Anda di halaman 1dari 47

MINI PROJECT

PERANAN ORANG TUA DALAM PENATALAKSANAAN


GIZI KURANG DI PUSKESMAS BANABUNGI

Oleh:
dr. Putri Balqis Sy

PENDAMPING
dr. Adolfina

PUSKESMAS BANABUNGI PASAR WAJO


2018
LEMBAR PENGESAHAN

Peneliti :

1. dr. Putri Balqis Sy SIP: 440/040/IPD-EP/DPM&PTSP/III/2018

Program Penugasan : Internship dokter Indonesia

Judul Penelitian :

“Peranan Keluarga Dalam Penatalaksanaan Gizi Kurang Di Puskesmas Banabungi”

Penelitian ini ditujukan sebagai tugas mini project pada Program Internship Dokter

Indonesia yang telah dipresentasikan dihadapan dokter pembimbing, Kepala Puskesmas,

dan Petugas Puskesmas

Pasar Wajo, Mei 2019


Mengetahui,

Dokter Pembimbing Kepala Puskesmas Banabungi

dr. Hj. Adolfina Wa Ode Samuna


NIP: 19770319 200502 2 003 NIP: 19630321 198503 2 010

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, penulis

dapat menyelesaikan Mini Project yang berada dilingkungan Puskesmas Banabungi

PasarWajo. Kegiatan Mini Project ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

kepanitraan Internship Periode februari - Juni 2019 di Puskesmas Banabungi.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Adolfina selaku pendamping dari

Puskesmas Banabungi dan semua staf Puskesmas Banabungi yang telah memberikan

arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Mini Project, serta semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan Mini Project ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

Mini Project ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca kami harapkan. Semoga Mini

Project ini dapat bermanfaat bagi semua.

PasarWajo, Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........... ................................................................................. 1

Kata Pengantar .................................................................................................... 1

Daftar Isi .............................................................................................................. 2

Daftar Tabel ........................................................................................................ 3

Daftar Gambar .................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10

BAB III IDENTIFIKASI MASALAH ................................................................ 27

BAB IV RENCANA DAN PELAKSANAAN KEGIATAN .............................. 33

BAB V DISKUSI……………………………………………………………….39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

3
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 .............................................................................................................. 27

Tabel 3.2 .............................................................................................................. 27

Tabel 3.3 .............................................................................................................. 29

Tabel 3.4 .............................................................................................................. 30

Tabel 3.5 .............................................................................................................. 30

Tabel 4.1 .............................................................................................................. 33

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. .......................................................................................................... 10

Gambar 2.2........................................................................................................... 14

Gambar 2.3. .......................................................................................................... 15

Gambar 2.4. .......................................................................................................... 17

Gambar 2.5. .......................................................................................................... 19

Gambar 2.6. .......................................................................................................... 23

Gambar 4.1. .......................................................................................................... 34

Gambar 4.2. .......................................................................................................... 34

Gambar 4.3. .......................................................................................................... 35

Gambar 4.4. .......................................................................................................... 36

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut

mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat- zat gizi yang

lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita
1
kelainan gizi. Keadaan gizi yang baik merupakan syarat utama kesehatan dan berdampak

terhadap kualitas sumber daya manusia. Gizi kurang menurut Kementrian Kesehatan RI

status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang
2
merupakan padanan istilah severely underweight. Terdapat 3 jenis gizi kurang yang

sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-
3
kwashiorkor.

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) masyarakat oleh Direktorat Gizi

Mayarakat Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 di dapatkan bahwa di Indonesia

Sebanyak 3,4% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,4% balita mempunyai status

gizi kurang. Di lihat dari data provisinsi, Sumatera Barat (Sumbar) merupakan salah

satunya dengan jumlah balita yang menderita gizi buruk sebanyak 2,1% dan 13, 9%

merupakan kasus gizi kurang. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten/Kota yang terdapat di

Sumatera Barat, jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang di kota Padang Panjang

4
ditemukan sebanyak 7,4% kasus. 


Faktor penyebab gizi buruk dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi buruk meliputi kurangnya

jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi dan menderita penyakit infeksi, sedangkan

6
penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, kemiskinan,
5
pola asuh yang kurang memadai dan pendidikan yang rendah.

Faktor konsumsi makanan merupakan penyebab langsung dari kejadian gizi buruk

pada balita. Hal ini disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah

dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai

kebutuhan, bersih dan aman sehingga akan berakibat secara langsung terhadap

pertumbuhan dan perkembangan balita. Faktor penyakit infeksi berkaitan dengan

tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernapasan

akut (ISPA). Faktor kemiskinan sering disebut sebagai akar dari kekurangan gizi, yang

mana faktor ini erat kaitannya terhadap daya beli pangan di rumah tangga sehingga
6,7
berdampak terhadap pemenuhan zat gizi.

Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan bayi yang mengalami

BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ,

menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. Faktor

pendidikan Ibu erat kaitannya dengan pengetahuan Ibu mengenai gizi sehingga akan
8
berakibat terhadap buruknya pola asuh balita.

Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang dapat

menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir. Balita yang

menderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga sepuluh persen.
9
Dampak paling buruk dari gizi buruk yaitu kematian pada umur yang sangat dini.

Berdasarkan Depkes RI 2007, untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan

peranan dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Keluarga adalah kelompok

yang mempunyai peran yang amat penting dalam mengembangkan, mencegah,

mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga.
7
Dalam mengembangkan sumber daya keluarga, peran ibu sebagai pengasuh dan pendidik

anak di dalam keluarga dapat memengaruhi tumbuh kembang anak secara positif dan

negatif. Dalam proses tumbuh kembang anak perlu dipenuhi kebutuhan dasar anak yang

terdiri dari makanan, perawatan kesehatan, perlindungan, perumahan, dan kasih sayang.

Pada penelitian Ningsih (2008), menyatakan bahwa peranan wanita dalam usaha

perbaikan gizi keluarga terutama meningkatkan status gizi bayi dan anak sangatlah penting

karena berperan sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan keluarga. Perilaku

ibu yang kurang sadar akan gizi baik pada saat kehamilan maupun saat merawat anak

dapat menyebabkan gagguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak.

Menurut Sediaoetama (2008), perilaku gizi ditingkat keluarga merupakan salah

satu manifestasi gaya hidup keluarga yang diperngaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap perilaku gizi di keluarga adalah pendapatan, pendidikan,

lingkungan hidup (rtempat tinggal), umur, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan

agama, sikap tentang kesehatan, dan pengetahuan gizi. Berdasarkan latar belakang diatas,

maka peneliti ingin mengetahui bagaiamana peranan keluarga dalam penatalaksanaan gizi

buruk di Puskesmas Gunung Padang Panjang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa jumlah cakupan kunjungan posyandu balita dan status gizi di wilayah kerja

Puskesmas Banabungi?

2. Berapa jumlah kasus di Bawah Garis Merah dan pengolahan antropometri

berdasarkan Z-score?

3. Bagaimana tingkat kepatuhan kontrol rutin dan konsumsi makanan tambahan bayi

dengan gizi kurang?

4. Bagaiman peranan keluarga dalam penatalaksanaan kasus gizi kurang di wilayah

kerja Puskesmas Banabungi?

8
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui peranan keluarga dalam penatalaksanaan gizi kurang di Puskesmas

Banabungi.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi jumlah cakupan kunjungan posyandu balita dan status gizi di

wilayah kerja Puskesmas Banabungi.

2. Mengidentifikasi jumlah kasus di Bawah Garis Merah dan pengolahan

antropometri berdasarkan Z-score.

3. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan kontrol rutin dan konsumsi makanan tambahan

bayi dengan gizi kurang.

4. Menganalisa peranan keluarga dalam penatalaksanaan kasus gizi kurang di wilayah

kerja Puskesmas Banabungi.

1.4.1 Manfaat Penulisan

1.4.2 Bagi Puskesmas

Di harapkan mini project ini dapat dijadikan bahan evaluasi, sehingga segala

kekurangan yang masih terjadi dapat diperbaiki dan kelebihan yang sudah ada dapat

dilanjutkan sebaik-baiknya dengan kinerja tim yang lebih efektif, selain itu hasil evaluasi

dapat direalisasikan kedepannya.

1.4.3 Bagi masyarakat

Dari hasil identifikasi masalah yang ada di harapkan bermanfaat dalam

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat sehingga dapat lebih memahami

arti penting pencegahan gizi kurang dengan pola hidup sehat dan bagi masyarakat yang

sudah dinyatakan menderita gizi kurang agar senantiasa rutin konrtol mengunjungi faskes

terdekat untuk mencegah perburukan.

9
1.4.4 Bagi Penulis

Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis tentang

efektifitas penatalaksanaan kasus gizi kurang dan upaya pencegahan gizi kurang di

Puskesmas Banabungi Pasar Wajo.

1.5 Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian observasional secara deskriptif. Data yang

diambil kemudian dipaparkan dalam bentuk deskripsi berupa presentasi dan tabel.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Kurang

2.1.1 Definisi

Gizi Kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,

karbohidrat atau kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi buruk

karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), gizi buruk karena kekurangan

karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan gizi buruk karena kekurangan protein dan

kalori (marasmik-kwasiorkor).

2.1.2 Epidemiologi

Gizi kurang ini terjadi biasanya pada anak balita (dibawah lima tahun) dan

ditampakkan dengan membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah bentuk

terparah dari proses kekurangan gizi menahun (Pujiadi, 2005). Pervalensi gizi kurang dan

gizi buruk pada balita di Indonesia bisa dilihat pada grafik berikut:

Gambar 2.1 Grafik Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk Pada Balita di Indonesia

Sumber : RISKESDAS 2003

11
2.1.3 Etiologi

Gizi kurang dipengaruhi oleh banyak factor yang saling terkait. Secara garis besar

penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak

sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh factor lain seperti

social ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan , dan lain-lain (Nurhayati, 2002).

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak (Nurhayati, 2002)

1. Peranan diet

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam

segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energy tetapi kurang

protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang

energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita

marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan

usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak dengan usia tertentu

sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya

anak terlah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya tidak

diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau

kepercayaan masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan serta berpantang

makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makana yang

tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dengan

penyakit infeksi terutama Negara tertinggal maupun dinegara berkembang seperti

Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan

adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan

12
antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan

saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi

dan pada akhirnya memberikan dampak buruk pada system pertahanan tubuh sehingga

memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak (Nurhayati, 2002)

1. Peranan sosial ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah social

ekonomi, dan kemiskinan. Data di Indonesia dan Negara lain menunjukkan adanya

hubungan timbale balik antara kurang gizi dan masalah-masalah social yang terjadi di

masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersediaan

makanan dan keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih

menganut system bahwa orangtua harus lebih mendapatkan porsi makanan yang lebih

banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk

menghidupi keluarganya sedangkan anak-anaknya hanya dirumah dan tidak perlu

mendapatkan asupan makanan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti

poligami , seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami

tersebut tidak dapat menucukupi makanan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya

tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami istri sama-sama mencari nafkah untuk

menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya sebagai

orangtua tunggal.

