Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN CAROK DAN PEMBUNUHAN DALAM PENYELESAIAN

SUATU PERMASALAHAN HUKUM

Oleh : Sarah Meilita Indrani


Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret
Email : meisarah23@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilakukan betujuan untuk mengetahui perbedaan carok dan
pembunuhan serta bagaimanakah putusan hakim dalam memutuskan perkara
Sinur, karena terdapat perbedaan pandangan permasalahan oleh majelis hakim dan
Sinur itu sendiri. Dimana menurut Sinur, hal yang ia lakukan adalah salah satu
tradisi pada masyarakat Madura yaitu tradisi Carok, namun bagi majelis hakim
apa yang dilakukan Sinur merupakan tindak pidana pembunuhan.
Kata kunci : carok, tindak pidana pembunuhan, putusan hakim

Abstract
This research was conducted to determine the differences between "carok" and
murder and how the Judge's decision in Sinur's case, because there are different
point of view between the Judges and Sinur. According to Sinur, what he did was
one of the Madurese tradition called Carok, however the Judges stated that what
Sinur did was criminal act of murder.
Key words : carok, criminal act of murder, decision of the judges

1
Pendahuluan
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki beraneka
ragam budaya, serta mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, sehingga di
dalam masyarakat Indonesia tumbuh hukum adat dan juga hukum islam. Namun
kedua hukum tersebut tidak dijadikan dasar utama dalam penyelesaian suatu
masalah karena Indonesia memiliki hukum nasional yang terdiri dari hukum
pidana, hukum perdata dan yang lainnya. Hukum nasional inilah yang menjadi
dasar utama dalam penyelesaian setiap masalah yang ada.
Hukum nasional menjadi dasar dalam penyelesaian masalah dapat dilihat
pada berbagai kasus yang terjadi di Indonesia, baik itu kasus korupsi, narkotika,
pencabulan dan kasus-kasus lainnya. Pada jurnal ini penulis memberikan satu
gambaran yaitu kasus yang terjadi di Madura 3 Mei 2013 yang lalu. Berikut
merupakan kronologi kejadiannya, kisah ini bermula saat Sinur (28) mengetahui
ibu tirinya, Misyati, diselingkuhi Ismail. Saat itu Sinur tengah berada di Malaysia
bekerja sebagai TKI dan dikabari oleh bibinya, Muna. Mendengar hal ini, harga
diri Sinur merasa tercabik-cabik. Lantas dia pun merencanakan membunuh Ismail,
meski harus jauh-jauh pulang kampung. Sesuai rencana, Sinur pulang pada 3 Mei
2013 dan sesampainya di Bandara Juanda, Ismail langsung menuju kampung
halamannya di Desa Tebul Timur, Pegantenan, Pamekasan. Untuk menghilangkan
jejak, Sinur bersembunyi di bukit, setelah mengambil celurit di rumahnya terlebih
dahulu. Keesokannya, Sinur menuju warung di Jalan Raya Desa Ambender,
tempat Ismail biasa nongkrong selepas kerja. Dan benar saja, Ismail datang
dengan mengendarai sepeda motor. Secepat kilat, Sinur melemparkan air keras ke
muka Ismail dan Ismail meloncat dari sepeda motornya karena wajahnya
kepanasan. Secepat kilat, Sinur membacok Ismail berkali-kali hingga Ismail
meninggal dunia. Setelah itu, Sinur ambil langkah seribu. Namun upayanya
digagalkan warga dan dia diamankan polisi. Tidak berapa lama, Sinur diajukan ke
pengadilan. Di dalam pengadilan, Sinur beralibi bahwa apa yang telah
dilakukannya adalah tradisi carok, bukan pembunuhan dan meminta untuk
dibebaskan. Namun setelah diteliti oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri

2
Pamekasan, kasus Sinur ini bukanlah carok melainkan kasus tindak pidana
pembunuhan.
Pada jurnal ini penulis mencoba memberikan penjelasan serta perbedaan
dari carok dan juga pembunuhan, selain itu penulis juga mencoba memberikan
gambaran mengenai bagaimana hukum islam, hukum adat serta hukum nasional
menghadapi kasus seperti ini. Penulis juga menyimpulkan apakah keputusan
majelis hakim sudah sesuai atau masih ada kesalahan yang harus dibenahi agar
tercipta keadilan hukum.

