk hidup
e. Mengkuatirkan penampilan; alopesia, lesi cacat, dan menurunnya
BB
(8) Pola seksual dan reproduksi
a. Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan yang positiv HIV, pasangan seksual
multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindungi, dan seks anal.
b. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seks.
c. Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
d. Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan
karena peningkatan kekeringan/friebilitas vagina)
e. Kehamilan atau risiko terhadap hamil
f. Genital: manifestasi kulit (mis. Herpes, kutil).
(9) Pola peran-hubungan
a. Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis. kehilangan
kerabat/orang terdekat, teman, pendukung.
b. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakkan/kehilangan pendapatan.
c. Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang
meninggal karena AIDS
d. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
e. Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
16
f. Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

(10) Pola manajemen koping stress


a. Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan,
gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
b. Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi
c. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
d. Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak
mata yang kurang.
e. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan
gejala yang sama
(11) Pola keyakinan-nilai
a. Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
b. Mengungkapkan kurangnya motivasi
c. Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri
d. Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta, makna hidup, tujuan
hidup, ketenangan (mis. Kedamaian)
e. Merasa bersalah
f. Mengungkapkan marah kepada Tuhan, ketidakberdayaan,
penderitaan
g. Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman
regiositas, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, berdoa
h. Meminta menemui pemimpin keagamaan
i. Perubahan yang tiba – tiba dalam praktik spiritual

C. Head to toe
Daerah kepala : konjunctiva pucat, membrane mukosa kering,
ruam pada kulit wajah.
Daerah dada : tampak adanya penggunaan otot bantu napas
akibat sesak napas.
Daerah abdomen : tidak adanya gangguan pada abdomen.

17
Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan,
perasaan dingin pada ekstremitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, sekresi yang tertahan/ sisa sekresi,
infeksi akibat mycobaterium tuberculosis
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
sekunder akibat diare.
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (reaksi antigen antibodi).
e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
f. Keletihan berhubungan dengan anemia, status penyakit, malnutrisi,
peningkatan kelelahan fisik
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan.
h. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (lesi pada mulut,
esophagus, dan lambung)
i. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, pertahanan tubuh
sekunder yang tidak adekuat (mis.penurunan hemoglobin, leukopenia,
supresi/penurunan respon inflamasi), prosedur invasif, malnutrisi, kerusakan
jaringan kulit
j. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis.

18
3. Intervensi
Tabel 4. Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan HIV/AIDS

Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Observasi tanda- tanda vita 1. Untuk mengetahui kondisi klien
bersihan jalan napas selama ..x .. jam diharapkan jalan nafas 2. Kaji jumlah/kedalaman pernapasan 2. Melakukan evaluasi awal untuk melihat
berhubungan dengan pasien kembali efektif dan pergerakan dada. kemajuan dari hasil intervensi yang telah
mukus dalam jumlah Dengan kriteria hasil: dilakukan.
berlebihan, eksudat  Secara verbal tidak ada keluhan 3. Auskultasi daerah paru-paru, catat 3. Penurunan aliran udara timbul pada area
dalam alveoli, sekresi sesak area menurun/tidak adanya aliran yang konsolidasi dengan cairan. Suara napas
yang tertahan/ sisa  Suara napas normal (tidak ada udara serta catat adanya suara napas bronkial normal diatas bronkus dapat juga
sekresi, infeksi akibat suara nafas tambahan seperti tambahan seperti ronchi, crackles dan crackles, ronkhi, dan wheezes terdengar
mycobaterium ronchi) wheezing. pada saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai
tuberculosis  Tidak ada penumpukan sputum respon dari akumulasi cairan, sekresi kental,

 Batuk (-) dan spasme/obstruksi saluran napas.

 Frekuensi pernapasan dalam batas 4. Elevasi kepala, sering ubah posisi. 4. Diafragma yang lebih rendah akan

normal sesuai usia (16-24x/mnt) membantu dalam meningkatkan ekspansi


dada, pengisian udara, mobilisasi dan
pengeluaran sekret.
5. Bantu pasien dalam melakukan 5. Napas dalam akan memfasilitasi
latihan napas dalam. pengembangan maksimum paru-
Demonstrasikan/bantu pasien belajar paru/saluran udara kecil. Batuk merupakan
untuk batuk, misalnya menahan dada mekanisme pembersihan diri normal,
dan batuk efektif pada saat posisi dibantu silia untuk memelihara kepatenan
tegak lurus. saluran udara. Menahan dada akan

19
membantu untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan posisi tegak lurus
akan memberikan tekanan lebih besar untuk
batuk.
6. Lakukan suction atas indikasi. 6. Menstimulasi batuk atau pembersihan
saluran napas secara mekanis pada pasien
yang tidak mampu melakukannya
dikarenakan ketidakefektifan batuk atau
penurunan kesadaran.
7. Berikan cairan + 2500 ml/hari (jika 7. Cairan (terutama cairan hangat) akan
tidak ada kontraindikasi) dan air membantu memobilisasi dan mengeluarkan
hangat. sekret.

Kolaborasi
8. Kaji efek dari pemberian nebulizer 8. Memfasilitasi pencairan dan pengeluaran
dan fisioterapi pernapasan lainnya, sekret. Portural drainage mungkin tidak
misal incentive spirometer, dan efektif pada pneumoni interstisial atau yang
postural drainage. Lakukan tindakan disebabkan oleh eksudat atau kerusakan dari
selang diantara waktu makan dan alveolar. Pengaturan tata laksana atau jadwal
batasi cairan jika cairan sudah dari intake oral akan mengurangi
mencukupi. kemungkinan muntah dan batuk.

9. Berikan pengobatan atas indikasi: 9. Membantu mengurangi bronkospasme


mukolitik, ekspoktoran, dengan mobilisasi dri sekret. Analgesik
bronkodilator, dan analgesik. diberikan untuk meningkatkan usaha batuk
dengan mengurangi rasa tidak nyaman,

20
tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya.
10. Berikan cairan suplemen misalnya 10. Cairan diberikan untuk mengganti
IV, humidifikasi oksigen, dan kehilangan (termasuk insesible/IWL) dan
humidifikasi ruangan. membantu mobilisasi sekret.
11. Monitor serial chest X-ray, ABGs, 11. Untuk dapat mengikuti kemajuan dan efek
dan pulse oxymetri. dari proses penyakit serta memfasilitasi
kebutuhan untuk perubahan terapi.
12. Bantu dengan 12. Kadang-kadang diperlukan untuk
bronchoscopy/thoracentesis jika mengeluarkan sumbatan mukus, sekret yang
diindikasikan. purulen, dan atau mencegah atelektasis.
2 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan askep selama ...x... 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui kondisi pasien
napas berhubungan 24 jam diharapkan pola nafas kembali 2. Kaji jumlah/kedalaman pernapasan 2. Melakukan evaluasi awal untuk melihat
dengan hiperventilasi. efektif dan pergerakan dada. kemajuan dari hasil intervensi yang telah
Dengan kriteria hasil: dilakukan.
 Secara verbal tidak ada keluhan 3. Pertahankan jalan nafas : posisi 3. Pasien dengan trauma servikal bagian atas
sesak kepala dalam posisi netral, tinggikan dan gangguan muntah atau batuk akan
 Suara napas normal (vesikular) sedikit kepala tempat tidur, jika dapat membutuhkan
 Frekuensi pernapasan dalam batas ditoleransi pasien; gunakan tambahan
normal sesuai usia (16-24x/mnt) atau beri jalan nafas buatan jika ada

 Irama nafas teratur. indikasi.


4. Aukultasi suara nafas. Catat bagian- 4. Letak trauma menentukan fungsi otot-otot
bagian paru yang bunyinya menurun interkostal, atau kemampuan untuk nafas
atau tidak ada atau adanya suara spontan.
nafas adventisius (ronchi, mengi,
krekels)
5. Ubah posisi atau balik secara teratur, 5. Meningkatkan ventilasi semua bagian paru,

