Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PKL MODUL MASALAH KESEHATAN DI DAERAH RAWA

GAMBUT TROPIKA DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Disusunoleh :
KELOMPOK 2
RAHMAT BIMA SAKTI ARIYANTO

MIKHAEL JEVON DANDAN


NALTRI SILVIA NINGSIH
AGUSTIAN WAHYUNINGRAT DARMI
LIKA HANIFAH
FITMA DARA MAHESTI
MIFTAH DWI INDRIANI
KEZIA EVANGELISTA
DINDA AMELIA DEWI
AZHAR PUTRA PRATAMA
IDE YUDIS TIYO
ERANIO ARASRANDA PAEMBONAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
PALANGKA RAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daerah gambut adalah daerah lahan dengan tanah jenuh air, terbentuk dari
endapan yang berasal dari penumpukan sisa-sisa (residu) jaringan tumbuhan masa
lampau yang melapuk dgn ketebalan 50 cm, sedangkan daerah aliran sungai (DAS)
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-
anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No.7 Tahun 2004).1
Kelurahan Pahandut merupakan kelurahan yang dibentuk dengan dasar hukum
Perda Kota Palangka Raya, Nomor: 335/ Pemerintah/ III-A/ 1981, Tentang penetapan
Desa Pahandut menjadi Kelurahan Pahandut.Kelurahan ini berada di daerah aliran
sungai (DAS) Kahayan dengan luas desa 950,0000 Ha. Kelurahan ini memiliki jumlah
penduduk sebanyak 49618 orang dengan total 12158 kepala keluarga. Kelurahan
Pahandut ini merupakan daerah perkampungan yang kaya akan sejarah namun, saat ini
menjadi daerah perkampungan yang padat dan kumuh, dimana sebagian
masyarakatnya masih belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.2
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan
anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih
dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah
Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.3 selain dengan menjalankan
PHBS di rumah tangga, masing-masing rumah tangga juga harus memenuhi kriteria
rumah sehat, menggunakan sumber air yang sehat untuk air minum dan kebutuhan
sehari-harinya, serta menerapkan kriteria MCK sehat untuk mecapai kehidupan rumah
tangga sehat.
Oleh sebab itu berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan pengamatan terhadap
perilakumasyarakat kelurahan pahandut sehingga dapat dilakukan pengkajian terhadap
masyarakat tersebut apakah sudah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,
memenuhi kriteria rumah sehat, menggunakan sumber air yang sehat bagi kehidupan
sehari-harinya serta menerapkan kriteria MCK yang baik dan sehat sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud denganlahan gambut?
2. Apa yang dimaksud dengan daerah aliran sungai?
3. Apa masalah kesehatan pada daerah rawa gambut dan aliran sungai?
1.3 Manfaat

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan lahan gambut

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan daerah aliran sungai

3. Mengetahui masalah kesehatan pada daerah rawa gambut dan aliran sungai
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian Gambut

Gambut adalah bahan berwarna hitam kecoklatan yang terbentuk dalam kondisi
asam, dan kondisi anaerobik lahan basah. Gambut terdiri dari bahan organik yang
sebagian terurai secara bebas dengan komposisi lebih dari 50% karbon. Gambut terdiri
dari lumut Sphagnum, batang, dan akar rumput-rumputan sisa-sisa hewan, sisa-sisa
tanaman, buah, dan serbuk sari. Tidak seperti ekosistem lainnya, tanaman/hewan yang
mati di lahan gambut tetap berada dalam lahan gambut tanpa mengalami pembusukan
sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Ini terjadi karena kondisi air yang selalu
menggenang, dimana terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan terhambatnya
mikroorganisme untuk melakukan pembusukan tanaman/hewan yang sudah mati secara
cepat. Hal tersebut menyebabkan materi organik di lahan gambut mudah di identifikasi.
Pembentukan gambut merupakan proses yang sangat lambat dan hal ini memerlukan
waktu sekitar 10 tahun untuk membentuk 1 cm gambut (Dion dan Nautiyal, 2008).

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan
proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan
tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya
merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dan Subiksa, 2008).

