Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Kontrasepsi Darurat
(Emergency Contraception)

Disusun Oleh:
Afifah Nur Yusdianti
12100118167

Konsulen:
dr. Rizky Safaat Nurrahim, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD dr. SLAMET GARUT
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 4
1.1. KONTRASEPSI ............................................................................................................... 4
1.1.1. DEFINISI .................................................................................................................. 4
1.1.2. EPIDEMIOLOGI ...................................................................................................... 4
1.1.3. METODE KONTRASEPSI ...................................................................................... 4
1.1.4. TINGKAT EFEKTIFITAS METODE KONTRASEPSI ......................................... 9
1.2. KONTRASEPSI DARURAT (EMERGENCY CONTRACEPTION) ............................ 10
1.2.1. DEFINISI ................................................................................................................ 10
1.2.2. INDIKASI PEMAKAIAN ...................................................................................... 10
1.2.3. JENIS KONTRASEPSI DARURAT ...................................................................... 11

2
PENDAHULUAN
Kontrasepsi merupakan upaya menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma. Upaya tersebut dapat bersifat
sementara (reversible) ataupun bersifat permanen (irreversible).
Kontrasepsi emergensi merupakan metode kontrasepsi yang digunakan setelah hubungan
seksual dan sebelum terjadinya implantasi. Setelah fertilisasi zigot bergerak melewati tuba falopi
dan sampai ke lumen uterus setelah empat hari dan akhirnya mengalami implantasi setelah lima
hingga enam hari. Sehingga penggunaan kontasepsi emergensi ditujukan untuk mencegah
kehamilan setelah hubungan seksual yang tidak aman atau pada kasus perkosaan.
Kementerian kesehatan Indonesia telah mengeaskan pentingnya kontrasepsi emergensi
untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Sebagian besar kehamilannyang
tidak diinginkan berakhir dengan aborsi, sebagian besar aborsi dilakukan secara tidak aman
sehingga meningkatkan mortalitas ibu. Penggunaan kontrasepsi emergensi dapat menurunkan
jumlah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga dapat menurunkan angka aborsi. Namun di
Indonesia sebagian besar wanita tidak mengetahui dan tidak melakukan kontrasepsi emergensi.
Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan wanita Indonesia mengenai kontrasepsi emergensi.

3
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. KONTRASEPSI
1.1.1. DEFINISI
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut
dapat bersifat sementara (Reversible) atau permanen (Irreversible).
Kontrasepsi juga didefinisikan sebagai upaya menghindari atau mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel
sperma.
1.1.2. EPIDEMIOLOGI
Sebesar 62% wanita menikah menggunakan kontrasepsi. Suntik KB merupakan
metode paling banyak digunakan sekitar 32%.
1.1.3. METODE KONTRASEPSI
Metode kontrasepsi dapat diklasifikasikan menjadi metode kontrasepsi yang reversible dan
metode kontrasepsi permanen. Metode kontrasepsi reversibel meliputi1:
 Periodic abstinence
o Coitus interruptus
Coitus interruptus merupakan metode kontrasepsi dengan cara
mengeluarkan seluruh bagian penis dari vagina sebelum terjadinya
ejakulasi. Keuntungan metode ini adalah tidak diperlukannya suatu alat
sehingga tidak ada biaya yang perlu dikeluarkan dan tidak digunakannya
bahan kimia. Metode ini juga secara teori dapat menurunkan risiko
transmisi penyakit menular seksual. Kerugian metode ini adalah tingginya
kemungkinan terjadinya kehamilan jika dilakukan secara tidak benar dan
tidak konsisten.
o Lactational Amenorrhoea
Lactational amenorrhoea merupakan kontrasepsi selama masa
laktasi. Laktasi dapat mensupresi terjadinya ovulasi akibat adanya
peningkatan kadar prolactin dan penurunan gonadotropin-releasing
hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Durasi supresi ovulasi

4
bervariasi pada setiap individu tergantung dari frekuensi dan durasi
menyusui sehingga untuk menjadikan laktasi sebagai metode kontrasepsi
menyusui harus dilakukan setiap empat jam selama siang hari dan setiap
enam jam selama malam hari. Selain itu bayi tidak boleh diberikan susu
formula ataupun suplemen lain, dan bayi harus berusia kurang dari enam
bulan untuk penggunaan yang sempurna.
Keuntungan digunakannya metode ini adalah involusi uterus terjadi
lebih cepat, supresi mensturasi, dan metode ini dapat dilakukan segera
setelah kelahiran. Metode ini juga memfasilitasi penurunan berat badan
setelah melahirkan. Kerugian dari metode ini adalah tidak pastinya waktu
kembalinya kesuburan. Selain itu metode ini tidak dapat digunakan pada
ibu yang memiliki infeksi HIV.
o Perencanaan keluarga alami (natural family planning)
Perencanaan keluarga alami merupakan metode kontrasepsi dengan cara
pasangan menghindari melakukan hubungan seksual selama periode fertile
wanita yaitu waktu terjadinya ovulasi. Untuk menentukan periode fertile
terdapat beberapa teknik, yaitu:
 Metode kalendar
Metode kalen meupakan metode yang berdasarkan tiga
asumsi yaitu ovum dapat terjadi fertilisasi hanya 24 jam setelah
pvulasi, spermatozoa dapat memfertilisasi hanya 48 jam setelah
koitus, dan ovulasi biasanya terjadi 12-16 hari sebelum onset
menstruasi. Menstruasi dicatat selama enam siklus untuk
menentukan perkiraan masa subur. Hari paling awal dari masa subur
ditentukan berdasarkan jumlah hari dari siklus menstruasi terpendek
dikurangi 18. Hari paling akhir dari masa subur ditentukan dari
jumlah hari siklus menstruasi terpanjang dikurangi 11.
 Metode mukus servikal
Metode mukus servikal mencoba mencari masa subur wanita
dengan cara mengukur jumlah mukus servikal dengan
menggunakan jari. Produksi mukus akan meningkat karena adanya

5
estrogen yang diikuti dengan adanya mukus kering dan sedikit
akibat adannya pengaruh progesterone. Hubungan seksual dapat
dilakukan empat hari setelah mukus servikal maksimal sampai
menstruasi.
 Metode sympothermal
Metode sympothermal memprediksi hari pertama abstinen
dengan menggunakan metode kalender atau hari pertama mukus
terdeteksi. Akhir masa subur diprediksi dengan cara mengukur
temperatur basal tubuh. Temperatur basal tubuh biasanya lebih
rendah selam fase folikular dan meningkat selama fase luteal akibat
dari pengaruh progesterone. Peningkatan temperature dimulai satu
sampai dua hari setelah ovulasi sehingga hubungan seksual dapat
dilakukan tiga hari setelah peningkatan temperature.
 Kontrasepsi mekanik
o Kondom
Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur
dengan cara mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada
penis sehingga sperma tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi
perempuan.
o Diafragma
Diafragma merupakan cup berbentuk cembung terbuat dari lateks
(karet) yang dimasukan kedalam vagina sebelum berhubungan seksual dan
menutup serviks sehingga sperma tidak dapat mencapai saluran reproduksi
wanita bagian atas (uterus dan tuba falopi).
o Cervical cap
Cervical cap merupakan alat dari latex yang berbentuk cangkit yang
ukurannya sesuai dengan basis dari serviks. Cap terisi dengan spermisida
sehingga sperma akan mati. Cap dipasang delapan jam sebelum koitus dan
dapat dipasang sampai 48 jam.
o Agen spermisidal

6
Agen spermisidal berisi nonoxynol-9 atau octoxynol yang dapat
merusak membrane sel sperma sehingga dapat mencegah masuknya sperma
ke ostium serviks.
 Kontrasepsi hormonal
o Pil Kombinasi
Pil kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,
mengentalkan lendirs serviks sehingga sulit dilalui sperma dan mengganggu
pergerakan tuba sehingga transportasi telur terganggu. Biasanya pil ini
diminum setiap hari.
o Suntikan Progestin
Suntikan progestin menekan ovulasi, mengentalkan lendirs serviks
sehingga sulit dilalui sperma, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi,
menghambat transportasi. Suntikan diberikan setiap 1 bulan sekali atau 3
bulan sekali.
o Pil Progestin (Minipil)
Pil progestin menekan sintesis gonadotropin dan sintesis steroid
seks di ovarium, endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga
implantasi lebih sulit, mengentalkan lender serviks sehingga menghambat
penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu. Pil diminum setiap hari.
o Implan
Implan menekan ovulasi, mengentalkan lendirs serviks sehingga
sulit dilalui sperma, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, menghambat
transportasi. Implan dimasukan dibawah kulit dan dapat bertahan hingga 3-
7 tahun.
o 91 hari kontrasepsi oral kombinasi
91 hari kontrasepsi oral kombinasi merupakan kontrasepsi yang
mengurangi terjadinya siklus menstruasi per tahun. Seasonale merupakan
regimen 91 hari kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung hormon
progestin dan estrogen yang dikonsumsi selama 12 minggu diikuti dengan
satu minggu konsumsi tablet plasebo.

7
o Kontrasepsi patch kombinasi
Kontrasepsi patch kombinasi mengeluarkan estrogen dan
progesterone langsung ke kulit. Setiap patch mengandung hormone untuk
pemakaian satu minggu.
o Kontrasepsi cincin vagina
Kontrasepsi cincin vagina merupakan cicncin felksibel dan tidak
berwarna yang terbuat dari ethylene vinyl acetate dan magnesium stearate.
Cincin menegeluarkan etonogestrel dan ethinyl estradiol yang langsung
diserap oleh organ reproduksi.
 Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
Alat kontrasepsi dalam rahim berfungsi untuk menghambat kemampuan
sperma untuk masuk ke tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu, mencegah implantasi
telur dalam uterus. Terdapat tiga AKDR yang digunakan untuk alat kontrasepsi di
Amerika Serikat, yaitu:
o AKDR- Cu
o Levonorgestrel-releasing intrauterine system
Levonorgestrel-releasing intrauterine system merupakan AKDR
yang mengeluarkan progestin kedalam uterus dalam kecepatan yang relatif
konstan. Terdapat dua macam Levonorgestrel-releasing intrauterine system
yaitu Mirena yang dapat digunakan selama lima tahun dan Skyla yang dapat
digunakan selama tiga tahun.
o AKDR T380A (paragard)
Selain metode kontrasepsi yang reversibel, terdapat metode kontrasepsi yang bersifat
permanen, meliputi:
 Tubectomy
Tubectomy merupakan tindakan menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum.
 Vasectomy

8
Vasectomy merupakan tindakan menginsisi sakus scrotal, transeksi vas
deferens, dan mengikat saluran vas deferens. Prosedur ini menyebabkan sperma
tetap berada pada duktus ejakulatori sehingga sperma tidak dikeluarkan ketika
ejakulasi.

1.1.4. TINGKAT EFEKTIFITAS METODE KONTRASEPSI

9
World Health Organization (WHO) telah mengelompokan metode kontrasepsi
berdasarkan efektifitas yang terlihat dari tingkat kegagalan metode kontrasepsi tersebut.
Implant dan AKDR merupakan metode kontrasespi efektivitas yang tinggi. Metode
tersebut efektif untuk menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan2.

1.2. KONTRASEPSI DARURAT (EMERGENCY CONTRACEPTION)


1.2.1. DEFINISI
Kontrasepsi darurat atau emergensi merupakan metode kontrasepsi yang digunakan
pasca-senggama dan sebelum perkiraan waktu implantasi, yang bertujuan mencegah
3
kehamilan pasca-hubungan seks yang tidak terlindung atau kasus perkosaan.
1.2.2. INDIKASI PEMAKAIAN
Indikasi pemakaian kontrasepsi darurat adalah untuk mencegah kehamilan yang
tidak dikehendaki setelah koitus, meliputi4:
 Tidak digunakannya kontraseptif
 Kekerasan seksual pada wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi yang efektif
 Ketika adanya kekhwatiran kemungkinan kegagalan kontraseptif akibat
penggunaan yang tidak tepat atau tidak benar, seperti:
o Kerusakan kondom atau penggunaan kondom yang salah
o Tidak mengkonsumsi lebih dari sama dengan tiga kali pil
kontraseptif
o Terlambat mengkonsumsi pil progesterone-only (minipil) lebih dari
3 jam dari waktu rutin konsumsi, atau lebih dari 27 jam setelah
konsumsi pil sebelumnya
o Terlambat mengkonsumsi desogestrel-containing pill (0,75 mg)
lebih dari 12 jam waktu rutin atau lebih dari 36 jam setelah konsumsi
pil sebelumnya
o Terlambat lebih dari dua minggu untuk injeksi norethisterone
enanthate (NET-EN) progestogen-only
o Terlambat lebih dari empat minggu untuk injeksi depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA) progestogen-only

10
o Terlambat lebih dari tujuh hari untuk combined injectable
contraceptive (CIC)
o Kegagalan tablet spermisid atau film meleleh sebelum koitus
o Kesalahan penghitungan periode abstinen
o Ekspulsi intrauterine contraceptive device (IUD) or hormonal
contraceptive implant

1.2.3. JENIS KONTRASEPSI DARURAT


Terdapat berbagai macam metode kontrasepsi darurat, namun hingga saat ini
hanya dua metode yang direkomendasikan oleh World Health Organization
(WHO), yaitu3:
1. Pil kontrasepsi emergensi (emergency contraception pills)
Pil kontrasepsi emergensi atau juga disingkat sebagai ECPs (Emergency
Contraceptive Pills) merupakan kontrasepsi darurat yang diberikan secara oral.
Pil kontrasespi emergensi harus diberikan segera setelah hubungan seks yang
tidak aman. Efektivitas ECP paling tinggi jika digunakan dalam 24 jam dan
efektivitas semakin menurun seiring berjalannya waktu dengan batas waktu
maksimal 120 jam atau 5 hari setelah hubungan seksual yang tidak aman.
Terdapat tiga tipe ECP, yaitu5,6,3:
 Kombinasi kontrasepsi oral (Combination oral contraception)
Kombinasi kontrasepsi oral (COC) mengandung hormon estrogen
dan progestin. Regimen yang biasa digunakan adalah 2 dosis 100 μg
ethinylestradiol dengan 0.5 mg levonorgestrel. Dosis pertama diminum
dalam 72 jam setelah hubungan seksual yang tidak aman dan diulang
6
dalam 12 jam. Regimen ini disebut juga dengan Regimen Yuzpe.
 Progestin-only Pill (POP)
Progestin-only ECP tidak mengandung estrogen. Progestin-only pil
yang digunakan untuk kontrasepsi emergensi adalah levonorgestrel.
Mekanisme utama levonegestrel adalah dengan menginhibis terjadinya
rupture folikel dan ovulasi dengan cara menginhibisi peningkatan
Luteinizing hormone (LH).

11
Levonogestrel dapat diberikan dalam dua dosis dengan dosis
pertama 0.75 mg diberikan dalam 72 jam setelah hubungan seksual yang
tidak aman dan dosis kedua 0,75 mg diberikan 12 jam setelah dosis
pertama. Levonogestrel juga efektif diberikan dalam dosis tunggal 1,5 mg.
Levonorgestrel terbukti lebih efektif dan memiliki efek samping yang
lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi kontrasepsi oral sehingga
WHO lebih merekomendasikan POP sebagai kontrasepsi emergensi.
 Selective progesteron receptor modulator
Selective Progesterone receptor modulator (SPRM)
merupakan suatu zat steroid sintetik yang memiliki efek agonis
dan/atau antagonis terhadap reseptor progesterone. SPRM
menginhibisi atau menunda ovulasi dengan mencegah terjadinya
peningkatan lutenising hormone dan rupture folikular serta menjaga kadar
estrogen plasma. SPRM juga menurunkan ketebalan endometrium,
menunda pematangan histologi endometrium dan merubah marker
implantasi progesterone-dependent yang dapat mencegah terjadinya
implantasi trofoblas. SPRM yang digunakan sebagai kontrasepsi
emergensi adalah Ulipristal Acetate dan Mifepristone5,7,8.
Ulipristal acetate terbukti efektif sebagai kontrasepsi menurut
banyak penelitian. Ulipristal acetate telah digunakan sebagai kontrasepsi
emergensi di Eropa sejak 2009 dengan merk dagang EllaOne dan di
Amerika sejak 2010 dengan merk dagang Ella. Dosis pemberian Ulipristal
acetate adalah 30 mg dosis tunggal2,9.
Mifepristone merupakan generasi pertama progesterone receptor
modulator yang disetujui dibanyak negara sebagai obat aborsi pada awal
trimester pertama kehamilan. Mifepristone terbukti sangat efektif sebagai
kontrasepsi emergensi dengan beberapa efek samping seperti tertundanya
menstruasi. Penggunaan mifepristone sebagai pil aborsi menjadikan
mifepristol sulit diterima sebagai kontrasepsi di banyak negara sehingga
saat ini mifepristone hanya tersedia di Armenia, Moldova, Ukraina, Cina,

12
Rusia, dan Vietnam. Dosis pemberian Mifepristone adalah 10-25 mg
sebagai dosis tunggal2,10.

Efektivitas pil kontrasepsi emergensi dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor


pertama yang mempengaruhi efektivitas adalah seberapa cepat pil kontrasepsi
dikonsumsi setelah hubungan seksual. Penelitian mengatakan bahwa pil
kontrasepsi emergensi sangat efektif jika digunakan hingga 72 jam setelah
hubungan seksual. Penelitian lain mengatakan bahwa pil kontrasepsi emergensi
masih cukup efektif jika dimulai antara 72 jam hingga 120 jam setelah hubungan
seksual3,6.
Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas pil kontrasepsi emergensi adalah
indeks massa tubuh. Penelitian mengatakan bahwa wanita yang mengalami obesitas
yang mengkonsumsi levornogestrel memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
kehamilan dibandingkan wanita yang memiliki berat badan normal karena adanya
penurunan konsentrasi serum sebanyak 50% pada wanita dengan obesitas
dibandingkan dengna wanita dengan berat badan normal6,11.
Efek samping dari penggunaan pil kontrasepsi emergensi meliputi mual dan
muntah, nyeri perut, nyeri pada payudara, nyeri kepala, pusing, dan kelelahan. Efek
samping ini biasanya akan membaik dalam 24 jam setelah konsumsi pil kontrasepsi

13
emergensi. Jika muntah terjadi dalam dua jam setelah konsumsi pil maka
disarankan untuk mengulangi konsumsi dosis tersebut. Obat antiemetic seperti
meclizine dapat diberikan 1 jam sebelum mengkonsumsi kombinasi kontrasepsi
oral untuk mengurangi risiko mual dan muntah3,6,12.
Efek samping lain dari penggunaan pil kontrasepsi emergensi adalah adanya
perubahan pola perdarahan dalam menstruasi. Penelitian mengatakan bahwa
konsumsi 1,5 mg levonorgestrel dalam dosis tunggal dapat memperpendek
menstruasi jika dikonsumsi dalam tiga minggu pertama siklus menstruasi. Jika
konsumsi pil kontrasepsi emergensi setelah tiga minggu pertama siklus menstruasi
maka perdarahan pada periode menstruasi selanjutnya akan memanjang3,6,12.
Pil kontrasepsi emergensi tidak dapat diberikan pada wanita hamil dan pada
wanita yang memiliki alergi terhadap zat yang terkandung dal pil kontrasepsi
emergensi. Apabila kehamilan terjadi setelah wanita meminum pil kontrasepsi
emergensi maka pil tidak akan menyakiti ibu ataupun janin. Pada wanita yang
sedang menyusui dianjurkan untuk tidak menyusui selama delapan jam setelah
konsumsi pil levonorgestrel. Pada wanita dengan riwayat komplikasi
kardiovaskular yang parah, angina pectoris, migraine, dan penyakit hati yang parah
keuntungan mengkonsumsi pil lebih besar dibandingkan risiko yang mungkin
terjadi3,6,12.

