PENDAHULUAN
Trauma kandung kemih sekunder terjadi karena cidera tumpul atau cedera
tembus. enam puluh atau sembilan puluh persen dari cedera kandung kemih
tumpul terjadi sekunder untuk fraktur panggul dan 2% sampai 11% dari pasien
dengan fraktur panggul mempertahankan cedera kandung kemih dan
kombinasikan urethal dan cedera kandung kemih terjadi dalam 2% sampai 30%
dari kasus (Loughlin, 2007).
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Trauma kandung kemih adalah cidera yang terjadi pada kandung kemih
yang diakibatkan oleh kecelakaan atau trauma iatrogenik (Salam, 2013).
Cedera kandung kemih adalah cedera pada kandung kemih yang terjadi
akibat trauma tumpul dan penetrasi dan bervariasi menurut isi kandung kemih
sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi terluka
dari pada saat kosong (Mutaqqin & Sari, 2011).
2.2 Etiologi
Penyebab utama cedera kandung kemih adalah trauma penetrasi (tajam)
dan trauma tumpul. Penyebab iatrogenik termasuk pasca intervensi bedah dari
ginekologi, urologi, dan operasi ortopedi didekat kandung kemih. Penyebab
lain melibatkan trauma obstetri pada saat melahirkan (Mutaqqin & Sari, 2011).
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis.
Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis
sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak
pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli.
Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen
tulang pelvis merobek dindingnya (Purnomo, 2007).
2
2.3 Patofisiologi
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan menyebabkan
robekan mukosa kandung kemih. Segmen dari dinding kandung kemih jernih
mengalami memar, mengakibatkan cedera lokal dan hematoma. Memas atau
kontusio memberikan manifestasi klinik hematuria setelah trauma tumpul atau
setelah melakukan aktivitas fisik yang ekstrem contohnya lari jarak jauh).
Ruptur ekstraperitoneal kandung kemih. Tuptue ekstraperitonel biasanya
berhubungan dengan faktor panggul (89%-100%). Sebelumnya, mekanisme
cedera diyakini dari perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cedera kandung kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan
fraktur.
2.4 Klasifikasi
Menurut Purnomo, 2007 Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi
kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstra peritoneal, dan cedera intra
peritoneal. Pada kontusio buli-buli hanya terdapat memar pada dindingnya,
mungkin didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan
ekstravasasi urine ke luar buli-buli. Cedera intraperitoneal merupakan 25-45%
dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan kejadian cedera buli-buli
3
ekstraperitoneal kurang lebih 45-60% dari seluruh trauma buli-buli. Kadang-
kadang cedera buli-buli intraperitoneal bersama cedera ekstraperitoneal (2-
12%). Jika tidak mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-
buli akan berakibat kematian karena peritonitis atau sepsis.
1. Ruptur intraperitoneal
2. Ruptur retroperitoneal
Trauma kandung kemih terjadi dari fraktur pelvis dan trauma multipel
ataupun dari dorongan abdomen bawah ketika kandung kemih penuh. Gejala
dari trauma kandung kemih adalah kontusio (memar berwarna pucat yang besar
atau ekimosis akibat masuknya darah ke jaringan), ruptur kandung kemih
4
secara ekstraperitoneal, intraperitoneal, atau kombinasi keduanya. Pasien
dengan ruptur kandung kemih mungkin akan mengalami perdarahan hebat
untuk beberapa hari setelah perbaikan (Suharyanto, 2009).
2.6 Komplikasi
a. Syok
b. Sepsis
Respon imunologi pada trauma berat dimulai saat awal kejadian dengan
dimulai aktifitas monosit. Aktifitas ini menyebabkan peningkatan sintesa dan
pelepasan mediatormediator inflamasi baik itu yang bersifat pro inflamasi
maupun anti inflamasi. Kelebihan respon pada trauma menginduksi SIRS dan
MOF yang terjadi 30% pada semua trauma berat (Suharyanto, 2009).
5
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Uroflowmetri
2. Uretrigram Retrograde
3. USG (Ultrasonografi)
6
2.8 Penatalaksanaan
1. Sistografi
7
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta :EGC
Mutaqqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Salam, M.A et al. 2013. Principles and Practice of Urology, Vol. 1. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publisher.
Scholtmeijer, R.J. & Schroder, F.H. 1996. Urologi untuk praktek umum. Jakarta:
EGC