Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI DR.

ERNEST DOUWER DEKKER

Karya oleh

Aisyah Shireen Riyani

09/02/2023
PERGERAKAN NASIONAL

Pergerakan Nasional merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut


satu fase dalam sejarah Indonesia, yaitu masa perjuangan mencapai
kemerdekaan pada kurun 1908-1945. Memasuki tahun 1908, merupakan
tahun awal perjuangan yang dilakukan oleh rakyat dengan visi atau
tujuan nasional.

Pada tahun tersebut, rakyat mulai melakukan pergerakan yang dilakukan


untuk menentang kaum penjajah yang masih bersifat kedaerahan.
Timbulnya kesadaran dengan cita-cita nasional disertai dengan lahirnya
organisasi modern sejak 1908, menandakan lahirnya satu kebangkitan
dengan semangat yang berbeda.

Pergerakan masa ini bertujuan untuk membendung hasrat kaum kolonial


yang ingin menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Hadirnya
Organisasi Pergerakan Nasional merupakan refleksi dari rasa
ketidakpuasan dan ketidaksetujuan terhadap keadaan masyarakat yang
sangat memprihatinkan. 
SIAPA ITU DR. ERNEST DOUWER DEKKER?

Ernest François Eugène Douwes Dekker

Atau yang dikenal sebagai Danudirja Setia budi adalah salah seorang
peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang
kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda,
wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai
nama untuk Hindia Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu
dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia,
selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat. Douwes
Dekker terlahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 8 Oktober 1879,
sebagaimana yang dia tulis pada riwayat hidup singkat saat mendaftar di
Universitas Zurich, September 1913. Ayahnya, Auguste Henri Eduard
Douwes Dekker, adalah seorang agen di bank kelas kakap
Nederlandsch Indisch Escomptobank. Auguste ayahnya, memiliki darah
Belanda dari ayahnya, Jan (adik Eduard Douwes Dekker) dan dari
ibunya, Louise Bousquet. Sementara itu, ibu Douwes Dekker, Louisa
Neumann, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, dari pasangan Jerman-
Jawa.[1] Dia terlahir sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara, dan
keluarganya pun sering berpindah-pindah. Saudaranya yang perempuan
dan laki-laki, yakni Adeline (1876) dan Julius (1878) terlahir sewaktu
keluarga Dekker berada di Surabaya, dan adik laki-lakinya lahir di
Meester Cornelis, Batavia (sekarang Jatinegara, Jakarta Timur pada
tahun 1883. Dari situ, keluarga Dekker berpindah lagi ke Pegangsaan,
Jakarta Pusat. Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte
Deijie (1885-1968), anak dokter campuran Jerman -Belanda pada tahun
1903, dan mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal
sewaktu bayi (keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup semuanya
perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya
bercerai.
Kemudian Douwes Dekker menikah lagi dengan Johanna Petronella
Mossel (1905-1978), seorang Indonesia keturunan Yahudi, pada tahun
1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan
kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan Douwes
Dekker. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat
Douwes Dekker dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini
harus berpisah, dan di kala itu kemudian Johanna menikah dengan
Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan seorang Indo (sebelumnya
dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih dahulu.
Tidak jelas apakah Douwes Dekker mengetahui pernikahan ini karena ia
selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas.
Sewaktu Douwes Dekker "kabur" dari Suriname dan menetap sebentar
di Belanda (1946), ia menjadi dekat dengan perawat yang
mengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema née Kruymel, seorang Indo
yang berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani Douwes
Dekker yang menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia agar
tidak ditangkap intelijen Belanda. Mengetahui bahwa Johanna telah
menikah dengan Djafar, Douwes Dekker tidak lama kemudian menikahi
Nelly, pada tahun 1947. Douwes Dekker kemudian menggunakan nama
Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi
Wanasita, nama-nama yang diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal
Douwes Dekker, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans pada tahun
1964 dan kini tinggal di Amerika Serikat.
Walaupun mencintai anak-anaknya, Douwes Dekker tampaknya terlalu
berfokus pada perjuangan idealismenya sehingga perhatian pada
keluarga agak kurang dalam. Ia pernah berkata kepada kakak
perempuannya, Adelin, kalau yang ia perjuangkan adalah untuk
memberi masa depan yang baik kepada anak-anaknya di Hindia kelak
yang merdeka. Pada kenyataannya, semua anaknya meninggalkan
Indonesia menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula
semua saudaranya, tidak ada yang memilih menjadi warga negara
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai