PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi patient safety ?
2. Apa tujuan patient safety ?
3. Apa saja standar patient safety ?
4. Bagaimana tinjauan hukum patient safety ?
5. Bagaimana aspek hukum patient safety ?
6. Bagaimana analisa kasus yang terkait dengan patient safety ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi patient safety
2. Untuk mengetahui tujuan patient safety
3. Untuk mengetahui standar patient safety
4. Untuk mengetahui tinjauan hukum patient safety
5. Untuk mengetahui aspek hukum patient safety
6. Untuk mengetahui analisa kasus yang terkait dengan patient safety
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
4
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan kesehatan.
c. Dokter yang menjadi penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan dan prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
5
perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari rumah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan kesehatan yang di sesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transaksi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Adanya koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya.
d. Adanya komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.
6
c. Setiap rumah sakit melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan evaluasi suatu proses kasus
resiko tinggi bagi pasien.
d. Setiap rumah sakit menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang di perlukan agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
5. Standar V ( Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan
Pasien )
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan ”Tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan program untuk
menekan atau mengurangi KTD/KNC.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit terkait dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengkaji,
mengukur, dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengkaji dan mengukur efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan pasien.
7
c. Tersedianya mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi serta berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur yang cepat tanggap terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan baik internal dan eksternal yang
berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar
dan jelas tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian pada saat
program keselamatan pasien mulai di laksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian yang tidak
diinginkan.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan Keselamatan
Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya.
8
b. Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
9
2.4 Tinjauan Hukum Keselamatan Pasien
Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang
diwujudkan dalam bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun
peraturan hukum lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam
bentuk perundang-undangan namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat, sepanjang diperintahkan oleh perundangan-undangan. Undang-undang
sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat
kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak
masyarakat sebagai warga negara.
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan
yang aman merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah
Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien. Standar dimaksud dilakukan dengan melakukan pelaporan
insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan,
rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga
memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).
Organ untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap
karena UU Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk
Dewan Pengawas. Dewan yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan dan tokoh masyarakat itu bersifat independen dan non
struktural. Salah satu tugas Dewan adalah mengawasi dan menjaga hak dan
kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit juga
mengamanatkan pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia. Badan
yang bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan itu berfungsi melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi Badan terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat (Pasal 57).
10
2.5 Aspek Hukum Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a. “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.”
b. “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
11
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak menggugat
dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana”
12
2.6 Analisa Kasus
A. Kasus
RS Wahidin Tolak Pasien Bayi Tanpa Batok Kepala
13
Bayi perempuan yang lahir tanpa batok kepala, akhirnya menghembuskan nafas
terakhir Jumat sore saat bayi tersebut hendak dirujuk ke Rumah Sakit Labuangbaji
karena ditolak di RS rujukan Wahiddin Sudirohusodo, Makassar.
Anak ke empat pasangan Subaedah (20) dan Akbar Hasan (25) itu
meninggal dunia dalam perjalan menuju rumah sakit Labuangbaji setelah bertahan
hidup selama dua hari. Jenazah bayi yang lahir dengan berat badan 2,8 kg dan
panjang 48 cm di Puskesmas Pattingalloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar
itu langsung dikebumikan di pekuburan umum Kabupaten Maros, Sulsel Jumat
malam sekitar pukul 19.00 Wita.
B. Pembahasan Kasus
Dulu sering kita mendengar adanya pasien yang ditolak dirawat oleh
rumah sakit dengan alasan tidak mempunyai biaya buat pengobatan seperti pada
kasus yang diambil dari situs kantor berita Antara (ANTARA NEWS) dengan
judul “Bayi Tanpa Batok Kepala Meninggal Setelah Ditolak RS W” di tertanggal
25 Agustus 2007. Dari berita tersebut berisikan bayi perempuan yang lahir tanpa
batok kepala, akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada Jumat sore saat bayi
tersebut hendak dirujuk ke RS L karena ditolak di RS W. Bayi tersebut meninggal
dunia dalam perjalanan menuju RS L setelah bertahan hidup selama dua hari.
Jenazah bayi yang lahir dengan langsung dikebumikan di pekuburan umum. Bayi
tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS W, sebuah rumah sakit negeri,
namun pihak RS menolak merawat bayi itu karena orangtuanya tidak dapat
menunjukkan karta tanda bukti penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT)
keluarga miskin.
Pada kasus di atas penyimpangan etika dan hukum dari instansi kesehatan
terhadap bayi tersebut meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Sumpah dokter yang berbunyi “kesehatan penderita senantiasa akan saya
utamakan”.
2. Deklarasi Lisabon 1981 yang menjelaskan tentang hak-hak pasien tentang hak
dirawat dokter
3. Undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang berisikan
:
14
a. pasal 2 : Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan
kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri
penjelasan pasal 2 bagian d yang berbunyi asas adil dan merata berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan
merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
b. Pasal 4 : setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal
c. Pasal 7 pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan terjangkau
oleh masyarakat. penjelasan pasal 7 upaya kesehatan yang merata dalam arti
tersedianya sarana pelayanan di seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang
mudah di jangkau oleh seluruh masyarakat, termasuk fakir miskin, orang terlantar
dan orang kurang mampua
d. Pasal 57 : sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan tetap
memperhatikan fungsi sosial.
Penjelasan pasal 57 ayat 2 : fungsi sosial sarana kesehatan adalah bahwa dalam
menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kesehatan baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun oleh masyarakat harus memperhatikan kebutuhan
pelayanan kesehatan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-
mata mencari keuntungan.
Dari kasus itu seharusnya RS W tetap menerima pasien bayi ditinjau dari
segi etika dan hukum bukan menolak pasien lantaran tidak mempunyai biaya
berobat. Padahal RS W merupakan salah satu rumah sakit negeri (milik
pemerintah). Sehingga soal pembiayaan dana seharusnya menjadi tanggung jawab
pemerintah bukan RS W sesuai dengan pasal 7 UU Kesehatan no 36 tahun 2009.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada waktu menjabat sebagai Menteri
Kesehatan waktu itu pernah mengingatkan manajemen rumah sakit untuk tidak
menolak pasien dari keluarga miskin. Bila menolak, bisa dilaporkan ke polisi
dengan tuduhan cukup berat. Siti Fadilah mengatakan, tidak ada alasan bagi
15
rumah sakit pemerintah menolak pasien dari keluarga miskin. Pasalnya,
pemerintah sudah menyediakan jaminan pembayaran biaya perawatan kesehatan
paling sedikit Rp 2,6 triliun untuk rumah sakit. Belum lagi dana-dana dari alokasi
lain. Alasan administrasi juga tidak bisa dipakai untuk menolak pasien. Rumah
sakit tidak dibenarkan menolak pasien dengan alasan kartu Asuransi Kesehatan
untuk Keluarga Miskin (Askeskin) tidak berlaku lagi. Ia mengatakan bahwa
pasien dirawat dulu, urusan administrasi bisa dibereskan. Siti Fadilah juga
mengingatkan, pemerintah tetap menyediakan jaminan pembayaran perawatan
kesehatan masyarakat miskin.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang
terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu dan aman. Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan
kepastian perlindungan hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam
keselamatan pasien, yaitu pasien itu sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit,
dan masyarakat. Ketentuan mengenai keselamatan pasien dalam peraturan
perundang-undangan memberikan kejelasan atas tanggung jawab hukum bagi
semua komponen tersebut.
3.2 Saran
1. Agar pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya keselamatan
pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan
aman dengan mengeluarkan dan memperbaiki aturan mengenai keselamatan
pasien yang mengacu pada perkembangan keselamatan pasien (patient safety)
internasional yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
2. Agar setiap rumah sakit menerapkan sistem keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan
peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu.
3. Agar seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan bekerja sama dalam upaya
mewujudkan patient safety karena upaya keselamatan pasien hanya bisa bisa
dicapai dengan baik dengan kerjasama semua pihak.
17
DAFTAR PUSTAKA
18