Anda di halaman 1dari 10

RESUME SEMESTER 2 SEJARAH

WAJIB

SMA NEGERI 1 KOTA CIREBON

JL KH WAHID S NO 81

RIZAL ARRAHMAN

XI IPX 3

35
TOKOH PERGERAKAN NASIONAL

1.Dr. Sutomo

Sutomo adalah salah satu pendiri Budi Utomo.  Budi Utomo adalah organisasi pergerakan
kebangsaan modern pertama di Indonesia yang dibentuk tanggal 20 Mei 1908. Tujuannya adalah
mempertinggi derajat bangsa Indonesia dan mempertinggi keluhuran budi orang Jawa.

Sutomo bercita-cita memakmurkan rakyat Indonesia. Beliau bertekad memperkecil perbedaan


antara orang kaya dan miskin, serta antara kaum terpelajar dan rakyat biasa. Beliau merasa yakin
bahwa dengan persamaan dan persaudaraan maka perjuangan akan berhasil.

2.Samanhudi

Samanhudi belajar agama Islam di Surabaya. Untuk memperjuangkan para pedagang Indonesia,
beliau mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) di Solo tahun 1911. SDI bertujuan menghidupkan
perekonomian para pedagang Indonesia dan membantu anggotanya yang mengalami kesulitan.

3.dowes dekker

Douwes Dekker lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 8 Oktober 1879, sebagaimana yang dia tulis pada
riwayat hidup singkat saat mendaftar di Universitas Zurich, September 1913. Ayah Douwes Dekker
bernama Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker yaitu seorang agen di bank kelas kakap
Nederlandsch Indisch Escomptobank. Sementara, ibu Douwes Dekker, Louisa Neumann, lahir di
Pekalongan, Jawa Tengah, dari pasangan Jerman-Jawa.

Pendidikan Douwes Dekker pertama kali dimulai kota Pasuruan. Tamat dari sana, kemudian ia masuk
di HBS di Surabaya, namun tidak lama disana, orang tuanya lalu memindahkannya ke sekolah elit di
Batavia yang bernama Gymnasium Koning Willem III School. Setelah lulus, ia lalu diterima bekerja di
kebun kopi di wilayah Malang, Jawa Timur. Disana, Ia melihat bagaimana perlakuan semena-mena
yang dialami oleh para pekerja pribumi di kebun kopi tersebut.

Tindakan semena-mena tersebut membuat Douwes Dekker membela para pekerja kebun yang
membuat ia cenderung dimusuhi oleh para pengawas kebun yang lain. Hingga membuat ia
berkonflik dengan managernya hingga akhirnya Douwes Dekker dipindahkan ke perkebunan Tebu
tapi ia tidak lama bekerja disana karena ia kembali berkonflik dengan perusahaannya karena
masalah pembagian irigasi antara perkebunan tebu dan para petani padi diwilayah tersebut dan
membuat ia dipecat dari pekerjaannya.

Selama menjadi wartawan, ia banyak mengangkat tentang kasus kelaparan di wilayah Indramayu.
Sebagai jurnalis tulisannya banyak mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial.

Saat Douwes Dekker menjadi staf di majalah Bataviaasch Nieuwsblad pada tahun 1907, tulisannya
lebih membela bangsa pribumi dan semakin banyak menkritik pemerintah kolonial Belanda. Salah
satu tulisannya yang terkenal yaitu “Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?” yang
artinya “Bagaimana caranya Belanda dapat kehilangan koloni-koloninya”.

Tindakan itu membuat Douwes Dekker menjadi target dari inteljen pemerintah kolonial Belanda.
Douwes Dekker memberikan tempat tinggalnya sebagai tempat berkumpul para kaum pergerakan
saat itu seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo.

Melihat diskriminasi yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda terhadap kaum pribumi
terutama di bidang pemerintahan dimana banyak posisi penting di pemerintahan di jabat oleh orang
Belanda dan kaum pribumi hanya dijadikan sebagai pegawai rendahan karena faktor pendidikan.
Kemudian, Douwes Dekker memberikan ide mengenai sebuah pemerintahan Hindia Belanda yang
dijalankan oleh penduduk pribumi asli.

Setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan, Douwes Dekker mengisi posisi penting sebagai
menteri negara di kabinet Sjahrir III meskipun hanya 9 bulan saja. Douwes Dekker juga sempat
menjadi delegasi negosiasi dengan Belanda dan pengajar di Akademi Ilmu Politik dan kepala seksi
penulisan sejarah yang berada dibawah Kementrian Penerangan saat itu.

Pada 28 agustus 1950, Douwes Dekker akhirnya menghembuskan nafas terakhir, kemudian
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

4.hos cokro aminoto

 Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, atau yang lebih di kenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto. Lahir
di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882  Cokroaminoto merupakan anak kedua dari 12 orang
bersaudara. Ayahnya R.M. Tjokroamiseno merupakan , salah seorang pejabat pemerintahan pada
saat itu, dan Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro merupakan mantan bupati Ponorogo. i bawah
kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa.
Pemerintah Hindia Belanda pun berupaya menghalangi SI dengan membatasi kekuasaan pengurus
pusat (Centraal Sarekat Islam) dan organisasi SI (afdeling SI).Situasi itu menjadikan SI menghadapi
kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para
anggotanya. Pada tahun 1912-1916, Cokroaminoto bersikap sedikit moderat terhadap pemerintah
Belanda. Tetapi semenjak tahun 1916 untuk menghadapi pembentukan Dewan Rakyat, suasana
berubah menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI, Cokroaminoto mulai melancarkan ide
pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Pada tahun 1920, ia dijebloskan ke penjara
dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah
Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan.
Cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu
ditolaknya karena ia sudah tak mau lagi bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Selain itu ada
juga masalah lain yang timbul dalam tubuh SI dengan masuknya infiltrasi komunisme, dengan
terbentuknya SI merah dan SI putih. Sayangnya SI merah yang di pimpin Semaun berhasil
membunjuk tokoh - tokoh muda seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono . Saat jurang perpisahan
antara SI Merah dan SI putih semakin lebar minvul pernyataaan Komintern (Partai Komunis
Internasional) yang menentang Pan-Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran HOS dan rekan-
rekannya). Hal ini mendorong Muhammadiyah pada Kongres Maret 1921 di Yogyakarta untuk
mendesak SI agar segera melepas SI merah dan Semaun karena memang sudah berbeda aliran
dengan Sarekat Islam. Akhirnya Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI dan kemudian pada 1929 SI
diusung sebagai Partai Sarikat Islam Indonesia hingga menjadi peserta pemilu pertama pada 1950.

Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta Indonesia 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Ia di


makamkan di TMP Pekuncen Yogyakarta setelah jatuh sakit sehabis mengikuti kongresi SI di
Bajarmasin.

5.DEWI SARTIKA

Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884, dan meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947
pada umur 62 tahun. Beliau adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui
sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Ayahnya, Raden Somanagara
adalah seorang pejuang kemerdekaan. Terakhir, sang ayah dihukum buang ke Pulau Ternate oleh
Pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal dunia di sana. Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga
priyayi Sunda , Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang
tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Berpikir agar anak-anak
perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia
berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia sudah tinggal di Bandung.
Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan R.A.A.Martanegara, kakeknya, dan Den Hamer yang
menjabat Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada tahun 1904 dia berhasil mendirikan
sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak
cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan
rumah tangga banyak diberikannya. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting
tulang mencari dana Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan
beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-
cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-
kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh,
tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan
Perempuan). Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata,
seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada
waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di
Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman
Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam.

6.WALANDA MARAMIS

Maria lahir di Kema, sebuah kota kecil yang sekarang berada di kabupaten Minahasa Utara, dekat
Kota Airmadidi propinsi Sulawesi Utara. Orang tuanya adalah Maramis dan Sarah Rotinsulu Pada
akhir abad 19 dan awal abad 20 terbagi banyak klan (walak) yang berada dalam proses ke arah satu
unit geopolitik yang disebut Minahasa dalam suatu tatanan kolonial Hindia Belanda Ide, opini dan
pemikiran Maramis dituliskannya di sebuah surat kabar setempat yang bernama Tjahaja Siang.
Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam keluarga dimana adalah
kewajiban ibu untuk mengasuh dan menjaga kesehatan anggota-anggota keluarganya. Ibu juga yang
memberi pendidikan awal kepada anak-anaknya. Menyadari wanita-wanita muda saat itu perlu
dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, Maramis
bersama beberapa orang lain mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada
tanggal 8 Juli 1917 Pada tanggal 2 Juni 1918, PIKAT membuka sekolah Manado, yakni sekolah rumah
tangga untuk perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT. Pada tahun 1919,
sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan nama Minahasa Raad. Mulanya anggota-
anggotanya ditentukan, tapi pemilihan oleh rakyat direncanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat
selanjutnya aria Walanda Maramis meninggal di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924 pada umur
51 tahun. Untuk menghargai peranannya dalam pengembangan keadaan wanita di Indonesia, Maria
Walanda Maramis mendapat gelar Pahlawan Pergerakan Nasional dari pemerintah Indonesia pada
tanggal 20 Mei 1969, dengan dikeluarkannya Keppres No. 12/TK/1969.

7. Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah putra Hasyim Ashari, pelopor dan pendiri NU (Nahdatul Ulama). Tujuan NU
adalah memecahkan berbagai persoalan umat Islam baik dalam hal agama maupun kehidupan di
masyarakat. Tahun 1938, Wahid Hasyim bergabung dengan NU. Empat tahun kemudian beliau
diangkat sebagai ketua NU. Perkembangan NU sebagai organisasi politik dan keagamaan tidak
terlepas dari peranannya.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

1. Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya. Peristiwa ini disebabkan
oleh tewasnya Jenderal A.W.S. Mallaby yang menimbulkan kemarahan pihak Sekutu. Semua ini
diawali dengan peristiwa di Hotel Yamato yaitu perobekan bagian bendera Belanda yang berwarna
biru yang berlanjut pada pertempuran. Setelah Mallaby meninggal, Sekutu mengeluarkan ultimatum
agar para pejuang menyerah sebelum 10 November 1945. Setelah itu, pemimpin pertempuran
Surabaya, Bung Tomo, memberikan pidato yang memberi semangat kepada para pejuang Surabaya.
Pertempuran ini berakhir tiga minggu kemudian dan Sekutu berhasil menguasai Surabaya.

2. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah. Pertempuran ini terjadi dikarenakan
Sekutu mengingkari kesepakatan yang dibuat oleh Ir. Soekarno dan Jenderal Bethell. Kesepakatan ini
dibuat menyusul pemberontakan antara TKR dan Sekutu yang diawali dengan pembebasan tawanan
perang oleh tentara Sekutu yang ternyata ditumpangi oleh pasukan NICA. Pertempuran terjadi pada
tanggal 21 November-16 Desember 1945 antara pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Sumanto
dengan tentara Sekutu. Pertempuran ini berakhir dengan keberhasilan TKR memukul mundur sekutu
dari Ambarawa.

3. Pertempuran Medan Area

Pertempuran Medan Area terjadi di Kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Desember 1945.
Pertempuran ini disebabkan oleh ultimatum yang dikeluarkan oleh AFNEI kemudian disusul oleh
pemasangan papan yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area”. Setelah itu, para pemuda yang
dipimpin oleh Achmad Tahir membentuk barisan Pemuda Indonesia. Namun, pada bulan April 1946,
Sekutu berhasil menduduki kota Medan.

4. Bandung Lautan Api

Bandung Lautan Api adalah peristiwa yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 24
Maret 1946. Peristiwa ini disebabkan oleh pihak Sekutu yang ingin menguasai wilayah Bandung
Selatan setelah dibagi dua oleh hasil perundingan antara RI dan AFNEI. Bandung Utara milik Sekutu
sedangkan Bandung Selatan dimiliki RI. Namun, pihak Sekutu ingin menguasai Bandung Selatan. Para
pejuang yang dipimpin oleh Muhammad Toha meninggalkan Bandung. Namun sebelum itu, mereka
membakar habis kota Bandung supaya tidak dapat digunakan Sekutu.

5. Peristiwa Merah Putih

Terdapat dua peristiwa merah putih yaitu di Manado dan di Biak.

* Peristiwa Merah Putih di Manado

Peristiwa merah putih di Manado terjadi di kota Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 14 Februari
1946. Peristiwa tersebut terjadi dikarenakan pasukan Sekutu datang bersama NICA ke Manado dan
bertindak sewenang-wenang disana. Kemudian terbentuklah Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) di
bawah pimpinan Mayor Waisan untuk mengepung markas NICA di Teling. Perjuangan tersebut
berhasil dilakukan sehingga kedudukan NICA di Sulawesi Utara berhasil disingkirkan.
* Peristiwa Merah Putih di Biak

Peristiwa merah putih di Biak terjadi di kota Biak, provinsi Papua pada tanggal 14 Maret 1948.
Peristiwa ini disebabkan kedatangan NICA ke Biak yang menimbulkan perlawanan oleh rakyat Biak
yang dipimpin oleh Joseph. Usaha ini mendapat perlawanan dari Belanda dan pada akhirnya para
pemimpin perlawanan berhasil ditangkap dan dihukum seumur hidup.

