Anda di halaman 1dari 65

Ramang Said Hasan

Sistem saraf merupakan pusat kendali tubuh dan


jaringan kerja komunikasi. Pada manusia sistem
syaraf mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
sensorik, integratif dan motorik.
system neurologis meliputi :
Fungsi cerebral atau status mental meliputi mencakup
pemeriksaan kesadaran perilaku penampilan, dan intelektualitas.
Fungsi cerebellum `mencakup koordinasi dan keseimbangan .
Fungsi nervus kranialis mencakup nervus karnial 1 sampai
dengan nervus kranial XII.
Fungsi sensorik mencakup sentuhan super visia yaitu nyeri,
vibrasi, posisi, temperature, dan pembeda .
Fungsi motorik , mencakup tonus otot, ukuran otot , kekuatan otot,
pergerakan involunter.
Fungsi refleks mencakup refleks tendon dan refleks supervisial
kulit. Refleks tendon yaitu bisep, trisep, brancioradialis , patella, dan
Achilles.
Fungsi kortikal
Rangsang selaput meningeal.
a. Persiapan Pasien meliputi :

Apakah klien mengunakan sedativa, analgesik, hipnotis


, antipsikotik, anti depresi dan obat – obat perangsang
sistem syaraf.
Posisi pasien duduk , berbaring, berdiri.
Jaga privasi pasien dengan menggunakan pembatas
dan selimut.
meliputi :
Hammer perkusi
Peniti atau jarum pentul,
Garputala,
Snellen chart,
Senter,
Penlight,
Sumber bau – bauan seperti kopi atau teh,
Otoskop,
Dan octal moskop,
Pilinan kapas,
Spatel lidah,
Air panas,
Sarung tangan jika di perlukan.
4.1. Pemeriksaan fungsi cerebral
Cara pemeriksaan :
Inspeksi : perhatikan apakah klien berespon
secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar ,
dan taktil yang ada disekitarnya.
Konfersasi : apakah klien memberi reaksi secara
wajar terhadap suara konversasi atau dapat
dibanggunkan oleh suruhan atau pertanyaan
yang di sampaikan dengan suara yang kuat.
Nyeri : bagaimana respon klien terhadap respon
nyeri .
Skala ini mengungkapkan kesadaran klien yaitu koma atau
tidak koma dengan cara menilai respon klien terhadap
rangsang yang di berikan pemeriksa.
Respon klien yang perlu diperhatikan adalah
a. Membuka mata
Spontan > 4
Terhadap bicara ( suruh pasien membuka mata ) >3
Dengan rangsang nyeri ( tekan pada syarap supraorbita
atau kuku jari ) >2
Tidak ada reaksi ( dengan rangsang nyeri pasien tidak
membuka mata ) >1
b. Respon verbal ( bicara )

Baik dan tidak ada disorientasi ( dapat menjawab


dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia
berada, tahu waktu,hari,bulan) > 5
Kacau ( confused ) ( dapat bicara dalam kalimat
namun ada disorientasi waktu dan tempat ) >4
Tidak tepat ( dapat mengucapkan kata-kata namun
tidak berupa kalimat dan tidak tepat ) >3
Mengerang ( tidak mengucapkan kata hanya suara
mengerang ) >2
Tidak ada jawaban >1
c. Respons motorik ( gerakan )
oMenurut perintah
oMengetahui lokasi nyeri
oReaksi menghindar
oReaksi fleksi ( dekortikasi )
oReaksi ekstensi ( deserebrasi )
oTidak ada reaksi
Pusat keseimbangan dan koordinasi oto / gerak terdapat di
cerebellum. Berbagai tes yang dapat di gunakan untuk
mengetahui fungsi tersebut antara lain :
1. Tes koordinasi
Cara pemeriksaan
• Minta klien untuk menunjuk hidung dengan jari telunjuknya
• Kalau klien dengan mudah melakukannya, minta kembali
klien untuk menunjuk telinganya.
• Penyimpangan , bila klien tidak menunjuknya dengan tepat.

2. Tes keseimbangan
Tes ini dilakukan pada saat klien berdiri atau berjalan
Cara pemeriksaan rujuk pada test nervus VIII – Vestibularus
a.Saraf Olfaktorius (N. I)

Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang


tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan
tersebut di depan salah satu lubang hidung orang
tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup
dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta
untuk memberitahu saat mulai terhirupn.ya bahan
tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan
yang di hirup
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual
acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil,
pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
c.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
d. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus konvergen
3. Diplopia

e. Saraf Trigeminus (N. V)


Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan
refleks
f.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus
konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal
bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang
timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan
atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam
diperhatikan :
- Asimetri wajah
- Tes kekuatan otot
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
- Hiperakusis
h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan
pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Audiogram digunakan untuk membedakan tuli
saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes
Weber.

2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler


Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes
romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head
tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes
untuk postural nistagmus.
i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis
sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-
sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek
(kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh
membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula,
kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya
kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa
uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
j.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot
trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah,
kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan
tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.
k.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah
dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan
fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke
arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower
motorneuron unilateral.Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan
menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral
dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya
atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian
pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan
palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula.
Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-
otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka
sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi
unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang
berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Pemeriksaan refleks meliputi
- Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari
arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien
diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan
pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata
yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan
refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N.
V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks
menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan
pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan
refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana
yang rusak (aferen atau eferen).
- Refleks bersin (nasal refleks)
- Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar)
penderita membuka mulut secukupnya (jangan
terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan
pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks.
Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan
mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan
terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
Pemeriksaan sensibilitas merupakan
pemeriksaan yang tidak mudah,karena
pemeriksaan bergantung pada perasaan
klien,sehingga bersifat subjektif.
Cara pemeriksaan :
Persiapan :
Jaga agar pasien tetap berada dalam keadaan
tenang danupayakan perhatiannya dipusatkan
pada pemeriksaan.
Sensibilitas Permukaan / superfisial
Rasa raba
Cara pemeriksaan :
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kertas, kapas yang ujungnya di
usahakan sekecil mungkin.
Goreskan secara halus pada seluruh tubuh secara acak (random), mulai dari kepala
turun ke bawah.
Intruksikan kepada klien untuk menyebutkan ya bila ia merasakan rabaan pada kulit.
Bandingkan rasa raba antara tubuh sebelah kanan dan kiri.
Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri.
Rasa nyeri
Cara pemeriksaan :
•Gunakan jarum steril dan jarum pentul (Ujungnya ada bandul)
•Muala-mula klien diberitahukan dan dicoba membedakan dua tusukan yang bersifat
tajam dan tumpul.
•Pada saat pemeriksaan.Intrusikan klien untuk menyebutkan apa yang dirasakan
apakah tajam / tumpul
•Tusukan dengan cukup keras pada bagian tubuh mulai dari kepala terus sampai ke
bawah secara random.
•Jika ditemukan kelainan rasa nyeri, pemeriksaan diulang di area yang terganggu ke
arah yang normal.
Rasa Suhu
Cara pemeriksaan :
Gunakan tabung reaksi atau tube yang berisi
air panas(43 derajat celsius) dan air es (10
derajat celcius)
Instrusikan klien untuk menyebutkan dingin
atau panas saat tabung itu disentuhkan pada
anggota tubunya.
Hasil pemeriksaan, di catat di atas peta
sensibilitas.Kelainan sensibilitas yang
ditemukan ditandai pada peta tersebut.
Cara pemeriksaan :
Inspeksi :
Perhatikan sikaf secara keseluruhan dan sikap tiap bagian
tubuh,bagaimana sikap klien saat
berdiri,duduk,berbaring,bergerak,dan berjalan.
Perhatikan adanya deformitas.
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh kiri dan kanan
sama,perhatikan bentuk otot adakah atrofi atau
hipertrofi,bandinhkan besarnya otot bagian kiri dan kanan.
Observasi adanya gerakan abnormal yang tidak terkandali seperti
tremor,khorea,atetose,ditonia,balismus,spasme,tik,fasikulasi,dan
miokleni
Palpasi
Instrusikan klien untuk mengistrahatkan ototnya
Kemudian otot dipalpasi untuk menetukan posisi konsistensi serta
adanya nyeri tekan
Tentukan dan nilai tonus otot pada berbagai posisi anggota gerak
dan bagian badan,adakah hipotonik.
Pemeriksaan gerak pasif
• Instrusikan klien untuk ekstremitasnya
• Gerakan ekstremitas pada persendian secara
bervariasi mula-mula lambat kemudian capat,lebih
lambat dan seterusnya
• Sambil menggerakan kita nilai tahanannya
•Dalam keadaan normal tidak menemukan tahanan
yang berarti,jika pasian dapat mengistrahatkan
ektremitasnya dengan baik
Pemeriksaan gerak aktif
•Instrusikan pasien untuk memfleksikan lengan
bawahnya secara maksimal
•Pemeriksa menahan gerakan tarsebut
•Kemudian kita nilai tenaga otot yang dinyatakan
dengan menggunakan angka dari 0-5 yaitu:
0: tidak didapatkan sedikitpun kontaraksi
otot,lumpuh total
1: terdapat sedikat kontaraksi otot namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakan oleh otot tersebut
2: didapatkan gerakan tatapi garakan ini tidak
mampu melawan gaya berat (gravitasi)
3: dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
4: disamping dapat melawan gaya berat ia dapat
pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
5: tidak ada kelumpuhan (normal)
Koordinasi gerak
1.Percobaan-hidung
•Instrusikan klien untuk menutup mata
•Luruskan lengan klien kesamping
•Klien disuruh untuk menyentuh hidungnya dengan
telunjuk
•Observasi gerakan klien apakah telunjuk sampai ke
hidung atau tidak
•Atau klien disuruh menunjuk telunjiuk pemeriksa
kemudian menunjuk hidungnya dan lakukan berulang-
ulang
2. percobaan jari-jari
•Instrusikan klien untuk merentangkan kedua lengannya
di samping dan mata di tutup.
• klien disuruh mempertemukan di jari depan.
3. percobaan tumit lutut
• posisi klien berbaring dengan kedua tungkai di luruskan
• instruksikan klien untuk menempatkan tumit pada lutut
kaki yang lain
• kemudian suru klien untuk menggerakkan tumit
tersebut menyusuri tulang tibia ke arah distai sampai
dorsum kaki dan ibu jari kaki
• lakukan gerakan berulang-ulang, mula perlahan-lahan
kemudian cepat
• gerakan ini dapat di lakukan dari arah berlawanan
4. percobaan pronasi dan supinasi
• posisi klien duduk
• letakkan tangan klien di atas paha bagian distal
• intruksikan untuk melakukan pronasi supinasi secara
barganti, mula-mula perlahan dan makin lama makin
cepat
Fungsi refleks
Refleks superfisialis timbul karena terangsangnya kulit atau
mukosa yang mengakibatkan berkontraksinya oto yang ada di
bawahnya atau di sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya otot
seperti pada refleks dalam.
Cara pemeriksaan
1. Refleks tendon
a.reflaks biceps
bila posisi klien duduk, lengan bawah pronasi rileks di atas paha
bila posisi kliaen terlentang, lengan di taru di atas bantal, lengan
bawah dan tangan di atas abdomen.
Taru ibu jari pemeriksa di atas tendon biceps
Ketukan hamar di atas ibu jari
Respon normal berupa fleksi dari siku dan tampak kontraksi otot
biceps
b. refleks triceps
• posisi klien hampir sama dengan refleks biceps
• posisi pemeriksaan sebaiknya dari arah samping
belakang pasien untuk mengamati kontraksi
• ketukan hamer kira-kira 5 cm di atas siku ( olekranon )
• respon normal adalah ekstensi dari siku dan tampak
kontraksi otot triceps
c. refleks brakhioradialis ( reflek radius )
• posisi pasien sama dengan refleks biceps hanya lengan
bawah harus berada antara pronasi dan supinasi
• ketukan hamer dengan perlahan di bagian radius, kira-
kira di atas pergelangan tangan
• respon normal berupa lengan bawah akan berfleksi dan
bersupinasi
d. refleks kuadriceps femoris ( reflek patella )
bila posisi klien duduk, kaki tergantung rileks di tepi tempat tidur,
tangan pemeriksa berada di atas lutut.
Bila posisi klien terlentang ; tangan atau lengan bawah pemeriksa
berada di taru di bawah lutut klien ( bisa dig anti dengan bantal ),
klien dalam keadaan fleksi sendi lutut ira-kira 20o dan tumit klien
harus tetap berada di atas tempat tidur.
Ketukan pada tendon muskulus kuadriceps hemoris, di bawah patella
Respon normal berupa gerakan ekstensi dari tungkai bawah di sertai
dengan kontraksi otot kuadriceps.
e. refleks tendon Achilles ( APR )
bila posisi klien duduk, kaki dorsofleksi optimal
bila posisi klien terlentang, fleksi panggul dan lutut sambil sedikit
rotasi paha keluar
pemreriksa memegang ujung kaki untuk memberikan sikap dorso
fleksi ringan pada kaki
ketukan hamer di atas tendon Achilles
respon normal berupa gerak pelantar fleksi pada kaki dan kontraksi
otot riset.
Refleks patologis
a. Refleks Babinski
•Posisi klien berbaring dan relaksasi dengan
tungkai di luruskan
•Goresan harus dilakukan perlahan jangan sampai
menimbulkan rasa nyeri
•Pemeriksa memegang pergelangan kaki supaya
kaki tetap pada tempatnya
•Telapak kaki digores dengan benda berujung agak
tajam dari arah tumit menyusur bagian lateral
menuju pangkal ibu jari
•Respon refleks berupa dorso fleksi dari ibu jarii dan
biasanya disertai dengan pemekaran dari jari-jari
lainnya di sebut tanda babinski positif.
b. Refleks chaddock
•Goreskan bagian lateral maleolus
•Tanda babinski akan timbul
c. Refleks gordon
•Cubit atau tekan otot betis
•Tanda babinski akan muncul
d. Refleks oppenheim
•Urut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dengan arah
mengurut ke bawah
•Tanda babinski akan timbul
e. Refleks Gonda
•Tekan satu jari kaki dan kemudian lepaskan dengan
sekonyong-konyong.
•Tanda babinski akan timbul
f. Refleks Schaefer
•Tekan atau cubit tendon achilles
•Tanda babinski akan timbul
g. Refleks hoffmann – trommer
•Pergelangan tangan klien di pegang dan jari-
jarinya diinstrusikan untuk fleksi
•Kemudian jari tengah klien kita jepit diantara
telunjuk dan jari tengah kita, dengan ibu jari
kita, gores kuat ujung jari tengah pasien
•Respon refleks : fleksi jari telunjuk dan adduksi
ibu jari
h. Refleks Bechterew
Ketukan bagian dorsal basis, jari-jari kaki sebelah
kedepan
Respon refleks berupa gerakan fleksi jari-jari kaki
1.PENGKAJIAN RIWAYAT KEPERAWATAN
1.Riwayat kesehatan
2.Data biografi
3.Keluhan utama di uraikan secara PQRST
Riwayat kesehatan saat ini :
A.Nyeri kepala
•Kaji apakah terasa di satu sisi/tidak
