Anda di halaman 1dari 2

Douwes Dekker

I. Pengarang : Nurdyansa
Penerbit : biografiku.com
II. Alamat Website : https://www.biografiku.com/biografi-douwes-
dekker/

Douwes Dekker atau Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi)
adalah Politikus, Wartawan, Aktivis, Penulis yang lahir pada 8 Oktober 1879, di Pasuran.
Dan ia meninggal pada 28 Agustus 1950 di Bandung, Jawa Barat. Douwes Dekker
merupakan orang dengan keturunan Belanda yang memihak atau membela pribumi.
Douwes Dekker terlahir di keluarga kaya.
Douwes Dekker awal masuk ke HBS di Surabaya, tapi Ibunya memindahkannya ke sekolah
Batavia yang bernama Gymnasium Koning Willem III School. Setelah tamat sekolah, ia
bekerja di kebun kopi di Malang, Jawa Timur. Dimana ia melihat para pekerja pribumi yang
diperlakukan secara tidak baik. Yang ia lihat itu membuat dia ingin membela para pekerja
pribumi, dan ia dimusuhi pengawas – pengawas kebun yang lain dan akhirnya ia dipindahkan
ke kebun tebu. Namun dia juga tidak lama bekerja di kebun tebu karena konflik dengan
mereka.
Setelah dipecat ia menjadi seorang pengangguran dan Ibunya meninggal. Lalu ia
meninggalkan Hindia Belanda dan pergi ke Afrika Selatan, namun ia sempat di tangkap dan
di penjara disana, dan ia berkenalan dengan sastrawan India. Lalu ia bekerja sebagai
wartawan di koran bernama De Locomotief. Lalu ia menemui seorang wanita keturunan
Jerman dan menikahinya, lalu mereka mempunyai lima anak. Pada tahun 1907 saat Douwes
Dekker menjadi staf di sebuah majalah bernama Bataviaasch Nieuwsblad, dimana dalam
tulisannya banyak membela pribumi. Dan salah satu tulisan terkenalnya adalah “Hoe kan
Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?”. Tindakannya itu membuat dia menjadi target
pemerintah belanda.
Kemudian dia memberikan sebuah ide mengenai sebuah pemerintahan Hindia Belanda yang
dijalankan penduduk pribumi. Idenya itu disampaikan ke Indische Bond dan Insulinde yang
waktu itu anggota kaum pribumi. Idenya Douwes Dekker kemudian diterima tapi hanya
beberapa orang saja yang menerima ide tersebut. Pada tanggal 25 Desember 1912, Douwes
Dekker bersama Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan partai
politik yang bernama Indische Partij.
Setelah itu ia diasingkan ke eropa, saat di eropa ia tinggal dengan keluarganya dan ia
melanjutkan pendidikannya. Pada tahun 1918, ia juga dipenjara selama dua tahun. Setelah
bebas ia balik ke Indonesia, dimana ia aktif dalam dunia jurnalistik. Di saat itu juga, Douwes
Dekker kemudian mendirikan partai baru penerus Indische Partij yang bernama Nationaal
Indische Partij namun partai tersebut tidak mendapat izin dari pemerintahan kolonial
Belanda. atas masukan dari sahabatnya yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara),
Douwes Dekker kemudian masuk ke dunia pendidikan dan mendirikan Ksatrian Instituut di
Bandung.
Setelah Indonesia merdeka, Douwes Dekker menjadi menteri negara di kabinet Sjahrir III.
Tanggal 21 Desember 1948 ketika agresi militer Belanda terhadap Indonesia, Douwes
Dekker ditangkap oleh Belanda dan kemudian di interogasi dan dikirim ke Jakarta. Namun
setelah ia berjanji untuk tidak ke dunia politik lagi ia dibebaskan dan tinggal di Bandung.
Pada tanggal 28 Agustus 1950 Douwes Dekker meninggal, tetapi di batu nisannya ditulis
bahwa ia meninggal pada 29 Agustus 1950. Douwes Dekker dimakamkan di Makam
Pahlawan Cikutra, Bandung. Dan pada tanggal 9 November 1961 pemerintah menetapkan
Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi sebagai Pahlawan Nasional.

Yang dapat kita pelajari dari tokoh Douwes Dekker adalah kita harus cinta tanah air,
meskipun Douwes Dekker memiliki keturunan orang belanda dari orang tuanya, namun dia
tidak setuju dengan perlakuan yang dilakukan kepada orang pribumi.

Ditulis oleh,

Danovan Shiloh Silalahi

Anda mungkin juga menyukai