6. Pertempuran Margarana

Pertempuran Margarana terjadi di desa Margarana, kabupaten Tabanan, Bali pada tanggal 18
November 1946. Peristiwa ini terjadi dikarenakan pasukan yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai
menyerang markas Belanda di Tabanan. Mereka menyerang karena tidak mau bekerja sama dengan
Belanda. Kemudian Belanda mengirimkan pasukan lebih banyak lagi ke Bali dan menyerang
Margarana. Pada akhirnya, I Gusti Ngurah Rai gugur bersama seluruh anak buahnya.

7. Perjanjian Linggarjati

Perjanjian/perundingan Linggarjati diselenggarakan pada tanggal 10 November 1946 sampai 25


Maret 1947 di Kuningan, Jawa Barat. Dari pihak Indonesia dipimpin oleh Jenderal Soedirman dan
Jenderal Oerip Soemohardjo. Perundingan ini dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang sering
terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Hasil dari perundingan Linggarjati ini adalah terbentuknya
Negara Indonesia Serikat yang tetap terikat kerja sama dengan Kerajaan Belanda dengan wadah Uni
Indonesia-Belanda di bawah pemerintahan Ratu Belanda.

8. Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian Renville

* Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 di Yogyakarta. Agresi ini terjadi disebabkan
oleh penolakan ultimatum dari Belanda. Jenderal Sudirman yang memimpin perlawanan dari agresi
militer Belanda I. Akibat dari agresi militer ini adalah jatuhnya kota-kota penting RI dan
pembentukan perjanjian Renville.

* Perjanjian Renville

Perjanjian Renville diadakan pada tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 di kapal
USS-Renville. Perundingan ini pada delegasi RI dipimpin oleh Amir Syarifudin. Perjanjian ini dibuat
menyusul perbedaan penafsiran pada perjanjian Linggarjati dan agresi militer Belanda I. Hasil dari
perundingan ini adalah:

Belanda tetap berdaulat atas wilayah RI sampai kedaulatannya diserahkan kepada RIS yang segera
dibentuk.

RIS sejajar dengan Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.

Republik Indonesia merupakan negara bagian RIS.

Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantong harus ditarik ke wilayah RI.

Segera dikeluarkan perintah gencatan senjata di sepanjang garis Van Mook.

Gencatan senjata diikuti dengan peletakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer.

9. Agresi Militer Belanda II


Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Agresi ini terjadi
disebabkan oleh keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia dan batalnya perjanjian Renville.
Akibat dari agresi militer ini, Jenderal Sudirman yang merupakan pemimpin tentara pejuang
memerintahkan tentara pejuang untuk meninggalkan kota Yogyakarta dan juga memimpin gerakan
pertahanan rakyat semesta.

10. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1948
sampai 13 Juli 1949 yang berpusat di Bukitinggi, Sumatera Barat. Pemimpin kabinet adalah
Syafruddin Prawiranegara. PDRI dibentuk karena Belanda melakukan agresi militer Belanda II yang
berhasil menduduki Yogyakarta. Pada akhirnya, terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta
dan terjadinya Perundingan Roem-Royen yang mengembalikan mandat PDRI ke RI di Yogyakarta.

PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan
Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan
RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Pada tanggal 12
Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno,
Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara
kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24
Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil
pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang
telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah
yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang
masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Sekutu. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan
muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah
pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka
menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan
Imam Bonjol no.1. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas
keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih
menunggu instruksi dari Tokyo. Keesokan harinya Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan
pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus guna
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia
makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus
pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu
telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Para pemuda
pejuang termasuk Chaerul saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih dan pemuda lainnya membawa
soekarno, beserta fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan dan hatta ke rengasdengklok
yang kemudian dikenal dengan peristiwa rengasdengklok.

Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh jepang. Di sini,
mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap
untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan
perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Dan Mr. Ahmad Soebardjo
berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, Lalu bertemu dengan Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio
bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi
Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang
perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Setelah dari rumah
Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda diiringi oleh Myoshi guna melakukan
rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan
oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno
sendiri. Dan Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin
dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler (dari
kantor perwakilan AL Jerman). Dan  pembacaan proklamasi dilakukan dikediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi No.1).

Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara
lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00
dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian
bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA
yaitu Latief Hendraningrat dibantu oleh Soehoed dan seorang pemudi membawa nampan berisi
bendera Merah Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4].
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasarnegara
Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah
Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di
tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan
dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari
PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil
presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Anda mungkin juga menyukai