2. Peranan Kepadatan Penduduk

Dalam kongres di Roma pada tahun 1974, World Food Organitation memaparkan

bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa dimbangi dengan bertambahnya

kesediaan pangan dan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama

krisis pangan. Masarmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan

13
keadaan hygiene yang buruk, contohnya di kota besar dengan laju pertambahan

penduduknya yang besar akibat arus urbanisasi dan tingginya angka kelahiran

menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan

makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan

masyarakat dari daerah tersebut.

2.1.4 Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-

faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent

(kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet memegang peranan

penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah malnutrisi terkompensasi

atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang

lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup

dengan memenuhi kebutuhan energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan

karbohidrat, protein, dan lemak merupakan hal sangat penting untuk memperhankan

kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan

bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya

katabolisme terjadi setelah beberapa jam setelah menghasilkan asam amino yang segera

diubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya asupan makanan,

jaringan lemak akan diubah menjadi asam lemak, gliserol dan badan keton. Setelah lemak

tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat memepergunakan asam lemak

dan badan keton sebagai sumber energi jika kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah

semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan

merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein (Berhman,

2004).

14
Gambar 2.2 Peran Nutrisi dalam Siklus Kehidupan

Sumber : Berhman, 2004

Gambar diatas menjelaskan bagaimana gizi dapat mempengaruhi kualitas hidup

manusia di setiap siklus hidupnya. Dari gambar bagan tersebut dapat dilihat bagaimana

pengaruh malnutrisi pada wanita terutama wanita hamil akan berpengaruh terhadap

perkembangan janin sehingga bisa mengakibatkan anak berat badan lahir rendah (BBLR).

BBLR berdampak pada tingginya mortalitas, gangguan perkembangan otak dan mental,

dan meningkatnya risiko penyakit kronik pada masa dewasa. Jika masalah gizi pada

BBLR tidak teratasi akan menyebabkan gangguan terhadap siklus kehidupan berikutnya,

sehingga akan menurunkan produktivitas.

15
Gambar 2.3 Pengaruh Gizi Terhadap Perkembangan Otak

Sumber : Berhman, 2004

Gambar tersebut memperlihatkan bagaimana efek jangka pendek dan jangka

panjang malnutrisi saat masa fetal dan balita. Malnutrisi sejak masa fetal dan balita akan

menyebabkan gangguan perkembangan otak yang berdampak pada kemampuan kognitif

dan edukasi, gangguan metabolik yang berdampak pada penyakit degeneratif, gangguan

pertumbuhan yang berdampak pada kejadian stunting.

2.1.5 Gejala Klinis

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar,

yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus

yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada

kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala

dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan

pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan

kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di

Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu
16
tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak

tersebutnya (Behrman et al, 2004; Brunser et al, 1985).

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang.

Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu

didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada

saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton,

lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga

menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak

menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang

ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan

serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada

pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain

itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah.

Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man

face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar.

Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa

rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai

diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan

pernafasan menjadi berkurang (Brunser et al, 1985; Hay et al, 2005).

Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara

kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-

harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal.

Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60%

berat badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti

edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada

17
kwashiokor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita,

warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas

pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak

menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya,

menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam.

Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor

yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12,

vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin

serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah

(Brunser et al, 1985; Pudjiadi, 2005).

2.1.6 Diagnosis

Kriteria anak gizi buruk berdasarkan buku pedoman pelayanan anak gizi buruk

kemenkes RI 2011 sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

Gambar 2.4 Kategori dan Ambang Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

18
Sumber : Kemenkes RI, 2011

1. Gizi buruk tanpa komplikasi

a. BB/U < -3 SD dan atau;

b. Terlihat sangat kurus dan atau;

c. Adanya Edema;

d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2. Gizi buruk dengan komplikasi

Gizi buruk dengan tnada-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda

komplikasi medis berikut :

a. Anoreksia

b. Pneumonia Berat

c. Anemia berat

d. Dehidrasi berat

e. Demam sangat tinggi

f. Penurunan kesadaran

Alur penemuan kasus gizi buruk berdasarkan buku pedoman pelayanan anak gizi

buruk kemenkes RI 2011 sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011) :

19
Gambar 2.5 Alur Penemuan Kasus Gizi Buruk

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Diagnosis

Berdasarkan petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk kemenkes RI 2013,

Tatacara pemeriksaan pada anak gizi buruk sebagai berikut (Depkes RI, 2013) :

1. Anamnesis

a. Awal

- Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

- Lama dan frekuensi muntah atau diare, serta tampilan dari bahan muntah atau diare

- Saat terakhir kencing

- Sejak kapan tangan dan akaki teraba dingin

b. Lanjutan

- Kebiasaan makan sebelum sakit


20
- Makan/minum/menyusui saat sakit

- Jumlah makanan dan cairan yang didapat dalam beberapa hari terakhir

- Kontak dengan penderita campak dalam 3 bulan terkahir

- kejadian dan penyebab kematian dari kakak atau adik

- berat badan lahir

- Tumbuh kembang

- Riwayat Imunisasi

- Apakah ditimbang setiap bulan di Posyandu

- Apakah sudah mendapatkan imunisasi lengkap

2. Pemeriksaan Fisik

- Apakah anak tampak sangat kurus/edema/pembengkakan kedua kaki

- Tanda-tanda terjadinya syok : tangan dan kaki dingin, nadi lemah, dan kesadaran

menurun

- Suhu tubuh : hipotermia atau demam

- Kehausan

- Frekuensi pernapasan dan tipe pernapasan

- Berat badan dan tinggi badan atau panjang badan

- Pembesaran hati dan adanya ikterus

- Adanya perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada permukaan

air

- Pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan

- Gejala pada mata, seperti kelainan pada kornea dan kongjungtiva

- Telinga, mulut dan tenggorokan untuk melihat tanda-tanda infeksi

- Kulit, melihat tanda-tanda infeksi atau adanya purpura

- Tampilan (konsistensi) tinja

21
2.1.7 Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila

penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan

yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah

(Pudjiadi, 2005; Nurhayati et al, 2002) :

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang

paling baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi

tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan

4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan

usaha pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis

kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.

9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan

10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan

kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari dokter maupun tenaga

medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan

pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang

22
ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen feeding” (pemberian makan yang sering,

pemantauan akseptabilitas diet (penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan),

pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup

kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur

anak. Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang

memadai (Nurhayati et al, 2002; WHO, 2004).

Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau

deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat

ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu

digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan

berat badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat

menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan

imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan

personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika

membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi

kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak (Nurhayati et al,

2002; WHO, 2004).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki status gizi balita,

antara lain: (1) penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia defisiensi besi,

gangguan akibat kurang yodium (GAKI), kurang vitamin A dan kekurangan zat mikro

lainnya; (2) pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi; (3)

pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin; (4) revitalisasi pelayanan Posyanu;, dan

(5) pelayanan gizi bagi ibu hamil dan balita dari keluarga miskin (Pakaya, dkk., 2008).

23
2.1.8 Tatalaksana

Gambar 2.6 Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Puskesmas

Sumber : Direktorat Bina Gizi - Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan KIA, 2011

Pusat pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas) bertujuan memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, juga kegiatan yang bersifat kuratif dan

rehabilitatif. Upaya kesehatan wajib di puskesmas yaitu promosi kesehatan, kesehatan

lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi dan

pemberantasan penyakit menular.

Sedangkan kegiatan penanggulangan balita gizi buruk di puskesmas meliputi :

- Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita berdasarkan

berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada

saat itu dengan cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat

dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan

timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB

tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.

24
- Kegiatan penanganan KEP meliputi program PMT yaitu upaya intervensi bagi balita

yang menderita KEP untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar meningkat status

gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan

pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat

kondisinya.

Terkait masalah gizi ini, asuhan keperawatan bertujuan memberikan bimbingan

kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai

status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa

dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi untuk jangka pendek. Suplementasi gizi

meliputi: pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-1 1 bulan

dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU);

kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak,

mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:

1. Mengatasi dan mencegah hipoglikemia,

2. Mengatasi dan mencegah hipotermia,

3. Mengatasi dan mencegah dehidrasi,

4. Mengoreksi gangguan keseimbangan elektrolit,

5. Mengobatai atau mencegah infeksi,

6. Memulai pemberian makanan,

7. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth),

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro,

9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental,

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

25
Dalam proses pelayanan KEP berat atau gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase

stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas dituntut terampil memilih langkah

mana yang sesuai untuk setiap fase (Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen Binkesmas,

2006).

26
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH

3.1. Data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita

Tabel 3.1 Data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita dan Status Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Banabungi Tahun 2018
Jumlah yang
No Bulan Sasaran BGM
Ditimbang
1. Januari 1.667 1.595 21
2. Februari 1.736 1.608 25
3. Maret 1.743 1.659 25
4. April 1.718 1.696 17
5. Mei 1.707 1.584 17
6. Juni 1.744 1.631 29
7. Juli 1.749 1.687 20
8. Agustus 1.757 1.529 19
9. September 1.889 1.502 18
10. Oktober 1.851 1.602 18
11. November 1.832 1.723 8
12. Desember 1.799 1.717 10

Tabel 3.2. Data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita dan Status Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Banabungi Tahun 2019
Jumlah yang
No Bulan Sasaran BGM
Ditimbang
1. Januari 1.806 1.697 4
2. Februari 1.895 1.803 11
3. Maret 1.875 1.726 10
4. April 1.897 1.730 10

Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 didapatkan bahwa selama tahun 2018 – 2019, jumlah

balita yang ditimbang belum memenuhi jumlah sasaran balita di wilayah kerja puskesmas

Banabungi. Berdasarkan literatur terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi

27
rendahnya kunjungan ibu dengan balita ke posyandu diantaranya adalah tingkat

pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan ibu. 1

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh

kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, orang tua dapat menerima segala

informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan

anak, pendidikan anak dan sebagainya. Selain itu pendidikan merupakan faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan

semakin baik pula pengetahuan yang mereka miliki. Sebaliknya, jika pendidikan rendah,

maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi,

dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan.1

Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan

mempengaruhi ketidakhadiran dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Umumnya orang

tua yang tidak mempunyai waktu luang atau semakin tingginya aktivitas pekerjaan orang

tua makaakansemakin sulit untuk dating kepelayanankesehatan. Asumsi lain kemungkinan

karena Posyandu diselenggarakan pada hari kerja dan jam kerja yaitu diselenggarakan

mulai jam 09.00 hingga 12.00 WITA pada hari kerja sehingga ibu yang bekerja tidak

dapat membawa anaknya ke Posyandu.1

Faktor berikutnya yakni pengetahuan juga dinilai sebagai faktor predisposisi, yaitu

faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang.

Pengetahuan seseorang akan suatu program kesehatan akan mendorong orang tersebut

ingin berpartisipasi didalamnya.1

28
3.2. Data Pasien di Bawah Garis Merah dan Pengolahan Antropometri

Berdasarkan Z-score

Tabel 3.3. Data Pasien di Bawah Garis Merah dan Pengolahan Antropometri
Berdasarkan Z-score
Berat Badan Panjang Z – score Z – Score
No Nama
(kg) Badan (cm) (BB/PB) (BB/U)
1. Khalifa Ramadani 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
2. Lutfia 11,1 98 Kurus Gizi
Kurang
3. Nurmani 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
4. Rajifan 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
5. Nurputri Sakila 7,8 77,5 Kurus Gizi
Kurang
6. Zahri 11,1 91,5 Kurus Gizi
Kurang
7. Athar Naufal 9,1 85,5 Kurus Gizi
Kurang
8. Afjar 8,5 80,5 Kurus Gizi
Kurang
9. Raffa 10,4 91,5 Kurus Gizi
Kurang
10. Ahmad Majid 6,5 69 Kurus Gizi
Kurang

Berdasarkan indikator BB/U grafik z-score, terdapat 10 anak yang merupakan gizi

kurang. Berdasarkan indikator BB/U grafik Z-score, terdapat 10 anak yang merupakan gizi

kurang.2 Penyebab timbulnya gizi kurang pada anak balita dapat dilihat dari beberapa

faktor, di antaranya penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung

yaitu asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab

tidak langsung di antaranya adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak,

pelayanan kesehatan, serta kesehatan lingkungan berupa ketersediaan air bersih.3

29
3.3. Tingkat Kepatuhan Kontrol Rutin dan Konsumsi Makanan Tambahan Bayi

dengan Gizi Kurang

Tabel 3.4. Data Kunjungan Balita dengan Status Gizi Kurang


No Nama Tanggal Berat Makanan
Kunjungan badan (kg) Tambahan
1. Nurputri 11 Maret 7,6 PMT dan Kacang
Sakila 2019 Hijau
11 April 7,8 PMT dan
2019 Kacang Hijau
11 Mei 8,5 PMT dan Kacang
2019 Hijau

Berdasarkan tabel 3.3. didapatkan balita dengan status gizi kurang cukup rutin

kontrol ke Puskesmas dan Posyandu serta mendapat bantuan makanan tambahan

(PMT).

3.4. Peranan Keluarga dalam Penatalaksanaan Kasus Gizi Kurang di Wilayah

Kerja Puskesmas Banabungi

Tabel 3.5. Data Kunjungan Petugas Kesehatan Puskesmas Banabungi ke Rumah


Balita dengan Gizi Kurang
No. Nama Pasien Tanggal Home Visit Masalah Kesehatan yang
ditemukan
1. Nurputri 26 Maret 2019 Gizi kurang dan kurus dengan
Sakila diare akut
26 April 2019 Gizi kurang dan kurus dengan
ISPA
26 Mei 2019 Gizi Buruk dan sangat kurus
dengan ISPA

Dalam penatalaksanaan balita dengan gizi kurang diperlukan peran aktif keluarga.

Saat melakukan kunjungan rumah, petugas kesehatan menemukan permasalahan yang

menjadi faktor predisposisi terjadinya gizi kurang pada balita tersebut yaitu asupan nutrisi

yang tidak cukup (pola asuh yang kurang baik), kebersihan buruk dan adanya penyakit

penyerta. Ketika wawancara dengan ibu balita diketahui bahwa balita hanya diberikan ASI

3x sehari. Ibu balita bekerja sebagai buruh tani untuk membantu suami sehingga balita

sering dibawa ke sawah atau dititip dan terkadang ibu lupa memberi ASI.

30
Asupan nutrisi ibu pun tidak cukup yakni hanya makan 1-2x sehari. Hal ini

dikarenakan status sosioekonomi keluarga yang kurang.

Berdasarkan tabel 3.5, selain masalah gizi pasien juga memiliki keluhan diare dan

batuk. Adanya penyakit lainnya yang diderita balita menyebabkan berat badan balita

tersebut naik turun. Hal yang menjadi faktor predisposisinya adalah ayah pasien yang

seorang perokok aktif dan sering merokok di dalam rumah. Asap rokok merupakan zat

kimia yang dapat mengiritasi saluran pernafasan sehingga seseorang yang terpapar asap

tersebut pun rentan untuk mengalami infeksi saluran pernafasan. Saat ini (Maret) balita

berusia 7 bulan yang dalam perkembangannya, balita sedang belajar untuk merangkak.

Apabila tidak diawasi hal ini juga dapat memicu gangguan pencernaan pada balita yang

senang memasukkan benda-benda yang digapainya (misal: ketika merangkak menyentuh

lantai) ke dalam mulut.

Berdasarkan paparan di atas, didapatkan bahwa peran keluarga dalam mengatasi

masalah gizi balita tersebut masih kurang sehingga diperlukan pengawasan dan bimbingan

dari petugas kesehatan.

3.5 Alternatif Penyelesaian Masalah

3.5.1 Melakukan Penyuluhan Mengenai Gizi Kurang

3.5.1.1 Masalah

Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai masalah gizi kurang dan

penanganannya.

3.5.1.2 Rencana

- Memberikan penyuluhan/ materi/ informasi pada masyarakat tentang pentingnya

kebutuhan gizi pada bayi dan balita..

31
- Memberikan penyuluhan/ materi/ informasi pada masyarakat tentang manfaat dan

pentingnya gizi pada bayi dan balita.

- Memberikan motivasi kepada anggota keluarga yang memiliki masalah gizi buruk.

3.5.1.3 Pelaksana

Pemegang Program Gizi, Dokter Internsip, pemegang wilayah posyandu.

3.5.1.4 Target

Masyarakat

3.5.2 Melakukan Pembagian Leaflet Mengenai Gizi Seimbang

3.5.2.1 Masalah

Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai masalah gizi dan penanganannya.

3.5.2.2 Rencana

Memberikan leaflet terkait kebutuhan gizi pada bayi dan balita di posyandu

3.5.2.3 Pelaksana

Dokter Internsip

3.5.2.4 Target

Masyarakat

32
BAB IV

RENCANA DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Rencana kegiatan

Tabel 4.1 Jadwal Rencana Kegiatan


No Kegiatan Pelaksana Sasaran Tempat Waktu
1 Pendataan  Dokter
pasien Gizi Internship
Kurang  Pemegang
program gizi
2 Penyuluhan  Dokter Masyarakat Posyandu 3 Mei
mengenai Internship Nuri 2019
kebutuhan gizi (Banabung
pada bayi dan i)
balita
3 Membagikan  Dokter Masyarakat Posyandu 3 Mei
leaflet dan Internship Nuri 2019
quetioner  Pemegang (Banabung
wilayah i)
Posyandu
Nuri
(Banabungi
4. Kunjungan ke masyarakat
rumah pasien

33
4.2 Pelaksanaan Kegiatan

4.2.1 Analisis data cakupan dan pasien gizi kurang di Posyandu Balita

Waktu : Mei 2019

Tempat : Puskesmas Banabungi

Pelaksana : dokter internship Puskesmas Banabungi

Hasil : Berdasarkan data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita

Wilayah Kerja Puskesmas Banabungi, rata-rata jumlah bayi dan balita yang

ditimbang (D/S) dari bulan Januari - Desember 2018 (tabel 3.1) adalah 0,92 %,

walaupun ada beberapa bulan yang belum tercukupi (< 80%). Sedangkan pada

bulan Januari - April 2019 (tabel 3.2), rata-rata jumlah bayi dan balita yang

ditimbang (D/S) yaitu 1,07 %. Angka kunjungan tersebut dari bulan Januari -

Desember 2018 sampai Januari - April 2019 mengalami peningkatan sebanyak

10%. Hal ini dapat menggambarkan partisipasi masyarakat terhadap kunjungan ke

posyandu balita di wilayah Puskesmas Banabungi cukup baik. Berdasarkan data

pada bulan April 2019 (tabel 3.2) terdapat empat anak dengan BGM yang satu

diantaranya tergolong kategori gizi kurang dan kurus.

4.2.2 Memberikan Edukasi kepada Keluarga Pasien Gizi Kurang

Waktu : Mei 2019

Tempat : Rumah pasien dengan gizi kurang

Pelaksana : dr. Putri Balqis Sy

Hasil : Kunjungan rumah dilaksanakan di rumah keluarga pasien yang

bernama Nurputri Sakila di wilayah Banabungi (Honex). Kemudian dilakukan

pemeriksaan berupa inspeksi terhadap rumah, wawancara Ibu pasien, dan

pemeriksaan fisik terhadap pasien, hasil yang didapatkan bahwa keluarga masih

kurang memperhatikan asupan gizi pada bayinya karena sehari-hari bekerja di luar

34
rumah. Kebiasaan Ayah pasien yang merokok menyebabkan udara di dalam rumah

kurang baik. Ventilasi di rumah kurang memadai, dan jendela lebih sering dalam

keadaan tertutup. Edukasi diberikan berupa informasi tentang pemberian asupan

gizi terhadap Ibu dan anaknya, persuasi agar tetap menjaga asupan gizi bayinya,

rutin ke posyandu balita, pergi ke puskesmas untuk pengambilan susu formula dan

pemberian makanan tambahan (PMT), serta memperhatikan perilaku hidup bersih

dan sehat.

Dokumentasi:

Gambar 4.1 Kunjungan Rumah Pasien dengan gizi kurang di wilayah Posyandu

Nuri Banabungi (Honex)

Gambar 4.2 Pemberian Edukasi Kepada Keluarga

4.2.3 Penyuluhan Mengenai Kebutuhan Gizi Kepada Masyarakat di Wilayah Kerja

Puskesmas Banabungi

Waktu : Mei 2019

Tempat : Posyandu Nuri (Banabungi , Honex)

Pelaksana : dr. Putri Balqis Sy

Hasil : Melalui penyuluhan ini, masyarakat mejadi tahu bahwa kebutuhan

gizi dan balita sesuai dengan usianya serta akibat apabila gizi tersebut tidak

tercukupi. Masyarakat, terutama Ibu yang memiliki anak menjadi lebih paham cara

menghadapi anak yang memiliki masalah dalam asupan makanannya. Sehingga Ibu

35
termotivasi untuk semangat dan memvariasikan cara pemberian makanannya

terhadap anak (sesuai usia).

Gambar 4.3 Penyuluhan mengenai kebutuhan gizi pada bayi dan balita di Posyandu

Nuri Banabungi (Honex)

4.2.4 Membagikan Leaflet dan Quetioner Mengenai Kebutuhan Gizi pada Bayi dan

Balita

Pembagian lembar leaflet diharapkan agar masyarakat dapat membaca informasi

yang ada pada leaflet, sehingga materi kebutuhan gizi pada bayi dan balita yang

disampaikan dapat selalu diingat. Selain itu, lembar leaflet membantu pencacatan materi

yang disampaikan saat penyuluhan, dan penyebaran informasi mengenai kebutuhan gizi

pada bayi dan balita kepada masyarakat yang tidak hadir penyuluhan.

36
KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner ini berkaitan dengan peranan orangtua dalam penatalaksanaan gizi kurang di wilayah
Puskesmas Banabungi Kec. Laburunci Kabupaten Buton. Atas kesediaan`dan partisipasi anda untuk
mengisi kuesione ini, saya ucapkan terimakasih.

Identitas Responden :
Nama Ibu / Ayah :
Usia Ibu / Ayah :
Pendidikan Terakhir Ibu / Ayah : SD / SMP / SMA / Diploma /S1 *)
Jumlah Anak Balita :
Jumlah Anggota Keluarga :

Mohon untuk memberikan tanda (√) Untuk pernyataan yang diplih. Keterangan pilihan Jawaban :

B : Benar
S : Salah

NO PERTANYAAN JAWABAN
B S
1 Pola Makan anak yang diterapkan dalam sehari terdiri dari tiga kali makan
utama (Pagi, siang, dan malam) serta dua kali makanan selingan
2 Nasi atau Ubi merupakan bahan pokok yang sering anak saya konsumsi
3 Saya mengikusertakan anak dalam menentukan menu makanan yang
hendak dimakannya
4 Saya menggunakan bahan makanan yang masih segar dan berkualitas
baik dalam mengolah makanan untuk anak
5 Dalam mneyajikan makanan untuk anak, saya membentuk makanan dan
memberi hiasan yang menarik
6 Saya memberikan makan untuk anak langsung dalam porsi banyak
7 Pemberian makanan untuk anak dilakukan secara teratur sesuai dengan
jadwal makan
8 Saya memberikan makanan yang nilai gizinya baik meskipun saya tidak
menyukainya
9 Saya memberikan susu kepada anak dekat dengan waktu makan utama
10 Saya memaksa anak untuk menghabiskan porsi makanan yang saya
siapkan

37
Hasil dari perbandingan sebelum dan sesudah penyuluhan mengenai “Peranan Orang
Tua dalam Penatalaksanaan Gizi Kurang”

SEBELUM PENYULUHAN SESUDAH PENYULUHAN

SOAL BENAR SALAH BENAR SALAH

1 8 2 9 1

2 9 1 10 -

3 1 9 7 3

4 8 2 8 2

5 4 6 5 5

6 7 3 8 2

7 9 1 10 -

8 3 7 6 4

9 5 5 7 3

10 7 3 8 2

38
BAB V

DISKUSI

1. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 1) mengenai “Pola makan anak yang

diterapkan dalam sehari terdiri dari tiga kali makan utama (Pagi, siang, dan malam)

serta dua kali makanan selingan”, peserta penyuluhan sebanyak 10 orang yang

menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 8 orang dan yang menjawab

salah sebanyak 2 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 9

orang dan yang salah 1 orang.

2. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 2) mengenai “Nasi atau Ubi

merupakan bahan pokok yang sering anak saya konsumsi”, peserta penyuluhan

sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 9

orang dan yang menjawab salah sebanyak 1 orang , Saat sesudah penyuluhan yang

menjawab benar sebanyak 10 orang dan yang salah 0 orang.

3. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 3) mengenai “Saya mengikusertakan

anak dalam menentukan menu makanan yang hendak dimakannya”, peserta

penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan

sebanyak 1 orang dan yang menjawab salah sebanyak 9 orang , Saat sesudah

penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 7 orang dan yang salah 3 orang.

4. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 4) mengenai “Saya menggunakan

bahan makanan yang masih segar dan berkualitas baik dalam mengolah makanan

untuk anak”, peserta penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat

sebelum penyuluhan sebanyak 8 orang dan yang menjawab salah sebanyak 2 orang ,

Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 8 orang dan yang salah 2

orang.

39
5. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 5) mengenai “Dalam mneyajikan

makanan untuk anak, saya membentuk makanan dan memberi hiasan yang

menarik”, peserta penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat

sebelum penyuluhan sebanyak 4 orang dan yang menjawab salah sebanyak 6 orang ,

Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 5 orang dan yang salah 5

orang.

6. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 6) mengenai “Saya memberikan

makan untuk anak langsung dalam porsi banyak”, peserta penyuluhan sebanyak 10

orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 7 orang dan yang

menjawab salah sebanyak 3 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar

sebanyak 8 orang dan yang salah 2 orang.

7. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 7) mengenai “Pemberian makanan

untuk anak dilakukan secara teratur sesuai dengan jadwal makan”, peserta

penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan

sebanyak 9 orang dan yang menjawab salah sebanyak 1 orang , Saat sesudah

penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 10 orang dan yang salah 0 orang.

8. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 8) mengenai “Saya memberikan

makanan yang nilai gizinya baik meskipun saya tidak menyukainya”, peserta

penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan

sebanyak 3 orang dan yang menjawab salah sebanyak 7 orang , Saat sesudah

penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 6 orang dan yang salah 4 orang.

9. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 9) mengenai “Saya memberikan

susu kepada anak dekat dengan waktu makan utama”, peserta penyuluhan sebanyak

10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 5 orang dan

40
yang menjawab salah sebanyak 5 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab

benar sebanyak 7 orang dan yang salah 3 orang.

10. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 10) mengenai “Saya memaksa anak

untuk menghabiskan porsi makanan yang saya siapkan”, peserta penyuluhan

sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 7

orang dan yang menjawab salah sebanyak 3 orang , Saat sesudah penyuluhan yang

menjawab benar sebanyak 2 orang dan yang salah 8 orang.

Diagram Perbandingan Tingkat Pengetahuan Orang Tua mengenai “Peranan

Orang Tua dalam Penatalaksanaan Gizi Kurang”.

12

10

6 sebelum
sesudah
4

0
soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6 soal 7 soal 8 soal 9 soal 10

41
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya dibawah standar rata-rata. Khususnya di Puskesmas Banabungi, jumlah balita

yang ditimbang belum memenuhi jumlah sasaran balita di wilayah kerja puskesmas

banabungi. Berdasarkan indikator BB/U grafik z-score, terdapat satu bayi (riwayat berat

badan lahir rendah) dan tiga balita yang merupakan gizi kurang. Berdasarkan indikator

BB/TB grafik Z-score, terdapat satu balita dengan status sangat kurus.

Melihat pentingnya mengurangi angka gizi kurang, maka dilakukan beberapa

upaya guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kasus gizi

kurang. Diantaranya yaitu kunjungan rumah pasien yang menderita gizi kurang,

melakukan penyuluhan kepada masyarakat pada saat posyandu balita, serta pembagian

leaflet mengenai gizi kurang.

Telah dilakukan kunjungan rumah terhadap pasien gizi kurang yang bernama , dari

diskusi dengan orang tua pasien ditemukan bahwa yang menjadi faktor predisposisi

terjadinya gizi kurang pada balita tersebut yaitu asupan nutrisi yang tidak cukup (pola asuh

yang kurang baik), kebersihan buruk dan adanya penyakit penyerta, sehingga diperlukan

pengawasan dan bimbingan dari petugas kesehatan.

42
5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diusulkan dalam pemecahan masalah agar kontrol rutin

penderita gangguan jiwa dapat ditingkatkan yaitu:

a. Manusia

- Melanjutkan penyuluhan mengenai gizi kurang ke posyandu-posyandu yang

belum sempat dikunjungi.

- Memberdayakan petugas kesehatan dan kader untuk melakukan penyuluhan di

luar puskesmas.

- Melakukan evaluasi terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat yang

menderita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Banabungi.

b. Material

- Menyediakan media informasi seperti leaflet, brosur, dan poster gangguan

jiwa.

c. Metode

- Meningkatkan sarana dan prasarana dalam meningkatkan penemuan kasus gizi

buruk yang belum terdeteksi.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta: Rineka Cipta;


2003.

2. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Jakarta:


Direktorat Bina Gizi; 2011. 


3. Kumar S.Global Database on Child Growth and Malnutrition [Internet]. 2007[cited 2011
Desember 14].Available from: 
 http://Who.int//nutgrowthdb>.2007 


4. Dirjen

5. Departemen Gizi dan 
 Kesehatan Masyarakat FKMUI. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2007.

6. Ramadani Ikha Rizky. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk Balita di jawa
T engah Dengan Metode Spatial Durbin Model. Skripsi Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro. 2013.

7. Koordinator Bidang 
 Kesejahteraan Rakyat. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional


Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000
HPK). 2013. 


8. Marut Ursula Dianita. Aspek Sosial Ekonomi dan Kaitannya Dengan Masalah Gizi Kurang di
Kabupaten Manggarai, Nusa T enggara Timur Jurnal Gizi dan Pangan, November 2007
2(3): 36-43. 2007. 


9. Dewi Riana Kurnia dan I Nyoman Budiantara. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Angka
Gizi Buruk Di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline Jurnal Sains
dan Seni ITS Vol. 1, No. 1 ISSN: 2301- 928X. 2012.

10. Tresnawan T, Suhendra H. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Ibu


yang Mempunyai Balita (Usia 12-59 bulan) ke Posyandu di Kelurahan
Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota
Sukabumi. Diakses pada tanggal 15 April 2018. Diunduh dari: jurnal.stikesmi.ac.id

11. WH0, 2005. Diakses pada tanggal 10 Mei 2018. Diunduh dari:
http://riansaputraridian.blogspot.co.id/

12. Istiono W, Suryadi H, Harris M, Irnizarifka, et al. 2009. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 25 nomor 3. FK
UGM Yogyakarta.

44
45
LAMPIRAN

46

Anda mungkin juga menyukai