Anda di halaman 1dari 5

ndrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari

penggunaan obat anti psikotik1. Karekteristik dari SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi
otonom1 dan perubahan kesadaran2 Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder
dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal2 .

Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya


neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien
dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14%1.
Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien3.
Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM, semua obat anti
psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah
prochlorperazine (Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone
(Risperdal). Selain itu obat-obat non neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan
SNM juga, obat-obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and
lithium4.
Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena komplikasi dari
keadaan ini adalah kematian5. Kematian yang disebabkan oleh SNM mencapai 21%3.
A. Definisi
DSM IV mendefiniskan sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan temperatur dan gejala
lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran
dari konfusi sampai dengan koma, mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan
kreatin phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan neureptik6.
Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya dipakai untuk terapi
kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia, gangguan afek mayor (gangguan depresi,
bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena dimensia, nausea, disfungsi usus dan penyakit
parkinson7.
Sindrom ini mengakibatkan disfungsi sistem syaraf otonom. Sistem syaraf otonom adalah sistem
syaraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas tubuh yang tidak dikendalikan secara sadar, seperti
denyut jantung, tekanan darah, pencernaan, berkeringat, suhu tubuh dan kesadaran juga
terpengaruh8.

B. Etiologi
1.Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi rendah,
neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM sering pada pasien dengan pengobatan
haloperidol dan chlorpromazine1.
2.Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama neuroleptic potensi tinggi), antipsikosik aksi cepat
dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik injeksi long acting1.
3.Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptic yang tidak konsisten dan
penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama lithium, dan juga terapi kejang listrik1.

C. Faktor Resiko
1.Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM adalah kondisi panas
dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi1.
2.Faktor genetik. Terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM dapat terjadi pada
kembar identik1.
3.Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko rekurensi
tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan penggunaan antipsikotik.
Apabila pasien diberikan anti psikotik dalam 2 minggu episode SNM, 63 % akan rekurensi. Jika
lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya 30%1.
4.Sindrom otak organik, gangguan mental non skizoprenia, penggunaan lithium, riwayat ECT,
penggunaan neuroleptik tidak teratur1 .
5.Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik di naikan
dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi1

D. Patofisiologi
Sesuai dengan istilahnya, SNM berkaitan dengan pemberian pengobatan neuroleptik. Mekanisme
pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa defisiensi dopamin atau
blokade dopamin yang menyebabkan SNM. Pengurangan aktivitas dopamin di area otak
(hipothamalmus, sistem nigrostartial, traktus kortikolimbik) dapat menerangkan terjadinya gejala
klinis SNM3.
Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan set point
sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan ketidak stabilan otonom1. Di sistem
nigrostratial dapat menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kortiko limbik dapat menyebabkan
perubahan kesadaran3 perubahan status mental disebabkan karena blokade reseptor dopamin di
sistem nigrostartial dan mesokortikal9.

E. Gambaran Klinis
Sindrom neuroleptik maligna merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak tergantung pada kadar
awali obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal neuroleptik
(phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal), biasanya berkembang dalam 4 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian besar berkembang
dalam 24-72 jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan dosis (biasanya karena
peningkatan)7. Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari
ringan sampai dengan berat9. Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea,
takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil..
Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia.
Tremor dan aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik1.
Konfusi, koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat
kesadaran1.

F. Pemeriksaan Laboratorium
Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis. Kerusakan otot
dan nekrosis ini dapat menyebabkan:
1.Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah mencapai 2000 – 15.000 U/ L Pengingkatan kadar
CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM3.
2.Peningkatan Aminotransferases (aspartate aminotransferase [AST], alanine aminotransferase
[ALT]), and lactate dehydrogenase (LDH )1
3.Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 – 30.000 x 103/ mm3), trombositosis
dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat meningkat. Konsentrasi serum besi dapat menurun1.

G. Diagnosis
Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu kriteria berasal dari
DSM IV-TR. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas otot, dengan satu atau lebih
tanda-tanda penting seperti ketidak stabilan otonom, perubahan sensorik, peningkatan kadar CK dan
myoglobinuria10.
Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis banding pada pasien demam
dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis SNM ditegakkan, semua kemungkinan
penyebab kenaikan suhu harus disingkirkan, dan demam harus disertai dengan gejala klinis lain
seperti rigiditas otot, perubahan status mental dan ketidak stabilan otonom10 .
Kriteria diagnosis menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders).
Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2
Kriteria A
1.Rigiditas otot
2.Demam

Kriteria B
1.Diaphoresis
2.Disfagia
3.Tremor
4.Inkontinensia
5.Perubahan kesadaran
6.Mutisme
7.Takikardi
8.Tekanan darah meningkat atau labil
9.Leukositosis
10.Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot

Kriteria C
Tidak ada penyebab lain (Misal: encephalitis virus)

Kriteria D
Tidak ada gangguan mental
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari demam harus di
singkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk membedakan SNM dengan encephalitis
virus atau encephalomyelitis post infeksi10.
SNM harus dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh pengobatan lain seperti sindrom
serotonin dan hipertermi maligna10.
H. Diagnosis Banding
1.Heat stroke
Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan hipotensi.
2.Letal kataton
Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik dapat memperbaiki
atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal kataton sulit, meskipun riwayat pasien
menyatakan episode kataton pada saat pasien tidak meminum neuroleptik. Letal kataton cenderung
eksitasi dan agitasi pada prodormal sedangkan SNM dimulai dengan rigiditas1
3.Sindrom serotonin
Sindrom serotonin sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan menggali riwayat
pengobatan dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak adanya rigiditas berat.

I. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif
Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan terapi suportif.
Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda dalam 1-2 minggu. SNM yang dipercepat dengan
depot injeksi anti psikotik long action dapat bertahan selama sebulan1
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memelihara fungsi organ
yaitu:
Manajemen jalan nafas: intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri1.
Manajemen sirkulasi: monitoring jantung, resulsitasi cairan, hemodinamik1.
Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik1
Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis cairan serebrospinal,
kultur urin dan darah9.
2. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti bromocriptin dan amantadin
diperkirakan berguna untuk mengobati SNM berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene
dipakai untuk mengurangi rigiditas otot, metabolisme dan peningkatan panas. Beberapa ahli
melaporkan bahwa agonis dopamin, clantralene maupun kombinasi keduanya dapat mengurangi
mortalitas atau memperpendek durasi sakit. Peneliti lain melaporkan tidak ada manfaat dan setelah
diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan gejala karena pemakaian obat-obat
tersebut3.
Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa kasus. Penelitian Francis
et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam penanganan SNM dengan mengurangi durasi
menjadi 2 – 3 hari3

J. Komplikasi
Komplikasi dari sindroma neuroleptik maligna banyak. Komplikasi yang paling umum adalah
rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menuerus dan akhirnya terjadi kerusakan
otot9.
Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, edema pulmo, sindrom distress
respirasi, sepsis, diseminated intravascular coagulation, seizure, infark miocardial9.
Menghindari antipsikotik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak terkontrol.
Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti psikotik karena menderita gangguan psikiatri berat
atau persiten, kemungkinan relaps tinggi jika anti pskotik di hentikan1

K. Prognosis
1.Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot yang menjadi
rhabdomyuolisis1.
2.Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi berhubungan dengan
jeda waktu antara SNM dan dimulainya kembali pengobatan antipsikotik1.

L. Pencegahan
Pencegahan merupakan bagian penting dalam memanage kondisi heterogen ini. Dosis terendah
neuroleptik dianjukan, dengan memonitor onset efek samping ekstra piramida Deteksi awal dan
memberikan terapi untuk mengeliminasi efek samping ekstra piramidal, terutama rigiditas otot
dapat mencegah perkembangan lebih lanjut SNM dan komplikasinya6.
DAFTAR PUSTAKA

1.Sholevar, DP., 2002, Neuroleptic Malignanat Syndrome, http://www.emedicine.com


2.Khan,
3.Khaldarov, V, 2000, Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant Syndrome, Hospital
Physician.
4.Benzer, Theodore, 2005, Neuroleptic Malignanat Syndrome, http://www.emedicine.com
5.Ong
6.Kaplan
7.Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly: Diagnostic
Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment, Clinical geriatry Vol 14 No. 5,
John Hopskins Medicine.
8.Answer.com
9.Bottoni, T., 2002, Neuroleptic Malignant Syndrome: A Brief Review, http:://www.turner-
white.com
10.Nicholson, D., Chiu., W., 2004, Neuroleptic malignant syndromem, Geriatrics August 2004
Volume 59, Number 8

Anda mungkin juga menyukai