Oleh:
dr. Putri Balqis Sy
PENDAMPING
dr. Adolfina
Peneliti :
Judul Penelitian :
Penelitian ini ditujukan sebagai tugas mini project pada Program Internship Dokter
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, penulis
PasarWajo. Kegiatan Mini Project ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
Puskesmas Banabungi dan semua staf Puskesmas Banabungi yang telah memberikan
arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Mini Project, serta semua pihak yang telah
Mini Project ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca kami harapkan. Semoga Mini
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB V DISKUSI……………………………………………………………….39
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2........................................................................................................... 14
5
BAB I
PENDAHULUAN
Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut
mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat- zat gizi yang
lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita
1
kelainan gizi. Keadaan gizi yang baik merupakan syarat utama kesehatan dan berdampak
terhadap kualitas sumber daya manusia. Gizi kurang menurut Kementrian Kesehatan RI
status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang
2
merupakan padanan istilah severely underweight. Terdapat 3 jenis gizi kurang yang
sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-
3
kwashiorkor.
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) masyarakat oleh Direktorat Gizi
Sebanyak 3,4% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,4% balita mempunyai status
gizi kurang. Di lihat dari data provisinsi, Sumatera Barat (Sumbar) merupakan salah
satunya dengan jumlah balita yang menderita gizi buruk sebanyak 2,1% dan 13, 9%
merupakan kasus gizi kurang. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten/Kota yang terdapat di
Sumatera Barat, jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang di kota Padang Panjang
4
ditemukan sebanyak 7,4% kasus.
langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi buruk meliputi kurangnya
jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi dan menderita penyakit infeksi, sedangkan
6
penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, kemiskinan,
5
pola asuh yang kurang memadai dan pendidikan yang rendah.
Faktor konsumsi makanan merupakan penyebab langsung dari kejadian gizi buruk
pada balita. Hal ini disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah
dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai
kebutuhan, bersih dan aman sehingga akan berakibat secara langsung terhadap
tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernapasan
akut (ISPA). Faktor kemiskinan sering disebut sebagai akar dari kekurangan gizi, yang
mana faktor ini erat kaitannya terhadap daya beli pangan di rumah tangga sehingga
6,7
berdampak terhadap pemenuhan zat gizi.
Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan bayi yang mengalami
menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. Faktor
pendidikan Ibu erat kaitannya dengan pengetahuan Ibu mengenai gizi sehingga akan
8
berakibat terhadap buruknya pola asuh balita.
Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang dapat
menderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga sepuluh persen.
9
Dampak paling buruk dari gizi buruk yaitu kematian pada umur yang sangat dini.
peranan dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Keluarga adalah kelompok
mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga.
7
Dalam mengembangkan sumber daya keluarga, peran ibu sebagai pengasuh dan pendidik
anak di dalam keluarga dapat memengaruhi tumbuh kembang anak secara positif dan
negatif. Dalam proses tumbuh kembang anak perlu dipenuhi kebutuhan dasar anak yang
terdiri dari makanan, perawatan kesehatan, perlindungan, perumahan, dan kasih sayang.
Pada penelitian Ningsih (2008), menyatakan bahwa peranan wanita dalam usaha
perbaikan gizi keluarga terutama meningkatkan status gizi bayi dan anak sangatlah penting
karena berperan sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan keluarga. Perilaku
ibu yang kurang sadar akan gizi baik pada saat kehamilan maupun saat merawat anak
dapat menyebabkan gagguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak.
satu manifestasi gaya hidup keluarga yang diperngaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku gizi di keluarga adalah pendapatan, pendidikan,
lingkungan hidup (rtempat tinggal), umur, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan
agama, sikap tentang kesehatan, dan pengetahuan gizi. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka peneliti ingin mengetahui bagaiamana peranan keluarga dalam penatalaksanaan gizi
1. Berapa jumlah cakupan kunjungan posyandu balita dan status gizi di wilayah kerja
Puskesmas Banabungi?
berdasarkan Z-score?