3
Pembahasan

1. Carok dalam masyarakat Madura


Selain terkenal dengan budaya musyawarahnya, masyarakat Madura juga
sangat menjunjung tinggi harga diri, ini merupakan salah satu hal yang paling
penting pada masyarakat Madura. Disinilah mulai dikenal adanya tradisi
Carok pada masyarakat Madura. Beberapa pendapat mengatakan, pengertian
carok sebenarnya duel antara satu melawan satu. Itupun dilakukan dengan
unsur sengaja. Artinya kemampuan dan ketinggian ilmu yang dimiliki
seseorang tidak akan diketahui bila tanpa dibuktikan dilapangan. Jadi bila
seseorang telah memungkinkan untuk menjajal ketinggian ilmunya, maka
biasanya ia dengan sengaja mengganggu ketentraman orang lain. Tak heran
jika hal tersebut dapat memancing dan merangsang emosi pihak yang
keluarganya diganggu untuk menantang carok. Dan pada saat itu pula mereka
mengadakan perjanjian menetukan waktu dan tempat bertarung dengan
disaksikan beberapa orang atau tokoh yang lain. Namun secara umum, carok
merupakan tradisi bertarung karena alasan tertentu yang berhubungan dengan
harga diri kemudian diikuti antar kelompok atau antar klan dengan
menggunakan senjata1.
2. Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang
meninggal dunia. Pembunuhan biasanya dilatar belakangi dengan berbagai
macam konflik, selain itu juga pembunuhan dapat dilakukan dalam berbagai
macam cara, yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata tajam.
3. Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum yang bersumber pada norma kehidupan
sehari-hari yang langsung timbul sebagai pernyataan kebudayaan orang
Indonesia asli, dalam hal ini sebagai pernyataan rasa keadilan dalam

1
Surya, Carok Satu Lawan Dua, diakses dari www.surya.co.id, pada tanggal 3 Mei 2014 pukul
16:58 WIB

4
hubungan pamrih, sehingga jelas terlihat bahwa hukum adat adalah hukum
asli Indonesia2. Di Negara Indonesia ini, adat yang dimiliki oleh setiap suku
bangsa itu berbeda-beda meskipun dasar atau sifatnya adalah satu. Adat
bangsa Indonesia yang “Bhineka Tunggal Ika” ini tidaklah mati, melainkan
selalu berkembang mengikuti perkembangan peradaban bangsanya3.
Berdasarkan pada kasus yang telah dijelaskan sebelumnya di bagian
pendahuluan, dimana Sinur (pelaku) meminta untuk dibebaskan karena
menurutnya, yang telah ia lakukan merupakan tradisi pada masyarakat
Madura yaitu Carok. Namun jika kita teliti dengan seksama, apa yang telah
dilakukan oleh Sinur tidak dapat dikategorikan dalam Carok, karena Carok
merupakan tradisi bertarung dengan alasan tertentu dimana sebelum hal itu
terjadi, kedua belah pihak mengadakan perjanjian terlebih dahulu untuk
menetukan waktu dan tempat bertarung dengan disaksikan beberapa orang
atau tokoh yang lain. Jika Sinur melakukan hal tersebut, maka kasusnya dapat
dikatakan sebagai Carok, dan yang pertama kali dilakukan dalam upaya
menyelesaikan perkara carok berdasarkan budaya Madura adalah dengan
memberi peluang bagi diakuinya budaya musyawarah. Upaya ini dapat
berhasil bila dominasi hukum negara diminimalisir. Tidak semua konflik
(carok) yang terjadi di Madura secara serta merta diselesaikan melalui
prosedur dan proses yang disediakan hukum negara, tapi dengan menjadikan
nilai-nilai budaya masyarakat Madura, seperti musyawarah, sebagai “alat”
untuk memandunya4.
4. Hukum Islam
Hukum Pidana Islam merupkan terjemahan dari kata fiqh jinayah yang
berarti segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan

2
Joeni Arianto Kurniawan, Hukum Adat dan Problematika Hukum Indonesia, Jurnal Hukum
Academia, diakses dari
https://www.academia.edu/5230562/Hukum_Adat_dan_Problematika_Hukum_Indonesia , pada 3
Mei 2014 pukul 17:26
3
Surojo Wignjodipuro, S.H., Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, Gunung Agung,
1982, hal 13
4
Mahrus Ali, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok
Dalam Hukum Pidana, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, diakses dari
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/1%20Makhrus%20Ali.pdf, pada 3 Mei 2014
pukul 19:47 WIB