21
hidrasi atau batasi posisi telungkup mobilisasi sekret, mengurangi risiko
jika diperlukan komplikasi, contoh atelektasis dan
pneumonia. Catatan : posisi telungkup
mengurangi kapasitas vital paru, dicurigai
dapat menimbulkan peningkatan risiko
Kolaborasi : terjadinya gagal nafas.
6. AGD arteri atau nadi oxymetry 6. Menyatakan keadaan ventilasi atau
oksigenasi. Mengidentifikasi masalah
pernafasan. Contoh : hiperventilasi (PaO2
rendah atau PaCO2 meningkat) atau adanya
komplikasi paru.
7. Berikan oksigen dengan cara yang 7. Metode yang akan dipilih tergantung dari
tepat seperti dengan kanul oksigen, lokasi trauma, keadaan insufisiensi
masker, intubasi dan sebagainya. pernafasan dan banyaknya fungsi otot
pernafasan yang sembuh setelah fase syok
spinal.
3. Kekurangan volume Setelah diberikan askep selama ... x .. 1. Rencanakan tujuan masukan cairan 1. Deteksi dini memungkinkan terapi pengganti
cairan berhubungan jam diharapkan kebutuhan volume untuk setiap pergantian ( misal 1000 cairan segera untuk memperbaiki defisit
dengan kehilangan cairan adekuat. ml selama siang hari, 800 ml selama
cairan berlebih Dengan kriteria hasil : sore hari, 300 ml selama malam hari).
sekunder akibat diare. - Masukan cairan minimal 2000 ml 2. Jelaskan tentang alasan-alasan untuk 2. Informasi yang jelas akan meningkatkan
(kecuali bila merupakan mempertahankan hidrasi yang adekuat kerjasama klien untuk terapi
kontraindikasi) dan metoda-metoda untuk mencapai
- Membran mukosa lembab. tujuan masukan cairan
- Turgor kulit baik 3. Pantau masukan , pastikan sedikitnya 3. Catatan masukan membantu mendeteksi tanda
- Tanda-tanda vital stabil (RR= 16- 1500 ml cairan per oral setiap 24 jam. dini ketidak seimbangan cairan

22
24 x/mnt, TD= 110-120/ 60-80 4. Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 4. Catatan haluaran membantu mendeteksi tanda
mmHg, S= 36,5-37,20C, N= 60-80 1000 - 1500 ml/24 jam. Pantau dini ketidak seimbangan cairan
x/mnt) terhadap penurunan berat jenis urine
- Haluaran urine adekuat (0,5- 5. Timbang BB setiap hari dengan jenis 5. Penimbangan BB harian yang tepat dapat
1cc/kgBB/24 jam) baju yang sama, pada waktu yang mendeteksi kehilanagan cairan
sama. Kehilangan berat badan 2 - 4 %
menunjukkan dehidrasi ringan.
Kehilangan berat badan 5 - 9 %
menunjukkan dehidrasi sedang
6. Pertimbangkan kehilangan cairan 6. Haluaran dapat melebihi masukan, yang
tambahan yang berhubungan dengan sebelumnya sudah tidak mencukupi untuk
muntah, diare, demam, drain mengkompensasi kehilangan yang tak kasap
mata. Dehidrasi dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus, membuat haluaran tak
adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme
dengan baik dan mengarah pada peningkatan
BUN dan kadar elektrolit.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk 7. Propulsi feses yang cepat melalui usus
pemeriksaan kadar elektrolit darah, mengurangi absorpsi elektrolit. Muntah-
nitrogen ure darah, urine dan serum, muntah juga menyebabkan kehilangan
osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan elektrolit
hemoglobin
8. Kolaborasi dengan pemberian cairan 8. Memungkinkan terapi penggantian cairan
secara intravena. segera untuk memperbaiki defisit
4 Hipertermia Setelah diberikan tindakan 1. Observasi tanda – tanda vital terutama 1. Mengetahui kondisi umum
berhubungan dengan keperawatan selama ..x.. jam suhu tubuh

