0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan3 halaman
E.F.E Douwes Dekker (1879-1950) adalah pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia yang berperan besar dalam perintisan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20. Ia menulis kritik pedas terhadap pemerintah kolonial Belanda dan mengusulkan nama "Nusantara" untuk Hindia Belanda merdeka. Jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dihargai dengan menamai jalan dan kecamatan menurut namanya.
E.F.E Douwes Dekker (1879-1950) adalah pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia yang berperan besar dalam perintisan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20. Ia menulis kritik pedas terhadap pemerintah kolonial Belanda dan mengusulkan nama "Nusantara" untuk Hindia Belanda merdeka. Jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dihargai dengan menamai jalan dan kecamatan menurut namanya.
E.F.E Douwes Dekker (1879-1950) adalah pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia yang berperan besar dalam perintisan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20. Ia menulis kritik pedas terhadap pemerintah kolonial Belanda dan mengusulkan nama "Nusantara" untuk Hindia Belanda merdeka. Jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dihargai dengan menamai jalan dan kecamatan menurut namanya.
Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan
nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; 8 Oktober 1879 – 28 Agustus 1950) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal
abad ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat
Douwes Dekker terlahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 8
Oktober 1879, sebagaimana yang dia tulis pada riwayat hidup singkat saat mendaftar di Universitas Zurich, September 1913. Ayahnya, Auguste Henri Eduard Douwes Dekker, adalah seorang agen di bank kelas kakap Nederlandsch Indisch Escomptobank. Auguste ayahnya, memiliki darah Belanda dari ayahnya, Jan (adik Eduard Douwes Dekker) dan dari ibunya, Louise Bousquet. Sementara itu, ibu Douwes Dekker, Louisa Neumann, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, dari pasangan Jerman-Jawa.[1] Dia terlahir sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara, dan keluarganya pun sering berpindah-pindah.
Pendidikan dasar ditempuh Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan
pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Koning Willem III School, sekolah elit setingkat HBS di Batavia. Selepas lulus sekolah ia bekerja di perkebunan kopi "Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur. Di sana ia menyaksikan perlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan sering kali membela mereka. Tindakannya itu membuat ia kurang disukai rekan-rekan kerja, namun disukai pegawai-pegawai bawahannya. Akibat konflik dengan manajernya, ia dipindah ke perkebunan tebu "Padjarakan" di Kraksaan sebagai laboran.[2] Sekali lagi, dia terlibat konflik dengan manajemen karena urusan pembagian irigasi untuk tebu perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia dipecat. Karena menganggap BO terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa), DD tidak banyak terlibat di dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh orang Belanda murni ("totok" atau trekkers). Sebagai contoh, orang Indo tidak dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya. Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji lumayan tinggi. Untuk posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pribumi. Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni mulai memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang biasanya diisi oleh Indo. Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang pribumi karena mereka dibayar lebih rendah. Keprihatinan orang Indo ini dimanfaatkan oleh DD untuk memasukkan idenya tentang pemerintahan sendiri Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (Indiërs) yang bercorak inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan original, karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau sukunya masing-masing.
Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan dalam banyak
hal. Di setiap kota besar dapat dijumpai jalan yang dinamakan menurut namanya: Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung utara, tempat rumahnya berdiri, sekarang bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya dipakai sebagai nama suatu kecamatan, yakni Kecamatan Setiabudi di Jakarta Selatan.
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam
meluruskan arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia berseberangan posisi politik dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh "pengkhianat"). E.F.E DOUWES DEKKER [DANOERDIJA SETIABUDI]