Anda di halaman 1dari 18

1

1. Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab fraktur dibagi menjadi tiga

yaitu :
a. Cedera traumatik pada tulang dapat di sebabkan oleh:
1) Cedera langsung atau pukulan langsung teradap tulang

sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya

meneyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di

atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh

dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan

menyebabkan fraktur klavikula.


3) Fraktur yang di sebabkan kontraksi keras yang mendadak

dari otot yang kuat.


b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit

dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dan

dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:


1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan

baru yang tidak terkendali dan progresif.


2) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi akibat infeksi

akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,

lambat dan sakit nyeri.


3) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh

defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan yang

lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diit, tetapi kadang

kadang dapat terjadi karena kegagalan absorbsi Vitamin D atau

oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.


2

4) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus

menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas

dikemiliteran.
c. Fraktur stress
Fraktur yang terjadi akibat kekuatan atau tekanan yang

berulang dan berlebihan.


2. Patofisiologi
Smeltzer dan Bare (2013) mengungkapkan ketika patah tulang,

akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan

jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,

kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan

hematom pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum

dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi

akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan vasodilatasi dari

plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai

melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini

menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.

Ketika patah tulang dan mengalami perdarahan biasanya

terjadi pada lokasi tulang yang patah dan kedalaman jaringan lunak

sekitar tulang. Pada jaringan lunak akan mengalami kerusakan. Reaksi

peradangan biasanya timbul hebat setalah patah tulang. Sel-sel darah

putih dan sel mast berakumulasi dan menyebabkan peningkatan aliran

darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel

mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan

berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast


3

terangsang dann terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.

Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami

remodeling untuk membentuk tulang sejati (Wijaya, 2013).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat

menurunkan asupan darah esktremitas dan mengakibatkan keruskan

saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat

berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom

kompartemen (Wijaya, 2013).

Tindakan pembedahan yang sering kita jumpai adalah ORIF dan

OREF, pembedahan ini beresiko infeksi. Paska pembedahan ini juga

memerlukan perawatan sehingga menimbulkan kecemasan pada

pasien. Dengan dilakukannya tindakan ini maka jaringan tulang segera

berdekatan ke bagian tulang yang patah dan kalus akan segera tumbuh.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan

tulang nantinya. Open Reduction Interna Fixation (ORIF) adalah

fiksasi interna dengan pembedahan terbuka untuk mengistirahatkan

fraktur dengan cara pembedahan untuk melakukan paku, screw atau

pen kedalam tempat fraktur untuk menguatkan atau mengikat bagian

bagian tulang yang fraktur secara bersamaan (Reeves, 2010).

3. Klasifikasi Fraktur
4

Smeltzer dan Bare, (2013) menjelaskan klasifikasi fraktur

berdasarkan kondisi patahnya meliputi fraktur komplit yang

merupakan kondisi patah pada seluruh garis tulang dan biasanya

mengalami pergeseran dan fraktur inkomplit yaitu kondisi patah hanya

dari sebagian dari garis tengah tulang, sedangkan Black dan Hawk,

(2014) mengungkapkan metode paling sederhana adalah berdasarkan

apakah fraktur tertutup atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit

yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka

dicirikan oleh robeknya kulit di atas cidera tulang yang terbagi menjadi

3 grade, yaitu sebagai berikut:


a. Grade I : Luka kecil < 1 cm, dengan kontaminasi minimal,
b. Grade II : Luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak dan

kontaminasi sedang
c. Grade III : Luka lebih besar antara 6-8 cm dengan

kerusakan pada syaraf dan tendon dan kontaminasinya berat.


Price dan Wlison, (2012) membagi istilah untuk menjelaskan

fraktur yaitu:
d. Fraktur linear yaitu fraktur yang garis patahnya utuh. Bisa

transverse atau oblique. Terjadi karena kekuatan yang minimal atau

sedang,
e. Fraktur Oblique yaitu fraktur yang garis patahnya

membentuk sudut 45 derajat terhadap tulang. Fraktur oblique

biasanya dihasilkan oleh kekuatan yang memutar,


f. Fraktur Spiral (trauma rotasi) akibat adanya torsi pada

ekstermitas. Fraktur ini biasanya karena kekuatan yang memutar

dengan dorongan keatas. Fraktur dengan garis fraktur memanjang

dengan arah spiral


5

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis patah tulang yaitu munculnya gejala

sakit/nyeri, hilangnya fungsi esktremitas, terjadi deformitas,

pembengkakan lokal, pemendekan ekstremitas, krepitus serta

perubahan warna. Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner &

Suddarth (2013) :

a. Nyeri hebat berlangsung lama serta bertambah beratnya

hingga fragmen tulang diimobilisasi. Adanya spasme pada otot

yang menyertai patah tulang.


b. Setelah terjadinya patah tulang bagian tulang tidak dapat

digerakan secara alamiah atau gerakan luar biasa yang tidak tetap

seperti normalnya. Pada pergeseran fragmen pada patah tulang

lengan maupun pada tungkai mengakibatkann deformitas

ekstremitas yang bisa diketahui dengan membadingkan pada

ekstremitas normal . Ekstremitas menjadi tidak bisa bergerak

normal karena fungsi otot bergantung pada integritas tulang tempat

melekatnya otot.
c. Pada patah tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang

karena adanya kontraksi pada otot yang menempel dibawah tempat

patah tulang Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

hingga 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inchi).


d. Ketika ekstremitas diperiksa, akan teraba derik tulang

(krepitus) yang menjadi dampak gesekan antara fragmen satu

dengan tulang lainnya.


6

e. Pembengkakan serta adanya perubahan warna pada kulit

klien sebagai dampak dari trauma serta perdarahan yang menyertai

patah tulang
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Menurut Wijaya, (2013) pemeriksaan diagnostik fraktur

diantaranya:
b. Pemeriksaan rontgen : Menentukan lokasi atau luasnya

fraktur. Scan tulang, tonogram, scan CT atau MRI :

Memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.

c. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskule dicurigai.


d. Darah lengkap :Ht mungkin meningkat (Homokonsentrasi)

atau menurun (perdarahan berarti pada sisi fraktur atau organ jauh

pada multiple trauma). Adanya peningkatan jumlah SDP adalah

respon stress setelah trauma.


e. Kreatinin : Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin

klien ginjal.
f. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan

darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

6. Konsep Keperawatan Perioperatif dan Open Reduction And

Internal Fixation (ORIF)


a. Konsep keperawatan perioperatif

Pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal

umumnya harus menjalani pembedahan untuk mengkoreksi

masalahnya (Smeltzer & Bare, 2013). Operasi (perioperatif)

merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang

mencakup fase praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif


7

(postoperatif), yang pada umumnya merupakan suatu peristiwa

kompleks yang menegangkan bagi individu yang bersangkutan.

Keperawatan perioperatif merupakan bentuk tindakan yang

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan

dengan pengalaman pembedahan pasien. Tindakan pembedahan

merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas

seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis

maupun psikologis. Pasien preoperasi akan mengalami reaksi

emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat

menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi

pembedahan. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami

pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai

dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningkatnya

frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak

terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan

pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering

berkemih.

Persiapan yang baik selama periode operasi membantu

menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca

bedah. Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum

operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti nyeri daerah operasi,

batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Menurut Smeltzer &


8

Bare (2013), latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi

antara lain sebagai berikut:

1) Latihan Nafas

Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk

mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien

relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri

dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga

dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah

anastesi umum (Potter & Perry, 2005).

2) Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif sangat diperlukan bagi klien terutama klien

yang mengalami operasi dengan anastesi general, karena klien

akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam

kondisi tidak sadar. Hal ini akan membuat klien mengalami rasa

tidak nyaman pada tenggorokan.

3) Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien

sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan

berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses

penyembuhan. Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada

awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan

bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta

melakukan secara mandiri (Smeltzer & Bare, 2009).


9

Fase pascaoperatif dimulai saat pasien masuk ke ruang

pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut selama

periode pascaoperatif, proses keperawatan diarahkan untuk

menstabilkan fisiologi klien, menghilangkan nyeri dan pencegahan

komplikasi (Smeltzer & Bare, 2013). Peran perawat selama masa

pascaoperatif berfokus pada peningkatan penyembuhan klien,

memberikan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan program

rehabilitasi.

b. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

Prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan untuk

klien dengan masalah fraktur adalah reduksi terbuka (Open

Reduction). Indikasi dilakukannya open reduction apabila metode

closed reduction mengalami kegagalan, adanya kerusakan saraf dan

sirkulasi atau pada trauma multipel, serta bila biaya pengobatan

dapat ditekan seminimal mungkin. Kontraindikasi dilakukannya

open reduction bila terdapat infeksi, serpihan yang parah pada

fragmen fraktur, dan adanya osteoporosis yang parah. Open

reduction biasanya disertai dengan internal fixation yang bertujuan

untuk menstabilisasi dan mengimobilisasi tulang sehingga dapat

memungkinkan terjadinya proses pemulihan pada tulang yang

mengalami fraktur. Internal fixation merupakan prosedur yang

menggunakan alat-alat dari logam seperti pelat, sekrup, kawat, dan

paku. Pemasangan alat-alat dari logam tersebut tergantung pada


10

tipe fraktur, jenis reduksi yang dilakukan, dan area yang

dipengaruhi oleh fraktur. Internal fixation dilakukan pada patah

tulang tertutup yang tidak stabil, fraktur terbuka, dan fraktur yang

disertai cedera jaringan lunak atau pada korban yang mengalami

trauma multipel

Metode ORIF memiliki beberapa keuntungan diantaranya:

ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah,

kemungkinan untuk mobilisasi lebih cepat, kesempatan untuk

mengobservasi pembuluh darah dan saraf yang berada di dekat

fraktur, mencapai stabilisasi fiksasi yang cukup memadai, tidak

perlu berulangkali menggunakan gips atau alat-alat stabilisasi

lainnya, perawatan di rumah sakit dapat ditekan seminimal

mungkin, terutama pada kasus-kasus tanpa komplikasi. Namun

perlu diperhatikan bahwa metode ORIF tidak mempercepat proses

penyembuhan tulang (Potter & Pery, 2009).

A. HAMBATAN KEMAMPUAN BERPINDAH


1. Hambatan Kemampuan Berpindah
a. Definisi
Hambatan Kemampuan berpindah adalah keterbatasan

pergerakan mandiri diantara permukaan yang dekat. Batasan

karakteristik yang digunakan berdasarkan data objektif seperti

hambatan kemampuan untuk berpindah dari tempat tidur ke

kursi dan dari kursi ketempat tidur, naik atau turun dari toilet

atau kursi buang air, dari kursi kelantai atau dari lantai kekursi
11

(Herdman, 2015). Pentalaksanaan keparawatan yang dapat

dilakukan pada pasien dengan hambatan kemampuan berpindah

yaitu dengan pemberian Range of Motion (ROM). Range of

Motion adalah latihan gerak sendi untuk meningkatkan aliran

darah perifer dan mencegah kekakuan otot/ sendi. Latihan

range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakan persendian secara normal dan

lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter

& Perry, 2009). Menurut Suratun, dkk (2010) range of motion

adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh

sendi yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya latihan

kekuatan otot atau Range of Motion adalah memperbaiki dan

mencegah kekakuan otot, memelihara atau meningkatkan

fleksibilitas sendi, memelihara atau meningkatkan

pertumbuhan tulang dan mencegah kontraktur. Latihan gerak

sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan

otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga memperlancar

aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan

mempercepat proses penyembuhan).


b. Jenis Latihan Fisik.
Ada beberapa jenis latihan kekuatan otot atau latihan gerak

sendi (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldwati, 2011)

diantaranya adalah sebagai berikut:


12

1) Aktif Asistif Range of Motion (AAROM) adalah

kontraksi aktif dari otot dengan bantuan kekuatan ekternal

seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang tidak

sakit. Aktif Asistif Range of Motion meningkatkan

fleksibilitas, kekuatan otot, meningkatkan koordinasi otot

dan mengurangi ketegangan pada otot sehingga dapat

mengurangi rasa nyeri.


2) Aktif Resistif ROM (ARROM) kontraksi aktif dari

otot melawan tahanan yang diberikan, tahanan dari otot

dapat diberikan dengan berat atau beban, alat, tahanan

manual atau berat badan. Tujuannya meningkatkan

kekuatan otot dan stabilitas.


3) Isometric Exercise adalah kontraksi aktif dari otot

tanpa menggerakan persendian atau fungsi pergerakan.

Isometrik exercise digunakan jika ROM persendian dibatasi

karena injuri atau immobilisasi.


4) Isotonic Exercise (Aktif ROM dan Pasif ROM)

adalah kontraksi terjadi jika otot dan yang lainnya

memendek (konsentrik) atau memanjang (ensentrik)

melawan tahanan tertentu atau hasil dari pergerakan sendi.

Contoh isotonic exercise fleksi atau ekstensi ekstremitas,

Isotonic exercise tetap menyebabkan ketegangan pada otot

yang menimbulkan rasa nyeri pada otot. Cara melakukan

Aktif ROM (Black & Hawk 2013)


13

a) Gerakan Kepala dan Leher: fleksi, lateral fleksi,

ekstensi, hiperekstensi, rotasi.


b) Gerakan Bahu, sendi siku dan pergelangan tangan

Bahu;
Fleksi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, sirkumduksi,

internal rotasi, elevasi. Siku; fleksi, ekstensi, pronasi,

supinasi. Pergelangan tangan ; fleksi, ekstensi,

hiperekstensi, abduksi, adduksi. Tangan dan jari tangan ;

fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi.


c) Gerakan tungkai bawah (sendi pinggul, lutut dan

kaki) Sendi pinggul (hip); fleksi, ekstensi, hiperekstensi,

abduksi, sirkumduksi, internal dan eksternal rotasi. Sendi

lutut (knee) dan sendi kaki (ankle); fleksi, ekstensi,

hiperekstensi. Jari kaki; fleksi, ekstensi, hiperekstensi,

abduksi, adduksi
Ada beberapa prinsip pelaksanaan latihan kekuatan otot dan

range of motion menurut Potter & Perry (2009), yaitu sebagai

berikut:
1) Harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal

2 kali sehari.
2) Dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak

melelahkan pasien.
3) Dalam merencanakan program latihan kekuatan

otot, perhatikan umur, diagnosa, tanda-tanda vital dan

lamanya tirah baring.


4) Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan

adalah ekstrimitas dan leher.


14

5) Range of Motion dapat di lakukan pada semua

persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di

curigai mengalami proses penyakit.


6) Latihan dilakukan sesuai waktunya, misalnya

setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan


2. Batasan Karakteristik
Menurut Herdman,T.H, & Kamitsuru, S. (2015). Batasan

karakteristik pada diagnose keperawatan hambatan kemampuan

berpindah yaitu, ketidakmampuan antara kursi dan lantai,

ketidakamampuan berpindah antara kursi dan posisi berpindah,

ketidakmampuan berpindah antara lantai dan posisi berdiri,

ketidakmampuan berpindah antaralevel permukaan tidak rata,

ketidakmampuan berpindah antaramobil dan kursi,

ketidakmampuan berpindah antaratempat tidur dan berdiri,

ketidakmampuan berpindah antaratempat tidur dan kursi,

ketidakmampuan naik atau turun toilet.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

TIBIA
1. Pengkajian
Sesudah Operasi (Post Operasi)
Pengkajian menurut Prabowo dan Pranata (2014) :
a. Anamnesa
Keluhan yang sering dialami oleh pasien dalam memenuhi

kekuatan otot.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukkan secara head to toe
c. Riwayat kesehatan atau perawatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien post operasi tibia

adalah hambatan kemampuan berpindah.


15

2) Riwayat kesehatan sekarang


3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien sudah pernah menjalani operasi sebelumnya dan

apakah pasien pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya.


4) Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang

menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang.


5) Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan

metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola

istirahat dan tidur, pola kognitif dan persepsi, persepsi diri dan

konsep diri, pola peran hubungan, pola seksual dan reproduksi,

pola koping dan toleransi stress, keyakinan dan kepercayaan.


6) Pemeriksaan fisik head to toe:
Menurut Wijaya & Putri pemeriksaan fisik pada pasien fraktur

femur dibagi menjadi 2 meliputi gambaran umum dan

pemeriksaan lokal.Secara gambaran umum meliputi keadaan

umum, kesadaran pasien, tanda-tanda vital dan pemeriksaan

fisik head to toe. Sedangkan pengkajian fokus keadaan lokal

meliputi look (inspeksi) perhatikan apa yang akan dilihat, feel

(palpasi) dan move (pergerakan terutama pada rentang gerak).

Cara melakukan pemeriksaan fisik move yaitu dengan

memperhatikan gerakan yang dilakukan secara aktif maupun

pasif apakah pasien dapat melakukan gerakan atau ada rasa sakit

ketika melakukan gerakan.


2. Diagnosa Keperawatan
Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan post

operasi tibia adalah hambatan kemampuan berpindah


3. Perencanaan
16

Perencanaan keperawatan adalah penentuan tujuan dan rencana

keperawatan yang disusun untuk membantu pasien mengatasi masalah


yang telah didiagnosa. Penulis menyusun rencana keperawatan sesuai
dengan NIC NOC (2015) (Herdman, 2015). Adalah sebagai berikut:
a. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

proses keperawatan diharapkan pasien mampu mencukupi

hambatan kemampuan berpindah dapat teratasi.


b. Nursing Outcome Classification (NOC) : Pergerakan

(Kemampuan untuk bisa bergerak bebas di tempat dengan atau

tanpa alat bantu).


Tabel 1.1
Kriteria hasil yang diharapkan pada perencanaan.

Skala
No Indikator Akhi
Awal
r
1 Keseibangan - -
2 Koordinasi - -
3 Cara berjalan - -
4 Gerakan otot
5 Gerakan sendi
6 Berjalan
- -
7 Bergerak dengan mudah

Keterangan skala :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu.

c. Nursing Intervesion Classification (NIC).


NIC : Terapi Latihan : ROM ( range of motion )

1) Beri pasien pakaian yang tidak mengekang


17

2) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaku yang

memfasilitasi pasien untuk berjalan dan mencegah

cedera.

3) Sediakan tempat tidur berketinggian rendah yang

sesuai

4) Dorong untuk duduk ditempat tidur, disamping

tempat tidur atau dikursi

5) Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk

memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh.

6) Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai

rencana ambulasi sesuai kebutuhan.

7) Instruksikan ketesediaan perangkat pendukung jika

sesuai.

8) Dorong ambulasi independen dalam batas aman.

9) Bantu pasien untuk perpindahan sesuai kebutuhan

10) Terapkan alat bantu (tongkat, walker, atau kursi

roda) untuk ambulasi jika pasien tidak stabil


18

11) Bantu pasien untuk ebrdiri dan ambulasi dengan

jarak dan dengan sejumlah staf tertentu

4. Implementasi
Penulis akan melakukan implementasi sesuai rencana tindakan yang

telah ditulis dalam intervensi keperawatan menurut Herdman, (2015).


5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari diagnosa hambatan kemampuan

berpindah berdasarkan intervensi keperawatan menurut Herdman,

(2015).
Kriteria yang diharapkan adalah sebagai berikut
Tabel 2.2
Evaluasi hambatan kemampuan berpindah pada pasien post operasi

ORIF fraktur tibia.

Skala
No Indikator Akhi
Awal
r
1 Keseibangan - -
2 Koordinasi - -
3 Cara berjalan - -
4 Gerakan otot
5 Gerakan sendi
6 Berjalan
- -
7 Bergerak dengan mudah

Keterangan skala :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu.

Anda mungkin juga menyukai