Anda di halaman 1dari 18

RINGKASAN MATERI KULIAH

CORPORATE GOVERNANCE
Perlindungan Pemegang Saham

OLEH:

KELOMPOK 6

Yustina Asnad Hobrouw 1206305211

I Gede Krisma Udayana 1515351179

I Made Hari Wicaksana 1607532039

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
PERLINDUNGAN HAK PEMEGANG SAHAM

A. PEMEGANG SAHAM
Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan
tanggungjawab harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggungjawab
pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.

B. KATEGORI PEMEGANG SAHAM


Berdasarkan ciri-ciri khusus mereka pemegang saham perseroan terbatas dapat
digolongkan menjadi beberapa kategori.
1) Penggolongan pertama pemegang saham dilakukan berdasarkan jumlah saham yang
mereka miliki. Berdasarkan jumlah saham yang mereka miliki pemegang saham
dapat dibedakan menjadi pemegang saham minoritas dan pemegang saham
mayoritas.
2) Pemegang saham juga dapat dibedakan menjadi pemegang saham orang perorangan
dan pemegang saham institusional. Kategori pemegang saham institusional antara
lain adalah dana pensiun, perusahaan asuransi, bank dan perusahaan reksa dana.
3) Berdasarkan kebangsaannya pemegang saham dibedakan menjadi pemegang saham
nasional dan pemegang saham asing.
Tujuan investasi pemegang saham yang satu dan yang lain mungkin tidak sama.
Dengan demikian apabila harus mempertimbangkan tujuan investasi semua pemegang
saham, proses pengambilan keputusan pengelolaan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari
menjadi sangat komplek.

