Anda di halaman 1dari 14

UVEITIS

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Penyakit
Mata

Disusun Oleh:

Afifah Nur Yusdianti 12100118167

Preseptor:
dr. Maryono Soemarmo, Sp.M.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT
2019
UVEITIS

Uveitis merupakan inflamasi pada traktus uveal. Uveitis dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal, yaitu:
 Anatomi
o Anterior uveitis
Anterior uveitis merupakan inflamasi pada iris (iritis) dan pars plikata dari badan
siliari (cyclitis). Anterior uveitis dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
 Iritis: inflamasi pada iris
 Iridocyclitis: inflamasi pada iris dan pars plikata
 Cyclitis: iflamasi pada pars plikata dari badan siliari
o Intermediate uveitis
Intermediate uveitis merupakan inflamasi pada pars plana dari badan siliari dan
retina perifer serta bagian koroid yang mendasari. Intermediate uveitis disebut juga
dengan pars planitis.
o Posterior uveitis
Posterior uveitis merupakan inflamasi pada koroid (koroiditis). Inflamasi juga
dapat terjadi pada retina sekitar sehingga isitilah chorioretinitis digunakan.
o Panuveitis
Panuveitis merupakan inflamasi pada seluruh traktus uveal. Hal ini paling sering
terjadi pada inflamasi tipe kronis.

 Klinis
o Uveitis akut
Uveitis akut merupakan radang pada traktus uveal yang terjadi secara tiba-tiba dan
terjadi selama kurang dari 3 minggu.
o Uveitis kronis
Uveitis kronis merupakan radang pada traktus uveal yang terjadi secara bertahap
denfan durasi lebih dari 3 minggu
o Rekuren
Rekuren merupakan uveitis yang terus terjadi secara berulang
 Patologis
o Granulomatous uveitis
Granulomatpus uveitis merupakan inflamasi yang terjadi akibat adanya infeksi.
Inflamasi terjadi secara bertahap dan kronis dengan manifestasi klinis yang
minimal.
o Non-granulomatous uveitis
Non-granulomatous uveitis merupakan inflamasi yang terjadi akibat reaksi alergi
atau imun yang onsetnya terjadi secara aku dengan durasi yang pendek.
 Etiologi (Duke Elder’s)
o Infective uveitis
o Allergic or immune related uveitis
o Toxic uveitis
o Traumatic uveitis
o Uveitis associated with non infective systemic diseases
o Idiopathic uveitis
Uveitis disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
 Infeksi eksogen
Infeksi eksogen terjadi akibat adanya luka yang perforasi atau ulkus kornea. Hal ini
menyebabkan terjadinya iridosiklitis yang purulent dan panophthalmitis.
 Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi akibat adanya inflamasi yang menyebar dari kornea, sclera, atau
retina.
 Infeksi endogen
Organisme yang berasal dari organ lain pada tubuh sampai ke mata melalui aliran darah.
Organisme tersebut meliputi:
o Bakteri
 Septicemia akibat Streptococcus, Staphylococcus, Meningococcus,
Pneumococcus, dan lain-lain.
 Tuberculosis, syphilis, gonorrhea, dan lain-lain
o Virus: Mumps, measles, influenza, herpes, dan lain-lain
o Protozoa: Toxoplasma, toxocara, cysticercosis
 Inflamasi alergi
Inflamasi alergi terjadi pada jaringan mata yang tersensitisasi dan terjadi kontak kembali
dengan organisme yang sama atau protein yang sama ( reaksi antigen-antibodi). Contoh
lesi tubercular pada lymph nodes, infeksi streptokokus pada gigi, tonsil, sinus paranasal,
traktus urinary dan genital.
 Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi terhadap komponen jaringan autolog (reaksi
autoimun) sehingga uveitis terjadi akibat adanya rheumatoid arthritis, systemic lupus
erythematosus, sarcoidosis, ankylosing spondylitis, Reiter’s disease, Behcet’s syndrome.

