TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Menurut Vivian dan Sunarsih (2013) etiologi postpartum dibagi menjadi
2 yaitu :
a. Postpartum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan
lahir dan hematoma.
b. Postpartum lambat
Postpartum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, subinvolusi
didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsio sesaria.
3. Tahapan Masa Post partum
Menurut Ambarwati (2010) dalam buku Kumalasari (2015 :156) ada 3
tahapan masa post partum yaitu :
a. Puerperium dini
Kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat – alat genitalia dan akan kembali
kekeadaan sebelum hamil yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna berbeda setiap ibu, tergantung dari berat ringannya
komplikasi yang dialami selama hamil dan persalinan, bisa berminggu-
minggu, bulanan, tahunan.
4. Pathway
5. Perubahan Fisiologi pada Post Partum
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Menurut Indriyani (2013 : 28) menyatakan bahwa dalam masa nifas
alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur pilih
kembali seperti keadaan semula sebelum hamil. Perubahan – perubahan
genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi.
1) Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan proses
kembalinya uterus ke keadaan setelah melahirkan, sedangkan subinvolusi
adalah kegagalan uterus mengecil ke ukuran dan keadaan normal sebelum
kehamilan (lowdermilk. dkk, 2013 dalam jurnal Rahayu, Wijayanti,
2018).
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses yakni
uterus kembali ke kondisi sebelum hamildengan berat sekitar 60 gram.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot
polos uterus (Kumalasari, 2015 : 156).
Involusi uterus yaitu proses kembalinya uterus seperti keadaan
sebelum hamil, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar (Bobak,
Lowdermik, Jensen, 2005 dalam jurnal khairani dkk., 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa involusi uterus adalah proses
kembalinya uterus ke kondisi sebelum hamil, proses ini dimulai setelah
plasenta lahir.
Bila uterus tidak mengalami involusi atau terjadi kegagalan dalam
proses involusi disebut dengan Subinvolusi. Subinvolusi dapat
diakibatkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut
(post partum haemorrahage) (Kumalasari,2015: 156).
a) Proses involusi uterus
Proses involusi uterus menurut marliandiani, ningrum (2015 :
10) menyatakan bahwa ada beberapa proses involusi uterus sebagai
berikut.
(1) Iskemia miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi usus terus
menerus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
(2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
estrogen saat pelepasan plasenta.
(3) Autolisis
Aoutolisis merupakan proses penhancuran diri sendiri yang
terjadi didalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekan
jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya sepuluh
kali panjang sebelum hamil dan lebarnya lima kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama masa kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
(4) Efek toksin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uerus. Proses ini
membantu mengurangi proses pendarahan.
b) Cara pengukuran involusi
Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa
fundus uteri dengan cara sebagai berikut.
(1) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat,
12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira –
kira 1 cm setiap hari.
(2) Pada hari ke-2 setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah
pusat. Pada hari ke-3 – 4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat.
(3) Pada hari ke-5 – 7 tinggi fundus uteri setengah simfisis. Pada
harike-10tinggi fundus uteri idak teraba.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan
oleh infeksi ertinggalnya sisa – sisa plasenta/ perdarahan lanjut (
postpartum haemorrhage ).
2) Afterpains
Pada primipara, tonus ueterus meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang
masa awal peurperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata
setelah ibu melahirkan, ditempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar dan kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
3) Bekas implantasi plasenta
Plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteri dengan diameter 7,5 cm. sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu keenam 2,4 cm dan akhirnya ulih.
4) Rasa sakit
Rasa sakit yang disebut after pain disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2 – 4 hari pascapartum. Perlu diberikan pengertian
kepada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu menganggu dapat diberikan
obat- obat anti sakit dan anti mulas.
5) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Macan- macam lochea antara lain lochea rubra
(cruenta) berisi darah segar sisa – sisa selaput ketuban, sel – sel decidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum selama 2 hari pascapartum.
Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari
ke 3 -7 pascapartum. Lochea serosa berwarna kuning cairan tidak
berdarah lagi pada hari ke 7 – 14 pascapartum. Lochea alba yaitu cairan
putih setelah 2 minggu pascpartum, lochea purulenta bila terjadi infeksi
dan lochistasis bila lochea idak lancer keluarnya.
6) Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang – kang
terdapat perlukaan – perlukaan kecil. Stelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 2 – 3 jari dan setelah 7
hari hanya dapat dilalui 7 jari.
7) Ligamen – ligament
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur – angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
8) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6 – 8minggu postpartum. Penurunan hormone estrogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae
akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke empat.
9) Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi
secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis,
yaotu produksi susu dan sekresi susu atau let down.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
karena alat pencernaan mendapatkan tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong pada waktu melahirkan, pengeluaran cairan yang berlebihan
pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemoroid, laserasi jalan
lahir. Supaya buang besar kembali teratur dapat diberikan diet atau makanan
yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang – kadang peurperium mengalami sulit buang air kecil, karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingter ani selama masa persalinan, juga oleh karena adanya edema
kandung kemih yang terjadi selama masa persalinan.
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligament – ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang
sewaktu melahirkan dan persalinan berangsur – angsur kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligament rotundum mengendur, sehingga uterus
jatuh ke belakang. Mobilisasi berkurang dan posisi lordosis kembali secara
perlahan.
e. Perubahan Sistem Endokrin
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin didalam sirkulasi
darah menyebabkan kontraksi usus uterus dan pada waktu yang sama
membantu proses involusi uterus.Oksitosin dapat diperoleh dengan
berbagai cara baik melalui oral, intra-nasal, intra-muscular, maupun
dengan pemijatan yang merangsang keluarnya hormon oksitosin. Menurut
Khairani.L, 2013 Pijat Oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang
belakang mulai dari costa ke 5 – 6 sampai scapula akan mempercepat
kerja syaraf para simpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian
belakang sehingga oksitosin keluar.
Sebagaimana ditulis Lun, et al (2002) dalam European Journal of
Neuroscience, bahwa perawatan pemijatan berulang bisa meningkatkan
produksi hormon oksitosin, efek dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat
reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan. Dan menurut Bobak, Lowdermik,
Jensen (2005) dalam jurnal Aisah, Sastri dan Aziza (2017) yaitu upaya
untuk mengendalikan terjadinya perdarahan dari tempat plasenta dengan
memperbaiki kontraksi dan retraksi serat myometrium yang kuat dengan
pijatan oksitosin. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kontraksi
uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin
merupakan bagian penting dari perawatan postpartum.
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula pituitary asterior bereaksi terhadap alveoli dan payudara
sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu menyusui, kadar prolaktin
tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulus folikel didalam ovarium
ditekan.
3) HCG, HPL, estrogen dan progesteron
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat hormone
HCG, HPL, estrogen dan progesteron didalam darah ibu menurun dengan
cepat, normalnya setelah tujuh hari.
4) Pemulihan ovulasi dan mentruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu yang
melanjutkan menyusui untuk enam bulan. Pada ibu yang tidak menyusui
ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7 – 10 minggu.
f. Perubahan Sistem Kardiovaskular
Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih
lanjut setelah kala III ketika besarnya volume darah dari uterus terjepit
didalam sirkulasi. Penurunan terjadi setelah hari pertama peurperium dan
kembali normal pada akhir minggu ketiga. Meskipun terjadi penurunan
dalam aliran darah ke organ setelah hari pertama, aliran darah ke payudara
meningkat untuk persiapan laktasi. Pada beberapa hari pertama setelah
kelahiran, fibrinogen, plasminogen dan faktor pembekuan menurun cukup
cepat. Akan tetapi darah lebih mampu unuk melakukan koagulasi dengan
peningkatan vikositas dan ini berakibat meningkatkan resiko trombosis.
g. Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah 15.000
selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari pertama postpartum.
Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai 25.000 - 30.000
diluar keadaan patologi jika ibu mengalami partus lama. Hb, Ht, daan
eritrosit jumlahnya berubah didalam awal peurperium.
h. Perubahan Tanda – Tanda Vital
Tanda – tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai
berikut.