3. Bagaimana tingkat kepatuhan kontrol rutin dan konsumsi makanan tambahan bayi
8
1.3 Tujuan Penulisan
Banabungi.
Di harapkan mini project ini dapat dijadikan bahan evaluasi, sehingga segala
kekurangan yang masih terjadi dapat diperbaiki dan kelebihan yang sudah ada dapat
dilanjutkan sebaik-baiknya dengan kinerja tim yang lebih efektif, selain itu hasil evaluasi
arti penting pencegahan gizi kurang dengan pola hidup sehat dan bagi masyarakat yang
sudah dinyatakan menderita gizi kurang agar senantiasa rutin konrtol mengunjungi faskes
9
1.4.4 Bagi Penulis
efektifitas penatalaksanaan kasus gizi kurang dan upaya pencegahan gizi kurang di
1.5 Metodologi
diambil kemudian dipaparkan dalam bentuk deskripsi berupa presentasi dan tabel.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Gizi Kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat atau kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi buruk
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan gizi buruk karena kekurangan protein dan
kalori (marasmik-kwasiorkor).
2.1.2 Epidemiologi
Gizi kurang ini terjadi biasanya pada anak balita (dibawah lima tahun) dan
ditampakkan dengan membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses kekurangan gizi menahun (Pujiadi, 2005). Pervalensi gizi kurang dan
gizi buruk pada balita di Indonesia bisa dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2.1 Grafik Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk Pada Balita di Indonesia
11
2.1.3 Etiologi
Gizi kurang dipengaruhi oleh banyak factor yang saling terkait. Secara garis besar
penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak
sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh factor lain seperti
1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam
segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energy tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang
energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak dengan usia tertentu
sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya
anak terlah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya tidak
diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makana yang
tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dengan
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan
12
antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan
saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi
dan pada akhirnya memberikan dampak buruk pada system pertahanan tubuh sehingga
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah social
ekonomi, dan kemiskinan. Data di Indonesia dan Negara lain menunjukkan adanya
hubungan timbale balik antara kurang gizi dan masalah-masalah social yang terjadi di
makanan dan keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih
menganut system bahwa orangtua harus lebih mendapatkan porsi makanan yang lebih
banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk
mendapatkan asupan makanan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti
poligami , seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami
tersebut tidak dapat menucukupi makanan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya
tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami istri sama-sama mencari nafkah untuk
menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya sebagai
orangtua tunggal.
Dalam kongres di Roma pada tahun 1974, World Food Organitation memaparkan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa dimbangi dengan bertambahnya
kesediaan pangan dan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama
krisis pangan. Masarmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan
13
keadaan hygiene yang buruk, contohnya di kota besar dengan laju pertambahan
penduduknya yang besar akibat arus urbanisasi dan tingginya angka kelahiran
makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan
2.1.4 Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-
faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent
penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah malnutrisi terkompensasi
atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang
lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup
karbohidrat, protein, dan lemak merupakan hal sangat penting untuk memperhankan
kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya
katabolisme terjadi setelah beberapa jam setelah menghasilkan asam amino yang segera
diubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya asupan makanan,
jaringan lemak akan diubah menjadi asam lemak, gliserol dan badan keton. Setelah lemak
tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat memepergunakan asam lemak
dan badan keton sebagai sumber energi jika kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah
semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan
merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein (Berhman,
2004).
14
Gambar 2.2 Peran Nutrisi dalam Siklus Kehidupan
manusia di setiap siklus hidupnya. Dari gambar bagan tersebut dapat dilihat bagaimana
pengaruh malnutrisi pada wanita terutama wanita hamil akan berpengaruh terhadap
perkembangan janin sehingga bisa mengakibatkan anak berat badan lahir rendah (BBLR).
