Anda di halaman 1dari 5

Perjuangan Douwes Dekker dalam memperjuangkan Indonesia

Pada masa pergerakan nasional banyak masyarakat Hindia Belanda baik pribumi maupun non pribumi
menggunakan pers sebagai senjata ampuh untuk mengembangkan nasionalisme. Hal itu disadari oleh
Ernest Douwes Dekker dalam mengembangkan gagasan nasionalismenya. Ia Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker orang yangpertama yang mendirikan partai politik di Indonesia. Sebagai penggerak
revolusi, gagasan Ernest melampaui zamannya. Tur propagandanya menginspirasi Tjokroaminoto dalam
menghimpun massa. Konsep nasionalismenya mempunyai andil saat Soekarno mendirikanPartai
Nasional Indonesia (PNI). Tetapi ia hidup pembuangan ketika proklamasikemerdekaan dibacakan.
Dengan julukan si pemberani kemudian ia dikenal dengan Danudirja Setiabudi. Kemana-mana Ernest
Francois Eugene Douwes Dekker selalu mengaku sebagai orang Jawa.

Pada tahun 1887 Ernest Douwes Dekker Bekerja di perkebunan Soember Doeren di lereng Gunung
Semeru. Kemudian bekerja di Pabrik Gula padjarakan dekat Krakasaan Probolinggo. Di dua tempat itu ia
berkonflik dengan atasan demi membela nasib buruhburuh. Kemudian pada tahun 1889 ia mengikuti
perang Boer dalam melawan Inggris. Kemudian pada tahun 1902 ia ditawan di sel Pretoria Afrika Selatan
lalu dipindahkan ke Kolombo Sri Langka. Ia kembali ke Hindia Belanda setahun kemudian. Ernest
menikah dengan Clara Charlotte Deije pada tahun 1904. Ia dikaruniai 5 anak namun sayang pada tahun
1919 ia bercerai dengan istrinya.
Pertama kali Ernest Douwes Dekker menggunakan pers sebagai alat mengembangkan nasionalisme
adalah ketika ia bergabung dalam koran de Locomotief pada tahun 1907 sebagai Reporter. Mereka
menawarinya pekerjaan di koran itu sebagai Reporter karena merasa tertarik dengan tulisan Ernest
Douwes Dekker yang diterbitkan Bataviaasch Niuewsblad tentang perjuangannya selama Perang Boer.
Kariernya di de Locomotief tidak berlangsung lama.

Ia kemudian memutuskan untuk pindah di Soerabaia Handelsblad. Di Soerabaia Handelsblad ia menjadi


seorang redaktur. Namun kariernya di Soerabaia Handelsblad juga tidak berlangsung lama akibat adanya
perselisihan dengan pemilik koran tersebut yaitu M. van Geuns. Ia menuduh bahwa pemilik koran
ituadalah sosok yang dapat dibeli oleh penjajahan dalam menentukan sikap redaksi.

Setelah menempuh karier yang tidak berjalan mulus di Soerabaia Handelsblad, ia kemudian pindah
di Batavische Niuwesblad. Di koran itu Ernest Douwes Dekker diberi kebebasan oleh pemilik koran,
Zaalberg untuk menulis artikel yang mengkritisi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ia banyak menulis
artikel yang berisi pembelaannya pada masyarakat bumiputera dan kritikan terhadap kebijakan kolonial
pemerintahan Hindia Belanda. Artikel yang ia tulis antara lain tentang pengembalian tanah partikelir
pada tahun 1904 dan tentang penderitaan masyarakat bumiputera di daerah Jawa Barat karena masalah
pembayaran upah minim yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Beberapa tulisannya yang
berisi pembelaan terhadap masyarakat bumiputera membuktikan konsistensi seorang Ernest Douwes
Dekker yang peduli pada nasib masyarakat bumiputra.

Kariernya di Batavische Niuwesblad semakin melejit hingga menghantarkannya sebagai seorang


redaktur pada tahun 1907. Selama menjadi seorang redaktur semangat Ernes Douwes Dekker untuk
selalu menyebarkan semangat anti kolonialisme kian bertambah. Artikel-artkel yang ia tulis tidak hanya
diterbitkan di Hindia Belanda tetapi juga diterbitkan di Belanda.

Beberapa Artikel yang diterbitkan di Belanda pada tahun 1908 antara lain berjudul Hoe kan Holland he
Spoedigst Kolonial vierlizen” (Bagaimana Belanda Paling Cepat Bisa kehilangan Tanah Jajahannya), “Het
Bankroet Der Etische Begingselen In Ned. Oost Indie” (Kebangkrutan Politik Etis Di Hindia Belanda) dan
Nederlanse Pizzaro’s In Atjeh (Pizzaro Belanda Di Aceh).Salah satu adalah tulisannya yang berjudul Hoe
kan Holland he Spoedigst Kolonial vierlizen” (Bagaimana Belanda Paling Cepat Bisa kehilangan Tanah
Jajahannya) mengingatkan Belanda yang menerapkan politik etis akan mendapatkan perlawanan seperti
orang Amerika Serikat melawan Inggris.

Politik Etis yang diterapkan Belanda akan menjadi senjata bagi kaum pribumi yang telah lama tertindas
oleh politik kolonialisme Belanda dan menjadi sebuah awal terbebasnya Hindia Belanda dari
kolonialisme Belanda. Ernest Douwes Dekker mengakui terinspirasi oleh tulisan Benjamin Franklin,
bapak bangsa Amerika Serikat tentang cara menghilangkan tanah jajahan. Tulisannya yang radikal dan
kritis telah membawa nafas untuk tumbuhnya nasionalisme di Hindia Belanda.

Selama menjadi redaktur membuat Ernest Douwes Dekker terkenal di antara kaum intelektual pribumi
terutama pelajar Stovia. Mereka sangat tertarik dengan tulisan-tulisannya yang kritis dan radikal. Para
pelajar Stovia yang tertarik dengan pemikiran Ernest Douwes Dekker sering mengunjungi rumah Ernest
Douwes Dekker yang tidak jauh dari sekolah mereka. Kunjungan mereka pada akhirmya menimbulkan
kedekatan di antara mereka. Karena kedekatannya tersebut Ernest Douwes Dekker sampai-sampai
merelakan rumahnya di Kramat, Jakarta untuk dijadikan rumah baca dan tempat perkumpulan pelajar
STOVIA dalam membahas masalah perjuangan dan pergerakan.

Selain itu kedekatannya dengan beberapa parapelajar Stovia yang memiliki pemikiran kritis seperti
Suryapranoto, Ki Cokrodirjo, Cipto dan Gunawan Mangunkusumo dimanfaatkannya untuk mengajak
mereka bergabung di dalam koran Bataviasch Niuewsblad. Berawal dari perkumpulan dan masukan dari
ide-ide Ernest Douwes Dekker ini lahir sebuah gagasan tentang pendirian organisasi pribumi pertama
yaitu Budi Utomo.

Ketika Budi Utomo mengadakan kongres pertama Ernest Douwes Dekker yang pada saat itu masih
menjadi readaktur Bataviasch Niuewsblad hadir dalam kongres itu dan menulis sebuah artikel tentang
kebangkitan nasional Jawa. Ia beranggapan bahwa pendirian Budi Utomo merupakan sebuah gerakan
kebangkitan pertama golongan bumiputera dalam menghadapi tekanan pemerintah kolonial. Ernest
Douwes Dekker mendukung secara penuh gerakan itu.

Dalam perkembangannya Sikap Ernest Douwes Dekker yang keras kepala dan selalu berpegang teguh
pada pendiriannya dalam membela masyarakat bumiputera membuat keretakan hubungan Ernest
Douwes Dekker dengan atasanya, Zaalberg. Hingga pada akhirnya mereka selalu berselisih paham dan
menimbulkan konflik. Konflik dengan pemilik koran itu berawal dari sikap Ernest Douwes Dekker yang
selalu menggunakan koran tersebut demi kepentingan golongan bumiputera, sedangkan Zaalberg lebih
mengutamakan kepentingan golongan Indo.

Perselisihan paham tersebut akhirnya membuat Ernest Douwes Dekker keluar dari koran tersebut dan
pergi ke Belanda. Setelah kembali dari Belanda, ia menetap di Bandung dan mendirikan surat kabar de
Express dan menerbitkanmajalah ilmiah Het Tijdschrift.
Untuk mengembangkan surat kabar de Express, Douwes Dekker mengajak beberapa pemuda
bumiputera yang memiliki kesamaan paham tentang gerakan menuju Hindia Belanda merdeka.
Beberapa tokoh yang diajak untuk bergabung adalah Dr Cipto Mangunkusomo dan Suwardi Suryaningrat
atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantoro. Pada bulan November 1912, Dokter Cipto
Mangunkusumo diajak bergabung dalam koran tersebut sebagai redaktur harian.