5
kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman dalil-dalil hukum yang terperinci
dari Al-Quran dan Al-Hadis. Tindakan kriminal yang dimaksud adalah
tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan
melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Quran dan
Al-Hadis.
Berdasarkan pada kasus diatas, Sinur (pelaku) dianggap telah melakukan
pembunuhan terhadap Ismail. Hal ini dilakukannya karena Ismail
berselingkuh dengan ibu tirinya. Jika dilihat melalui hukum islam, berikut
merupakan salah satu dasar hukum sanksi pembunuhan di dalam Al-Quran,
yaitu Al-Quran Surah An-Nisaa’ ayat 93 “Dan barang siapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, kekal
ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya”.
Selain dasar hukum pada Al-Quran, juga terdapat dasar hukum sanksi
pembunuhan di dalam Al-Hadis, salah satu diantaranya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra, katanya: “Rasulullah saw
bersabda: Setiap pembunuhan secara zalim, maka putra Nabi Adam yang
pertama itu akan mendapat bahagian darahnya, (mendapat dosa) karena
dialah orang yang pertama melakukan pembunuhan”.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadis yang dikutip diatas, dapat
dipahami bahwa sanksi hukum atas delik pembunuhan adalah sebagai
berikut5 :
1. Pelaku pembunuhan yang disengaja, pihak keluarga korban dapat
memutuskan salah satu dari tiga pilihan, yaitu (1) qishash, (2) diat,
(3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat
atau tanpa syarat
2. Pelaku pembunuhan yang tidak disengaja, pihak keluarga
diberikan pilihan, yaitu (1) pelaku membayar diat, (2) membayar
kifarah (memerdekakan budak mukmin), (3) jika tidak mampu

5
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal 35

6
maka pelaku diberi hukuman moral yaitu berpuasa selama dua
bulan berturut-turut.
5. Hukum Nasional
Hukum Nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri
atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
masyarakat dalam suatu negara. Hukum Nasional di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie).
Berdasar pada kasus yang telah dijabarkan sebelumnya, maka kasus
Sinur merupakan kasus yang harus diselesaikan berdasar pada hukum
nasional khususnya hukum pidana. Tindak pidana pembunuhan dianggap
sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya
dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh
Undang-undang. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab
XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.
Pembunuhan yang dilakukan oleh Sinur ini masuk pada pasal 338 KUHP
(pembunuhan biasa), adapun rumusan pasal 338 KUHP adalah “Barangsiapa
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Dari rumusan pasal tersebut
menyatakan bahwa pemberian sanksi pidananya adalah pidana penjara paling
lama lima belas tahun. Di sini disebutkan paling lama jadi tidak menutup
kemungkinan hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas
tahun penjara6. Dan pada akhirnya sesuai dengan keputusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Pamekasan, Sinur dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

6
Mushlihin Al-Hafizh, Pembunuhan Menurut KUHP, diakses dari
http://www.referensimakalah.com/2013/03/pembunuhan-menurut-kuhp.html, pada 3 Mei 2014
pukul 20:15 WIB

7
Penutup

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
dalam memutuskan suatu perkara, seorang majelis hakim diharapkan untuk
melihat dari ketiga komponen hukum, baik itu Hukum Adat, Hukum Islam dan
khususnya Hukum Nasional. Terkait dengan putusan majelis hakim mengenai
kasus pembunuhan yang melibatkan Sinur sebagai pelaku pembunuhan terhadap
Ismail, sudah dirasa tepat untuk menjatuhi hukuman 12 tahun penjara sesuai
dengan pasal 338 KUHP. Hal ini dikarenakan kasus Sinur ini bukan merupakan
pelaksanaan dari tradisi Carok masyarakat Madura melainkan ini merupakan salah
satu bentuk dari tindak pidana pembunuhan.

B. Saran
Berdasarkan simpulan, majelis hakim dalam memutuskan suatu perkara harus
didasarkan pada hukum nasional, dan hukum islam serta hukum adat juga
dijadikan acuan agar hasil putusan tepat dan dapat mengembalikan keseimbangan
dalam masyarakat akibat konflik. Dengan demikian, setiap hakim harus benar-
benar mengetahui duduk permasalahan dengan baik sebelum memutuskan suatu
perkara. Hukum adat yang menjadi ciri setiap suku bangsa di Indonesia juga tidak
dapat ditinggalkan begitu saja, karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku dengan ciri khas yang berbeda-beda.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Surya, Carok Satu Lawan Dua, diakses dari www.surya.co.id
2. Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika,
2009, hal 24
3. Surojo Wignjodipuro, S.H., Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta,
Gunung Agung, 1982, hal 13
4. Mahrus Ali, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai
Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana, Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, diakses dari
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/1%20Makhrus%20Ali.pdf
5. Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika,
2009, hal 35
6. Mushlihin Al-Hafizh, Pembunuhan Menurut KUHP, diakses dari
http://www.referensimakalah.com/2013/03/pembunuhan-menurut-kuhp.html

Anda mungkin juga menyukai