BBLR berdampak pada tingginya mortalitas, gangguan perkembangan otak dan mental,
dan meningkatnya risiko penyakit kronik pada masa dewasa. Jika masalah gizi pada
BBLR tidak teratasi akan menyebabkan gangguan terhadap siklus kehidupan berikutnya,
15
Gambar 2.3 Pengaruh Gizi Terhadap Perkembangan Otak
panjang malnutrisi saat masa fetal dan balita. Malnutrisi sejak masa fetal dan balita akan
dan edukasi, gangguan metabolik yang berdampak pada penyakit degeneratif, gangguan
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar,
yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus
yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada
kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala
dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan
pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan
kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di
Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu
16
tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang.
Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu
saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton,
lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga
menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak
menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang
ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan
serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada
pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain
itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah.
Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man
face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar.
Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa
rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai
diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-
harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60%
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada
17
kwashiokor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita,
warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas
pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak
menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya,
menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam.
Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor
yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12,
vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin
serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah
2.1.6 Diagnosis
Kriteria anak gizi buruk berdasarkan buku pedoman pelayanan anak gizi buruk
Gambar 2.4 Kategori dan Ambang Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
18
Sumber : Kemenkes RI, 2011
c. Adanya Edema;
Gizi buruk dengan tnada-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
a. Anoreksia
b. Pneumonia Berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
f. Penurunan kesadaran
Alur penemuan kasus gizi buruk berdasarkan buku pedoman pelayanan anak gizi
19
Gambar 2.5 Alur Penemuan Kasus Gizi Buruk
Diagnosis
Tatacara pemeriksaan pada anak gizi buruk sebagai berikut (Depkes RI, 2013) :
1. Anamnesis
a. Awal
- Lama dan frekuensi muntah atau diare, serta tampilan dari bahan muntah atau diare
b. Lanjutan
- Jumlah makanan dan cairan yang didapat dalam beberapa hari terakhir
- Tumbuh kembang
- Riwayat Imunisasi
2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda terjadinya syok : tangan dan kaki dingin, nadi lemah, dan kesadaran
menurun
- Kehausan
- Adanya perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada permukaan
air
21
2.1.7 Pencegahan
yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.
kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari dokter maupun tenaga
medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan
pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang
22
ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen feeding” (pemberian makan yang sering,
pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup
kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur
anak. Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau
deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat
ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu
digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan
berat badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat
menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan
imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan
personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika
kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak (Nurhayati et al,
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki status gizi balita,
antara lain: (1) penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia defisiensi besi,
gangguan akibat kurang yodium (GAKI), kurang vitamin A dan kekurangan zat mikro
lainnya; (2) pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi; (3)
pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin; (4) revitalisasi pelayanan Posyanu;, dan
(5) pelayanan gizi bagi ibu hamil dan balita dari keluarga miskin (Pakaya, dkk., 2008).
23
2.1.8 Tatalaksana
Sumber : Direktorat Bina Gizi - Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan KIA, 2011
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, juga kegiatan yang bersifat kuratif dan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi dan
- Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita berdasarkan
berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada
saat itu dengan cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat
24
- Kegiatan penanganan KEP meliputi program PMT yaitu upaya intervensi bagi balita
yang menderita KEP untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar meningkat status
gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan
penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat
kondisinya.
kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai
status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa
dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi untuk jangka pendek. Suplementasi gizi
meliputi: pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-1 1 bulan
dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU);
kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak,
25
Dalam proses pelayanan KEP berat atau gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas dituntut terampil memilih langkah
mana yang sesuai untuk setiap fase (Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen Binkesmas,
2006).