23
proses penyakit (reaksi diharapkan hipertermi dapat teratasi. 2. Berikan kompres hangat pada daerah 2. Bantu menurunkan panas
antigen antibodi). Kriteria Hasil : dahi dan ketiak
 Suhu tubuh kembali normal antara 3. Ganti pakaian yang telah basah oleh 3. Sirkulasi berlangsung baik
36,5 – 37,2 C 0 keringat
4. Anjurkan keluarga untuk memberikan 4. Dapat mencegah terjadinya dehidrasi
minum yang banyak, kurang lebih 1500
– 2000 cc
5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Dapat menurunkan suhu tubuh pasien
pemberian obat penurun panas
(antipiretik) seperti paracetamol.
5. Ketidakseimbangan Setelah diberikan askep selama .. x .. 1. Kaji integritas mukosa oral dan 1. Berguna dalam mendefinisikan derajat/
nutrisi : kurang dari jam diharapkan pasien dapat timbang berat badan. Catat derajat luasnyamasalah dan pilihan intervensi yang
kebutuhan tubuh mempertahankan status nutrisi adekuat kekurangan berat badan dan tonus otot. tepat
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : 2. Pastikan pola diet biasa pasien yang 2. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/
ketidakmampuan  Berat badan pasien mengalami disukai/ tidak disukai kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan
menelan makanan, peningkatan individu dapat memperbaiki masukan diet
ketidakmampuan  Mukosa bibir lembab dan tidak 3. Dorong pasien makan sedikit dan 3. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa
untuk mencerna pucat sering dengan makanan tinggi protein kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energy
makanan,  Tonus otot meningkat dan karbohidrat dari makan – makanan yang banyak dan
ketidakmampuan Hasil pemeriksaan albumin dan protein menurunkan iritasi gaster
untuk mengabsorpsi dalam batas normal (Albumin 3,40 – 4. Pantau masukan/pengeluaran secara 4. Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi
nutrien 4,80 g/dL dan protein 6,40 – 8,30 d/dL periodic dan dukungan cairan
) 5. Dorong dan berikan periode istirahat 5. Membantu menghemat energy khususnya bila
sering kebutuhan metabolic meningkat saat demam
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium 6. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
(protein dan albumin) menunjukkan kebutuhan intervensi/

24
perubahan program terapi
Berikan suplemen tambahan/ Memberikan nutrisi tambahan bagi tubuh
multivitamin
6. Keletihan berhubungan Setelah diberikan tindakan 1. Bantu pasien melakukan personal 1. Menjaga kebersihan tubuh pasien agar
dengan anemia, status keperawatan selama ..x.. jam higiene meminimalkan infeksi
penyakit, malnutrisi, diharapkan keletihan dapat teratasi 2. Ajarkan keluarga untuk melakukan 2. Memandirikan keluarga pasien
peningkatan kelelahan Dengan kriteria hasil: personal higiene
fisik  Pasien dapat melakukan aktivitas 3. Motivasi pasien untuk melakukan 3. Mendorong pasien untuk melatih tubuh pasien
dengan optimal aktivitas sesuai kemampuan pasien.
 Perawat/keluarga dapat membantu
pasien dalam melakukan aktivitas
dan pemenuhan ADL pasien
7. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan 1. Mengkaji frekuensi nadi pasien, 1. Dilakukan agar perawat mengetahui tingkat
berhubungan dengan keperawatan selama .. x .. jam peningkatan tekanan darah, ada atau kelemahan pasien, serta bisa mengambil
kelemahan umum, diharapkan pasien dapat beraktivitas tidaknya nyeri dada, kelelahan berat, tindakan yang tepat untuk menangani masalah
ketidakseimbangan secara normal. keringat, kondisi pasien pusing atau pasien
antara suplai dan Dengan kriteria : pingsan.
kebutuhan oksigen ke  Menunjukkan peningkatan yang 2. Mengkaji kesiapan pasien beraktivitas 2. Untuk menyeimbang-kan kondisi pasien
jaringan. dapat diukur dalam toleransi serta perawatan diri antara istirahat dan aktivitas
aktivitas 3. Membantu pasien melakukan aktivitas 3. Untuk melatih jantung secara perlahan,
 Tekanan darah pasien normal secara bertahap meningkatkan konsumsi oksigen saat
(110-120/ 60-80 mmHg) beraktivitas secara bertahap untuk mencegah
peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung
4. Mengatur dan membatasi aktivitas 4. Untuk menjaga keseimbangan suplai dan
pasien kebutuhan oksigen dengan teknik

