Anda di halaman 1dari 3

Dr. (H.C.) Drs. H.

Mohammad Hatta (12 Agustus 1902


– 14 Maret 1980) adalah negarawan dan ekonom
Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden
Indonesia pertama. Ia bersama Soekarno memainkan
peranan sentral dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus
memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia
pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam
Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Pada 1956, ia
mundur dari jabatan wakil presiden.

Hatta dikenal akan komitmennya pada demokrasi. Ia


mengeluarkan Maklumat X yang menjadi tonggak
awal demokrasi Indonesia. Di bidang ekonomi,
pemikiran dan sumbangsihnya terhadap
perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai
Bapak Koperasi.

Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya


dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Pemerintah
Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23
Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986.
Namanya bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-
Tunggal dan disematkan pada Bandar Udara
Soekarno-Hatta. Di Belanda, namanya diabadikan
sebagai nama jalan di kawasan perumahan
Zuiderpolder, Haarlem.

Sultan Baabullah (10 Februari 1528 (?) – Juli 1583)


atau Babullah, juga dikenali sebagai Baab atau Babu
dalam sumber Eropa, merupakan sultan ke-7 dan
penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di maluku utara
yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Ia
dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah
Ternate dan Maluku karena keberhasilannya
mengusir penjajah Portugis dari Ternate dan
membawa kesultanan tersebut kepada puncak
kejayaannya di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah
juga dikenali dengan gelar "Penguasa 72 Pulau",
berdasarkan wilayah kekuasaannya di Indonesia
timur, yang mencakup sebagian besar Kepulauan
Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi.
Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya
bahkan mampu menjangkau Solor (Lamaholot), Bima
(Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat.
Peran Maluku dalam jaringan niaga Asia meningkat
secara signifikan karena perdagangan bebas hasil
rempah dan hutan Maluku pada masa
pemerintahannya.
Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional yang
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Beliau
lahir 11 November 1785 di Yogyakarta, dengan nama
asli Raden Mas Ontowiryo. Putra dari Sri Sultan
Hamengku Buwono III ini menjadi salah satu
pahlawan yang cukup dikenal sebagai pemimpin
Perang Diponegoro. Pangeran Diponegoro memimpin
perang untuk mendapatkan keadilan dari sikap
penjajah Belanda yang melakukan penindasan kala
itu. Belanda menyewakan tanah kepada petani
pribumi secara semena-mena, sedangkan kepada
pengusaha swasta sewa diberikan tanpa batasan agar
bisa dijadikan lahan perkebunan.
RADEN DEWI SARTIKA Dewi Sartika lahir dari keluarga Sunda yang ternama,
yaitu R. Rangga Somanegara dan R. A. Rajapermas di
Cicalengka pada 4 Desember 1884. Ketika masih
kanak-kanak, ia selalu bermain peran menjadi
seorang guru ketika seusai sekolah bersama teman-
temannya. Setelah ayahnya meninggal, ia tinggal
bersama dengan pamannya. Ia menerima pendidikan
yang sesuai dengan budaya Sunda oleh pamannya,
meskipun sebelumnya ia sudah menerima
pengetahuan mengenai budaya barat. Pada tahun
1899, ia pindah ke Bandung.

Pada 16 Januari 1904, ia membuat sekolah yang


bernama Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten
Bandung. Sekolah tersebut kemudian direlokasi ke
Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah
Kaoetamaan Isteri pada tahun 1910. Ia mengajarkan
para wanita membaca, menulis, berhitung,
pendidikan agama dan berbagai ketrampilan. Pada
tahun 1912, sudah ada sembilan sekolah yang
tersebar di seluruh Jawa Barat, lalu kemudian
berkembang menjadi satu sekolah tiap kota maupun
kabupaten pada tahun 1920. Pada September 1929,
sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah
Raden Dewi.

Sekolah Raden Dewi berkembang dengan pesat.


Namun, masa pendudukan Jepang membuat sekolah
tersebut mengalami krisis keuangan dan peralatan.

Pasca kemerdekaan, kesehatan Dewi Sartika mulai


menurun. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda dalam
masa perang kemerdekaan, ia terpaksa ikut
mengungsi ke Tasikmalaya. Dewi Sartika meninggal
pada 11 September 1947 di Cineam dan dimakamkan
di sana. Setelah keadaan aman, makamnya
dipindahkan ke Jalan Karang Anyar, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai