Anda di halaman 1dari 16

GOOD CORPORATE GOVERNANCE di DUNIA, ASIA DAN INDONESIA

1. GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA


1.1 Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia
Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan –
perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika
Serikat, Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap
negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama
tumbangnya perusahaan perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan
prinsip – prinsip good corporate governance mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai
macam hal, diantaranya yaitu :
1) Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen
perusahaan.
2) Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
3) Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan –
keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.
4) Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan
bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang
saham dan kreditur.
5) Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak
bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit
Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang
dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang
buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan
demi kepentingan perusahaan.Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut
tidak sedikit manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas
seperti penasehat hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.
Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya kepercayaan investor
untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank dan
lembaga keuangan non – bank lebih selektif dalam menyalurkan.
1.2 Reaksi Dunia Internasional
Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an
menyadarkan masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di
negara mereka perlu di reformasi.Dua negara yang paling serius menangani imbas
skandal perusahaan – perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika
Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar modal di kedua negara itu merupakan motor
perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di
perusahaan – perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
1) Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan
perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang
berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The
Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan
laporan keuangan perusahaan public, dimana mereka diharuskan untuk
mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang dilakukan.
2) Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance. Komite
tersebut menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran
bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan
nantinya perusahaan – perusahaan harus mematuhi saran – saran yang diajukan
komite tersebut.

Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan –


perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1) Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang


reformasi corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat
tentang ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan
kepentingan pemegang saham dan karyawan perusahaan publik.
2) Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor
independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public
Accounting Oversight Board (PCAOB).
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan
serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1) Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi


perusahaan – perusahaan publik serta memperbaharui undang – undang tentang
perusahaan Australia.
2) Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit
dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic
Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi
pemegang saham dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
perusahaan – perusahaan public.
1.3 Perkembangan Good Corporate Governance
Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis,
tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan
tuntutan masyarakat.Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik.
Penerapan GCG didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and
Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu
negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk
menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan
saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang
memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.

2. GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI ASIA


Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif.
Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate
Governance.Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka peraturan di banyak
negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan manfaat apa yang telah
dicapai.Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada bukti yang
jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan di Asia
berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik Good
Corporate Governanceyang baik dan keuntungan finansial.
2.1 Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia
Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate
Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk
melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek
tersebut.Pedoman iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman
yang diterbitkansebelumnya.
1) Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat
complyand explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak
menerapkanseluruh aspek dalam Pedoman tersebut.Bagi perusahaan yang tercatat
di bursa efekMalaysia, prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-
praktik terbaik yangtelah diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan
tahunan. Perusahaanjuga wajib mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang
tidak dilaksanakan disertaialasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan
mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal ini juga harus diungkapkan.
2) Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains
sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspekdalam Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban
untuk mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan.
Dengandemikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya
di bursatidak mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan
tata kelola,Bursa Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau
direksisebagaimana tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
3) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
a) Bagian 1 :
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku
di Malaysia.Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan
fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan
keadaan masingmasing perusahaan.
b) Bagian 2 :
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola
perusahaan.Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang
dimaksudkan untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan
mereka terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
c) Bagian 3 :
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat
sukarela.Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk
investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola
perusahaan.
2.2 Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura
1) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and
explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek
Singapore mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata
kelola mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-
prinsip yang terdapat dalam Pedoman.Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan
menjelaskan setiap perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut.Perusahaan
juga didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-
prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-
prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.
2) Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary.Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya.Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.
3) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan: Board Matters, Remuneration Matters,
Accountability and Audit, Communication with Shareholders, Disclosure of
Corporate Governance Arrangements
2.3 Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand
1) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat
Comply or Explain .Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET)
mengharapkan perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate
Governance tersebut.Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip
Good Corporate Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi
perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip Good Corporate
Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak
menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai mengungkapkan
pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tahun 2007 pada
Laporan Tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus
mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) melalui media komunikasi yang yang paling nyaman bagi
Perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan pihak-pihak
terkait. Salah satu saluran yang disarankan adalah situs web perusahaan.
2) Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary.Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya.Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.
3) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaikGood Corporate Governance
Perusahaantercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand)
mencakup 5 kategori yaitu: Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders),
Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of Shareholders),
Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders), Keterbukaan dan
Transparansi (Disclosure and Transparency), Tanggung Jawab Dewan Direksi
(Responsibilities of the Board).
2.4 Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina
Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi
tata kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor,
mengembangkanpasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan untuksector korporasi dan ekonomi, Securities Commission, melalui
Resolusi No.135, Seri 4 April2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman
Good Corporate Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang
tercatat atau terdaftar, perusahaanpenerima izin/lisensi dan perusahaan publik.
Pedoman Good Corporate Governance ini jugaberlaku untuk cabang atau anak
perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi diFilipina yang terdaftar.
1) Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu
kewajiban.Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate
Governance tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan
dapat dikenakan sanksi.Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat
untuk melaporkan secara periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola
termasuk hal-hal yang belum dapat dipenuhi wajib diungkapkan lengkap dengan
alasannya.
2) Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang
ditentukanuntuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo
dikenakandenda sebesar P100, 000.00.
3) Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
a) The Board Governance
b) Supply Information
c) Accountability and Audit
d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests
e) Evaluation Systems
f) Disclosure and Transparency
g) Commitment to Corporate Governance
h) Administrative Sanction
3. GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer.Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di
posisi terhormat.Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh
dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis
global.Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul
karena kegagalan penerapan GCG.Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur
yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia.Harus
dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di
negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap
terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing
.Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar.
Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen
di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate
governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72)
dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai
menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan tersebut.
3.1 Tahap-Tahap Penerapan GCG
Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk
menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian
perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya
kesalahan mengelola (missmanagement), menciptakan insentif bagi manajer untuk
memaksimumkan produktivitas penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah
perusahaan yang optimal. Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan
analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga
penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari seluruh unsur di
dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan GCG yaitu:
1) Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
(1) Awareness Building
Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya.Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perushaan.Kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok.
(2) GCG Assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi
perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna
memastikan titik awal atau level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi
langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur
perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif.
(3) GCG Manual Building
GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment
dilakukan.Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan
perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual
atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.
2) Tahap implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
(1) Sosialisasi
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai
pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan
Direktur Utama.
(2) Implementasi
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG
yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun.
(3) Internalisasi
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan
bahwa penerapan GCG bukan sekadar dipermukaan atau sekadar suatu
kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh
aktivitas perusahaan.
3) Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktek GCG yang ada. Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan
pengembangan sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap
individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur
perusahaan yang bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah berikut:
1) Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system
operasional pencapaiannya secara jelas;
2) Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi
organ perusahaan (check and balance);
3) Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan
keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan;
4) Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan
terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup
pengendalian risiko perusahaan;
5) Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan
setara diantara pemegang saham;
6) Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya.
3.2 Penerapan GCG di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu.
ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang
berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun
1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi
mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat
pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea
Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif
puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama
juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya.
Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan
ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset
para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan
beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi
kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan
komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur
pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya
ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya
pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada
umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan
Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh
Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional
investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China
dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari
ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan
publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan
hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%,
sedang di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan
persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara
keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia
dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19.
Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan
terbawah dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme
institusional dan budaya corporategovernance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor
Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya,
Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-negara Asia. Faktor-
faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya
corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara
lain yang sedang tumbuh di Asia.
3.3 Implementasi GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999)
yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan
membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam
bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia
dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project. Seiring
dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka
untuk implementasi GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan
bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta
berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku.Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-
undangan yang terkait engan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya
terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti
diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-
undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN
tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas,
undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini
masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi
hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan, misalnya pembentukan
pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar
modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal
strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan
perundangan yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah,
permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-
undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan
pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas
organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi,
pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di
antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk
para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan
perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam
shareholdersactivism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang
saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun
2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan
pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan
penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan
pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang
perlu untuk memberikan acuan dalam mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan
komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua
sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah.
Aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk
memiliki statement ofcorporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen
perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan
pada strategi dan upaya manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam
mengelola perusahaan. Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani
appointment agreements (AA) yang merupakan komitmen direksi untuk memenuhi
fungsi-fungsi dan kewajiban yang diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam
bentuk rewardand punishment system dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan
publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek
Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib
melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan
perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-
perusahaan terbuka.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme
check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian
kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini
terkait dengan peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat
komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping
pelindungan investor, regulasi mewajibkan system yang menjamin transparansi dan
akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi
menimbulkan benturan kepentingan. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara
BEJ, IAI, AEI, dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas
waktu penyerahan laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari
regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini merupakan indikasi kekonsistenan
penegakan GCG oleh Bapepam.
3.4 GCG di Lingkungan Perbankan
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentangPerbankan, secara umum
telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance
structure, governance process, maupun governance outcome.Governance structure
terdiri atas (LAN dan BPKP,2000) : pertama, uji kelayakan dan kepatutan,(fit and
proper test), yang mengatur perlunya peningkatan kompetensi dan integritas
manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik,
pemegang saham pengendali,dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank
dalam aktivitas pengelolaan bank
Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris
dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan
financial dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham
pengendali di perusahaan lain.
Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank
publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan
untuk menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank
terhadap regulasi yang ada.
Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana
dan anggaran jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi
bank Indonesia tahun 1995, yangdimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi
korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuknilai-nilai yang harus
dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan resiko-
resikopengendalian.
Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan
beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan
peningkatan peran auditor eksternal. Bankdiwajibkan untuk mengungkapkan non
performingloan (NPL), pemegang saham pengendali danafiliasinya, praktik
manajemen resiko dalam pelaporan keuangan.
3.5 Peran BAPEPAM
Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong
implementasi prinsip-prinsipGCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan dan
kebijakan yang terkait dengan GCG. Peraturanperaturan tersebut antara lain
menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip transparansi yang mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik, disclosure mengenai
beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham, transaksi material, dan
perubahan dalam aktivitasbisnis inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi
perusahaan publik, serta ketentuan tentang pengungkapan mengenai apakah suatu
perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.
DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, Etty Retno.Good Corporate Governance(Konsep, Prinsip dan Praktik). Lembaga
Komisaris dan Direktur Indonesia(LKDI)
www.bapepam.go.id
Sutojo, Siswanto & Aldridge, John. 2008. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan
Yang Sehat), Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai