Anda di halaman 1dari 14

1.

Nama : Wahidin Soedirohoesodo

Tempat Lahir : Mlati, Sleman Yogyakarta

Tanggal Lahir : 7 Januari 1852

Wafat : 26 Mei 1917

 Riwayat Pendidikan:
Wahidin termasuk anak yang beruntung karena bisa mengenyam Pendidikan secara layak di
masa itu. Wahidin Sudirohusodo memulai pendidikan di De Scholen der Tweede yang
diperuntukkan bagi kalangan rendah. Tiga tahun bersekolah di sana, Wahidin mendapat
pengakuan oleh para guru terkait kecerdasannya. Guru Wahidin lantas menyarankannya agar
melanjutkan ke Sekolah Rendah Eropa atau ELS di Yogyakarta. Murid di ELS kebanyakan
keturunan bangsawan dan Eropa. Wahidin sempat diremehkan saat mulai sekolah di sana.
Wahidin berhasil lulus dengan predikat lulusan terbaik atau uitmuntend. Setelah dari ELS,
Wahidin Sudirohusodo mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan dokter di Sekolah
Dokter Jawa (STOVIA) di Batavia pada 1869. Wahidin dapat lulus dari STOVIA dalam waktu 22
bulan.

 Riwayat Pekerjaan:
Pada 1872 Wahidin diangkat sebagai Asisten Pengajar di STOVIA. Wahidin tidak lama menjadi
asisten pengajar. Dia keluar dan memilih menjadi pegawai kesehatan di Yogyakarta. pada tahun
1894, Wahidin mendirikan dan memimpin majalah berbahasa Jawa bernama Retno Dumilah.
Pada awal tahun 1900-an, Wahidin berniat untuk mendirikan lembaga yang bisa memberikan
bantuan pendidikan, lembaga tersebut bernama Badan Beasiswa Damoworo.

 Riwayat Hidup
Orang tua Wahidin berdarah Bugis dan Makassar. Wahidin merupakan keturunan Priyayi Jawa.
Ia juga keturunan dari Daeng Kraeng Nobo, seorang bangsawan dari Makassar yang berangkat
ke Jawa. Selama hidupnya, Sudirohusodo yang diketahui merupakan keturunan sangat senang
bergaul dengan rakyat biasa. Sehinggga tak heran bila dia disukai banyak orang. Dari
pergaulannya inilah, Sudirohusodo akhirnya sedikit banyak mengerti penderitaan rakyat akibat
penjajahan Belanda. Menurutnya, salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan,
rakyat harus cerdas. Untuk itu, rakyat harus diberi kesempatan mengikuti pendidikan di sekolah-
sekolah. Sebagai salah satu cara yang bisa dilakukannya untuk sedikit membantu meringankan
penderitaan adalah dengan memanfaatkan profesinya sebagai dokter, selama mengobati rakyat,
Sudirohusodo sama sekali tidak memungut bayaran. Selain sering bergaul dengan rakyat, dokter
yang terkenal pula pandai menabuh gamelan dan mencintai seni suara, ini juga sering
mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat di beberapa kota di Jawa. Para tokoh itu kemudian
diajaknya untuk menyisihkan sedikit uang mereka yang nantinya digunakan untuk menolong
pemuda-pemuda yang cerdas, tetapi tidak mampu melanjutkan sekolahnya. Namun sayangnya,
ajakan Sudirohusodo ini kurang mendapat sambutan. Perjuangan Sudirohusodo tidak sampai
disitu saja. Di Jakarta, Sudirohusodo mencoba mengunjungi para pelajar STOVIA dan
menjelaskan detail gagasannya. Saat itu, Sudirohusodo menganjurkan agar para pelajar itu
mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa.
Ternyata gagasan Sudirohusodo ini mendapat sambutan baik dari para pelajar STOVIA itu.
Mereka juga sependapat dan menyadari bagaimana buruknya nasib rakyat Indonesia pada waktu
itu. Wahidin Sudirohusodo sendiri wafat pada tanggal 26 Mei 1917. Jasadnya kemudian
dimakamkan di desa Mlati, Yogyakarta.
2. Nama : Soetomo

Tempat Lahir : Ngepeh,Loceret, Nganjuk, Jawa Timur

Tanggal Lahir : 30 Juli 1888

Wafat : 30 Mei 1938

 Riwayat Pendidikan:
Soetomo semasa kecil bersekolah di sekolah rendah Bumiputera. Setelah itu berpindah ke
Bangli, Jawa Timur dan ikut dengan pamannya agar dia bisa bersekolah di ELS namun ia ditolak,
dan ayah Soetomo menyarankan agar Soetomo bersekolah di STOVIA. Pada 10 Januari 1903,
Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA, Batavia dan lulus pada 1919. Periode
1919 - 1923 Soetomo mendapatkan beasiswa dan melanjutkan studinya di Amsterdam Selama
kuliah, beliau ikut berkegiatan di Indische Vereeniging dan sempat menjadi ketua Indische
Vereeniging periode 1921/1922.

