Anda di halaman 1dari 4

1. Seberapa efektif asiklovir salep pada pengobatan varicella?

 Topikal asiklovir digunakan untuk untuk pengobatan infeksi HSV mukokutan minor
dan tidak mempunyai peran pada pengobatan VZV.
Gnann, JW, Human Herpesviruses: Biology, Therapy, and Immunoprophylaxis, Cambridge
University Press, 2007. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK47401/)

 Berdasarkan rekomendasi American Academy of Pediatrics pemberian ointment /


topical asiklovir terbukti tidak efektif pada varicella.
AAP, Red Book: Report of the Committee on Infectious Disease, 29th ed, AAP Publishing, 2012
(https://redbook.solutions.aap.org/DocumentLibrary/RB12_interior.pdf)

2. Virusnya sama dengan varisela zoster, tapi kenapa harus ada vaksin herpes zoster?

Beberapa studi uji klinis dengan jumlah sampel besar telah dilakukan untuk
membuktikan efektivitas vaksin herpes zoster. Salah satu studi terbesar adalah oleh
Oxman, dkk. melibatkan 38.546 individu berumur lebih dari 60 tahun. Studi ini
menunjukkan bahwa pemberian vaksin dapat menurunkan angka kejadian herpes zoster
sebesar 51,3% dan angka komplikasi neuralgia pascaherpetika sebesar 66,5%. Efektivitas
vaksin herpes zoster dipengaruhi oleh faktor usia resepien, lebih baik pada kelompok usia
lebih muda (60-69 tahun) dibandingkan dengan kelompok usia lebih dari 70 tahun, yaitu
63,9% berbanding 37,6%, dalam menurunkan insidens herpes zoster. Selain untuk
pencegahan, vaksin juga bermanfaat menurunkan lama nyeri apabila individu tersebut
terkena herpes zoster. Dalam studi ini efek samping yang sering ditemukan bersifat lokal
pada lokasi penyuntikan, yaitu berupa eritema, nyeri, bengkak, dan gatal. Schamader, dkk.
melakukan uji klinis tersamar ganda mengenai efektivitas vaksin herpes zoster pada lebih
dari 20.000 subjek berumur 50-59 tahun di Amerika Utara dan Eropa pada tahun 2012.

Hingga saat ini, vaksin herpes zoster hanya direkomendasikan untuk diberikan satu
kali. Beberapa studi menunjukkan bahwa efektivitas vaksin terhadap pencegahan insidens
herpes zoster dan neuralgia pascaherpetika akan menurun seiring waktu. Penurunan
efektivitas terjadi setelah satu tahun pertama pemberian, namun tetap efektif hingga 5 tahun
pertama.25 Pada studi follow up tahun 2015 yang melibatkan 6.867 resipien vaksin herpes
zoster, ditemukan bahwa vaksin herpes zoster efektif mengurangi insidens herpes zoster
hanya hingga 8 tahun sejak pemberian.
Adiwinata, R, dan Suseno, E. 2016. Peran Vaksinasi dalam Pencegahan Herpes Zoster. Fakultas
Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya: Jakarta

3. Insidens Rate Herpes Zoster pada anak – anak ?


Herpes Zoster yang terjadi pada masa anak - anak ditemukan sangat jarang dan
biasanya ditemukan pada usia lanjut, tingkat kejadian Herpes Zoster pada anak dibawah
14 tahun yaitu 45 per 100.000, namun dengan berjalannya usia pada usia 75 tahun ke atas
maka insidens rate menjadi 45 per 10.000. Herpes Zoster pada lansia dikaitkan dengan
hilangnya/ berkurangnya imunitas seluler terhadap varicella zoster virus, dalam
pengobatan kemoterapi, supresi terhadap imunitas seluler serta destruksi sel T pada
individu yang terinfeksi HIV.
Prabhu, S., Sripathi, H et al. 2009. Childhood Herpes Zoster: A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal of
Dermatology (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2800875/)

Kejadian di antara anak anak berusia 0 hingga 14 tahun adalah 110 per 100.000 orang
per setiap tahunnya, lebih banyak mengenai perempuan dibandingkan dengan laki laki
(3:2). Herpes zoster jarang terjadi pada individu yang berusia kurang dari 10 tahun dan
jarang terjadi pada bayi, semakin muda seorang anak ketika ia terkena infeksi varicella,
maka akan semakin besar kemungkinan herpes zoster akan berkembang pada masa kanak
– kanak atau dewasa awal.