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan
melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi
antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral. Tanaman
berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara
membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Agus dan
Subiksa, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Gambut

Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomy), tanah gambut dikelompokkan kedalam


ordo histosol (histos = jaringan) atau sebelumnya dinamakan organosol yang mempunyai
ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral umumnya. Tanah gambut
mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal, proses pembentukan, dan
lingkungannya (Noor, 2001).

2.1.3. Pembentukan Gambut

ambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah
lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat
oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses
geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi,
berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan
proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dan Subiksa, 2008). Proses
pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi
oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara
bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan
gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh
pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-
lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Agus dan Subiksa, 2008).

2.1.4. Karakteristik Lahan Gambut

Karakteristik gambut berdasarkan proses awal pembentukannya sangat ditentukan


oleh unsur dan faktor berikut:

1. Jenis tumbuhan (evolusi pertumbuhan flora), seperti lumut (moss), rumput


(herbaceous) dan kayu (wood)
2. Proses humifikasi (suhu/iklim)
3. Lingkungan pengendapan (paleogeografi)

Semua sebaran endapan gambut berada pada kelompok sedimen alluvium rawa
zaman kuarter Holosen. Lokasi gambut umumnya berada dekat pantai hingga puluhan

4
kilometer ke pedalaman. Ketebalan maksimum gambut yang pernah diketahui mencapai
15 m di Riau (Tjahjono, 2007). Endapan gambut terdapat di atas permukaan bumi,
sehingga endapan gambut dapat dikenal dan dibedakan secara megaskopis di lapangan.
Salah satu cara mengenal endapan gambut secara megaskopis adalah berdasarkan ciri
sifat fisiknya yang sangat lunak menyerupai tanah, lumpur atau humus yang berasal dari
gabungan bagian tumbuhan yang sudah membusuk seperti daun, batang, ranting dan akar.
Tingkat pembusukan tumbuhan umumnya ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik seperti mikroba tanah yang bersifat aerob
maupun anaerob yang berguna untuk mendekomposisi bahan-bahan organik (lignin,
selulosa, kitin, asam humik dan lain-lain) menjadi mineral tanah (Yuleli, 2009).

2.1.5. Sifaat Tanah Gambut

 Sifat Fisik

Endapan gambut umumnya berwarna coklat muda hingga coklat tua sampai gelap
kehitaman, sangat lunak, mudah ditusuk, mengotori tangan, bila diperas mengeluarkan
cairan gelap dan meninggalkan ampas sisa tumbuhan yang didapat dari permukaan bumi
hingga beberapa meter tebalnya. Endapan gambut di permukaan dapat ditumbuhi
berbagai spesies tumbuhan mulai dari spesies lumut, semak hingga pepohonan besar.
Gambut yang berwarna lebih gelap biasanya menunjukkan tingkat pembusukan lebih
cepat. Secara makroskopis gambut tropis umumnya terdiri atas sisa-sisa akar, batang dan
daun dalam jumlah yang berlimpah, sebaliknya gambut lumut didominasi oleh sisa
tumbuhan lumut seperti

yang terdapat di Finlandia (Tjahjono, 2007).

 Sifat Kimia

Sifat kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral,
ketebalan, jenis mineral pada sub stratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi
gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya
adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawasenyawa humat sekitar 10
hingga 20 persen dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa,
hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus dan
Subiksa, 2008).

5
Noor (2001) membagi gambut berdasarkan susunan kimianya sebagai

berikut:

1. Eutropik : kandungan mineral tinggi, pH gambut netral atau alkalin.


2. Oligotrofik : kandungan mineral, terutama Ca rendah dan reaksi asam
3. Mesotrofik : terletak di antara keduanya.

Secara umum keasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan
organik maka keasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki keasaman lebih
rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat asam menyebabkan
kahat hara N, P, K, Ca, Mg, B, dan Mo (Yuleli, 2009).

Keasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam amino organik yang
terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob
menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang mengakibatkan
keasaman gambut meningkat. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat
dapat meracuni tanaman pertanian. Jika tanah lapisan bawah mengandung pirit,
pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai lapisan pirit akan menyebabkan
pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya keasaman gambut (Sabiham, 1993
dalam Yuleli, 2009).

Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena


kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang
sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan
bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara.
Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut (Agus dan
Subiksa, 2008)

 Sifat Biologis

6
Gambut dapat memelihara daur hidrologi karena sifat hidrofilik yang kuat kearah
horizontal namun lemah ke arah vertikal. Akibatnya lapisan atas gambut sering
mengalami kekeringan meskipun lahan bawahnya basah sehingga menyulitkan pasokan
air untuk perakaran tumbuhan pada musim kemarau, karena sifat gambut yang kering
tidak kembali bila kekeringan dalam kondisi yang ekstrim (Yuleli, 2009).

Berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapan, gambut di Indonesia dapat dibagi


menjadi:

1. Gambut Ombrogen Gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya


dipengaruhi oleh air hujan (Agus dan Subiksa, 2008).
2. Gambut Topogen Gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat
pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral
dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen (Agus dan Subiksa,
2008)

2.1.5 Kemasaman (pH) Gambut

Menurut Hartati et al. (2011) tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang
rendah. Gambut dangkal dengan kedalaman < 150 cm memiliki tingkat kemasaman
antar pH 4,0-5,1 sedangkan pada gambut dalam tingkat kemasamanya antara pH 3,1-
3,9 (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008).
Tingkat kemasaman tanah gambut di Indonesia berkisar antar pH < 4. Menurut
Syahruddin dan Nuraini (1997) tingkat kemasaman ini memiliki hubungan erat
dengan kandungan asam organik. Bahan organik yang telah terdekomposisi
mempunyai gugus reaktif karboksil dan fenol yang bersifat sabagai asam lemah yang
menimbulkan sifat asam pada tanah gambut. Tingkat kemasaman tanah gambut
cenderung turun pada tingkat kedalam gambut yang dangkal (Suhardjo dan Widjaja,
1976).

2.1.6. Dampak Pembakaran Gambut

Dampak Pembakaran Lahan Gambut Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di


areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab
kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, baik itu sengaja dibakar

7
atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan.
Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang
siap diserap oleh tumbuhan. Monde (2008) menyatakan banyaknya jumlah bahan bakar
yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan
lingkungan yang luas. Kebakaran hutan atau lahan gambut secara nyata menyebabkan
terjadinya degradasi atau rusak antara lain :

A. Terdegradasinya kondisi lingkungan


1) Penurunan kualitas fisik gambut. Diantaranya penurunan porositas total,
penurunan kadar air tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya
kerapatan lindak.
2) Perubahan sifat kimia gambut. Perubahan yang terjadi pada sifat kimia gambut,
segera setelah terjadinya kebakaran, ditandai dengan peningkatan pH, kandungan
N-total, kandungan fosfor dan kandungan 10 Basa total (Kalsium, Magnesium,
Kalium, Natrium) tetapi terjadi penurunan kandungan C-organik. Namun
peningkatan tersebut hanya bersifat sementara karena setelah beberapa bulan
paska kebakaran (biasanya sekitar 3 bulan) maka akan terjadi perubahan kembali
sifat kimia gambut, yaitu : terjadi penurunan pH, kandungan N-total, kandungan
fosfor dan kandungan Basa total (Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium).
3) Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme yang
mati akibat kebakaran.
4) Hilang atau musnahnya benih-benih vegetasi alam yang sebelumnya terpendam
di dalam lapisan tanah gambut, sehingga suksesi atau perkembangan populasi dan
komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu atau berubah dan akhirnya
menurunkan keanekaragaman hayati.
5) Rusaknya siklus hidrologi seperti menurunkan kemampuan intersepsi air hujan ke
dalam tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban tanah,
dan meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan (surface run off)
6) Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi kebakaran maka akan
terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai salah satu gas
rumah kaca, karbondioksida merupakan pemicu terjadinya pemanasan global.
B. Ganguan terhadap kesehatan manusia

8
Dampak timbulnya asap yang berlebihan selama kebakaran berlangsung telah
menimbulkan berbagai penyakit seperti, gangguan pernapasan, asma, bronchitis,
pneumonia, kulit dan iritasi mata. Polutan asap dari kebakaran hutan mengandung karbon
monoksida yang dapat menjadi racun bagi manusia. Selain itu prtikel-partikel kecil dalam
asap dapat menyebabkan saluran pernafasan manusia menjadi tersumbat sehingga
menyebabkan penyakit pada pernafasan manusia.

C. Ganguan terhadap ekonomi dan sosial

Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu hilangnya sumber mata


pencaharian masyarakat terutama bagi mereka yang masih menggantungkan hidupnya
pada hutan (berladang, beternak, berburu atau menangkap ikan). Namun, dampak
mendalam bagi masyarakat lokal, yaitu perasaan diabaikan dan putus asa sering tidak
mendapat perhatian. Masyarakat lokal merasa sudah kehilangan banyak dan tidak
menerima bantuan atau bahkan pengakuan atas kehilangan itu. Dampak sosial budaya ini,
jika diabaikan akan menjadi potensi bagi munculnya konflik sosial yang serius (Tacconi,
2003).

2.2 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya

9
melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Dari definisi
di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme
dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya
terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu
pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah
yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang
secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang
optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum
mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang
tahun.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,


tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir
merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari
segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan
menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan
transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan
lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan
DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya
pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS,
bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

DAS Kahayan terletak pada E 30 20’43,60” S 1140 02’23,00” dengan luas mencapai
81,648 Km2. Dengan panjang sungai 600 Km, kedalaman 7 Meter dan lebar 500 Meter.

Wilayah DAS Kahayan yang secara karakteristik ekosistemnya merupakan wilayah


hutan dataran tinggi di wilayah hulunya sementara di hilirnya merupakan hutan dataran
rendah yang sebagian besar merupakan kawasan gambut yang masih tersisa yang di
prediksikan menyimpan cadangan karbon yang besar. Wilayah DAS Kahayan ini juga
merupakan wilayah strategis nasional yang di tetapkan oleh pemerintah.

Kecamatan Pahandut adalah salah satu diantara 5 (lima) Kecamatan yang ada di Kota
Palangka Raya dengan luas wilayah 117,25 Km2 dengan topografi terdiri dari tanah datar,
berawa-rawa dan dilintasi oleh sungai Kahayan. Secara administrasi sebelah Utara

10
berbatasan dengan Kecamatan Kahayan Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Sebangau, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sebangau, sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Jekan Raya.

DAS atau daerah aliran sungai sangat berpengaruh dalam penyebaran penyakit karena
termasuk kedalam ekosistem. Penyakit yang paling sering diderita masyarakat yang
tinggal di daerah pinggiran sungai adalah influenza, lalu disusul dengan muntaber dan
diare, penyakit kulit dan juga ISPA atau infeksi saluran pernapasan atas.

2.3 Masalah Kesehatan Rawa Gambut dan Aliran Sungai

Hutan dan lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah
Keberadaan ekosistem hutan dan lahan gambut saat ini semakin terus terancam, karena
status eksistensinyamendapat tekanan sangat berat oleh berbagai aktivitas dan kegiatan
manusia yang tidak ramah lingkungan. Ribuan penduduk dilaporkan menderita penyakit
infeksi saluran pernafasan, sakit mata dan batuk sebagai akibat dari asap kebakaran.
Kebakaran gambut juga menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi kurang
layak untuk diminum. Masalah kesehatan yang sering dijumpai yaitu urgensi penyediaan
akses sanitasi yang layak bagi masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan
kian mendesak. Faktor penyebab penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri,
hepatitis A, tifus, polio, serta terhambatnya pertumbuhan pada balita merupakan akibat
dari sanitasi yang tidak layak. Berdasarkan profil kesehatan masih terdapat keluarga di
daerah sekitar sungai yang menggunakan penampungan akhir kotoran/tinja di
sungai.kabupaten Barito Kuala telah ikut serta dalam program Penyediaan Minum dan
Sanitasi berbasis Masyarakat (STBM) dalam meningkatkan akses masyarakat sekitar
terhadap sanitasi dengan STBM (Profil Kesehatan Kabupaten Batola, 2011). Secara
umum diketahui bahwa masih banyak masyarakat di Kalimantan Selatan yang belum
menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat baik yang bermukim di komplek
perumahan maupun yang di pinggiran sungai. Berdasarkan hasil survey pada bulan maret
2011 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, dihasilkan
bahwa masyarakat kota Banjarmasin hanya 18,75% yang mempraktekkan perilaku hidup
bersih dan sehat. Terutama untuk masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran sungai
masih lekat dan menggantungkan kehidupan sehari-harinya dengan air sungai. Meskipun
di saat yang sama diketahui bahwa kualitas air sungai dapat dikatakan buruk (Prosiding

11
PHBS ). Lingkungan yang diharapkan pada proses pembangunan kesehatan, tentu saja
lingkungan yang kondusif yakni lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air
bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa

BAB 3
HASIL

3.1 Rumah Sehat


Pada pengamatan yang kami lakukan didapatkan 5 sampel rumah penduduk
yang kami nilai berdasarkan syarat rumah sehat. Hasilnya antara lain sebagai
berikut :
A. Jamban

12
1 dari 7 rumah penduduk yang kami amati tidak memiliki jamban sehat.
Dimana rumah ini tidak memiliki septic tank atau cubluk, yang mana kotoran
langsung dibuang dibawah rumah tanpa ada penampungnya. 4 rumah lain
telah memiliki septic tank.
B. Sarana air bersih
Seluruh 7 rumah ini menggunakan air hitachi/pompa air tanah untuk
kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Air minum dan memasak menggunakan
air isi ulang.
C. Tempat pembuangan sampah
5 dari 7 rumah menyatakan bahwa membuang sampah langsung ke bawah
rumah dan 2 rumah menyatakan mengumpulkan sampahnya dan membuat ke
tempat pembuangan sampah.
D. Sarana pembuangan air limbah
Sarana pembuangan air limbah dari bekas mencuci, air mandi dan air kotor
lain tidak ada. Semua air kotor tersebut langsung jatuh ke bawah rumah.
E. Ventilasi rumah
1 dari 7 rumah yang kami kunjungi tidak memiliki ventilasi rumah yang baik
dimana rumah tersebut hanya memiliki 1 lubang angin dirumahnya.
F. Kepadatan hunian rumah
Dari pemantauan kami kepadatan hunia di RT03 RW07 cukup padat dimana
saat kami masuk kerumah warga yang tinggal didalam rumah kebanyakan
adalah 3 orang
G. Lantai rumah
4 dari 7 rumah yang kami amati menggunakan lantai kayu yang dilapisi
dengan karpet plastik sedangkan 1 rumah menggunakan lantai keramik.

3.2. PHBS
PHBS
Pada pengamatan yang kami lakukan didapatkan 7 sampel rumah penduduk
yang dinilai berdasarkan 10 indikator PHBS, sebagai berikut :
A. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada anak-anak yang kami temui.

13
B. ASI eksklusif
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada bayi atau anak-anak yang kami
temui.
C. Menimbang bayi secara berkala
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada bayi yang kami temui.
D. Cuci tangan bersih
Rata-rata tiap rumah yang kami amati terdapat dapur dan air kran, yang
dimana warga biasanya mencuci tangan di air kran yang berasal dari air
sumur.
E. Air bersih
Semua rumah yang kami amati menggunakan mesin air sumur untuk
kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan kakus. Untuk air minum
menggunakan air galon isi ulang.
F. Jamban yang sehat
Semua rumah yang diamati menggunakan WC jongkok di dalam kamar
mandi dan membersihkannya menggunakan air dari mesin air sumur.
G. Jentik nyamuk
Semua rumah yang diamati tidak terdapat jentik nyamuk. Namun pada saat
malam hari terdapat nyamuk, sehingga kebanyakan warga mengatasinya ada
yang menggunakan obat nyamuk dan kelambu. Akan tetapi, sekitar 2 rumah
yang tidak diamati terdapat genangan air di wadah cat dan di dalam sepatu
boots yang dimana terdapat jentik nyamuk.
H. Konsumsi buah dan sayur
Semua rumah yang diamati warga sering mengkonsumsi buah dan sayur
dalam seminggu.
I. Aktivitas fisik
Dari 2 hingga 7 rumah yang diamati memiliki pekerjaan seperti berjualan sate
keliling dan berjualan di pasar. Namun warga lainnya juga biasanya jalan kaki
ke pasar untuk belanja kebutuhan sehari-harinya.
J. Merokok
Dari 4 hingga 7 rumah yang diamati terdapat perokok, yang dimana
kebanyakan merokok di dalam rumah.

14
3.3. Keluhan yang Sering Diderita Warga
Dari beberapa interview yang dilakukan kepada masing-masing rumah tangga,
didapatkan informasi bahwa penyakit yang sering di keluhkan pada tempat ini
adalah
 DM
 Sakit kepala, Mual-mual, Tekanan darah tinggi dan gatal-gatal
 Batuk & PIlek
 Diare
 Demam

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Rumah Sehat


Rumah Sehat

15
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan,
yaitu rumah yang meiliki :
 Jamban yang sehat,
 Sarana air bersih,
 Tempat pembuangan sampah
 Sarana pembuangan air limbah
 Ventilasi rumah yang baik
 Kepadatan hunian rumah yang sesuai
 Lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah
Menurut pengamatan yang kami lakukan 4 dari 5 rumah memiliki jamban sehat yang
kotorannya akan ditampung pada septic tank, untuk sarana air besih seluruh rumah
telah menggunakan pompa air sumur, beberapa rumah membuang sampah langsung
kebawah rumah dibawa ini membuat lingkungan rumah terlihat kotor dan rawan
berpotensi sebagai tempat perkembangan bibit penyakit lalu dari ke 5 rumah yang
kami amati hanya satu 1 rumah yang tidak memiliki ventilasi rumah yang baik karena
hanya memiki 1 ventilasi udara. Kepadatan hunian dari pengamatan kami cukup padat,
rumah-rumah saling berdempetan dan dalam setiap rumah yang ukurannya sekitar 6x6
meter ditempati oleh 3 orang. Dari pengamatan lantai rumah penduduk yang kami
lakukan 4 rumah berlantai kayu yang dilapisi karpet plastik sedangkan 1 rumah
berlantai keramik yang mana telah bagus karna tidak berlantai tanah.

4.2. PHBS
PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran, sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
di masyarakat. Terdapat 10 indikator PHBS di masyarakat yaitu :
1. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
2. ASI eksklusif
3. Menimbang bayi secara berkala
4. Cuci tangan bersih

16
5. Air bersih
6. Jamban sehat
7. Jentik nyamuk
8. Konsumsi buah dan sayur
9. Aktivitas fisik
10. Merokok

Menurut pengamatan yang kami lakukan keseluruh rumah tidak terdapat bayi maupun
anak-anak, kebanyakan orang tua dan dewasa. pada keseluruh rumah yang diamati
sudah menggunakan mesin air sumur untuk mandi, air galon isi ulang untuk minum
dan makan, dan menggunakan WC jongkok di dalam rumah. Namun pada malam hari
terdapat banyak nyamuk dikarenakan di bawah tiap rumah warga terdapat rawa yang
menyebabkan munculnya nyamuk, apalagi sewaktu air rawa naik. Warga masih sadar
akan kesehatan mengkonsumsi buah dan sayur. Namun disayangkan sebagian masih
ada yang merokok di dalam rumah.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari keriteria rumah sehat yang sudah di jelaskan dapat disimpulkan bahwa sudah banyak
rumah yang memenuhi kriteri rumah sehat hanya saja penduduk masih membuah sampah
sembarang contoh nya dibawah rumah mereka. Sedangkan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS)nya sudah baik dimana mereka sudah memiliki wc sendiri, memakai air

17
pompa untuk mandi dan minum tetapi salah satu yang di sayangkan adalah bawah di
tempat mereka masih banyak nyamuk alangkah baiknya sepering diberi edukasi
pentingnya memakai obat nyamuk abate dan menguras tampungan air mereka .

Saran:

- memberikan abate kepada warga yang rumahnya diamati sebagai ucapan terimakasih
telah mengizinkan untuk diwawancara

- melakukan PHBS terhadap rumah yang diamati

- melakukan pemeriksaan gratis kepada masyarakat disana

Sumber :

1. Noor, M., 2010. Lahan Gambut. Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

2. Tacconi, L.2003 Kebakaran Hutan di Indonesia: penyebab, biaya dan implikasi


kebijakan. CIFOR

18

Anda mungkin juga menyukai