1) Suhu
Suhu tubuh wanita intraparum tidak lebih dari 37.2oC. sesudah
partus dapat naik kurang lebih0.5oC dari keadaan normal, namun tidak
akan lebih 38oC. sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38oC mungkin terjadi
infeksi pada klien.
2) Nadi dan Pernafasan
Nadi berkisar antara 60 – 80 denyutan permenit setelah partus dan
dapat terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu rubuh tidak
panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada
penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan
dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah
partus kemudian kembali seperti keadaan normal.
3) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyaki – penyakit
lain yang menyertainya dalam setengah bulan tanpa pengobatan.
i. Perubahan Berat Badan
Disaat melahirkan ibu mengalami kehilangan berat 5 – 6 kg berat
badan dan 3 – 5 kg selama minggu pertama masa nifas. Faktor – faktor yang
memperceat penurunan berat badan pada masa nifas diantaranya adalah
peningkatan berat badan selama masa kehamilan, primiparitas, akan segera
kembali bekerja diluar rumah dan merokok. Usia atau status pernikahan
tidak memengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan cairan
melaluikeringan dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama pascapartum.
j. Perubahan Sistem Integumen (Kulit)
Pada waktu hamilterjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena
proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarium pada pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit didinding perut
(striae gravidarium). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan
hiperpigmentasipun hilang. Pada dinding perut akan menjadi putih
mengkilap yaitu striae albican.
6. Perubahan Psikologis Masa Post Partum
Menurut aspiani (2017:465), Perubahan psikologis pada masa posr
partum terbagi menjadi 3 tahap :
a. Periode taking in
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini
terjafi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini
dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal
romantik, masing-masing saling meperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
b. Periode taking hold
Berlangsung pada hari ke 3-4 post partum. Ibu berusaha bertanggung
jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai keterampilan
perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuh, misalnya BAK dan BAB.
c. Periode letting go
Terjadi setelah ibu pulang kerumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayinya. Fase ini menerima tanggungjawab akan
peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi
peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan
peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan
bayinya.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan merupakan aktivitas berorientasi-
tujuan dan sistematik dimana rancangan intervensi keperawatan dituangkan
dalam intervensi keperawatan (Lynn Basford dkk. alih bahasa Waluyo Agung
dkk., 2006 : 300). Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indicator
keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan kriteria
hasil berorientasi pada SMART yaitu Spesifik, berfokus pada pasien, singkat
dan jelas, M: Measurable, dapat diukur, A: Achieveble, realistis, R:
Reasonable, ditentukan oleh perawat dan klien, Time: Kontrak waktu
(Walid,2012: 134).
Menurut NANDA (2015 : 404) intervensi keperawatan diantaranya
yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka perineum)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri
4) Tanda- tanda vital dalam batas normal tekanan darah 110/70- 120/80
mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu
36,5-37,5oC
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri (PQRST) pasien
Rasional: Mengidentifikasi skla nyeri dan menentukan tempatterasa nyeri
2) Pantau tanda-tandavital
Rasional:Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan merencanakan
intervensi selanjutnya yang tepat
3) Berikan posisinyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional: Memberikan posisi nyaman untuk menurunkan spasme otot,
membantu klien rileks dan mengurangi nyeri
4) Ajarkan teknik relaksasi napasdalam
Rasional: Membantu pasien meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen nyeri
5) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Rasional: Memperlambat kecepatan sistem saraf sehingga implus nyeri
yang mencapai otak berkurang.
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan trauma perineum dan saluran
kemih
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Kandung kemih kosong
2) Intake cairan dalam rentang normal 1-2 liter/hari
3) Bebas infeksi saluran kemih
4) Berkemih > 150 cc setiapkali
5) Klien mampu berkemih secara mandiri
Intervensi:
1) Pantau eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna urin.
Rasional: Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pada
sistemperekemihan
2) Palpasi kandung kemih
Rasional: Untuk mengetahui ada tidaknya distensi kandung kemih
3) Bantu pasien untuk berkemih secara berkala 6 – 8 jam post partum
Rasional: Untuk merangsang atau memudahkan berkemih
4) Anjurkan klien untuk minum 6 – 8gelas perhari
Rasional: Mencegah dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu
melahirkan dan memulihkan kesehehatan
5) Kolaborasi dengan dokter pemasangan katater
Rasional: Untuk mengurangi distensi kandungdan mencegah atonia
kandung kemih secara berlebihan.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas saluran gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
konstipasi dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Pola eliminasi dalam rentang normal, feses lembut dan berbentuk
2) Klien mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan
3) Tidak terjadi penyalahgunaan alat bantu
4) Bising usus dalam batas normal x/menit
5) Mengintesti cairan dan serat dengan adekuat
Intervensi:
1) Kaji warna, konsistensi dan ferkuensi feses pasca postpartum
Rasional: Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dari sistem
pencernaan klien
2) Auskultasi adanya bisingusus
Rasional: Untuk mengevaluasi fungsi usus karena ketika penurunan
bising usus maka menyebabkan konstipasi
3) Berikan informasi diet yang tepat tentang peningkatan makan dan cairan
dan upaya untuk membuat pola pengosongan normal
Rasional: Peningkatan makanan dan cairan akan merangsang defekasi dan
menambah wawasan diet yang baik bagi pasien setelah postpartum
4) Anjurkan klien untuk meningkatkan aktivitas dan ambulansi
Rasional: Membantu meningkatkan peristaltic gastrointestinal
5) Kolaborasi dengam dokter pemberian laksatif
Rasional: penggunaan laksatif perlu untuk merangsang peristaltik usus
dengan perlahan sehingga defekasi lancar
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurangnya produksi
ASI.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
ketidakefektifan pemberian ASI teratasi dengan kriteria hasil:
1) Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang ditunjukkan
dengan pengetahuan menyusui, memepertahankan menyusui, dan
penyapihan menyusui
2) Bayi menunjukkan kemantapan menyusui ditandai dengan sikap dan
penempelan sesuai, menghisap dan menempatkan lidah yang benar,
mencengkram aerola dengan tepat, menelan dapat didengar, minimal
menyusui 8 kali sehari.
3) Mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera
4) Mengindikasikan kepuasaan terhadap menyusui
5) Tidak mengalami nyeri tekan pada payudara
Intervensi :
1) Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada putting.
Rasional: Posisi dan perlekatan yang tidak benar pada payudara dapat
menyebabkan lecet pada putting susu.
2) Pantau integritas kulit puting
Rasional: Mengetahui apakah ada mastitis, putting susu lecet, putting
susu terbenam, dan payudara bengkak yang merupakan masalah dalam
pemeberian ASI.
3) Demonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan kebutuhan
Rasional: Dengan melakukan perawatan payudara, payudara menjadi
bersih, melancarkan sirkulasi darah serta mencegah tersumbatnya
saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI
4) Instruksikan kepada ibu tentang teknik memompa payudara.
Rasional: Memudahkan pemberian ASI apabila ibu bekerja di luar.
Dengan pengeluaran ASI membuat ibu merasa nyaman dan mengurangi
ASI menetes.
e. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan myometrium dan
mekanisme homeostatik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah resiko
tinggi perdarahan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Kehilangan darah selama post partum kurang dari 500cc
2) Kandung kemih kosong
3) Kontraksi uterus baik
4) Klien tidakpucat
5) Kadar hemoglobin dan hematokit dalam batas normal
6) Tanda- tanda vital dalam batas normal Tekanan darah110/70- 120/80
mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu
36,5-37,5oC
Intervensi:
1) Kaji jumlah lokea pasca persalinan
Rasional: Untuk mengukur kehilangan darah pasca persalinan
2) Kaji kepenuhan kandung kemih dan kebersihan perineum .
Rasional: kandung kemih yang penuh akan mengganggu kontrksi uterus
dan untuk mengetahui episiotomi dan kebersihan perineum.
3) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan menentukan
intervensi selanjutnya
4) Kaji kadar hemoglobin dan hematocrit klien
Rasional: Hemoglobin dan hematokrit turun menendakan pasien
kehilangan banyak darah.
5) Catat tinggi fundus uterus dan kontraksi uterus
Rasional: Untuk mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus
6) Berikan cairan intravena jenis isotonik
Rasional: untuk mencegah kekurangan cairan dan meningkatkan volume
darah.