•Klasifikasi ( migren, tension/cluster head ache )
•Apakah di sertai gejala lain
•Obat yang biasa di gunakan untuk headache
b. Gangguan pergerakan motorik
 Pada usia berapa terjadi gangguan motorik
 Bila tiba-tiba gangguan vaskuler bila gradual tumor
 Apakah simestris / asimetris
- Simetris
- Asimetris
 Apakah ada gangguan saat nyisir, jalan naik tangga
 Apa ada tremor
c. Kejang
 Usia pertama mengalami kejang
 Trauma penyebab ( trauma saat lahir, epilepsy )
 Kaji apakah setelah dewasa mengalami trauma, alkoholik,
candu obat, tumor
 Frekuensi serangan kejang, kapan , apa di sebabkan
karena : melihat, mendengar, atau mencium sesuatu
d. Sensori deviation
 Parastesia
 Dimana sensasi dirasakan
 Apa ada rasa kesulitan mengalami rasa : nyeri, panas,
sentuhan.
e. Penururnan kesadaran
• Apa sering bingung/tiba-tiba bingung S.P Delirium? (
di sebabkan karena kerusakan/ gangguan metabolic
enchepalopati)
• Bingung secara gradual degeneratif.
• Kaji tingkat kesadaran :
• Kapan mulai, gradual/tiba-tiba
• Berubah-ubah/tidak
• Apakah akibat obat/injeksi
Riwayat kesehatan masa lalu
• Pernahkah klien mengalami head injuri, hingga
mengalami sakit kepala, kejang, dan koma.
• Apakah pernah trauma saat lahir kejang
• Apakah pernah injeksi telinga, mata, hidung,
sehingga klien sakit kepala, pneumonia, dll
• Tanyakan riwayat kardiovaskuler
• Riwayat pernafasan ( hypoxia confusion koma )
• Gangguan tyroid ( hyper/hypothyroid )
• Metabolic di sorder
• Psycologic di sorder
Riwayat kesehatan keluarga
Kegiatan sehari-hari
Review sistem
Kaji riwayat klien apakah pernah mengalami gejala
sbb :
 Kepala : nyeri kepala di sertai demam infeksi
dan iritasi meningen
 Musculoskeletal : Atropi otot Pain of
movement
 Gastrointestinal :muntah peningkatan TIK
 Reproduksi : amoneohea tumor Pituitary
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL
KAKU KUDUK.
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepalapasien
yang sedang berbaring, kemudian kepaladitekukan (
fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat
KERNIG SIGN.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih
dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135 derajat , maka dikatakan kernig sign
positif
BRUDZINSKI SIGN.
Ini meliputi : Tanda leher menurut Brudzinski,
Tanda tungkai kontralateral menurut
Brudzinski, Tanda pipi menurut Brudzinski,
Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski dan
istilah ini sering disalahpahamkan dengan
Tanda Brudzinski 1 ( Brudzinski’s neck
sign),Tanda Brudzinski 2 ( Brudzinski’s
contralateral leg sign) dstnya.
 Tanda Leher menurut Brudzinski
 Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan
tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang
satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian
kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada..Test ini adalah positif bila
gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi
di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
 Tanda tungkai kontra lateral menurut
Brudzinski.
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan
dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi
panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik
berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi
lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
Tanda pipi menurut Brudzinski.
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os
zygomaticus akan disusul oleh gerakan fleksi
secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan
reflektorik keatas sejenak dari kedua lengan.
 Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski.
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan
fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan
panggul.
 Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu
kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan ) , kemudian satu
tungkai diangkat lurus, dibengkokkan ( fleksi ) persendian
panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi ( lurus ) . Pada keadaan normal dapat dicapai
sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah
lanjut usianya diambil patokan 60 derajat.
A. Pengertian
Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu
keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).
B. Klasifikasi dan Etiologi

Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh


Headache Classification Cimitte of the International Headache
Society sebagai berikut:
Migren (dengan atau tanpa aura)
Sakit kepal tegang
Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal.
Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural.
Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.
 Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis.
Perdarahan
subarakhnoid).
 Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non
vaskuler (mis. Tumor otak).
 Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau
putus obat.
 Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
 Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
(hipoglikemia).
 Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan
gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis.
Glaukoma akut).
 Neuralgia
kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan
terhadap bangunan-bangunan diwilayah
kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka
nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan
frontal.
Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai
karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala
berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak
diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan
vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita
dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.

Cluster Headache
Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler
lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam
bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang
menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan
temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung.
Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat
dan menurun kekuatannya.
 Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan
kontraksi pada otot-otot leher dan kulit
kepala,yang menyebabkan sakit kepala
karenategang. Karakteristik dari sakit kepala ini
perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau
belakang leher.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Chefalgia A. Pengkajian
Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan
sifat dari sakit kepala.
Data subjektif Data objektif
 Pengertian pasien tentang sakit kepala dan  Perilaku : gejala yang
kemungkinan penyebabnya. memperlihatkan stress,
 Sadar tentang adanya faktor pencetus, kecemasan atau nyeri.
seperti stress.  Perubahan kemampuan dalam
 Langkah – langkah untuk mengurangi melaksanakan aktifitas sehari –
gejala seperti obat-obatan. hari.
 Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit  Terdapat pengkajian anormal
kepala termasuk tempat nyeri, lama dan dari sistem pengkajian fisik
interval diantara sakit kepala. sistem saraf
 Awal serangan sakit kepala. cranial.
 Ada gejala prodomal atau  Suhu badan
tidak.  Drainase dari sinus.
 Ada gejala yang menyertai.
 Riwayat sakit kepala dalam keluarga
(khusus penting sekali bila migren).
 Situasi yang membuat sakit kepala lebih
parah.
 Ada alergi atau tidak.
B. Diagnostik
CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman
untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula
spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet
untuk membuat bayangan struktur tubuh.
Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk
pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan
tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang
mendadak akibat pengambilan CSF.

B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme,
peningkatan tekana intrakranial.
Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal,
sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja,
ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat,
ancaman berlebihan pada diri sendiri.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme,
peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan,
dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan.
Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ),
karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya,
lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.
Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak /
meningeal / infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri,
diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
dll
Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban
kerja, ketidakadequatan
relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman
berlebihan pada diri sendiri.
Intervensi
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil
keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra
tubuh.
Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan
diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan
kesenangan dari hidup ini.
Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan,
dan hasil yang diharapkan.
Kolaborasi : Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi
keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Intervensi :

Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.


Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor
predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap
makanan/lingkungan tertentu.
Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali
kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi.
Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program
kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang
menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat
relaksasi dan bersenang-senang.
Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai
dan tertawa/tersenyum.
Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
58
Bentuk
Kesimetrian
Tulang

Pergerakan
Gaya Jalan
Otot
Adanya Kekuatan
Odema/Tidak Otot
Pemeriksaan
Penunjang
Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi dan palpasi,
beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti :

Plain
Myelografi
Computed Tornografi Scan ( CT- scan )
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI )

Electro Miography ( EMG ) / Nreve


Conduction Study ( NCS )
Diagnosa Keperawatan :
 Resiko cedera berhubungan dengan hambatan fisik.

 Gangguan harga diri berhubungan dengan


kehilangan bagian tubuh.
 Nyeri berhubungan dengan adanya trauma jaringan
dan tulang.
 Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
perseptual (perubahan rasa keseimbangan).
 Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan
program pengobatannya.
Diagnosis pada cedera sistem
muskuloskeletal, meliputi diagnosis pada
tulang, otot, ligament, sendi, dan saraf yang
bersangkutan. Hasil diagnosis pada satu
bagian membantu diagnosis pada bagian
lainnya suatu sistem yang terintegrasi.
Terdapat banyak cara untuk mendukung
diagnosis (pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi, dll). Semakin banyak
cara yang digunakan, semakin akurat
hasilnya, tetapi perlu diperhatikan pula
efisiensi dan efektifitas.

Anda mungkin juga menyukai