C. HAK PEMEGANG SAHAM


Pemegang saham mempunyai hak-hak dasar. Untuk perusahaan publik di
kebanyakan negara (termasuk negara anggota OECD) hak dasar tersebut dimuat dalam
undang-undang tentang perseroan dan ketentuan yang dikeluarkan badan pengawas pasar
modal setempat sehingga wajib dipatuhi perusahaan dan semua pemegang sahamnya.
Dalam rapat-rapat pemegang saham, pemegang saham mayoritas dapat mendominasi
keputusan rapat, tanpa mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas. Di samping
itu pemegang saham mayoritas juga dapat mendominasi fungsi pengawasan terhadap
Dewan Pengurus dan manajemen perusahaan. Hak-hak dasar pemegang saham dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hak yang Berkaitan dengan Kepemilikan Perusahaan.
Karena memiliki saham, secara prorata pemegang saham ikut memiliki perusahaan.
Hak-hak pemegang saham yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan terdiri dari :
a) Mendapat jaminan saham mereka didaftarkan di lembaga pemerintah yang
berwenang (di Indonesia lembaga pemerintah itu adalah Departemen Kehakiman),
b) Hak memindah tangankan saham perusahaan yang ikut mereka miliki,
c) Memperoleh laporan tentang kondisi dan perkembangan usaha dan keuangan
perusahaan secara regular, akurat, diungkapkan secara transparan dan tepat waktu,
d) Menghadiri rapat umum pemegang saham dan secara prorata ikut melakukan
pemungutan suara (voting),
e) Secara prorata mendapat pembagian keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen,
dan
f) Ikut memilih dan mengganti anggota Dewan Komisaris (Board of Directors) dan
Direksi.
Pemindah tanganan saham. Saham perusahaan publik yang dimiliki orang
perorangan atau investor institusional dapat dipindah tangankan kepada orang atau instisusi
lain. Pemindah tanganan tersebut dapat dilakukan baik dengan jalan transaksi jual beli
maupun melalui warisan atau hibah.
Para pemegang saham wajib diberitahu bahwa insider share trading tidak
diperbolehkan.Yang dimaksud dengan insider trading adalah transaksi jual beli saham oleh
mereka yang sebelum transaksi dilakukan memperoleh informasi penting tentang perubahan
kondisi perusahaan yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut di bursa
efek. Insider trading biasanya merugikan para pemegang saham, termasuk investor
institusional.
Laporan tentang kondisi dan perkembangan perusahaan. Setiap orang pemegang
saham mempunyai hak menerima laporan tentang kondisi dan perkembangan usaha dan
keuangan perusahaannya secara reguler, diungkapkan secara transparan, akurat dan tepat
waktu.
Menghadiri rapat umum pemegang saham. Setiap orang pemegang saham berhak
menghadiri rapat umum pemegang saham dan rapat pemegang saham luar biasa. Rapat
umum pemegang saham diadakan minimal sekali setiap tahun.
Hak mengajukan suara. Di Jepang setiap orang pemegang saham biasa berhak
mengajukan suara (voting) terhadap keputusan yang diambil dalam rapat umum pemegang
saham dan luar biasa. Para pemegang saham biasa berhak melakukan voting, baik secara
langsung maupun dengan jalan mewakilkannya (proxy) kepada orang lain.
Pembagian dividen. Secara prorata setiap pemegang saham biasa berhak menerima
pembagian dividen (yang telah diputuskan dalam rapat umum pemegang saham) sesuai
dengan jumlah saham yang mereka miliki.
Memilih Komisaris dan Direksi. Memilih Komisaris dan Direksi merupakan salah
satu hak para pemegang saham yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan. Oleh karena
itu setiap pemegang saham mempunyai hak untuk mengajukan calon atau mengusulkan
penggantian Komisaris.
Di samping memilih calon anggota Dewan Komisaris, para pemegang saham juga
berhak mengajukan pendapat yang bersangkutan dengan jenis dan jumlah balas jasa yang
diberikan kepada para anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Hak Ikut Memutuskan Hal-hal Penting
Untuk pengambilan keputusan penting yang menyangkut kelangsungan hidup
perusahaan, para pemegang saham mempunyai hak mengajukan pendapat dan ikut
memutuskannya. Termasuk dalam keputusan penting tersebut adalah :
a) Perubahan isi dokumen penting seperti akta pendirian, anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga perusahaan,
b) Perubahan hak para pemegang saham, Merjer dan akuisisi, dan
c) Penjualan atau pembelian harta tetap perusahaan yang tinggi nilainya.
Sebagai contoh rencana merjer dan akuisisi membutuhkan persetujuan mayoritas
pemegang saham.Persetujuan tersebut diberikan dalam rapat umum pemegang
saham.Untuk mendapatkan persetujuan itu manajemen perusahaan wajib mengajukan
rencana merjer atau akuisisi. Dalam rencana tersebut dicantumkan antara lain:
a) Nama perusahaan yang akan bergabung atau diambil alih,
b) Alasan direncanakannya penggabungan atau pengambil alihan perusahaan,
c) Manfaat (secara kuantitatif dan kualitatif) yang diharapkan dari merjer atau akuisisi,
d) Jenis dan nilai biaya dan pengorbanan merjer atau akuisisi,
e) Konversi saham masing-masing perusahaan dalam kasus merjer,
f) Konsekwensi penggabungan harta dan utang perusahaan setelah terjadinya merjer
atau pengambil alihan perusahaan,
g) Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan setelah merjer
atau akuisisi.

C. PERLAKUAN ADIL TERHADAP SEMUA PEMEGANG SAHAM


Perlakuan adil terhadap semua golongan pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing, menjadi salah satu daya tarik bagi para
investor menanamkan dananya di perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
Agar investor tertarik membeli saham, mereka harus yakin dana yang mereka tanam
di perusahaan manapun terlindungi dari penyalahgunaan manajemen perusahaan. Dalam
setiap perusahaan selalu ada resiko Dewan Pengurus atau pemegang saham mayoritas
menggunakan dana yang ditanam pemegang saham minoritas atau asing, untuk mendanai
kepentingan mereka sendiri. Resiko penyalah gunaan dana pemegang saham di atas dapat
diperkecil dengan jalan memperlakukan para pemegang saham secara adil. Di banyak
negara anggota dan non-anggota OECD perlakuan adil kepada seluruh pemegang saham
dilakukan dengan jalan yang berikut:
1) Hak yang sama. Banyak perusahaan menerbitkan saham yang berbeda jenis dan
tingkatnya, misalnya saham biasa dan saham preferen. Saham preferen adalah saham
dengan hak-hak tertentu, misalnya hak menduduki jabatan Komisaris atau Direksi,
atau menerima dividen dengan jumlah tetap. Sebelum memutuskan membeli saham
hendaknya investor diberi penjelasan tentang hak-hak mereka. Selanjutnya kecuali
pemegang saham yang bersangkutan menyetujuinya, hak mereka tidak dapat
dirubah, bahkan oleh rapat umum pemegang saham sekalipun.
2) Perlindungan pemegang saham minoritas. Contoh penyalahgunaan kedudukan
tersebut adalah menentukan gaji, bonus dan jaminan sosial yang terlalu tinggi bagi
anggota Komisaris, Direksi atau karyawan yang menjadi anggota keluarga atau
asosiasi bisnisnya. Resiko penyalahgunaan kedudukan oleh pemegang saham
mayoritas tersebut di atas dapat dikurangi, antara lain dengan jalan penerapan prinsip
pengungkapan informasi tentang perusahaan secara transparan (disclosures and
tranparency).
3) Larangan Insider Treding. Perlakuan adil kepada seluruh pemegang saham yang
satu ini telah dijelaskan secara rinci dimuaka.

D. PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM DALAM


PERUSAHAAN
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebenarnya bukan sesuatu yang
terlalu asing. Secara umum perusahaan harus dijalankan secara amanah, akuntabel,
transparan, dan fair untuk mencapai tujuan terciptanya nilai perusahaan jangka panjang serta
terlayaninya semua kepentingan pihak-pihak yang berperan penting dalam suatu
perusahaan (stakeholders) sehingga benturan kepentingan dalam perusahaan dapat
dihindari.
Salah satu bentuk investasi yang popular saat ini adalah dengan investasi melalui
portofolio saham atau dengan kata lain indirect investment. Yaitu investasi dengan
menanamkan sejumlah modal kedalam bursa saham di lantai bursa, yang kemudian
pengelolaan investasi tersebut dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Yang nantinya
akan membentuk dua komunitas pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham mayoritas
pada prinsipnya cukup terjamin terutama melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang
Saham, dimana jika tidak dapat diambil keputusan secara musyawarah, maka akan diambil
dengan keputusan yang diterima oleh mayoritas. Dari sinilah awal masalah terjadi, yakni
jika keputusan diambil secara mayoritas, bagaimana kedudukan suara minoritasnya.
Padahal suara minoritas juga mesti mendapat perlindungan, meskipun tidak harus sampai
menjadi pihak yang mengatur perusahaan. Konsep dan pengaturan hukum tentang prinsip
perlindungan pemegang saham minoritas merupakan hal yang baru dan kurang
mendapatkan porsi yang cukup dalam peraturan perundang-undangan hukum korporat di
Indonesia selama ini.
Berdasarkan Pedoman Umum CGC tahun 2006, diatur tentang tanggungjawab
perusahaan terhadap hak dan kewajiban pemegang saham, yaitu:
1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu,
benar, dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
4. Perusahaan tidak beleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan
memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya.
Informasi harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis
dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang akurat
mengenai penyelenggarakan RUPS.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) telah
mengatur hak-hak pemegang saham minoritas. Bentuk-bentuk hak pemegang saham
minoritas tersebut adalah sebagai berikut :

1) Personal Right (Hak Perseorangan)

Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi
oleh hukum, Hak perseorangan adalah relatif. Pemegang saham minoritas sebagai subjek
hukum mempunyai hak untuk menggugat Direksi atau Komisaris, apabila Direksi atau
Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pemegang saham minoritas
melalui pengadilan negeri.

2) Appraisal Right

Appraisal Right adalah hak pemegang saham minoritas untuk membela


kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini dipergunakan oleh pemegang
saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga
yang wajar, karena pemegang saham tersebut tidak menyetujui tindakan perseroan yang
dapat merugikannya atau merugikan perseroan itu sendiri

Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari
50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.

3) Pre-Emptive Right

Pre-Emptive Right adalah hak untuk meminta didahulukan atau hak untuk memiliki
lebih dahulu atas saham yang ditawarkan. Dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur
pembatasan mengenai keharusan menawarkan saham, baik ditawarkan kepada pemegang
saham intern maupun ekstern, atau pelaksanaanya harus mendapat persetujuan dahulu dari
organ perseroan. Jadi, dalam anggaran dasar perseroan dapat ditentukan bahwa kepada
pemegang saham minoritas diberikan hak untuk membeli saham terlebih dahulu daripada
pemegang saham lainnya. Harga yang ditawarkan kepada pemegang saham minoritas harus
sama dengan harga yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
4) Derivative Right

Kewenangan pemegang saham minoritas untuk menggugat Direksi dan Komisaris


yang mengatasnamakan perseroan. Pemegang saham minoritas memiliki hak untuk
membela kepentingan perseroan melalui otoritas lembaga peradilan, gugatan melalui
lembaga peradilan harus membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi atau
Komisaris.
5) Enquete Recht (Hak Enquete)

Enquete Recht atau hak angket adalah hak untuk melakukan pemeriksaan. Hak
angket diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan, mengadakan pemeriksaan berhubung
terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan atau hal-hal yang disembunyikan oleh
Direksi, Komisaris atau pemegang saham mayoritas. Pada dasarnya, pengawasan terhadap
Direksi dalam pengelolaan perseroan dilaksanakan oleh komisaris. Tetapi dalam praktik,
sering terjadi Direksi maupun Komisaris karena kesalahan atau kelalaiannya
mengakibatkan kerugian pada perseroan, pemegang saham atau pihak ketiga. Oleh karena
itu, pemegang saham minoritas berhak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan
operasional perseroan.

E. Contoh Kasus Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP), PT. Matahari
Department Store Tbk (MDS), dan PT. Meadow Asia Company Ltd (MAC)
PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP)

PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang


merupakan anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari
Putra Prima Tbk. terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. Pada tahun
1972, toko ini kemudian berkembang menjadi perintis departement store pertama di
Indonesia. Delapan tahun kemudian, toko dibuka di luar Jakarta yaitu di Bogor dengan
nama Sinar Matahari Bogor. Pada tahun 1992, perusahaan melakukan IPO di Bursa
Efek Jakarta dan Surabaya. Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama
para konsumen. Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion
dan jasa yang meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten.

Struktur kepemilikan saham MPP adalah PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%,
dan pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah saham salah satu
anak perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi terjual kepada CVC pada
tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur
kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi penjualan saham tersebut
tidak memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.

PT. Matahari Department Store Tbk (MDS)

PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan ritel


terkemuka di Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian, aksesoris, produk-
produk kecantikan dan rumah tangga dengan harga terjangkau. Gerai pertama Matahari,
yang merupakan toko pakaian anak-anak, dibuka di daerah Pasar Baru, Jakarta pada
tanggal 24 Oktober 1958. Sejak itu, Matahari berekspansi melebarkan jejaknya dengan
membuka department store modern pertama di Indonesia pada tahun 1972 dan
selanjutnya mewujudkan keberadaannya di seluruh tanah air. Gerai Matahari tersebar
di 126 toko yang terletak di 62 kota, didukung oleh tim beranggotakan 40.000 orang
dengan tota1 200 pemasok lokal serta lebih dari 90% pembelian langsung dari sumber-
sumber di seluruh Indonesia. Merek eksklusif Matahari yang telah
memenangkan penghargaan hanya dijual di gerai-gerai milik sendiri dan secara
konsisten berada pada peringkat atas di kelasnya dalam hal gaya fashion,
keterjangkauan dan bernilai istimewa sehingga membantu mewujudkan posisi
Matahari sebagai department store terpilih di Indonesia.
Matahari berubah nama menjadi PT. Matahari Department Store Tbk (MDS)
sesudah menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) pada tahun
2009. Asia Color Company Limited, anak Perseroan CVC Capital Partners Asia
menjadi pemegang saham mayoritas Matahari pada bulan April 2010 sebesar 98,15%
(90.76% dibeli dari PT Matahari Putra Prima Tbk dan 7.24% dibeli dari PT. Pasific
Asia Holding Ltd) dan sisanya 1,85% dimiliki oleh publik dan lain-lain. Saham
Matahari ditawarkan kepada publik oleh Asia Color Company Limited dan PT
Multipolar Tbk pada tahun 2013, dan menarik perhatian dunia sehingga meningkatkan
kepemilikan publik atas Perseroan dari 1,85% menjadi 47,35% sejak 28 Maret 2013.

PT. Meadow Asia Company Ltd (MAC)

Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint
venture dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk
mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya
adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula MAC
mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding
Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar 98,15%.

Kronologi Permasalahan PT. Matahari Putra Prima Tbk

Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales


purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi
terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total
kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company
Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, MPP berniat menggelar RUPS dengan agenda
persetujuan penjualan saham tersebut. MAC mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk
membeli 90,76% saham Matahari Putra Prima di Matahari Department Store. MPP
akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun,
20% saham biasa MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total
transaksi sebesar Rp7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS,
MAC juga berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24%
sehingga total kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Sementara seperti kita ketahui dari profil perusahaan diatas, MAC merupakan
perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital
Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan CVC
memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider
trading yang dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek korporasi guna
menaikan harga saham MDS. Untuk indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui
insider trading adalah aktifitas perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh
individu yang mempunyai akses tentang informasi non publik dari perusahaan tersebut.
Dengan kata lain, perdagangan efek perusahaan yang dilakukan oleh orang yang
dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktifitas trading
dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik.
Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat
diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan
investor lain. Dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu akan
merasa dirugikan.

Selanjutnya indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek


“ penggorengan saham” guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari adanya
lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai Februari
2010, sejak adanya desas-desus mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Dampak dari transaksi ini, harga saham MDS naik dari Rp50/ lembar ke tingkat harga
Rp1350/ lembar pada tanggal 22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP
mengumumkan penjualan saham MDS kepada MAC. Dari lonjakan yang sangat
signifikan tersebut Bursa Efek Indonesia mencurigai adanya kebocoran berita
mengenai penjualan saham MDS kepada MAC. Kemudian berkaitan pula dengan kasus
penjualan saham MDS kepada MAC tersebut, para pengamat mengindikasikan adanya
perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang saham MPP, pemegang saham
mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan tersebut terutama PT.
Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk
merupakan anak usaha dari Lipo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai
sebesar Rp5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang kepada
PT. Multipolar Tbk sebesar Rp3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp1,88 triliun akan di
gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya di mana dividen untuk
Multipolar sebesar 50,01% (Rp. 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk para pemegang
saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga publik. Permasalahan yang lain adalah
adanya unsur leverage buyout (pembelian saham dengan menggunakan dana pinjaman)
mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS yang sebesar Rp3,25 triliun. Setelah
dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp3,25 triliun itu ternyata berasal dari dana
pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS,
jaminan terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang
akan dibeli oleh MAC. Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari
Department Store direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham
MDS pada saat yang bersamaan.

Pelanggaran-pelanggaran yang Dilakukan PT. Matahari Putra Prima Tbk.

Pelanggaran Regulasi

Analis dari Independen Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky


menilai yang terjadi dalam penjualan saham MDS kepada MAC adalah manipulasi
pasar dan perdagangan orang dalam, menipu dengan melibatkan
pembiayaan perbankan atas transaksi fiktif. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dalam kasus ini terdapar sejumlah unsur pidana,
yaitu unsur menipu (Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal 91) unsur orang dalam
(Pasal 95), unsur transaksi orang dalam (Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu
(Pasal 92). Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai
utang emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang ke Bank
CIMB Niaga dan Standard Chartered. Yanuar menganjurkan agar BAPEPAM segera
melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91, transaksi semu
dan persekongkolan untuk membentuk harga. Dan kemudian Pasal 92 terkait informasi
orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi orang dalam (Pasal 95-96) secara
terbuka di publik. Kemudian juga terdapat beberapa pelanggaran dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain:

a. Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham dengan


dengan kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
b. Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara kecuali
anggaran dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham kecuali saham preferen
berhak atas hak suaranya dalam RUPS.

c. Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “ RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum
yang lebih besar” .

d. Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham.

Pelanggaran Standar

Karena Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka


pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip- prinsip OECD terutama
pada prinsip ketiga yang berisi bahwa: “ Tatakelola perusahaan harus mampu
memberikan kesetaraan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, termasuk
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Seluruh pemegang saham
harus mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kecurangan atau penghilangan hak-
haknya”. Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang jelas
karena telah dengan terbuka melakukan insider trading yang tentu telah menghilangkan
hak-hak pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah secara dijelas
dilarang dalam prinsip III B OECD, “ Insider trading and abusive self-dealing should
be prohibited.”

Pelanggaran Peraturan

Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan kepentingan,
transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1
sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-
412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan
adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan
ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham
utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud. Berikut transaksi yang
mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan Bapepam No.IX.E.1 yang
berkaitan dengan kasus Matahari:
a. Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama,
komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris.

b. Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris atau


pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris.

c. Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama,


direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris.