26
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH
Tabel 3.1 Data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita dan Status Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Banabungi Tahun 2018
Jumlah yang
No Bulan Sasaran BGM
Ditimbang
1. Januari 1.667 1.595 21
2. Februari 1.736 1.608 25
3. Maret 1.743 1.659 25
4. April 1.718 1.696 17
5. Mei 1.707 1.584 17
6. Juni 1.744 1.631 29
7. Juli 1.749 1.687 20
8. Agustus 1.757 1.529 19
9. September 1.889 1.502 18
10. Oktober 1.851 1.602 18
11. November 1.832 1.723 8
12. Desember 1.799 1.717 10
Tabel 3.2. Data Cakupan Kunjungan Posyandu Balita dan Status Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Banabungi Tahun 2019
Jumlah yang
No Bulan Sasaran BGM
Ditimbang
1. Januari 1.806 1.697 4
2. Februari 1.895 1.803 11
3. Maret 1.875 1.726 10
4. April 1.897 1.730 10
Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 didapatkan bahwa selama tahun 2018 – 2019, jumlah
balita yang ditimbang belum memenuhi jumlah sasaran balita di wilayah kerja puskesmas
27
rendahnya kunjungan ibu dengan balita ke posyandu diantaranya adalah tingkat
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan
anak, pendidikan anak dan sebagainya. Selain itu pendidikan merupakan faktor yang
semakin baik pula pengetahuan yang mereka miliki. Sebaliknya, jika pendidikan rendah,
Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan
tua yang tidak mempunyai waktu luang atau semakin tingginya aktivitas pekerjaan orang
karena Posyandu diselenggarakan pada hari kerja dan jam kerja yaitu diselenggarakan
mulai jam 09.00 hingga 12.00 WITA pada hari kerja sehingga ibu yang bekerja tidak
Faktor berikutnya yakni pengetahuan juga dinilai sebagai faktor predisposisi, yaitu
Pengetahuan seseorang akan suatu program kesehatan akan mendorong orang tersebut
28
3.2. Data Pasien di Bawah Garis Merah dan Pengolahan Antropometri
Berdasarkan Z-score
Tabel 3.3. Data Pasien di Bawah Garis Merah dan Pengolahan Antropometri
Berdasarkan Z-score
Berat Badan Panjang Z – score Z – Score
No Nama
(kg) Badan (cm) (BB/PB) (BB/U)
1. Khalifa Ramadani 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
2. Lutfia 11,1 98 Kurus Gizi
Kurang
3. Nurmani 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
4. Rajifan 9,4 87,5 Kurus Gizi
Kurang
5. Nurputri Sakila 7,8 77,5 Kurus Gizi
Kurang
6. Zahri 11,1 91,5 Kurus Gizi
Kurang
7. Athar Naufal 9,1 85,5 Kurus Gizi
Kurang
8. Afjar 8,5 80,5 Kurus Gizi
Kurang
9. Raffa 10,4 91,5 Kurus Gizi
Kurang
10. Ahmad Majid 6,5 69 Kurus Gizi
Kurang
Berdasarkan indikator BB/U grafik z-score, terdapat 10 anak yang merupakan gizi
kurang. Berdasarkan indikator BB/U grafik Z-score, terdapat 10 anak yang merupakan gizi
kurang.2 Penyebab timbulnya gizi kurang pada anak balita dapat dilihat dari beberapa
faktor, di antaranya penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung
yaitu asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab
tidak langsung di antaranya adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak,
29
3.3. Tingkat Kepatuhan Kontrol Rutin dan Konsumsi Makanan Tambahan Bayi
Berdasarkan tabel 3.3. didapatkan balita dengan status gizi kurang cukup rutin
(PMT).
Dalam penatalaksanaan balita dengan gizi kurang diperlukan peran aktif keluarga.
menjadi faktor predisposisi terjadinya gizi kurang pada balita tersebut yaitu asupan nutrisi
yang tidak cukup (pola asuh yang kurang baik), kebersihan buruk dan adanya penyakit
penyerta. Ketika wawancara dengan ibu balita diketahui bahwa balita hanya diberikan ASI
3x sehari. Ibu balita bekerja sebagai buruh tani untuk membantu suami sehingga balita
sering dibawa ke sawah atau dititip dan terkadang ibu lupa memberi ASI.
