MONGSINDI OLEH : o M.ANDHIKA o M.RIZQ I o RAFI INSANI o M.RANDIKA BIOGRAFI Nama Lengkap, panggilan : Robert Wolter Monginsidi, “BOTE”
Tempat tanggal lahir : Manado Sulawesi Utara, 14 Februari tahun 1925
Nama orang tua : Petrus Monginsidi dan Lina Suawa
Sekolah dasar : Hollands Inlandsche School HIS (1931)
Sekolah menengah pertama : Meer Uitgebreid Lager Onderwijsatau MULO
Bekerja sebagai guru bahasa jepang
Liwutung di Minahasa , Luwuk, di Sulawesi Tengah, Makassar di Sulawesi Selatan BIOGRAFI
Robert Wolter Monginsidi adalah salah satu pahlawan
nasional Indonesia yang merupakan anak suku Bantik Wolter Monginsidi merupakan anak ke-4 dari 11 bersaudara Robert Wolter Monginsidi merupakan pahlawan yang melakukan perlawanan terhadap Belanda, salah satunya dengan cara melakukan perampasan senjata. Dengan senjata yang dirampas tersebut beliau mendatangi KNIL dan memberondongnya dengan senjata SEJARAH Pada tanggal 27 Oktober 1945, para pemuda Ujung Pandang melakukan serangan umum untuk merebut tempat-tempat strategis yang telah dikuasi Belanda Para pemuda tersebut menyerbu hotel Empress dan menangkap para perwira Belanda dengan membuat barikade di jalan. Belanda dengan dibantu Australia melakukan serangan balik Akibatnya, para pemuda banyak yang gugur dan tertangkap. Terapi Robert Monginsidi berhasil melarikan diri SEJARAH Oleh karena kemampuan Robert Wolter Monginsidi dalam berbahasa Belanda dan wajah yang mirip Indo Belanda, Robert sering melakukan penyamaran sebagai tentara Belanda untuk mengambil kendaraan dan senjata. Robert juga sering memasang plakat berisi ancaman yang sering ditakuti pasukan Belanda. SEJARAH Setelah berakhir perang dunia ke II, Belanda Tanggal 28 Februari 1947 kembali melawan Indonesia dengan membentuk NICA (Netherlands Indies Civil Monginsidi ditangkap oleh Belanda Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda) Tanggal 10 November Tanggal 18 Oktober 1948 1950 Monginsidi berhasil kabur Jasad Monginsidi Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan dipindahkan melawan di Makassar ke Taman Tanggal 26 Maret 1949 Makam Pahlawan Dijatuhi hukuman mati Makassar
Tanggal 17 Juli 1946
Monginsidi dengan Ranggong Daeng Romo dan Tanggal 5 September 1949 lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya Monginsidi dieksekusi oleh tim melecehkan dan menyerang posisi Belanda. penembak Belanda Lima meni sebelum tertembak, Robert Wolter Monginsidi berteriak “Merdeka atau Mati” PENGHARGAAN Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973. Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10 November 1973 Ayahnya, Petrus, menerima penghargaan Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara Nama Wolter Monginsidi diabadikan menjadi nama jalan dibeberapa kota besar seperti Makassar, Semarang, Samarinda, Solo, Medan, dan Jakarta Menamakan kapal perang Indonesia dengan KRI Monginsidi
Berdasarkan Keppres No.88/TK/1973
III. Sejarah Perjuangan
Penjajahan di Bumi Pertiwi yang tiada berkesudahan dan semakin
menjadi-jadi ternyata mengetuk-ngetuk ruang batin Wolter. Ia betul-betul terpanggil untuk berjuang bagi Ibu Pertiwi. Dengan semangat yang terbangkitkan dan jiwa yang terpanggil Wolter berusaha untuk dapat sekolah lagi. Baginya belajar adalah seumur hidup. Menurutnya ilmu itu penting. Genggaman tangan-tangan penjajah, semakin membangkitkan semangat juang Wolter Monginsidi, untuk terus mengejar cita-citanya, belajar dan terus belajar, sampai ia memapaki kakinya di Makassar dan masuk SNIP Nasional kelas III di tahun 1945. Pada waktu itu, sekitar bulan Juli 1946 diawali dengan adanya sebuah konferensi terbentuklah sebuah organisasi kelaskaran yang disebut LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dan Wolter terpilih sebagai sekjennya. Karena Wolter dapat menunjukkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang berani dan cerdas ternyata membuat ia disegani dan sangat dipercaya. Bahkan untuk melakukan aksi-aksi berbahaya melawan Belanda Wolter sering dipercaya untuk bertindak sebagai pemimpin. Sudah banyak perlawanan terhadap para penjajah yang dipimpin oleh Wolter muda ini. Namun perjuangannya yang sangat gigih akhirnya kandas pada tanggal 28 Februari 1947 ketika ia ditangkap oleh bala tentara Belanda di Sekolah SMP Nasional Makassar. Wolter Monginsidi kemudian dipenjara. Kakinya dirantai, dan dikurung dibalik terali besi. Sebagai seorang muda yang pantang menyerah dan memiliki semangat juang tinggi, ia tak lantas putus asa dan menyerah begitu saja. Pantang baginya untuk menyerah tanpa bereaksi atau berbuat apa-apa. Ia tetap gigih berjuang walau dari balik terali besi.. Pada suatu malam tepat di tanggal 17 Oktober tahun 1948, bersama dengan Abdullah Hadade, HM Yoseph dan Lewang Daeng Matari, Wolter berhasil melarikan diri dari penjara melalui cerobong asap dapur. Uniknya lagi sebelum pelarian dilaksanakan, kawan-kawan Wolter dari luar telah menyelundupkan dua buah granat tangan yang dimasukan di dalam roti. Sayang sekali, Wolter hanya bisa menghirup udara kebebasannya selama 10 hari. Bahkan impian besarnya untuk terus melawan para penjajah secara langsung mesti kandas untuk kedua kalinya. Pasukan Belanda berhasil menyekap Wolter pada tanggal 28 Oktober 1948. Pasukan Belanda dengan cerdiknya memberikan tawaran uang (Abdullah Hadade ; Rp 300,- HM Yoseph ; Rp 200,- dan Lewang Daeng Matari Rp 100,-) bagi siapa saja yang sanggup menyerahkan Wolter, atau memberitahukan dimana Wolter bersembunyi. Bukan main busuknya para penghianat tersebut. Hanya dengan uang mereka rela dan tega menghianati perjuangan yang sudah sementara dibangun dengan darah, keringat, dan air mata. Hampir di mana saja pasti akan ada mata-mata Belanda. Ketika Wolter digiring untuk dimasukkan ke dalam tahanan di Kiskampement Makassar, ia berjalan dengan langkah tegap tapi dengan kepala yang tertunduk. Sekali-kali ia menoleh kebelakang dengan tatapan sedih, merasa bahwa perjuangannya belum tuntas. Ia pun harus merelakan perjuangan panjangnya diteruskan oleh kawan-kawan seperjuangannya yang lain. Lalu dengan kasarnya tentara Belanda mendorong tubuhnya masuk ke dalam penjara, kemudian tangan dan kakinya dirantai dan dikaitkan di dinding tembok. Wolter lantas divonis hukuman mati pada tanggal 26 Maret 1949 oleh hakim Meester B Damen. Pada masa penantian hukuman mati yang akan dijatuhkan atasnya, Wolter mengambil waktu untuk merenungi kembali catatan perjalanan kepejuangannya. Ia mungkin akan segera mati, tapi ia sungguh tak ingin keinginan hatinya ikut mati bersamanya. Ia tak sudi motivasi perjuangan ikut mati bersamanya.Robert Wolter Monginsidi menulis banyak rangkaian kata penuh makna untuk saudara-saudaranya, dan juga untuk kawan-kawan muda seperjuangannya sebagai ungkapan ‘keinginan bulatnya’ dan kesetiaannya terhadap ibu pertiwi. Tentu juga terkandung segala harapan-harapan besarnya untuk terus meneruskan perjuangan suci buat bangsanya tercinta. Indonesia. SEKIAN DAN TERIMAKASIH