Selama beberapa dekade, penggunaan dan jumlah bahan berbahaya dan beracun
(B3) di berbagai sektor, seperti industri, pertambangan, pertanian, dan kesehatan di
Indonesia semakin meningkat. Penggunaan B3 yang terus meningkat dan tersebar luas di
semua sektor apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka dapat
menimbulkan dampak terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, juga lingkungan
hidup.
Dampak pengelolaan B3 yang tidak ditangani dengan baik dapat berupa keracunan,
penyakit akibat kerja, kerusakan/pencemaran lingkungan, kerugian materi, dan bahkan bisa
menimbulkan korban jiwa. Bagi Anda, pekerja industri yang menggunakan atau
menghasilkan B3 tentu tidak lepas dari bahaya bahan tersebut.
Oleh karena itu, manajemen atau pengelolaan B3 dalam keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) merupakan aspek yang sangat penting dalam sebuah industri. Pengelolaan B3
adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
menggunakan, dan/atau membuang B3.
Pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan/atau mengurangi risiko dampak B3
terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya. Dalam hal ini
setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Sesuai PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun,
B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Mengingat faktor terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah faktor manusia, maka
upaya meningkatkan K3 dalam pengelolaan B3 perlu dilakukan. Dilansir dari batan.go.id,
dari hampir 100.000 bahan kimia yang digunakan dalam industri, hanya kira-kira 15 persen
bahan kimia yang telah diketahui secara pasti bahayanya bagi manusia. Hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
Bagi mereka yang bekerja dalam industri yang menggunakan atau menghasilkan
B3, mereka tidak lepas dari bahaya bahan-bahan kimia tersebut. Segala upaya harus
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali bahaya tersebut.
Hal ini dikarenakan pada kondisi kerja yang sehat dan aman bebas dari bahaya
kecelakaan, seorang pekerja dapat bekerja dengan aman, sehat, dan selamat.
Tata Cara Pengelolaan B3 Yang Benar Sesuai Regulasi Nasional
Bagaimana melakukan pengelolaan B3 agar efisien, aman, dan selamat? Sesuai PP
No.74 Tahun 2001, ada beberapa poin penting yang sebaiknya pengusaha dan/atau pekerja
perhatikan saat mengelola B3 di tempat kerja.
1. Registrasi dan Notifikasi B3
Registrasi merupakan langkah awal dalam pengelolaan B3. Menurut regulasi, setiap
penghasil dan/atau pengimpor B3 wajib melakukan registrasi B3 yang dihasilkan
dan/atau diimpor untuk pertama kalinya.
Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang ada di
Indonesia. Registrasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah B3 yang beredar di
Indonesia agar dapat dilakukan pengawasan dari awal sehingga dapat mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup
lainnya.
Proses registrasi B3 ini harus melalui beberapa tahapan, mulai dari persiapan, verifikasi
permohonan, pembayaran, validasi permohonan, hingga akhirnya diterbitkan surat
registrasi B3.
Sementara notifikasi B3, terbagi menjadi dua, yakni notifikasi ekspor dan notifikasi
impor. Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam (impor) atau mengeluarkan B3
(ekspor) dari Indonesia wajib mengajukan permohonan notifikasi B3 kepada pihak yang
berwenang.
Notifikasi B3 ini wajib dilakukan terhadap:
B3 yang terbatas digunakan, yang akan diimpor atau ekspor
B3 yang pertama kali akan diimpor
Seluruh tahapan registrasi dan notifikasi B3 ini sudah diatur dalam Permen LHK
No.P.36 Tahun 2017 tentang Tata Cara Registrasi dan Notifikasi B3.
Notifikasi Ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara
pengekspor ke otoritas negara penerima dan negara transit apabila akan dilaksanakan
perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan.
Notifikasi Impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara
pengekspor apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas untuk B3 yang
terbatas dipergunakan dan/atau yang pertama kali diimpor.
3. Pengangkutan B3
Pengangkutan perlu dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol agar tidak
membahayakan manusia maupun lingkungan. Ruang lingkup pengaturan pengangkutan
B3 meliputi:
a. Persyaratan kendaraan pengangkut B3
Setiap kendaraan pengangkut B3 harus memenuhi persyaratan umum dan
persyaratan khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik B3 yang diangkut.
2. Non-Curah
Pengangkutan B3 dilakukan dengan:
Kemasan dalam (inside container) yang digabung dengan kemasan
luar (outside container
Kemasan dengan berbagai bentuk, seperti botol, drum, jeriken, tong, kantong,
kotak/peti dan kemasan gabungan.
Sedangkan untuk B3 yang dikemas dalam jenis botol atau kemasan kecil lainnya,
dapat diangkut dengan menggunakan kendaraan pengangkut biasa sepanjang
keamanan B3 dapat terjamin selama dalam perjalanan.
Panduan lebih rinci mengenai penyelenggaraan pengangkutan B3 di jalan sudah
diatur dalam SK Dirjen Perhubungan Darat No.SK.725/AJ.302/DRJD/2004.
4. Pengemasan B3
Setiap B3 yang dihasilkan, diangkut, diedarkan, disimpan wajib dikemas sesuai
dengan klasifikasinya. Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta
dilengkapi dengan MSDS.
Rambu K3 B3 Korosif
Pemberian simbol dan label sangat penting untuk mengetahui klasifikasi B3
sehingga pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko yang
dapat ditimbulkan dari B3. Tata cara pemberian simbol dan label sudah diatur dalam
Permen LH No. 3 tahun 2008.
Bagaimana jika kemasan B3 mengalami kerusakan? Dalam hal kemasan B3
yang mengalami kerusakan untuk:
B3 yang masih dapat dikemas ulang, pengemasannya wajib dilakukan oleh pengedar
B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan dan/atau keselamatan manusia, maka pengedar wajib
melakukan penanggulangannya.
Dalam hal simbol dan label yang mengalami kerusakan juga wajib diberikan
simbol dan label yang baru.
5. Penyimpanan B3
Sama halnya dengan kemasan, setiap tempat penyimpanan B3 juga wajib
diberikan simbol dan label. Tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan
adalah sesuatu tempat tersendiri yang dirancang sesuai dengan karakteristik B3 yang
disimpan. Misalnya, B3 yang reaktif (reduktor kuat) tidak dapat dicampur dengan asam
mineral pengoksidasi karena dapat menimbulkan panas, gas beracun, dan api.
Tempat penyimpanan B3 juga harus dapat menampung jumlah B3 yang akan
disimpan. Misalnya suatu kegiatan industri yang menghasilkan B3 harus menyimpan B3
di tempat penyimpanan B3 yang memiliki kapasitas yang sesuai dengan B3 yang akan
disimpan dan memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan perlindungan lingkungan.
Dalam hal terjadi kecelakaan dan/atau keadaan darurat yang diakibatkan B3,
maka setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib melaksanakan
langkah-langkah:
Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan
Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur tetap penanggulangan kecelakaan
Melaporkan kecelakaan dan/atau keadaan darurat kepada aparat Pemerintah
Kabupaten/Kota setempat
Memberikan informasi, bantuan, dan melakukan evakuasi terhadap masyarakat di
sekitar lokasi kejadian.