Apabila kita hubungkan transaksi tersebut dengan kriteria transaksi yang


tecantum dalam peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang dapat
diindikasikan terjadinya transaksi benturan kepentingan pada penjualan saham MDS.
Ada pun beberapa hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Penjualan Saham 90.7% MDS oleh MPA kepada MAC dimana MPA juga memiliki
20% saham MAC.

b. Perusahaan MDS meminjam dana kepada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered
sebesar Rp3,25 triliun yang kemudian dipinjamkan kembali pada MAC untuk membeli
saham MDS.

c. Perusahaan MAC memperoleh pinjaman dana dari MDS yang merupakan anak
perusahaan dari perusaahan MPA yang juga merupakan pemilik saham MAC.

Penyelesaian Kasus PT. Matahari Putra Prima Tbk

Kabar rencana penjualan 90,7% saham MDS yang dimiliki MPP kepada
MAC, banyak menuai protes dikalangan masyarakat terkait dengan berbagai
kecurangan dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh MPP seperti insider
trading dan juga “ penggorengan saham” guna menaikan harga saham Matahari
Department Store. Menanggapi isu tersebut, BAPEPAM-LK selaku badan pengawas
pasar modal di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut.
BAPEPAM-LK pun kemudian menyelenggarakan pertemuan dengan pihak
menejemen MPP. Dalam pertemuan itu BAPEPAM-LK meminta kepada pihak
menejemen MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci kepada publik
mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut. Setelah pertemuan yang
pertama dengan menejemen MPP tersebut, BAPEPAM-LK kembali meminta kepada
pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai segala
bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan
saham MDS sebesar Rp7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa hasil
penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar
dan juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh BAPEPAM-LK dirasa kurang jelas,
BAPEPAM-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS dan membuat
bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan ditampilkan
dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham
minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut.

Pada akhirnya BAPEPAM-LK tetap mengalami kesulitan untuk mengumpulkan


bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan MDS. Hal tersebut
dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit
jumlahnya. Walaupun analisa BAPEPAM-LK menemukan indikasi transaksi
mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum memerlukan bukti yang materiil.

Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas


rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui
rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7%
saham PT. Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.

SIMPULAN & SARAN

Simpulan
Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham: Persamaan perlakuan terhadap
seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dan corporate governance,
keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas dewan komisaris perlindungan
hukum terhadap pemegang saham, perlindungan dari penerapan GCG.

Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP), PT. Matahari Department Store Tbk (
MDS), dan PT. Meadow Asia Company Ltd (MAC): PT Matahari Putra Prima Tbk.
adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari
perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari Putra Prima Tbk. terletak di
Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. PT Matahari Department Store Tbk.
adalah salah satu perusahaan ritel terkemuka di Indonesia yang menyediakan
perlengkapan pakaian, aksesoris, produk-produk kecantikan dan rumah tangga
dengan harga terjangkau. Gerai pertama Matahari, yang merupakan toko pakaian
anak-anak, dibuka di daerah Pasar Baru, Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1958.
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint
venture dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity
fund untuk mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC).

Kronologi permasalahan PT. Matahari Putra Prima Tbk: Pada Januari 2010
Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales purchase
agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi
terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total
kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia
Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, MPP berniat menggelar RUPS
dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC mengalokasikan Rp
7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari Putra Prima di Matahari
Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28
triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC, 20,72% saham
preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi sebesar Rp7,16 triliun.
Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC juga berencana membeli
saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total kepemilikan saham
MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Pelanggaran-pelanggaran yang Dilakukan PT. Matahari Putra Prima Tbk:
Pelanggaran regulasi, pelanggaran standar, dan pelanggaran peraturan.

Penyelesaian Kasus PT. Matahari Putra Prima Tbk: Tanggal 26 Maret 2010
dilaksanakanlah RUPS guna membahas rencana penjualan saham MDS kepada
MAC dan semua shareholder menyetujui rencana penjualan tersebut. PT.
Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT. Matahari
Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.

Saran

Demikian paper yang dapat penulis sajikan, apabila ada kesalahan dalam penulisan
juga kekurangan dalam segi pembahasan mohon dimaklumi. Dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca, agar dapat memperbaiki paper ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/26940/node/70/uu-no-40-tahun-2007-
perseroan-terbatas
KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia.
Sutojo, Siswanto.E John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance. Jakarta: PT Damar
Mulia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai