Anda di halaman 1dari 13

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pembahasan hasil penelitian mengenai pengaruh terapi

zikir terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa yang sedang mengerjakan

skripsi di Universitas Ngudi Waluyo.

A. Analisis Univariat

1. Gambaran tingkat stress mahasiswa yang sedang mengerjakan

skripsi di Universitas Ngudi Waluyo sebelum diberi intervensi terapi

zikir

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebelum diberi

intervensi terapi zikir, sebagian besar mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi mengalami stress sedang yaitu sejumlah 13 orang

(65,0%), 2 orang (10%) mengalami stress berat dan 5 orang (25%)

mengalami stres ringan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat stres sebelum

penelitian pada mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo yang sedang

mengerjakan skripsi sebagian besar mengalami stres sedang.

Stress dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan

tegang. Dalam bahasa sehari-hari stress di kenal sebagai stimulus atau

respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Stress

adalah kondisi yang di sebabkan oleh komunikasi antar individu dengan

lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antar tuntutan-tuntutan yang


berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan

sosial dari seseorang Sarafino dalam Manurung (2016).

Stresor terdiri dari stresor fisik, fisiologik, dan psikologis. Stresor

fisik berasal dari suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah,

suara yang bising, dan sinar yang terlalu terang. Stresor fisiologis berasal

dari gangguan struktur, fungsi jaringan organ, atau sistemik sehingga

menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. Stresor psikologis berasal dari

adanya gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan

(Potter & Perry, 2009).

Stresor pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan

akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari

harapannya sendiri. Stresor atau faktor pencetus stres yang dihadapi oleh

para mahasiswa dapat berhubungan dengan faktor personal seperti jauhnya

para mahasiswa dari orang tua dan sanak saudara, ekonomi/finansial

(pengelolaan keuangan, uang saku), problem interaksi dengan teman dan

lingkungan baru, serta problem-problem personal lainnya. Faktor

akademik di sisi lain juga menyumbangkan potensi stres misalnya tentang

perubahan gaya belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi,

tugas-tugas perkuliahan, target pencapaian nilai, prestasi akademik dan

problem-problem akademik lainnya (Azis & Bellinawati, 2015).

Berdasarkan hasil kuesioner, mahasiswa yang mengalami stres

ringan sebanyak 25% masih tetap mengalami beberapa tanda gejala stres

tetapi tidak sebanyak responden yang mengalami stres ringan hingga berat.
Tanda gejala tersebut diantaranya adalah tidak sabar dalam menunggu,

sulit untuk bersantai dan sulit beristirahat.

Hasil dari kuesioner didapatkan bahwa sebanyak 65% mahasiswa

yang mengalami stres ringan mengalami beberapa gejala seperti mudah

marah karena hal-hal sepele, sulit untuk bersantai, tidak sabar dalam

menunggu sesuatu, mudah tersinggung, merasa gelisah/cemas dan sulit

untuk beristirahat. Dan sisanya 10 % mengalami stres berat mengalami

gejala diantaranya mudah marah, sulit beristirahat dan mudah merasa

gelisah atau cemas.

Sebagian besar mahasiwa merasa mudah marah karena dikejar

waktu untuk menyelesaikan tugas akhirnya tepat waktu hal ini

dikarenakan tubuh akan mengaktifkan sistem endokrin, setelah

hipotalamus menerima stimulus stress, bagian anterior hipotalamus akan

melepaskan Corticotrophin Releasing Hormone (CRH), yang akan

menginstruksikan kelenjar hipofisis bagian anterior untuk mensekresikan

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Dengan disekresikannya hormon

ACTH ke dalam darah maka hormon ini akan mengaktifkan zona

fasikulata korteks adrenal untuk mensekresikan hormon glukortikoid yaitu

kortisol. Hormon kortisol memiliki peranan dalam respon fight or flight

dengan meningkatkan glukosa darah dan juga meningkatkan cadangan

energi hati dengan meningkatkan glukoneogenesis yang berasal dari asam

amino. Respon ini merupakan respon yang digunakan sebagai persiapan

respon fight terhadap stress. Hormon kortisol ini juga berperanan dalam
proses umpan balik negatif yang dihantarkan ke hipotalamus, dan

kemudian sinyal diteruskan ke amigdala untuk memperkuat pengaruh

stress terhadap emosi seseorang. Hal tersebut membuat orang menjadi

mudah marah dan mudah tersinggung karena meningkatnya produksi

hormon kortisol dalam tubuh.

Mahasiswa yang mengalami ditandai dengan insomnia atau susah

tidur, hal tersebut dikarenakan menjadi beban pikiran dan akan

menyebabkan reaksi pada otak bagian serotonin, Serotonin merupakan

neurotransmitter yang berperan sangat penting dalam menginduksi rasa

kantuk, juga sebagai medula kerja otak. Dalam tubuh serotonin diubah

menjadi melatonin yang merupakan hormone katekolamin yang

diproduksi secara alami oleh tubuh.Adanya lesi pada pusat pengatur tidur

di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan siaga tidur.

Katekolamin yang dilepaskan akan menghasilkan hormone norepineprin

yang akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Stress

juga merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam keadaan stress

atau cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat dalam darah

yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan

terus terjaga Guyton dalam Anggraieni & Subandi (2014)

Mahasiswa yang mengalami stres juga ditandai dengan perasaan

gelisah atau cemas hal tersebut terjadi karena berhubungan dengan

aktivitas dari neurotransmmiter Gamma Aminobutyric Acid (GABA), yang

mengontrol aktifitas neuron di bagian otak yang berfungsi untuk


pengeluaran ansietas. Mekansime kerja terjadinya ansietas diawali dengan

penghambatan neurotransmmiter di otak oleh GABA. Ketika bersilangan

di sinaps dan mencapai atau mengikat ke reseptor GABA di membran

postsinaps, maka saluran reseptor terbuka, diikuti oleh pertukaran ion-ion.

Akibatnya terjadi penghambatan atau reduksi sel yang dirangsang dan

kemudian sel beraktifitas dengan lamban . Mekanisme biologis ini

menunjukkan bahwa ansietas terjadi karena adanya masalah terhadap

efisiensi proses neurotransmmiter. Neurotransmiter sendiri adalah utusan

kimia khusus yang membantu informasi bergerak dari sel saraf ke sel

saraf. Jika neurotransmitter keluar dari keseimbangan, pesan tidak bisa

melalui otak dengan benar. Hal ini dapat mengubah cara otak bereaksi

dalam situasi tertentu, yang menyebabkan kecemasan Silvitasari &

Hermawati (2018).

Menurut Selye dalam Hawari (2013) mengatribusikan respons stres

pada aktivasi sistem korteks-adrenal pituataria-anterior yang

menyimpulkan bahwa stresor yang memengaruhi sirkuit-sirkuit neural

menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) (hormon

adrenokortikotropik) dari pituataria anterior, sehingga ACTH pada

gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal,

sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak di antara efek-efek respons

stres. Stresor juga mengaktifkan sistem saraf simpatik, sehingga

meningkatkan jumlah epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan dari

medula adrenal. Besarnya respons stres bukan hanya bergantung pada


stresor dan individunya. Fitur utama teori Selye adalah pendapatnya

bahwa stresor fisik maupun psikologis menginduksi respon stres yang

secara umum sama. Respons stres kompleks dan bervariasi, respons

tepatnya bergantung pada stresornya, kapan waktunya, sifat orang yang

mengalami stres, dan bagaimana orang yang mengalami stres bereaksi

terhadap stresornya.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh Hendriyanto, Sriati, &

Fitria (2012) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Hipnoterapi

Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Padjadjaran Angkatan 2011 bahwa hasil penelitian terhadap 13

orang responden sebelum diberi hipnoterapi menunjukkan bahwa

mayoritas mahasiswa yang sedang menghadapi skripsi mengalami

kecemasan sedang (46,67%) hal ini terjadi karena skripsi merupakan

bagian terakhir dari sistem perkuliahan yang membuat kebanyakan

mahasiswa cemas untuk menghadapinya.

Serotonin merupakan neurotransmitter yang berperan sangat

penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai medula kerja otak.

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang merupakan

hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh.Adanya

lesi pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan

keadaan siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan akan menghasilkan

hormone norepineprin yang akan merangsang otak untuk melakukan

peningkatan aktivitas. Stress juga merupakan salah satu factor pemicu,


dimana dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormone katekolamin

akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf

simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga Guyton dalam

Anggraieni & Subandi (2014)

Hasil penelitian ini juga didukung oleh Hendriyanto, Sriati, &

Fitria (2012) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Hipnoterapi

Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Padjadjaran Angkatan 2011 bahwa hasil penelitian terhadap 13

orang responden sebelum diberi hipnoterapi menunjukkan bahwa

mayoritas mahasiswa yang sedang menghadapi skripsi mengalami

kecemasan sedang (46,67%) hal ini terjadi karena skripsi merupakan

bagian terakhir dari sistem perkuliahan yang membuat kebanyakan

mahasiswa cemas untuk menghadapinya.

Hasil penelitian lain juga menunjukkan hasil yang serupa yang

dilakukan oleh Afdila (2016) dengan judul Pengaruh Terapi Guided

Imagery Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Dalam

Menyelesaikan Skripsi terdapat 13 orang (72,2%) mengalami stres sedang

dari 18 orang pada kelompok intervensi dan 12 orang (70,2%) mengalami

stres sedang pada kelompok kontrol.


2. Gambaran tingkat stress mahasiswa yang sedang mengerjakan

skripsi di Universitas Ngudi Waluyo setelah diberi intervensi terapi

zikir

Berdasarkan data dari analisis univariat dengan menggunakan

frekuensi tabel didapatkan tingkat stres pada mahasiswa yang sedang

menyusun skripsi setelah diberikan terapi zikir yaitu mahasiswa yang tidak

mengalami stress atau normal 17 orang (85%) dan mahasiswa yang

mengalami stres ringan berjumlah 3 orang (15%). Dari hasil kuesioner

menunjukan adanya perubahan penurunan tingkat stres. Hal ini dibuktikan

dari jawaban responden melalui pengisian kuesioner bahwa terdapat

penurunan pada aspek penilaian menjadi marah karena hal-hal kecil atau

sepele, mudah marah dan susah untuk beristirahat.

Dari hasil penelitian yang awalnya 2 orang mengalami stres berat

menjadi 1 orang stres sedang dan 1 orang menjadi normal, sedangkan

untuk yang 13 orang awalnya mengalami stres sedang menjadi 2 orang

stres ringan dan 11 orang menjadi normal atau tidak stres dan 5 orang

yang mengalami stres ringan menjadi normal semua atau tidak stres.

Menurut asumsi peneliti hal ini dikarenakan zikir dapat membuat

orang menjadi rileks dan dapat memberikan rasa nyaman. Koping yang

dilakukan tiap mahasiswa untuk mengatasi stres yang dialaminya berbeda-

beda sehingga penurunan tingkat stres yang dialami tiap mahasiswa juga

berbeda berbeda-beda.
Stres merupakan respon alami tubuh untuk melawan bahaya.

Ketika dalam keadaan terdesak atau tertekan, tubuh akan memproduksi

hormon tertentu sebagai bentuk perlawanan/koping dari 'bahaya' tersebut.

Dan tubuh akan memproduksi hormon kortisol dan adrenalin. Koping

yang dimiliki tiap masing-masing individu berbeda sehingga reaksi dari

hormon juga berbeda beda tiap individu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dipaparkan oleh

Hawari (2013) Dipandang dari sudut kesehatan jiwa doa dan zikir

mengandung unsur psikoterapiutik yang mendalam. Terapi psikoreligius

tidak kalah penting dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena ia

mengandung kekuatan spiritual/kerohanian yang membangkitkan rasa

percaya diri (self confidence) dan rasa optimis terhadap penyembuhan.

Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri dan optimisme merupakan dua hal yang

amat esensial untuk daya tahan dan kekebalan tubuh yang amat penting

bagi penyembuhan suatu penyakit baik medis maupun non medis

disamping obat-obatan dan tindakan medis yang dilakukan.

Hasil penelitian ini juga di dukung oleh Sucinindyasputeri,

Mandala & Zaqiyatuddinni (2017) tidak hanya untuk penangan stres,

psikoterapeutik dengan terapi dzikir juga memiliki pengaruh yang

signifikan dalam mengurangi kecemasan yang dialami oleh ibu pada

kehamilan pertama.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh Anggraieni & Subandi

(2014) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir

Untuk Menurunkan Stres Pada Penderita Hipertensi Esensial bahwa ada


pengaruh terapi zikir terhadap tingkat stres dengan nilai signifikan p value

0.006 (p<0.05).

B. Analisa Bivariat

Pengaruh terapi zikir pada mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo yang

sedang mengerjakan skripsi

Setelah dilakukan pemberian intervensi terapi zikir sebanyak 4 kali

pertemuan dengan waktu 10-15 menit setiap pertemuan menunjukan

penurunan rata-rata tingkat stres pada mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo

yang sedang menyusun skripsi sebelum dilakukan penelitian sebesar skor

21,35 (stres sedang) dan sesudah dilakukan penelitian rata-rata skor menjadi

10,6 ( normal / tidak stres ). Ini berarti terjadi penurunan tingkat stres pada

mahasiswa yang telah diberi intervensi terapi zikir..

Hasil uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar 10,378 lebih

besar dari t tabel 2,86093 dan nilai p-value 0,000 p-value 0,000 <  ( =

0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara signifikan antara

tingkat stress mahasiswa yang sedang menyusun skripsi sebelum dan sesudah

diberikan terapi zikir. Ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh secara

signifikan terapi zikir terhadap tingkat stress pada mahasiswa Universitas

Ngudi Waluyo yang sedang menyusun skripsi.

Menurut asumsi dari peneliti penurunan tingkat stress yang sangat

signifikan ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pada saat skrining

bebarengan pada saat deadline pengumpulan tugas akhir sehingga menunjukan

hasil tingkat stress yang tinggi pada responden dan setelah diberi intervensi
mengalami penurunan stress yang drastis dikarenakan para mahasisiswa telah

selesai menyelesaikan tugas akhir sehingga mahasiswa merasa tenang dan

bebannya telah berkurang. Penyebab penurunan stres yang selanjutnya

dikarenakan pemberian jeda selama 2 hari pada saat pemberian intervensi

sehinga tiap indi vidu melakukan koping stres yang berbeda-beda sesui koping

yang biasanya dilakukan, sehingga dapat menyebabkan penurunan tingkat

stres yang sangat signifikan tersebut.

Hal ini dikarenakan setelah di beri zikir manusia akan merasa rileks

dan tenang dari sebelumnya yang mengalami kecemasan dan tegang, hal ini

dikarenakan pada saat manusia merasa cemas atau gelisah yang bekerja adalah

sistem saraf simpatetis, sedangkan pada waktu rileks yang bekerja adalah

sistem saraf parasimpatetis. Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa

tegang dan rasa cemas dengan resiprok, sehingga timbul counter conditioning

dan penghilangan. Apabila Individu melakukan relaksasi ketika ia mengalami

ketegangan atau kecemasan, maka reaksi-reaksifisiologis yang dirasakan

individu akan berkurang, sehingga la akan merasa rileks. Apabila kondisi

fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang.

Zikir dapat memberikan rangsangan pada saraf simpatik dan saraf

parasimpatik untuk menghasilkan respon relaksasi. Efek terapi zikir dalam

sistem limbik dan saraf otonom adalah menciptakan suasana rileks, aman dan

menyenangkan sehingga merangsang pelepasan zat kimia gamma amino

butyricacid (GABA), enkefalin dan betaendorphin yang dapat mengeliminasi

neurotransmitter rasa nyeri maupun kecemasan sehingga menciptakan

ketenangan dan memperbaiki suasana hati mahasiswa yang sedang merasa

tertekan, mudah marah dan cemas.


Koping stres tiap mahasiswa berbeda-beda sehingga dapat

mempengaruhi tingkat stres pada mahasiswa yang telah di berikan intervensi

terapi zikir. Perbedaan koping stres pada masing-masing individu ini dapa

mempengarui stimulus yang di hasilkan oleh hormon-hormon yang ada di

dalam tubuh tiap individu, sehingga tiap individu mempunyai koping stres

sendiri dan hormon yang di produksi berbeda beda dapat mempengaruhi

keefektifan dari terapi zikir ini.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Fuji Rahmawati &

Antarini Idriansari (2013) Nilai rata-rata tingkat stres sesudah diberikan

relaksasi dzikir asmaul husna adalah 14,19 termasuk pada kategori tingkat

stres ringan tetapi terdapat penurunan tingkat stres setelah diberikan relaksasi

dzikir asmaul husna. Ada pengaruh relaksasi dzikir asmaul husna terhadap

tingkat stres pada pasien yang menjalani hemodialisa dan didapatkan nila p

value = 0,000.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Sugijana (2017)

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dzikir jaher mempunyai

peranan yang baik terhadap penurunan tingkat stres dengan kata lain bahwa

dzikir jaher dapat menurunkan stres pada lansia dengan hipertensi. Penelitian

ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Anggraieni & Subandi

(2014) relaksasi zikir memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

stres pada penderita hipertensi esensial. Analisis data menggunakan teknik uji

beda Nonparametik Mann-Whitney dengan melihat gained score pada pre-test

dan post-test, yang menunjukkan bahwa relaksasi zikir efektif menurunkan

stres pada penderita hipertensi esensial, dengan nilai Z = -2.722 p = 0,006 (p <

0,05).
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosanty,

(2014) yang berjudul Pengaruh Musik Mozart dalam Mengurangi Stres pada

Mahasiswa yang Sedang Skripsi bahwa adanya pengaruh musik klasik Mozart

terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa yang sedang mengerjakan

skripsi.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini dilakukan selama 4 kali pertemuan

namun terdapat jeda 2 hari dalam pemberian intervensi, hal ini memungkinkan

individu melakukan koping lain, masing-masing individu memiliki koping

yang berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi hasil dari intervensi

tersebut. Peneliti tidak bisa mengontrol tingkat kekhusukan dan konsentrasi

dari masing-masing responden. Mekanisme koping dalam menghadapi stres

yang yang dilakukan tiap mahasiswa yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut

akan mempengaruhi hasil penelitian yaitu penurunan tingkat stres dari

responden. Pengukuran tingkat stres tidak dilakukan setelah pemberian

intervensi (time series) sehingga peneliti tidak bisa mengetahui pada hari

keberapa terapi tersebut berpengaruh terhadap responden.

Anda mungkin juga menyukai