PENGERTIAN
Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA)
adalah sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara
klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan
adanya distress (misalnya, gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas
(ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting)
atau disertai peningkatan resiko secara bermagna untuk mati, sakit,
ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan (APA, 1994 dalam Prabowo,
2014).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa
ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3%
diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia
15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia,
Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa
sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2
sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-
gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa
ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3%
diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia
15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia,
Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa
sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2
sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-
gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
2. DEMENSIA
b. demensia Vaskular
d. kesulitan berbahasa;
2.3 Kriteria Diagnosis Dimensia menurut ICD-10 + PPDGJ III Demensia (F00-F03)
a. Mengantuk/drowsiness
b. Bicara cadel
a. F 90 Gangguan hiperkinetik
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai
Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis,
namun demikian ia dapat mendukung.
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat
secara terpisah
5. SKIZOFRENIA
Gangguan jiwa berat yang ditandai dengan gangguan penilaian realita (waham dan
halusinasi).
b. Gangguan Isi Pikir: Waham, adalah suatu kepercayaan yang salah yang menetap yang
tidak sesuai dengan fakta dan tidak bisa dikoreksi.
d. Gangguan Emosi; ada tiga afek dasar yang sering diperlihatkan oleh penderita
skizofrenia (tetapi tidak patognomonik): 1) Afek tumpul atau datar 2) Afek tak serasi 3)
Afek labil
e. Gangguan Perilaku; Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti
gerakan tubuh yang aneh dan menyeringai, perilaku ritual, sangat ketolol-tololan, dan
agresif serta perilaku seksual yang tak pantas. f. Gangguan Motivasi; aktivitas yang
disadari seringkali menurun atau hilang pada orang dengan skizofrenia. Misalnya,
kehilangan kehendak dan tidak ada aktivitas. g. Gangguan Neurokognitif; terdapat
gangguan atensi, menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah, gangguan
memori (misalnya, memori kerja, spasial dan verbal) serta fungsi eksekutif. 3. Subtipe a.
Skizofrenia paranoid b. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik) c. Skizofrenia katatonik d.
Skizofrenia tak terinci e. Skizofrenia residual f. Skizofrenia simpleks 4. Pedoman
Diagnosis (ICD-X/PPDGJ III) a. Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau
penyisipan (thought withdrawal atau thought insertion), dan penyiaran pikiran (thought
broadcasting). b. Waham dikendalikan (delusionofbeingcontrol), waham dipengaruhi
(delusionofbeing influenced), atau “passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan
tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan
(sensations) khusus; waham persepsi. c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar
tentang perilaku pasien atau sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau
bentuk halusinasi suara lainnya yang datang dari beberapa bagian tubuh. - 25 - d.
Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta
sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau
kekuatan dan kemampuan “manusia super” (tidak sesuai dengan budaya dan sangat
tidak mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi dengan makhluk
asing yang datang dari planit lain). e. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas,
apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan
(overvaluedideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
bermingguminggu atau berbulan-bulan terus menerus f. Arus pikiran yang terputus atau
yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoheren atau pembicaraan tidak
relevan atau neologisme. g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativism,
mutisme, dan stupor. h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika. i. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.