 Riwayat Pekerjaan:
Soetomo mendirikan organisasi Budi Utomo pada 1908. Soetomo bekerja sebagai dokter
pemerintah di daerah Jawa dan Sumatra, Saat di Jawa Soetomo berhasil menangani dan
membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan
Indonesische Studie Club (ISC), yang merupakan komunitas bagi kaum terpelajar Indonesia.
Pada 1931 ISC nama menjadi PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Soetomo diangkat menjadi
ketua dari partai PARINDRA dan memiliki visi dan misi untuk memperjuangkan kemerdekaan RI.

 Riwayat Hidup:
Soetomo dengan nama asli Soebroto, namanya diganti agar mudah masuk ke sekolah
menengah orang Belanda. Orang tua Soetomo bernama Raden Suwaji yang merupakan seorang
birokrat kolonial sebagai wedana di Maospati, Madiun. Berdasarkan latar belakangnya, Soetomo
termasuk golongan orang yang beruntung karena dibesarkan oleh keluarga yang serba
berkecukupan. Kakeknya bernama R Ng Singa Wijaya atau K. H. Abrurakhman merupakan
sosok religius, sehingga pengaruh religius mengalir deras dlam dirinya. Nenek Soetomo
menuntut ia sejak dini agar taat dalam melakukan kegiatan beragama. Soetomo adalah seorang
yang baik kepada siapapun. la sangat suka menolong orang lain. Sebagai seorang dokter, ia
disukai banyak orang, baik sesama rekannya maupun pasien pasiennya. Meski pengabdiannya
tercatat dalam sejarah, ada sang istri yang setia menemani yaitu Everdina Broering, Seorang
perawat Belanda.
3. Nama : H. O. S Tjokroaminoto

Tempat Lahir : Ponorogo

Tanggal Lahir : 16 Agustus 1882

Wafat : 17 Desember 1934

 Riwayat Pendidikan:
Pendidikan dasarnya ditempuh di Madiun, yaitu di sekolah Belanda. Pendidikan lanjut ditempuh
Tjokroaminoto di Opleiding School Voor Inlandche Ambtenaren (OSVIA). Saat itu, OSVIA
merupakan sekolah untuk pegawai pribumi yang bertempat di Magelang, Jawa Tengah.

 Riwayat Pendidikan:
Setelah tamat dari OSVIA, ia menjadi juru tulis di Ngawi, Jawa Timur selama tiga tahun yaitu
1902-1905. Berikutnya, Tjokroaminoto diangkat menjadi patih atau pejabat di lingkungan pegawai
negeri. Namun, posisi itu tidak lama disandangnya. Tiga tahun berselang, Tjokroaminoto
meninggalkan jabatannya tersebut. la pindah ke Surabaya dan bekerja sebagai pegawai swasta
di sana. la pun diminta untuk bergabung dengan SDI dan la menjadi sosok penting di dalam SDI.

 Riwayat Hidup:
HOS Cokroaminoto merupakan anak kedua dari dua belas bersaudara. Ayah HOS Cokroaminoto
yaitu R.M. Tjocroamiseno merupakan salah satu pejabat pemerintah pada saat itu. Sang kakek
yang bernama R.M. Adipati Tjokronegoro pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Cokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan Nasional yang gigih. Ia juga memiliki
beberapa murid diantaranya Soekarno, Musso dan Kartosuwiryo. Tapi pemikiran yang tak sejalan
membuat ketiga orang muridnya ini berselisih paham. Kemudian pada tahun 1912 tepatnya pada
bulan Mei, Tjokroaminoto bergabung dalam kepengurusan Organisasi Sarekat Islam. Dengan
kepemimpian yang baik, organisasi tersebut mengalami perkembangan yang signifikan, bahkan
sempat membuat Belanda khawatir. Selama bergabung dalam Sarekat, la bekerja keras
memperjuangkan penegakan hak-hak manusia dan kehidupan masyarakat. Karena usaha yang
dilakukannya dan juga diduga terlibat dalam usaha penggulingan pemerintah Belanda, pada
tahun 1920 Cokroaminoto dimasukkan ke dalam penjara. Tujuh bulan berselang, la dibebaskan
kembali dan di tunjuk menjadi anggota Volksraad, namun ia tidak bersedia. Pada 17 Desember
1934 H.O.S. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta pada usia 52 tahun, setelah la jatuh sakit
pasca mengikuti Kongres Sarekat Islam di Banjarmasin.
4. Nama : Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker
Tempat Lahir : Pasuruan
Tanggal Lahir : 8 Oktober 1879
Wafat : 28 Agustus 1950

 Riwayat Pendidikan :
Ayah Ernest Douwes Dekker adalah seorang pialang bursa efek dan agen bank, hal itu yang
membuat keluarganya berpindah-pindah tempat. Kondisi tersebut akhirnya berpengaruh
terhadap jejak pendidikannya. Awalnya, ia bersekolah di Europeeschee Lagare School (ELS)
Batavia, setingkat dengan sekolah dasar khusus masyarakat Eropa dan keturunan Eropa di
Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian, ia juga melanjutkan pendidikan di Hogere Burger
School (HBS), lalu di HBS Gymnasium Koning Willem III. Karena tidak memiliki cukup uang untuk
melanjutkan di jenjang perguruan tinggi dan harus pergi ke luar negeri, ia akhirnya bekerja di
perkebunan kopi “Soember Doerene” di Malang, Jawa Timur.

 Riwayat Pekerjaan :
Ketika bekerja di perkebunan kopi “Soember Doeren” Malang, Jawa Timur, beliau banyak
menyaksikan ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda kepada kaum pribumi. Hal itu yang
membuat Douwes Dekker dipecat dari pekerjaannya karena membela mereka. Setelah beliau
dipecat, kemudian beralih profesi menjadi guru kimia. Pekerjaan itu tidak lama dijalankan, hingga
akhirnya memutuskan untuk merantau ke luar negeri, tepatnya di Afrika Selatan. Di Afrika
Selatan, Douwes Dekker terlibat dalam Perang Boer melawan Inggris, tetapi posisi beliau kalah
dan harus menanggung risiko untuk dipenjara. Setelah dibebaskan, beliau pun memutuskan
untuk kembali ke tanah air. Kemampuannya menulis laporan pengalaman perjuangannya di surat
kabar terkemuka membuatnya ditawari menjadi reporter koran Semarang terkemuka, De
Locomotief. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di
Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Budi Utomo adalah organisasi
yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas bantuannya. Tulisannya yang paling
terkenal dirangkum dalam buku yang berjudul Max Havelaar, yang menceritakan tentang
penderitaan rakyat Indonesia dalam menghadapi sistem tanam paksa yang diadakan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Douwes Dekker membuka mata dunia tentang tanam paksa yang
sangat merugikan rakyat Indonesia, yang akhirnya dihapuskan.

 Riwayat Hidup
Douwes Dekker merupakan keturunan indo berdarah campuran Belanda dan Jawa. Nama
Douwes Dekker berganti selepas Indonesia merdeka menjadi Danudirja Setiabudi pemberian
oleh Soekarno. Kata “Danu” artinya benteng, sedangkan “Dirja” artinya kuat dan tangguh.
Mulanya beliau lebih akrab dipanggil DD, singkatan dari Douwes Dekker. Dia merupakan putra
dari Auguste Henri Edouard Douwes Dekker dan Louisa Margaretha Neumann. Sang ibu, Louisa,
berdarah Jerman-Jawa, sedangkan ayahnya orang Eropa murni. Douwes Dekker menikah
dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), anak dokter campuran Jerman-Belanda pada tahun
1903, dan mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki-
laki). Yang bertahan hidup semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan
keduanya bercerai. Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia
turut membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang dana
untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda.
5. Nama : Tjipto Mangoenkoesoemo
Tempat Lahir : Pecangaan, Ambarawa, Semarang
Tanggal Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : 8 Maret 1943

 Riwayat Pendidikan :
Cipto merupakan seseorang yang cerdas. Dengan kecerdasannyalah ia mampu bersekolah di
STOVIA atau Sekolah Pendidikan Dokter Hindia.  Cipto beserta adik-adiknya yaitu Gunawan,
Budiardjo, dan Syamsul Ma’arif bersekolah di STOVIA, sementara Darmawan, adiknya bahkan
berhasil memperoleh beasiswa dari pemerintah Belanda untuk mempelajari ilmu kimia industri
di Universitas Delft, Belanda. Si bungsu, Sujitno terdaftar sebagai
mahasiswa Rechtshoogeschool te Batavia. Cipto merupakan pribadi yang jujur, berpikiran tajam
dan rajin. Gurunya bahkan memberinya julukan “Een begaafd leerling”, atau murid yang
berbakat. Cipto dikenal lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur.
Pada acara-acara khusus, Cipto tergolong eksentrik dalam penampilannya yaitu memakai surjan
dengan bahan lurik dan merokok kemenyan. Cipto sering mengkritik hubungan feodal maupun
kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat.

 Riwayat Pekerjaan :
Cipto Mangunkusumo mengawali kariernya menjadi seorang guru bahasa Melayu di sekolah
dasar di Ambarawa. Beberapa sumber menyebut bahwa beliau juga merupakan seorang penulis
dan jurnalis. Ia banyak menerbitkan tulisan yang menggetarkan pemerintah Hindia-Belanda.
Tjipto adalah seorang dokter lulusan STOVIA, sekolah dokter Jawa di Batavia yang kini
menjelma menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tidak mengherankan jika
namanya diabadikan sebagai salah satu rumah sakit terkemuka di Jakarta.

 Riwayat Hidup :
Mangoenkoesoemo dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang
juga dijuluki sebagai anggota Tiga Serangkai bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar
Dewantara. Selain mengabdikan hidupnya sebagai seorang dokter, Tjipto juga bergerak di
bidang politik guna menentang penjajahan Belanda. Ketika kedua rekannya dalam Tiga
Serangkai berubah haluan bergerak di bidang pendidikan, ia tetap setia berada di jalur politik
hingga akhir hayatnya. Cipto merupakan anggota dari Budi Utomo. Namun, ia akhirnya
mengundurkan diri akibat terjadi perselisihan. Setelah mundur dari Budi Utomo, Cipto membuka
praktik dokter di Solo. Ia turut ambil peran dalam pemberantasan wabah pes di Malang pada
1911. Berkat jasa itulah, Dokter Cipto mendapat bintang emas, penghargaan dari pemerintah
kolonial Hindia Belanda. Ia kemudian mendirikan Indische Partij bersama Ernest Douwes Dekker
dan Ki Hajar Dewantara pada tanggal 25 Desember 1912. Saat itu Indische Partij merupakan
satu-satunya organisasi yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan bertujuan
mencapai Indonesia merdeka. Pada tahun 1913, ketiga tokoh pendiri Indische Partij tersebut
ditangkap dan dibuang ke Belanda karena aksi propaganda anti Belanda yang mereka tuangkan
dalam artikel di harian De Express yang berisi penentangan mereka terhadap perayaan
kemerdekaan Belanda di Indonesia. Pada masa pengasingan, penyakit asma Cipto kambuh.
Ketika Cipto diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa
dengan melepaskan hak politiknya, namun Cipto menolak dengan tegas. Ia mengatakan bahwa
dirinya lebih baik mati di Banda daripada harus melepaskan hak politiknya.
6. Nama : R. M Soewardi Soerjaningrat
Tempat Lahir : Yogyakarta
Tempat Lahir : 2 Mei 1889
Wafat : 28 April 1959

 Riwayat Pendidikan :
ELS (Sekolah Dasar Belanda ) dan kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah
Dokter Bumiputera).

 Riwayat Pekerjaan :
Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar. Pada tahun
1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Ki Hadjar Dewantara
mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada
tanggal 25 Desember 1912. Pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk
Komite Bumipoetra. Dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi
nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli
1922. dalam tahun 1943, Ki Hajar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir.
Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Ki Hadjar Dewantara dipercaya oleh
presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang
pertama.

 Riwayat Hidup :
Ki Hajar Dewantara dibesarkan di lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Saat genap berusia 40
tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama
menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan
gelar kebangsawanan di depan namanya. Pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara
membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah
Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander
Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu
untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga) di mana kedua tulisan tersebut menjadi tulisan
terkenal hingga saat ini. Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur
Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes
Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil
menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda
pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker
dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun
mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa mempelajari
banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak
Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk
mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil
memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. dia
pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs
Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Pada tahun 1957, Ki
Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honori Klausa dari Universitas Gajah Mada. Dua
tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959 Ki
Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Anda mungkin juga menyukai