7) Kolaborasi dengan dokter mengganti kehilangan darah
Rasional: Pengganti cairan yang hilang diperlukan untuk meningkatkan
volume sirkulasi dan mencegah syok.
8) Lakukan pijat oksitosin
Rasional: hormon oksitosin dapat memperkuat dan mengatur uterus,
mengompresi pembuluh darah sehingga membantu proses hemostatis.
(Sesuai dengan jurnal Rullyani, Rahmadona, Lubis, 2016 dengan judul
Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri
Pada Ibu Post partum Normal)
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma mekanis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
resiko tinggi infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Leukosit dalam batas normal (3,6-1110ˆ3/ml)
3) Tanda- tanda vital dalam batas normal Tekanan darah 110/70- 120/80
mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu
36,5-37,5oC
4) Pasien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi
Intervensi:
1) Kaji tandainfeksi
Rasional: mengidentifikasi apakah terdapat tanda – tanda infeksi
2) Kaji leukosit pasien
Rasional: Leukosit meningkat menandakan terjadi infeksi
3) Pantau tanda-tandavital
Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya
4) Lakukan perawatan luka dengan vulva hygiene
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi.
5) Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
Rasional: Meningkatkan kemampuan pasien untuk menetahui tanda-tanda
infeksi
6) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic
Rasional: Menurunkan mikroorganisme didalam tubuh.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang telah sesuai dengan yang
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Mitayani, 2013 :
125).
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi NANDA (2015:
404), sebagai berikut:
a. Nyeri fisik berhubungan dengan agen ciderafisik.
1) Mengkaji skala nyeri (PQRST) pasien
2) Memantau tanda-tandavital
3) Memberikan posisinyaman
4) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
5) Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan edema jaringan.
1) Memantau eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warnaurin.
2) Melakukan palpasi kandung kemih
3) Membantu pasien untuk berkemih secara berkala 6-8 jam post partum
4) Menganjurkan klien untuk minum 6-8 gelas perhari
5) Melakukan kolaborasi dengan dokter pemasangan katater
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas saluran gastrointestinal.
1) Mengkaji warna, konsistensi dan ferkuensi feses pasca postpartum
2) Melakukan auskultasi adanya bising usus
3) Memberikan informasi diet yang tepat tentang peningkatan makan dan
cairan dan upaya untuk membuat pola pengosongan normal.
4) Menganjurkan klien untuk meningkatkan aktivitas dan ambulansi
5) Melakukan kolaborasi dengam dokter pemberian laksatif
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan.
1) Mengkaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang
menyusui sebelumnya
2) Memantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada putting.
3) Memantau integritas kulitputting
4) Mendemonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan kebutuhan.
5) Menginstruksikan kepada ibu tentang bagaimana melakukan teknik
memompa payudara.
e. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan miometrium dan
mekanisme homeostatik
1) Mengkaji jumlah lokea pasca persalinan
2) Mengkaji kepenuhan kandung kemih dan kebersihan perineum
3) Memantau tanda-tanda vitalpasien
4) Kaji kadar hemoglobin dan hematokritklien
5) Mencatat tinggi fundus uterus dan kontraksi uterus
6) Berikan cairan intravena jenis isotonic
7) Kolaborasi dengan dokter mengganti kehilangan darah
8) Melakukan pijat oksitosin
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma mekanis
1) Mengkaji leukosit tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Memantau tanda-tanda vital
3) Melakukan perawatan luka dan vulva hygiene
4) Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
5) Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
5. Evaluasi
Menurut Evina (2013) evaluasi adalah keputusan dari efektivitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respons prilaku klien tampil. Evaluasi dengan menggunakan SOAP
yang operasional dengan pengertian :
S : Subjective adalah inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki.
O: Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan.
A: Analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau
muncul masalah baru.
P: Planing adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
Evaluasi dari implementasi asuhan keperawatan post partum :
a. Nyeri akut teratasi
b. Gangguan eliminasi urin teratasi
c. Konstipasi teratasi
d. Ketidakefektifan pemberian ASI teratasi
e. Resiko tinggi pendarahan teratasi
f. Resiko tinggi infeksi teratasi