30
Asupan nutrisi ibu pun tidak cukup yakni hanya makan 1-2x sehari. Hal ini
Berdasarkan tabel 3.5, selain masalah gizi pasien juga memiliki keluhan diare dan
batuk. Adanya penyakit lainnya yang diderita balita menyebabkan berat badan balita
tersebut naik turun. Hal yang menjadi faktor predisposisinya adalah ayah pasien yang
seorang perokok aktif dan sering merokok di dalam rumah. Asap rokok merupakan zat
kimia yang dapat mengiritasi saluran pernafasan sehingga seseorang yang terpapar asap
tersebut pun rentan untuk mengalami infeksi saluran pernafasan. Saat ini (Maret) balita
berusia 7 bulan yang dalam perkembangannya, balita sedang belajar untuk merangkak.
Apabila tidak diawasi hal ini juga dapat memicu gangguan pencernaan pada balita yang
masalah gizi balita tersebut masih kurang sehingga diperlukan pengawasan dan bimbingan
3.5.1.1 Masalah
penanganannya.
3.5.1.2 Rencana
31
- Memberikan penyuluhan/ materi/ informasi pada masyarakat tentang manfaat dan
- Memberikan motivasi kepada anggota keluarga yang memiliki masalah gizi buruk.
3.5.1.3 Pelaksana
3.5.1.4 Target
Masyarakat
3.5.2.1 Masalah
3.5.2.2 Rencana
Memberikan leaflet terkait kebutuhan gizi pada bayi dan balita di posyandu
3.5.2.3 Pelaksana
Dokter Internsip
3.5.2.4 Target
Masyarakat
32
BAB IV
33
4.2 Pelaksanaan Kegiatan
4.2.1 Analisis data cakupan dan pasien gizi kurang di Posyandu Balita
Wilayah Kerja Puskesmas Banabungi, rata-rata jumlah bayi dan balita yang
ditimbang (D/S) dari bulan Januari - Desember 2018 (tabel 3.1) adalah 0,92 %,
walaupun ada beberapa bulan yang belum tercukupi (< 80%). Sedangkan pada
bulan Januari - April 2019 (tabel 3.2), rata-rata jumlah bayi dan balita yang
ditimbang (D/S) yaitu 1,07 %. Angka kunjungan tersebut dari bulan Januari -
pada bulan April 2019 (tabel 3.2) terdapat empat anak dengan BGM yang satu
pemeriksaan fisik terhadap pasien, hasil yang didapatkan bahwa keluarga masih
kurang memperhatikan asupan gizi pada bayinya karena sehari-hari bekerja di luar
34
rumah. Kebiasaan Ayah pasien yang merokok menyebabkan udara di dalam rumah
kurang baik. Ventilasi di rumah kurang memadai, dan jendela lebih sering dalam
gizi terhadap Ibu dan anaknya, persuasi agar tetap menjaga asupan gizi bayinya,
rutin ke posyandu balita, pergi ke puskesmas untuk pengambilan susu formula dan
dan sehat.
Dokumentasi:
Gambar 4.1 Kunjungan Rumah Pasien dengan gizi kurang di wilayah Posyandu
Puskesmas Banabungi
gizi dan balita sesuai dengan usianya serta akibat apabila gizi tersebut tidak
tercukupi. Masyarakat, terutama Ibu yang memiliki anak menjadi lebih paham cara
menghadapi anak yang memiliki masalah dalam asupan makanannya. Sehingga Ibu
35
termotivasi untuk semangat dan memvariasikan cara pemberian makanannya
Gambar 4.3 Penyuluhan mengenai kebutuhan gizi pada bayi dan balita di Posyandu
4.2.4 Membagikan Leaflet dan Quetioner Mengenai Kebutuhan Gizi pada Bayi dan
Balita
yang ada pada leaflet, sehingga materi kebutuhan gizi pada bayi dan balita yang
disampaikan dapat selalu diingat. Selain itu, lembar leaflet membantu pencacatan materi
yang disampaikan saat penyuluhan, dan penyebaran informasi mengenai kebutuhan gizi
pada bayi dan balita kepada masyarakat yang tidak hadir penyuluhan.
36
KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner ini berkaitan dengan peranan orangtua dalam penatalaksanaan gizi kurang di wilayah
Puskesmas Banabungi Kec. Laburunci Kabupaten Buton. Atas kesediaan`dan partisipasi anda untuk
mengisi kuesione ini, saya ucapkan terimakasih.
Identitas Responden :
Nama Ibu / Ayah :
Usia Ibu / Ayah :
Pendidikan Terakhir Ibu / Ayah : SD / SMP / SMA / Diploma /S1 *)
Jumlah Anak Balita :
Jumlah Anggota Keluarga :
Mohon untuk memberikan tanda (√) Untuk pernyataan yang diplih. Keterangan pilihan Jawaban :
B : Benar
S : Salah
NO PERTANYAAN JAWABAN
B S
1 Pola Makan anak yang diterapkan dalam sehari terdiri dari tiga kali makan
utama (Pagi, siang, dan malam) serta dua kali makanan selingan
2 Nasi atau Ubi merupakan bahan pokok yang sering anak saya konsumsi
3 Saya mengikusertakan anak dalam menentukan menu makanan yang
hendak dimakannya
4 Saya menggunakan bahan makanan yang masih segar dan berkualitas
baik dalam mengolah makanan untuk anak
5 Dalam mneyajikan makanan untuk anak, saya membentuk makanan dan
memberi hiasan yang menarik
6 Saya memberikan makan untuk anak langsung dalam porsi banyak
7 Pemberian makanan untuk anak dilakukan secara teratur sesuai dengan
jadwal makan
8 Saya memberikan makanan yang nilai gizinya baik meskipun saya tidak
menyukainya
9 Saya memberikan susu kepada anak dekat dengan waktu makan utama
10 Saya memaksa anak untuk menghabiskan porsi makanan yang saya
siapkan
37
Hasil dari perbandingan sebelum dan sesudah penyuluhan mengenai “Peranan Orang
Tua dalam Penatalaksanaan Gizi Kurang”
1 8 2 9 1
2 9 1 10 -
3 1 9 7 3
4 8 2 8 2
5 4 6 5 5
6 7 3 8 2
7 9 1 10 -
8 3 7 6 4
9 5 5 7 3
10 7 3 8 2
38
BAB V
DISKUSI
1. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 1) mengenai “Pola makan anak yang
diterapkan dalam sehari terdiri dari tiga kali makan utama (Pagi, siang, dan malam)
serta dua kali makanan selingan”, peserta penyuluhan sebanyak 10 orang yang
menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 8 orang dan yang menjawab
salah sebanyak 2 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 9
2. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 2) mengenai “Nasi atau Ubi
merupakan bahan pokok yang sering anak saya konsumsi”, peserta penyuluhan
orang dan yang menjawab salah sebanyak 1 orang , Saat sesudah penyuluhan yang
sebanyak 1 orang dan yang menjawab salah sebanyak 9 orang , Saat sesudah
penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 7 orang dan yang salah 3 orang.
bahan makanan yang masih segar dan berkualitas baik dalam mengolah makanan
untuk anak”, peserta penyuluhan sebanyak 10 orang yang menjawab benar saat
sebelum penyuluhan sebanyak 8 orang dan yang menjawab salah sebanyak 2 orang ,
Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 8 orang dan yang salah 2
orang.
39
5. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 5) mengenai “Dalam mneyajikan
makanan untuk anak, saya membentuk makanan dan memberi hiasan yang
sebelum penyuluhan sebanyak 4 orang dan yang menjawab salah sebanyak 6 orang ,
Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 5 orang dan yang salah 5
orang.
makan untuk anak langsung dalam porsi banyak”, peserta penyuluhan sebanyak 10
orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 7 orang dan yang
menjawab salah sebanyak 3 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab benar
untuk anak dilakukan secara teratur sesuai dengan jadwal makan”, peserta
sebanyak 9 orang dan yang menjawab salah sebanyak 1 orang , Saat sesudah
penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 10 orang dan yang salah 0 orang.
makanan yang nilai gizinya baik meskipun saya tidak menyukainya”, peserta
sebanyak 3 orang dan yang menjawab salah sebanyak 7 orang , Saat sesudah
penyuluhan yang menjawab benar sebanyak 6 orang dan yang salah 4 orang.
susu kepada anak dekat dengan waktu makan utama”, peserta penyuluhan sebanyak
10 orang yang menjawab benar saat sebelum penyuluhan sebanyak 5 orang dan
40
yang menjawab salah sebanyak 5 orang , Saat sesudah penyuluhan yang menjawab
10. Dari materi penyuluhan dalam pernyataan (soal 10) mengenai “Saya memaksa anak
orang dan yang menjawab salah sebanyak 3 orang , Saat sesudah penyuluhan yang
12
10
6 sebelum
sesudah
4
0
soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6 soal 7 soal 8 soal 9 soal 10
41
BAB VI
5.1 Kesimpulan
Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
yang ditimbang belum memenuhi jumlah sasaran balita di wilayah kerja puskesmas
banabungi. Berdasarkan indikator BB/U grafik z-score, terdapat satu bayi (riwayat berat
badan lahir rendah) dan tiga balita yang merupakan gizi kurang. Berdasarkan indikator
BB/TB grafik Z-score, terdapat satu balita dengan status sangat kurus.
upaya guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kasus gizi
kurang. Diantaranya yaitu kunjungan rumah pasien yang menderita gizi kurang,
melakukan penyuluhan kepada masyarakat pada saat posyandu balita, serta pembagian
Telah dilakukan kunjungan rumah terhadap pasien gizi kurang yang bernama , dari
diskusi dengan orang tua pasien ditemukan bahwa yang menjadi faktor predisposisi
terjadinya gizi kurang pada balita tersebut yaitu asupan nutrisi yang tidak cukup (pola asuh
yang kurang baik), kebersihan buruk dan adanya penyakit penyerta, sehingga diperlukan
42
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diusulkan dalam pemecahan masalah agar kontrol rutin
a. Manusia
luar puskesmas.
b. Material
jiwa.
c. Metode
43
DAFTAR PUSTAKA
3. Kumar S.Global Database on Child Growth and Malnutrition [Internet]. 2007[cited 2011
Desember 14].Available from:
http://Who.int//nutgrowthdb>.2007
4. Dirjen
5. Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat FKMUI. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2007.
6. Ramadani Ikha Rizky. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk Balita di jawa
T engah Dengan Metode Spatial Durbin Model. Skripsi Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro. 2013.
8. Marut Ursula Dianita. Aspek Sosial Ekonomi dan Kaitannya Dengan Masalah Gizi Kurang di
Kabupaten Manggarai, Nusa T enggara Timur Jurnal Gizi dan Pangan, November 2007
2(3): 36-43. 2007.
9. Dewi Riana Kurnia dan I Nyoman Budiantara. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Angka
Gizi Buruk Di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline Jurnal Sains
dan Seni ITS Vol. 1, No. 1 ISSN: 2301- 928X. 2012.
11. WH0, 2005. Diakses pada tanggal 10 Mei 2018. Diunduh dari:
http://riansaputraridian.blogspot.co.id/
12. Istiono W, Suryadi H, Harris M, Irnizarifka, et al. 2009. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 25 nomor 3. FK
UGM Yogyakarta.
44
45
LAMPIRAN
46