Anda di halaman 1dari 2

MAKALAH WOLTER MONGINSIDI

Tanggal 14 februari 1925, dari kandungan ibu pertiwi lahirlah seorang anak bangsa nan perkasa, Robert
Wolter Monginsidi, anak suku bantik di pesisir desa Malalayang, sebagai putera ke 4 dari 11 bersaudara,
hasil buah cinta Petrus Monginsidi dengan Lina Suawa. Wolter Monginsidi dengan panggilan
kesayangan’’ BOTE’’ tumbuh sebagai seorang anak yang berani, percaya diri, jujur, serta cerdas dan
pantang menyerah.

Menuntut ilmu pengetahuan menjadi tekadnya walau situasi dan kondisi sangat berat untuk diterobos.
Namun dengan semangatnya yang membara ia berjuang merebut peluang memasuki dunia pendidikan
HIS tahun 1931, kemudian melangkah penuh kepastian ke sekolah MULO Frater Don Bosco Manado dan
berlanjut ke sekolah pertanian yang didirikan Jepang di Tomohon serta sekolah Guru Bahasa Jepang,
yang akhirnya membawa dia sebagai guru Bahasa Jepang di Malalayang Liwutung dan Luwuk Banggai
dalam usia muda 18 tahun.

Genggaman tangan-tangan penjajah, semakin membangkitkam semangat juang Wolter Monginsidi ,


untuk terus mengejar cita-citanya, belajar dan terus belajar, sampai ia memapaki kakinya di Makasar
dan masuk SNIP Nasional kelas III di tahun 1945.

Namun di hari-hari perjuangannya menuntut ilmu di Makasar.Wolter Monginsidi semakin tak kuasa
menyaksikan kekejaman kaum penjajah. Jiwa patriotismenya makin membara. Untuk lebih efektif dan
berdaya guna semua potensi yang ada untuk kepentingan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka pada tanggal 17 juli 1946, di adakan konferensi di desa
Rannaya. Dalam konferensi itu, di bentuk suatu induk organisasi kelaskaran yang di sebut LAPRIS (Laskar
Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi), terpilih sebagai ketua Ranggong daeng rongo, Sekjen Wolter
Monginsidi.

Keberanian kecerdasan dan pembawaan diri Wolter Monginsidi telah membuatnya makin disegani dan
dipercaya sampai memimpim aksi pertempuran melawan tentara Belanda.

Keberhasilan dalam perjuangannya melawan penjajah,serta tekadnya untuk membebaskan bangsa ini
dari cengkraman penjajah sungguh tak dapat di raihnya dengan tuntas karena pada tanggal 28 februari
1947 Wolter di tangkap tentara Belanda di sekolah SMP Nasional Makasar.

Walau rantai-rantai mengikatnya di belakang terali besi, namun niat untuk meneruskan perjuangan
bersama putra-putra bangsa terbaik tetap bergelora agar terbebas dari kunkungan penjajah. Pada
tanggal 17 Oktober 1948 malam, bersama Abdullah Hadade, HM Yoseph dan Lewang Daeng Matari
melarikan diri dari penjara melalui cerobong asap dapur, sebelum pelarian di laksanakan, kawan-kawan
Wolter dari luar telah menyelundupkan 2 buah geranat tangan yang di masukkan di dalam roti.

Namun, walaupun tekadnya dapat terwujud tapi udara kebebasan hanya di hirupnya selama 10 hari
sehingga impiannya melanjutkan perjuangannya pupus, ketika pasukan Belanda menyekap kembali
Wolter pada tanggal 28 Oktober 1948. Terrtangkapnya Wolter akibat dari ruang gerak mereka sudah
sangat sempit , juga, akibat bujukan dan rayuan Belanda untuk memberi hadiah bagi siapa saja yang
menangkap Wolter di beri uang Rp 400,-Abdullah Hadade Rp 300,-HM Yoseph RP 200,-dan Lewang
daeng Matari Rp 100,-.Dengan hadiah uang para pejuang kita di khianati ,di mana-mana ada mata-mata
Belanda sehingga Wolter pernah mengatakan ‘’Tidak ada lagi bantal untuk ku baringkan kepalaku di
sini’’.

Wolter di masukan kedalam tahanan di Kiskamoement Makassar dengan tangan dan kakinya di rantai
dan di kaitkan di dinding tembok.Wolter di jatuhi vonis hukuman mati pada tanggal 26 Maret 1949 oleh
hakim meester B Damen.

Dalam perenunganya menjalani hari-hari penuh duka mendekam di penjara menanti eskekus hukum
mati, Robert Wolter Monginsidi, mencoba menerobos kembali ke alam bebas lewat goresan pena yang
di rangkai dalam deretan kata bermakna untuk saudara-saudaranya dan anak-anak bangsa sebagai
ungkapan tekad dan kesetiaannya terhadap ibu pertiwi Indonesia serta harapan untuk meneruskan
perjuangan suci buat bangsanya.

Ketika tiba pada hari senin tanggal 05 September 1949 sebagai hari penghukuman pada sekitar jam
05.00 subuh, di Panaikang Tello, putera bangsa terbaik Robert Wolter Monginsidi dengan gagah berani
berdiri tegak di hadapan regu penembak.

Anda mungkin juga menyukai