Uveitis memiliki mekanisme dasar untuk terjadinya inflamasi yang menimbulkan tanda pada mata,
yaitu:

A. Anterior uveitis
Anterior uveitis merupakan inflamasi pada iris (iritis) dan pars plikata dari badan siliari
(cyclitis). Anterior uveitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu:
 Infektif (granulomatous)
Terjadi akibat adanya infeksi organisme secara langsung. Inflamasi terjadi secara bertahap,
kronis dengan manifestasi klinis yang minimal. Terdapat infiltrasi nodular pada jaringan
oleh sel plasma dan limfosit. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya keratik besar yang
berminyak disebut dengan mutton fat yang merupakan deposit dari sel daraj putih
(sebagian besar berupa limfosti), kumpulan sel inflamasi pada batas pupil (Koeppe’s
nodules) atau pada bagian perifer dari permukaan anterior iris (Busacca’s nodules).
 Alergi (exudative atau non-granulomatous)
Terjadi secara akut dengan durasi yang pendek. Terjadi secara diffuse tanpa adanya lesi
fokal pada iris. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya keratik halus yang tersusun atas
sel limfoid dan polimorf.

1. ACUTE IRIDOCYCLITIS
Acute iridocyclitis merupakan inflamasi akut pada iris (iritis) dan badan siliari (cyclitis).
Gejala dapat berupa:
 Mata merah: terjadi akibat adanya kongesti circumciliar.
 Nyeri: memburuk pada malam hari. Nyeri menyebar ke dahi, kulit kepala, pipi,
tulang malar, hifung dan gigi. Hal ini terjadi karena iris disuplai oleh saraf sensori
dari divisi optalmik pada saraf ke lima.
 Lakrimasi dan fotofobia tanpa adanya discharge yang mucopurulent akibat adanya
keratitis.
 Gangguan pengelihatan akibat plasmoid aqueous yang kabur dan media refraksi
yang keruh
 Fotofobia akibat adanya nyeri yang diinduksi oleh konstriksi pupil dan spasme
siliari akibat adanya inflamasi.
Tanda pada acute iridocyclitis meliputi:
 Kongesti circumciliary
Hiperemis di sekitar limbus yang berwarna ungu kemerahan akibat adanya dilatasi
pembuluh darah siliari anterior
 Anterior chamber
Terdapat plasmoid aqueous yang mengandung leukosit, serpihan protein yang
terkoagulasi dan fibrinous network. Pada pemeriksaan slit lamp ditemukan adanya:
o Milky ‘flare’ atau ‘aqueous flare’—partikel seperti debu ditemukan
berferak pada cahaya slit lamp.

o Keratic precipitates (kp)— exudate cenderung berkumpul pada endotel


yang rusak di bagian bawah kornea dengan pola segitiga akibat
cembungnya anterior chamber dan gaya gravitasi. Terdapat 3 macam Kp,
yaitu:
 Fresh kp: multiple, circular dan berwarna abu keputihan. Terdiri
dari limfosit
 Old kp: berpigmen, berukuran kecil terdiri dari sel plasma. Old kp
merupakan bukti adanya uveitis sebelumnya.
 Mutton fat kp: sedikit, besar, kuning, kp lilin berminyak. Hal ini
merupakan karakteritik dari uveitis granulomatous dengan sel
makrofag.
o Hipopion
Pada kasus iritis yang parah, leukosti polimorfonuklear keluar dan
berkumpul pada bagian bawah dari anterior chamber membentuk hipopion.
o Hyphaema
Darah yang berkumpul pada anterior chamber akibat adanya perdarahan
spontan.
 Pupil
Pupil konstriksi akibat air yang menggenang dan vasodilatasi. Pupil bereaksi
lambat terhadap cahaya akibat adanya iritasi pada ujung saraf ketiga dari iris.
 Iris
o Hilangnya pola normal pada iris
o Iris terlihat berlumpur akibat adanya eksudat.
o Ektropion pada pigmen uvea akibat adanya kontraksi eksudat pada iris yang
menyebabkan permukaan posterior iris melipat secara anterior
o Terdapat patch berwarna putih
o Iris nodul terlihat pada granulomatous uveitis
o Koeppe’s nodule terlihat kecil dan berada pada batas pupil
o Busacca’s nodule terlihat besar dan berada jauh dari pupil
 Sinekia
Sinekia merupakan perlekatan iris pada struktur sekitarnya.
o Anterior peripheral sinekia: iris berikatan dengan bagian perifer kornea.
Tekanan intraokular mungkin meningkat ketika ¾ dari angle anterior
chamber tertutup.
o Posterior sinekia
 Annular atau sinekia cincin (seclusion-pupillae)
Semua margin pupil terikat pada kapsula lensa oleh eksudat
sehingga anterior chamber berbentuk seperti corong.
 Iris bombe
o Oklusi pupil
o Sinekia posterior total
o Membran siklitis
 Lensa
o Complicated cataract
o Pseudoglioma
 Vitreous
Kekeruhan pada viterou akibat adanya leukosit, fibrin yang terkoagulasi dan
eksudat
 Peningkatan tekanan intraokular