Dokter Cipto menyetujui bergabung karena haluan de Express adalah nasionalis-revolusioner yang
sesuai dengan watak, sikap, dan pendiriannya terhadap persoalan Hindia Belanda. Ernest Douwes
Dekker mengajaknya bergabung karena ia mempunyai kepercayaan besar terhadap Dr Cipto. Di
matanya Dr Cipto adalah seorang pemimpin nasionalis besar yang memiliki pendirian kuat dan tidak bisa
disuap.

Ernest Douwes Dekker mengetahui alasan Cipto meninggalkan Budi Utomo tahun 1909 setelah berdebat
dengan Dokter Rajiman Widyodipuro, Ketua Budi Utomo tentang haluan Budi Utomo. Selain itu Ernest
Douwes Dekker dan Dr Cipto memiliki kesepahaman dalam perjuangan dan pengertian nasionalisme.
Itulah sebabnya Cipto dijadikan wakil ketua Indische Partij dan redaktur harian de Express.

Setelah Dr Cipto bergabung dengan de Express, Ernest Douwes Dekker mengajak Suwardi Suryaningrat
atau Ki Hajar Dewantoro untuk bergabung juga. Ia mengenal Suwardi Suryaningrat lewat karangan-
karangannya di surat kabarMataram. Ernest Douwes Dekker merasa terharu dan tertarik dengan
karangan Suwardi tersebut sehingga berupaya untuk menariknya ke de Express. Suwardi kemudian
diserahi tugas sebagai pemimpin harian de Express edisi Melayu.

Selama menjadi redaktur de Express dan majalah Het Tijdschrift, Ernest Douwes Dekker selalu
menyuarakan pentingnya kemerdekaan dan kemandirian pada masyarakat bumiputera lewat tulisan-
tulisan yang provokatif. Salah satu tulisannya yang menyuarakan pentingnya kemerdekaan adalah dalam
artikel majalah Het Tjidschrift yang berjudul “Nationalisme”. Tulisan itu mengatakan bahwa untuk
menjadi bangsa yang merdeka sangat dibutuhkan semangat nasionalisme pada masyarakatnya dan
nasionalisme yang dibutuhkan adalah nasionalisme persatuan seperti yang tertuang di dalam tujuan
pokok Indische Partij.

Berbagai tulisannya yang berisi kritikan pedas membuat ia selalu diawasi dan berujung pada
pembuangan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.Pada tahun 1913 Ernest Douwes Dekker
dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda karena mendukung tokoh komite bumiputera, Dr Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat yang ditahan oleh pemerintah Hindia Belanda karena
mengkritik perayaan ulang tahun kemerdekaan negeri Belanda di Hindia Belanda.

Ernest Douwes Dekker mendukung tindakan kedua rekannya itu dengan menulis sebuah artikel yang
berjudul Onze Helden : Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat. Kritikan berisi sindiran
pedas itumembuatnya ditangkap dan diasingkan bersama kedua rekannya tersebut ke Belanda. Dengan
ditangkap dan diasingkannya Ernest Douwes Dekker ke Belanda perjuangannya mengembangkan
nasionalisme di Hindia Belanda melalui sarana pers harus berhenti sementara. Usahanya menggunakan
pers sebagai sarana mengembangkan dilanjutkan kembali ketika ia kembali dari pengasingan di Belanda
dengan mendirikan majalah De Beweging dan Nieuwe Expres sebagai sarana perjuangan National
Indische Partij.

Di majalah itu ia menuliskan berbagai kecaman dan kritikan yang kali ini ditujukan pada masyarakat
Eropa Indonesia yang memihak pemerintah kolonial Tulisan itu berupa artikel berjudul De Tien Geboden
(Sepuluh Perintah Tuhan), dan Njo Hendrik (Sinyo Hendrik) serta pampflet yang bertuliskan Een Natie in
De Maak (Bangsa Tengah Terbentuk) dan “Ons Volk Het Buitenlandsche Kapital” (Bangsa Kita dan Modal
Asing). Tulisan itu berusaha mengajak masyarakat Eropa Indonesia yang cenderung memihak
pemerintah kolonial untuk mau berjuang melawan pemerintahan kolonial bersama masyarakat
bumiputera.

Meskipun Ernest Douwes Dekker berusaha mengajak masyarakat Eropa-Indonesia untuk berjuang
melawan pemerintah Hindia Belanda melalui artikel-artikel itu nampaknya masyarakat Eropa-Indonesia
masih enggan berjuang dan lebih memilih hidup seperti orang Belanda. Bahkan artikel-artikel membuat
ia selalu menjadi incaran pemerintahan Hindia Belanda. Berulangkali mengalami kecaman dan
pengasingan tidak membuat ia putus asa dalam berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda

Anda mungkin juga menyukai