Anda di halaman 1dari 18

Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak,


berlangsung selama 24 jam atau lebih,akibat gangguan peredaran darah
di otak(Yayasan Stroke Indonesia, 2010). Istilah stroke atau penyakit
serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darahmelalui sistem suplai
arteri otak (Pricedan Wilson, 2006)
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di
negara maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah
satunya di negara Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan
terkena stroke. Masalah stroke di Indonesia menjadi
semakin penting karena di Asia menduduki urutan pertama dengan jumlah
kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke merupakan salah satu
dari penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya morbiditas
dan mortalitas dalam waktu yang bersamaan, dimana di Indonesia
peningkatan kasus dapat berdampak negatif terhadap ekonomi dan
produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke membutuhkan waktu
lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes, 2014).

Epidemiologi
Stroke adalah penyakit neurologiyang paling mengancam kehidupan dan
merupakan penyebab kematian nomor 3 di Amerika Serikat setelah
penyakitjantung dan kanker (Price dan Wilson,2006). Diperkirakan,
insiden stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 tiaptahun dan
meninggal lebih dari 160.000tiap tahunnya (Nasution, 2007)

Prevalensi stroke di Indonesia ditemuka nsebesar 8,3 per 1000penduduk,


dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000
penduduk.Hal ini menunjukkan sekitar 72,3%kasus stroke pada
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Data nasional yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RepublikIndonesia menyatakan
bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian
untuk semua umur,dimana stroke menjadi penyebabkematian terbanyak
(15,4%) (Depkes RI,2008)

FAKTOR RISIKO STROKE

Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas


dari berbagai macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi
dengan pola hidup yang memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut
dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke
dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni: ( Harrison’s, 2006)

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan
pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih
kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-
laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak
lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.

 Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke
pada keluarganya.

 Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras
kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi

 Hipertensi (darah tinggi)


Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang
besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan
penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini
dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran
darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak
akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak
lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak
miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar
terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah
di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran
darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak.
Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami
kematian secara mendadak ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal
ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya
menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol
didalam darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih
terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak
pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk
sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan
kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana
biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan
demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

Klasifikasi Stroke
Stroke dapat berupa stroke iskemik (87%) dan stroke perdarahan atau
hemoragik (13%) (Fagan and Hess, 2014).

A. Stroke Hemoragik
merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarkhnoid.
Disebabkn oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke
hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri,
vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

- Perdarahan Intraserebri (PIS)


Pecahnya pembuluh darah (mikroanuerisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebellum.

- Perdarahan Subarakhnoid (PSA)


Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang subarkhnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vapospasme pembuluh
darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid


mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otal lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan
pembuluh arteri di ruang subarachnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada
kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolic
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

B.Stroke Iskemik

Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan (trombotik atau embolik)


pembuluh darah arteri otak. Penyumbatan pembuluh darah dapat
mengganggu aliran darah ke bagian tertentu di otak, sehingga terjadi
defisit neurologis yang disebabkan oleh hilangnya fungsi yang
dikendalikan olehbagian otak tersebut (Winkler, 2008).

1. Stroke Infark Trombotik


Stroke yang disebabkan oleh karena adanya oklusi pembuluh darah yang
disebabkan adanya trombus. Oklusi dapat terjadi di satu atau lebih
pembuluh darah. Oklusi terjadi karena adanya aterosklerosis dan
pertumbuhan yang berlebihan pada jaringan fibrous di muscular, serta
adanya timbunan lemak yang membentuk plak di pembuluh darah yang
mengakibatkan menyempitnya atau bahkan tertutupnya pembuluh darah
(Caplan, 2005).

2. Stroke Infark Emboli


Iskemia otak yang disebabkan oleh emboli. Emboli dapat berasal dari
jantung ataupun selain jantung.

Penyebab emboli:
-Berasal dari jantung: Aritmia dan gangguan irama jantung lainnya, infark
jantung disertai dengan mural thrombus, endokarditis bakteri akut maupun
sub akut, kelainan jantung lainnya, komplikasipembedahan jantung, katub
jantung protese, vegetasi endokardial nonbakterial, prolaps katub mitral,
myxoma dan emboli paradoksikal.

-Berasal dari selain jantung: Atherosklerosis aorta atau arteri lainnya.


Diseksi karotis atau vertebra basiler, thrombus vena pulmonalis, lemak,
tumor, udara, komplikasi pembedahan rongga thoraks atau leher,
thrombosis vena pelvis atau ekstremitas inferior atau shunting jantung
kanan ke kiri (Margono, 2011).

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya. (Silbernag, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat
perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer
dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada
arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus
terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi
kerusakan: (Silbernag, 2007).
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya,
saraf vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di
bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf
trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf
traktus salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

Patofisiologi Stroke Iskemik


Aliran darah serebral normal rata-rata 50 ml/100 g per menit, dan
ini di pertahankan melalui tekanan darah (rata-rata tekanan arteri dari 50
sampai150 mmHg) oleh proses yang disebut autoregulasi cerebral.
Pembuluh darah otak melebar dan menyempit sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu oleh
aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut seperti stroke.
Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding
pembuluh darah kecil yaitu mikroangiopati. Hipertensi juga akan memicu
munculnya timbunan plak pada pembuluh darah besar. Timbunan plak
akan menyempitkan lumenpembuluh darah. Kemudian, ketika terjadi stres
dapat mengakibatkan pecahnya plak, paparan kolagen, agregasi platelet,
dan pembentukan bekuan. Bekuan menyebabkan oklusi lokal kemudian
terjadi emboli sampaimenuju pembuluh darah dalam otak. Hasil akhir dari
trombus dan emboliadalah oklusi arteri, penurunan aliran darah otak dan
menyebabkan iskemik (Fagan and Hess, 2014). Ketika aliran darah lokal
otak menurun dibawah 20 mL/ 100 g permenit, iskemia dapat terjadi dan
ketika pengurangan lebih lanjut dibawah 12mL/ 100 g per menit bertahan,
kerusakan permanen otak terjadi yang disebut infark. Penurunan dalam
penyediaan nutrisi ke sel iskemikmenyebabkan berkurangnya fosfat
sepertiAdenosineTriphosphate (ATP) yang diperlukan untuk menjaga
ketahanan membran. Selanjutnya, kalsiumekstraseluler terakumulasi dan
pada saat yang bersamaan, natrium dan air tertahan menyebabkan sel
mengembang dan lisis. Ketidak seimbangan elektrolit juga menyebabkan
depolarisasi sel dan masuknya kalsium kedalam sel. Peningkatan kalsium
intraseluler mengakibatkan aktivasi lipase, protease, dan endonukleat dan
pelepasan asam lemak bebas dari membran fosfolipid. Depolarisasi
neuron mengakibatkan pengeluaran asam amino seperti glutamate dan
aspartat yang menyebabkan kerusakan saraf ketika dikeluarkan secara
berlebihan. Akumulasi dari asam lemak bebas, termasuk asam
arachidonat menyebabkan pembentukan prostaglandin, leukotrin dan
radikal bebas. Meningkatnya produksi radikal bebas menyebabkan
terjadinya asidosis intraseluler. Peristiwa ini terjadi dalam waktu 2 sampai
3 jam dari onset iskemi dan berkontribusi pada kematian sel. Target untuk
intervensi dalam proses patofisiologis setelah iskemia serebral
termasukmasuknya sel–sel inflamasi aktif dan inisiasi apoptosis atau sel
mati dapatmengganggu pemulihan dan perbaikan jaringan otak (Fagan
and Hess,2014).

DIAGNOSIS STROKE
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat
klinik yang spesifik (Rasyid, 2007)

1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap
pembuluh yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit
pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada
observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan
otak. Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan
kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut
(minggu 1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau
terdapatnya edema serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan
pemeriksaan penunjang.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:
(Smeltzer dan Bare, 2002).
a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang
penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan
penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan)
3. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi
Dasar Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak


sebelah badan, mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat
sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau
sewaktu istirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai


stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung.
Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat
keluarga dan penyakit lainnya. (Gofir, 2009)

Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi


vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga
tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor
dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah.
Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus mencoba
membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga
mencubit, menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita
sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih
baik atau adakah disfasia.

Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang


disampaikan maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia
(gangguan mengingat nama objek atau kata), kesalahan paraphrase, dan
cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya menunjukkan dugaan
afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi
lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan
tunggal berupa ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau
mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk kejadian
disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien
berupa:

 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes


konfrontasi
 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan
cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap
benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap
stimuli noxious (menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi
cara berbicara dan memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan,
tonus, kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk
mendeteksi sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis
(tingkat level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai
dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan
pemeriksaan disdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki
pasien ke tangan pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan
meningkat, yang kiri normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock) (Gofir, 2009)
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu
menegakkan diagnosis pasien stroke meliputi: (Muttaqin, 2011).

a. Angiografi Serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke


secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture
dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan. Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
d. Magenetic Imaging Resonance (MRI). Dengan menggunakan
gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.
e. USG Doppler. Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
liistrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Darah Rutin
h. Pemeriksaan Kimia Darah. Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
i. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung dari topis
dan derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang dijumpai
pada
penderita pasca stroke haemoragik stadium akut secara umum meliputi
- gangguan motorik : kelemahan atau kelumpuhan separo anggota
gerak, gangguan gerak volunter, gangguan keseimbangan, gangguan
koordinasi
- gangguan sensoris : gangguan perasaan, kesemutan, rasa tebal-
tebal, gangguan bicara : sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara
(afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik),
gangguan kognitif (Soetedjo, 2004, dalam Rujito, 2007)
Penatalaksanaan Medis
Menurut Tarwoto (2013) secara umum:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya
dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera
setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa
diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
homeostasis elektrolit, kususnya kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme
otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisis gas darah
atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intrakranial biasanya disebabkan karena
edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema
penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol,
kontrol atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan
antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial
dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program management bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang
gerak sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif
akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-
plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada
aritmia jantung atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium
pada pasien dengan hipertensi.
2) Stroke haemoragik
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
c) Antikonvulsan : Fenitoin.

Anda mungkin juga menyukai