Komplikasi dan sekuele dari uveitis anterior meliputi:


 Complicated katarak
 Glaucoma sekunder
 Cyclitic membrane
 Choroiditis
 Komplikasi retina
 Band-shaped keratopathy
 Phthisis bulbi
Diagnosis dan pemeriksaan pada uveitis anterior meliputi:
 Pemeriksaan darah
o Penghitungan jumlah leukosit dan differential count
o LED
o Kadar gula darah untuk menepis diabetes mellitus
o Kadar asam urat pada pasien yang terduga gout
o Tes serologis untuk sifilis, toxoplasmosis, dan histoplasmosis
o Tes untuk antibody antinuclear, faktor rheumatoid, sel LE, C-reactive protein
 Pemeriksaan urin untuk melihat WBC, sel pus, RBC, dan kultur untuk menepis dugaan
infeksi saluran kemih
 Pemeriksaan feses untuk menepis infeksi parasite
 Pemeriksaan radiologi seperti rontgen dada, paranasal sinus, sendi sakroiliak dan lumbar
 Tes kulit termasuk tes tuberculin, Kveim’s tes, dan toxoplasmin tes.
Tata laksana untuk uyeitis anterior bertujuan untuk:
 Mencegah komplikasi yang mengancam pengelihatan
 Menurunkan rasa nyari dan ketidaknyamanan pasien
 Mengobati penyebab uveitis
Terdapat lima prinsip utama dalam tata laksana anterior uveitis, yaitu:
 Mengistirahatkan mata dengan pemberian atropine sehingga terjadi dilatasi pupil
 Kompres hangat untuk memperbaiki sirkulasi darah dan menurunkan nyeri
 Control inflamasi dengan pemberian kortikosteroid
 Pemberian analgesic dan anti inflamasi untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
 Antibiotik spektrum luas yang dapat menembus blood-aqueous barrier pada kasus infeksi
Tata laksana komplikasi uveitis anterior

 Secondary glaucoma (hypertensive uveitis)


Obat untuk menurunkan tekanan intraokular seperti obat tetes mata 0.5% timolol maleate
2 kali sehari dan acetazolamide tablet 250 mg 3 kali sehari
 Post-inflammatory glaucoma
Perlunya dilakukan iridectomy pada Post-inflammatory glaucoma akibat adanya sinekia
cincin dan iris bombe.
 Complicated cataract
Complicated cataract memerlukan ekstraksi lensa disertai dengan pemberian steroid.
 Retinal detachment
Retinal detachment biasanya akan sembuh dengan sendirinya apabila uveitis diobati
dengan baik.
 Phthisis bulbi
Phthisis bulbi terutama jika nyeri memerlukan operasi enukleasi.

B. Uveitis Intermediate (Siklitis Posterior Kronis atau Pars Planitis


Intermediate uveitis merupakan inflamasi pada pars plana dari badan siliari dan retina
perifer serta bagian koroid yang mendasari. Etiologi dari uveitis intermediate masih belum
diketahui. Uveitis intermediate biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Pada 80%
kasus, uveitis intermediate mengenai kedua mata. Kasus uveitis intermediate lebih banyak
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Gejala uveitis intermediate berupa:
 Pasien mengeluhkan adanya floaters ketika pasien melihat
 Adanya penurunan pengelihatan akibat keruhnya anterior aqueous atau akibat adanya
cystoid macular edema.

Tanda dari uveitis intermediate adalah:

 Anterior vitiritis
Adanya aqueous flare ringan diserta keratic precipitates
 Peripheral retinal periphlebitis
Terlihat sebagai inflamasi focal, multifocal, atau difuse
 Snowbanking
Plak putih keabuan pada bagian inferior pars plana yang terlihat dekat dengan ora serata

Komplikasi dari uveitis intermediate meliputi:


 Retrolenticular cyclitic membrane
 Macular oedema, papilloedema, atau papillitis.
 Vitreous haemorrhage dan tractional retinal detachment
Diagnosis banding dari uveitis intermediate meliputi toxoplasmosis, peripheral toxocariasis
syphilis, sarcoidosis, dan multiple sclerosis.

80% kasus uveitis intermediate tidak memerlukan pengobatan. Pada kasus kronis kortikosteroid
dan imunosupresan seperti injeksi triamcinolone acetonide atau methylprednisolone acetonide
pada posterior sub tenon dapat diberikan.

3. POSTERIOR UVEITIS (CHOROIDITIS)


Posterior uveitis merupakan inflamasi pada koroid . Inflamasi dapat bersifat fokal, multifocal, dan
difus. Lapisan luar retina bergantung pada koroid untuk mendapatkan nutrisi sehingga retina dapat
terjadi inflamasi apabila terjadi inflamasi pada koroid.

Posterior uveitis memiliki dua bentuk yang mirio dengan anterior uveitis, yaitu:
 Granulomatous choroiditis akibat infeksi pathogen secara langsung
 Non granulomatous choroiditis atau exudative choroiditis akibat reaksi alergi

Terdapat beberapa gejala dari posterior uveitis, yaitu:


 Adanya penurunan pengelihatan akibat adanya lesi pada retina dan kekeruhan vitreous
 Fotopsia: adanya kilatann cahaya yang terlihat akibat adanya iritasi retina
 Metamorfopsia: garis lurus terlihat bergelombang akibat adanya edema pada retina
 Mikropsia: objek terlihat lebih kecil dibandingkan aslinya akibat adanya pemisahan sel
batang dan kerucut
 Makropsia: objek terlihat lebih besar dibandingkan aslinya akibat sel batang dan kerucut
yang terlalu banyak
 Positive scotoma : pasien mengeluhkan melihat adanya titik nhitam didepan mata yang
mengalami lesi retina
 Negative scotoma: adanya titik hitam pada lapang pengelihatan mirip dengan titik buta
akibat adanya lesi retina

Tanda pada uveitis posterior dapat terlihat pada pemeriksaan funduskopi, yaitu:
 Pada stadium awal terdapat satu atau lebih area kuning dengan batas yang tidak jelas pada
pembuluh darah retina. Hal ini terjadi akibat adanya infiltrasi pada koroid dan adanya
eksudat.
 Titik hitam terlihat melayang pada vitreous
 ‘Spill over’ uveitis: inflamasi segmen anterior seperti posterior synechia, kp, aqueous flare
 Pada stadium penyembuhan lesi kuning berubah menjadi putih karena adanya fibrosis dan
lesi dikelilingi oleh pigmen hitam.
Diagnosis banding dari uveitis posterior adalah toxoplasmosis, peripheral toxocariasis syphilis,
multiple sclerosis and sarcoidosis.
Choroiditis dapat diklasifikasikan bergantung pada jumlah dan lokasi lesi, yaitu:
 Disseminated (diffuse) choroiditis
Lesi terlihat bertebaran di fundus. Contoh pada sifilis dan tuberkulosis
 Anterior choroiditis
Lesi terlihat pada bagian perifer fundus seperti pada sifilis
 Central choroiditis
Lesi pada area macular atau kutub posterior seperti toxoplasmosis, histoplasmosis.
 Juxtapapillary choroiditis (of Jensen)
Lesi terdapat pada diskus optik

Komplikasi uveitis posterior dapat berupa:


• Complicated cataract
• Secondary glaucoma
• Choroidal neovascularisation
• Retinal detachment.
Tata laksana biasanya tidak memberikan hasil yang maksimal karena kerusakan besar terjadi pada
retina sebelum kondisi dapat dikontrol. Tata laksana yang biasa diberikan adalah:
 Atropine untuk mengistirahatkan mata dengan cara melumpuhkan otot siliari
 Kompres hangat
 Kortikosteroid sistemik
 Pengobatan spesifik terhadap organisme penyebab(Jogi 2009)
Sumber:
Jogi R. Basic Opthalmology. 4th edition. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2009. hlm.
165-178

Anda mungkin juga menyukai