14
2. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)- Cu (Copper-Containing IUD)
Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)-Cu bekerja sebagai alat
kontrasepsi dengan cara menstimulasi kontraktilitas myometrium dan
menginduksi reaksi inflamasi terhada benda asing pada endometrium dan
cavitas uterus sehingga implantasi dapat dicegah. Implantasi terjadi 6-12 hari
setelah ovulasi sehingga AKDR-Cu dapat dipasang sampai lima hari setelah
ovulasi untuk mencegah terjadinya kehamilan. AKDR-Cu merupakan
kontrasepsi emergensi paling efektif. Setelah dipasang, AKDR-Cu dapat
menjadi kontrasepsi jangka panjang hingga 10 tahun. AKDR-Cu juga
disarankan untuk wanita yang mengalami mual yang persisten setelah

15
konsumsi pil kontrasepsi emergensi. AKDR-Cu tidak dapat digunakan oleh
semua wanita. Wanita hamil merupakan kontraindikasi absolut untuk
dipasangnya AKDR-Cu. Wanita dengan infeksi menular seksual sebaiknya
tidak menggunakan AKDR-Cu karena dapat menyebabkan infeksi pelvis yang
dapat menyebabkan infertilitas2,3,5,6,12.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Casey FE. Contraception: Practice Essentials, Overview, Periodic Abstinence [Internet].


2018 [cited 2019 Aug 26]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/258507-overview#showall
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.
William’s Obstetrics. 24th Editi. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY,
Dashe JS, Hoffman BL, et al., editors. McGraw-Hill Education; 2014.
3. Gunardi ER, Fernando D. Emergency contraception – a neglected option for birth control.
Med J Indones [Internet]. 2013 Dec 13 [cited 2019 Jul 15];22(4):248. Available from:
http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/view/609
4. Shen J, Che Y, Showell E, Chen K, Cheng L. Interventions for emergency contraception.
Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2019 Jan 20 [cited 2019 Jul 15]; Available from:
http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD001324.pub6
5. ESHRE CapriWorkshop Group EC, Group ECW, Baird DT, Cameron S, Evers JLH,
Gemzell-Danielsson K, et al. Emergency contraception. Widely available and effective
but disappointing as a public health intervention: a review. Hum Reprod [Internet]. 2015
Apr [cited 2019 Jul 15];30(4):751–60. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25678571
6. Trussell J, Raymond EG, Cleland K. Emergency Contraception: A Last Chance to Prevent
Unintended Pregnancy [Internet]. 2017 [cited 2019 Jul 15]. Available from:
https://www.paho.org/hq/dmdocuments/2017/violence-against-women-2017-03ws-emer-
contracep-princenton-rev-2017.pdf
7. Rabe T, Saenger N, Ebert AD, Roemer T, Tinneberg H-R, De Wilde RL, et al. Selective
Progesterone Receptor Modulators for the Medical Treatment of Uterine Fibroids with a
Focus on Ulipristal Acetate. Biomed Res Int [Internet]. 2018 Jun 24 [cited 2019 Aug
26];2018:1–12. Available from: https://www.hindawi.com/journals/bmri/2018/1374821/
8. Wagenfeld A, Saunders PTK, Whitaker L, Critchley HOD. Selective progesterone
receptor modulators (SPRMs): progesterone receptor action, mode of action on the
endometrium and treatment options in gynecological therapies. Expert Opin Ther Targets
[Internet]. 2016 [cited 2019 Aug 26];20(9):1045. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4989858/
17
9. Jadav SP, Parmar DM. Ulipristal acetate, a progesterone receptor modulator for
emergency contraception. J Pharmacol Pharmacother [Internet]. 2012 Apr [cited 2019
Aug 26];3(2):109–11. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22629083
10. Carbonell JL, Garcia R, Gonzalez A, Breto A, Sanchez C. Mifepristone 5 mg versus 10
mg for emergency contraception: double-blind randomized clinical trial. Int J Womens
Health [Internet]. 2015 [cited 2019 Aug 26];7:95. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25624773
11. Festin MPR, Peregoudov A, Seuc A, Kiarie J, Temmerman M. Effect of BMI and body
weight on pregnancy rates with LNG as emergency contraception: analysis of four WHO
HRP studies. Contraception [Internet]. 2017 Jan [cited 2019 Jul 15];95(1):50–4. Available
from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0010782416303572
12. Medical eligibility criteria for contraceptive use [Internet]. 2015 [cited 2019 Aug 26].
Available from: www.who.int

18

Anda mungkin juga menyukai