Herpes zoster infantile lebih sering dikaitkan dengan infeksi virus saat berada di
uterus atau melalui uteroplasenta dibandingkan dengan infeksi postnatal. Pada sekitar 2%
anak-anak yang terpapar virus varicella zoster di dalam Rahim, varicella subklinis akan
berkembang dan mereka akan memiliki risiko untuk reaktivasi virus herpes zoster setelah
kelahiran.
Leung, A K C., Barankin B. 2015. Herpes Zoster in Childhood. Open Journal of Pediatrics 5 : 39 -44
(https://www.scirp.org/pdf/OJPed_2015030615495965.pdf)

4. Apakah Herpes Zoster dapat menyerang anak-anak?


Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang-kadang
di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial; menyebar
ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang dipersarafinya.
Angka kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia.
Kira-kira 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya,
bahkan pada usia 85 tahun, 50 % (1 dari 2 orang) akan mengalami HZ. Insiden HZ pada
anak-anak sebesar 0.74 per 1000 orang per tahun. Insiden ini meningkat menjadi 2.5 per
1000 orang di usia 20-50 tahun (adult age), 7 per 1000 orang di usia lebih dari 60 tahun
(older adult age) dan mencapai 10 per 1000 orang per tahun di usia 80 tahun.
Variasi klinis herpes zoster
 Herpes zoster oftalmikus
HZ yang menyerang cabang pertama nervus trigeminus.
 Sindrom ramsay-hunt (herpes zoster otikus)
Variasi HZ yang dapat terjadi pada anak-anak. HZ di liang telinga luar atau membran
timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri. Gaangguan lakrimasi, gangguan pengecap
2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo,o dan tuli. Kelainan tersebut karen virus
menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius.
 Herpes zoster pada neonatus
Jarang ditemukan. Penyakit biasanya ringan, sembuh tanpa gejala sisa. HZ pada
neonatus tidak membutuhkan terapi antiviral.
 Herpes zoster pada anak
Ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah. Juga tidak membutuhkan
pengobatan dengan antiviral
Pusponegoro E, Nilasari H, Lumitang H, Nurjannah JN, Daili SF, Djauzi S. 2014. Buku paduan herpes
zoster di indonesia. Badan penerbit FKUI: jakarta

5. Apakah pemberian antipiretik dapat memperpanjang masa viremia?


 Sebuah penelitian RCT yang membandingkan penggunaan aspirin, acetaminofen,
ibuprofen dengan plasebo untuk menatalaksana infeksi intranasal rhinovirus
menunjukkan tidak ada perbedaan durasi penyakitnya.
 Penelitian lain dengan metode double-bllind trials yang membandingkan penggunaan
plasebo dan aspirin pada infeksi rhinovirus, menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan terhadap gejala dan durasi dari penyakitnya.
 Pada penelitian RCT yang membandingkan efek dari asetaminofen dan plasebo
terhadap varisela pada anak, menunjukkan tidak ada perbedaan gejala dari kedua
kelompok, walaupun durasi penyakitnya tidak dihitung.
H, Laura., Kelsberg Gary., Sarah Safranek. 2004. Do antipyretics prolong febrile illness. The Journal
of Family Practice. January;53(1):55-71.

6. Apakah Antipiretik dapat mencegah Kejang demam pada anak ?


Satu percobaan membandingkan pemberian acetaminophen profilaksis (15 hingga 20
mg / kg setiap 4 jam) dengan pemberian acetaminophen sporadis (15 hingga 20 mg / kg
hanya untuk suhu yang lebih tinggi dari 37,9 ° C) pada anak-anak berusia 6 hingga 60
bulan yang mempresentasikan ke rumah sakit dengan Kejang demam sederhana, dan tidak
menemukan perbedaan signifikan secara statistik dalam tingkat Kejang demam (masing-
masing 7,5% dan 9,8%). Demikian pula, percobaan terkontrol acak 2-fase menyimpulkan
bahwa asetaminofen (10 mg / kg hingga 4 kali per hari untuk suhu yang lebih tinggi dari
40 ° C) tidak mencegah kekambuhan Kejang demam pada anak-anak. Tingkat kekambuhan
untuk masing-masing kelompok (plasebo dan plasebo, plasebo dan asetaminofen,
diazepam dan asetaminofen, dan diazepam dan diazepam) masing-masing adalah 8,2%,
5,2%, 9,9%, dan 11,5%. Oleh karena itu, bukti menunjukkan bahwa asetaminofen tidak
efektif dalam mencegah kekambuhan Kejang demam.
Monfries N., Goldman RD. 2017.Prophylactic antipiretics for prevention of febrile seizures following
vaccination. Canadian Family Physician v.63(2) 128 – 130
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5395384/)
Studi terkontrol obat antipiretik, yang diberikan selama penyakit akut asli setelah
Kejang demam atau selama episode demam berikutnya telah gagal menunjukkan efek
pencegahan pada anak-anak yang berisiko terkena Kejang Demam. Sebuah uji coba
terkontrol plasebo secara acak pada anak-anak berisiko kejang Demam tidak menemukan
bukti bahwa parasetamol, dengan atau tanpa diazepam, efektif dalam mencegah Kejang
Demam selama episode demam berikutnya. Percobaan acak kedua membandingkan
efektivitas antipiretik parasetamol yang diberikan secara berkala (kelompok 1)
dibandingkan parasetamol yang diberikan pada saat demam (kelompok 2) pada anak-anak
yang mengalami Kejang Demam. Rekurensi awal Kejang Demam (dalam 24 jam pertama)
serupa pada kedua kelompok. Ibuprofen juga dievaluasi dalam uji coba acak, tersamar
ganda, terkontrol plasebo pada anak-anak yang berisiko menderita Kejang Demam.
Tingkat kekambuhan serupa pada kedua kelompok. Dalam percobaan terbuka lain, anak-
anak yang berisiko Kejang Demam ditawari ibuprofen atau parasetamol selama episode
demam berikutnya atau tidak ada obat. Risiko kekambuhan Kejang Demam serupa pada
semua kelompok. Empat penelitian ini menyimpulkan bahwa parasetamol dan ibuprofen
antipiretik tidak memiliki efek pencegahan terhadap kekambuhan Kejang Demam. Sebuah
ulasan baru-baru ini dari uji coba menilai efek parasetamol pada waktu pembersihan
demam dan pada Kejang Demam mengidentifikasi 12 uji coba terkontrol secara acak atau
kuasi-acak. Disimpulkan bahwa uji coba gagal menunjukkan bukti meyakinkan bahwa
parasetamol efektif dalam mengurangi demam atau mencegah Kejang Demam.
El-Radhi AS., Barry W. 2003. Do antipyretics prevent febrile convulsions?. Archimedes dis child 88 638-
642 (https://adc.bmj.com/content/88/7/641)

7. risk benefit pct


8. Bagamaimana infeksi menyebabkan krisis myasthenia gravis?
Krisis myasthenis atau eksaserbasi MG yang disebabkan oleh infeksi belum dikaitk
an dengan mikroorganisme tertentu. Mekanisme mencakup kemungkinan besar aktivasi l
uas sistem kekebalan oleh infeksi. Virus dapat memicu autoimunitas melalui mimikri mo
lekuler, aktivasi pengamat, penyebaran epitop, pensinyalan sel T yang ditingkatkan, dan
peningkatan regulasi serangkaian sitokin dan molekul kostimulatori. Belum jelas mening
kat atau tidak konsentrasi autoantibodi spesifik terhadap AChR, MuSK dan LRP4 selama
infeksi.
9. Kuisioner psikologis mengenai depresi pada anak yang memiliki penyakit kronis.
(Terlampir)
10. Apa nama gen pembawa penyakit myasternia gravis ?
MG dan penyakit autoimun lainnya tidak bersifat herediter, namun kerentanan
genetik dianggap berperan. Jenis HLA ( human leukocyte antigen) tertentu dikaitkan
dengan terjadinya MG, yaitu HLA-B8, DRw3, and DQw2. Antibodi Musk juga dikaitkan
dengan haplotypes (kelompok gen yg diwarisi bersama) DR14 dan DQ5.

Anda mungkin juga menyukai

  • NDFBKJDDV
    NDFBKJDDV
    Dokumen2 halaman
    NDFBKJDDV
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • FDJKKJSDJSKJDC
    FDJKKJSDJSKJDC
    Dokumen2 halaman
    FDJKKJSDJSKJDC
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Nasjksbdhjdbbfjh
    Nasjksbdhjdbbfjh
    Dokumen2 halaman
    Nasjksbdhjdbbfjh
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Nasjksbdhjdbbfjh
    Nasjksbdhjdbbfjh
    Dokumen2 halaman
    Nasjksbdhjdbbfjh
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Status 4
    Status 4
    Dokumen1 halaman
    Status 4
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Nedejndknwe
    Nedejndknwe
    Dokumen2 halaman
    Nedejndknwe
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Status 3
    Status 3
    Dokumen2 halaman
    Status 3
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kasus 1
    Analisa Kasus 1
    Dokumen2 halaman
    Analisa Kasus 1
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Combustio Ga Lengkap 2
    Combustio Ga Lengkap 2
    Dokumen2 halaman
    Combustio Ga Lengkap 2
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Status 5
    Status 5
    Dokumen2 halaman
    Status 5
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kasus 2
    Analisa Kasus 2
    Dokumen2 halaman
    Analisa Kasus 2
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kasus 4
    Analisa Kasus 4
    Dokumen2 halaman
    Analisa Kasus 4
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Status 1
    Status 1
    Dokumen2 halaman
    Status 1
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Status 2
    Status 2
    Dokumen1 halaman
    Status 2
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kasus 3
    Analisa Kasus 3
    Dokumen2 halaman
    Analisa Kasus 3
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • LASOLRE
    LASOLRE
    Dokumen2 halaman
    LASOLRE
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • DOMIDOMIDO
    DOMIDOMIDO
    Dokumen2 halaman
    DOMIDOMIDO
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Lalafa
    Lalafa
    Dokumen4 halaman
    Lalafa
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • SISILASOL
    SISILASOL
    Dokumen3 halaman
    SISILASOL
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • LAPJAG SAH FIDEL STATUS - NEUROLOGIS-dikonversi
    LAPJAG SAH FIDEL STATUS - NEUROLOGIS-dikonversi
    Dokumen11 halaman
    LAPJAG SAH FIDEL STATUS - NEUROLOGIS-dikonversi
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Dafpus 1
    Dafpus 1
    Dokumen3 halaman
    Dafpus 1
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Dodoresol
    Dodoresol
    Dokumen2 halaman
    Dodoresol
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Combustio Ga Lengkap
    Combustio Ga Lengkap
    Dokumen3 halaman
    Combustio Ga Lengkap
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • DOLAMILAMI
    DOLAMILAMI
    Dokumen4 halaman
    DOLAMILAMI
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Lam I Lamido
    Lam I Lamido
    Dokumen1 halaman
    Lam I Lamido
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Domilasore
    Domilasore
    Dokumen4 halaman
    Domilasore
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Domilasore
    Domilasore
    Dokumen4 halaman
    Domilasore
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • Dodosilasol
    Dodosilasol
    Dokumen5 halaman
    Dodosilasol
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat
  • DODODRE
    DODODRE
    Dokumen5 halaman
    DODODRE
    Key Lomonov
    Belum ada peringkat