25
5. Tetap membantu mobilisasi dan penghematan energi
aktivitas pasien 5. Untuk mencegah kelemahan pada otot dan
tulang
8. Nyeri akut Setelah diberikan tindakan 1. Kaji nyeri (skala, intensitas, waktu, 1. Untuk mengetahi tingkat nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama...x.. jam kualitas)
agen cedera fisik (lesi diharapkan nyeri yang dirasakan 2. Ajarkan tehnik relaksasi 2. Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa
pada mulut, berkurang nyeri
esophagus, dan Dengan kriteria 3. Kolaborasi pemberian analgesik 3. Dapat mengurangi rasa nyeri
lambung)  Menyatakan nyeri yang dirasakan
hilang
 Skala nyeri < 7
 Tanda-tanda vital dalam batas
normal ((RR= 16-24 x/mnt, TD=
110-120/ 60-80 mmHg, S= 36,5-
37,20C, N= 60-80 x/mnt)

9. Risiko infeksi Setelah diberikan tindakan 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. 1. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan keperawatan selama ..x.. jam 2. Gunakan teknik aseptik pada setiap 2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman
penyakit kronis, diharapkan pasien akan bebas infeksi tindakan invasif. Cuci tangan sebelum patogen yang diperoleh di rumah sakit.
pertahanan tubuh oportunistik dan komplikasinya. meberikan tindakan.
sekunder yang tidak Dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien metoda mencegah 3. Mencegah bertambahnya infeksi
adekuat  Tidak ada tanda-tanda infeksi terpapar terhadap lingkungan yang
(mis.penurunan baru patogen.
hemoglobin,  Hasil Lab tidak menunjukan 4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab 4. Meyakinkan diagnosis akurat dan
leukopenia, adanya infeksi oportunis, sesuai indikasi. pengobatan

26
supresi/penurunan kadar leukosit dalam batas 5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai 5. Mempertahankan kadar darah yang
9
respon inflamasi), normal(5-10 x 10 /liter) indikasi. terapeutik
prosedur invasif,  Tanda vital dalam batas
malnutrisi, kerusakan normal, (TD: 110-120/60-
jaringan kulit 80mmHg, RR: 16-24x/mnt, N:
60-80x/mnt, S: 36,5-37,20C)
 Tidak ada luka atau eksudat
10. Kerusakan integritas Setelah diberikan tindakan 1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna 1. Menentukan garis dasar dimana perubahan
kulit berhubungan keperawatan selama ...x... jam turgor, sirkulasi dan sensasi pada status dapat dibandingkan dan
dengan penurunan diharapkan kerusakan integritas kulit melakukan intervensi yang tepat.
imunologis. berkurang 2. Secara teratur ubah posisi, ganti seprai 2. Mengurangi stres pada titik tekanan,
Dengan kriteria hasil : sesuai kebutuhan.Lindungi menigkatkan aliran darah ke jaringan dan
 Lesi pada kulit berkurang penonjolan tulang dengan bantal, menigkatkan proses kesembuhan
 Menunjukan tingkah laku / teknik bantalan siku / tumit.
untuk mencegah kerusakan kulit / 3. Pertahankan seprei bersih , kering dan 3. Friksi kulit disebabkan oleh kain yang
menigkatkan kesembuhan tidak berkerut. berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap infeksi.
4. Gunting kuku secara teratur 4. Kuku yang panjang / kasar meningkatkan
risiko kerusakan dermal
5. Dorong untuk ambulansi / turun dari 5. Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat
tempat tidur jika memungkinkan. lama di tempat tidur

4.Implementasi
Implemetasi sesuai dengan intervensi yang di buat

27
1. Evaluasi
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas : Teratasi
Ketidakefektifan Pola Nafas : Teratasi
Kekurangan Volume Cairan : Teratasi
Hipertermia : Teratasi
Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : Teratasi
Keletihan : Teratasi
Intoleransi Aktivitas : Teratasi
Resiko Infeksi : Teratasi
Kerusakan Integritas Kulit : Teratasi

28
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth.J.Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Hudak & Gallo.1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Nanda.2010.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta:EGC
Smelzer & Bare. 2001. Buku Ajar: Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Behram,E.Robert,Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Jakarta: EGC,1999

29

Anda mungkin juga menyukai