TINJAUAN PUSTAKA
sebesar 15,6-37 %. Diketahui bahwa surfaktan dari C16 dan C18 dari minyak sawit
mempunyai daya detergensi yang tinggi dan aktivitas permukaan yang baik (Hui
1996). Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan
kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu
panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus
minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan
ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya,
apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat
aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan
akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang
rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon.
Menurut Hui (1996) karena karakteristik detergensi yang cukup baik dari
metil ester C16-C18, maka fraksi stearin merupakan sumber bahan baku yang
sesuai dan murah untuk memproduksi MES. Karakteristik deterjensi MES yang
berbahan baku stearin diketahui mirip dengan (linier alkylbenzene sulfonates)
LAS. Metil ester stearin sawit memiliki rasio distribusi asam lemak dari C16
hingga C18 sebesar 2:1. Bahan ini menghasilkan produk MES dengan nilai kraft
point minimum 17°C dan ini merupakan nilai maksimum kelarutan dibandingkan
dengan kombinasi C16 dan C18 lainnya. MES dengan karakteristik ini sangat
berguna untuk menghasilkan deterjen pada suhu rendah (Sheats dan MacArthur
2002).
7
Gambar 1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol (Hui 1996)
8
9
Metil ester asam lemak jenuh dan metil ester asam lemak tidak jenuh dapat
digunakan secara tunggal sebagai bahan aktif permukaan. Penggabungan dua jenis
surfaktan ini menghasilkan kombinasi ideal sebagai bahan aktif dalam deterjen
karena campuran keduanya memiliki karakteristik pembusaan, daya bersih, daya
serap, dan daya cuci yang baik (Kitano dan Sekiguchi 1989).
10
11
kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya
deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas
enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium,
dan kandungan garam (di-salt) lebih rendah. Karakteristik MES dari stearin sawit
C16-C18 dapat dilihat pada Tabel 3.
12
terlebih dahulu gas SO3 dicampur dengan udara kering hingga konsentrasinya
menjadi 4 – 8%.
Menurut Watkins (2001), proses produksi metil ester sulfonat dilakukan
dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3 dalam falling film reactor pada suhu
80 – 90 °C. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap,
sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk
mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan H2O2 atau
larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan
larutan alkali (KOH atau NaOH). Setelah melewati tahapan netralisasi, produk
yang terbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan
berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula (Watkins 2001).
Baker (1995) telah memperoleh paten (US Patent No. 5.475.134) tentang
proses pembuatan sulfonated fatty acid alkil ester dengan tingkat kemurnian yang
tinggi. Bahan baku yang digunakan dari asam lemak minyak nabati komersial.
Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam
falling film reactor, dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu
1,1 : 1 hingga 1,4 : 1, pada proses antara 75 – 95 °C dan lama reaksi antara 20 –
90 menit. Produk yang dihasilkan biasanya masih mengandung bahan pengotor
dalam jumlah sedikit, termasuk di-salt dan dimethyl sulfate (DMS), sehingga
diperlukan proses pemurnian.
Menurut Sheats dan MacArthur (2002), penelitian mengenai produksi
MES skala pilot plan secara sinambung telah dilakukan oleh Chemithon
Corporation. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu proses
sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke
reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging (pencampuran di digester),
tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Proses sulfonasi yang
diteliti dilakukan pada beragam bahan baku metil ester yang berasal dari minyak
kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan tallow. Bahan baku
metil ester dimasukan ke reaktor pada suhu 40 – 56°C, dengan konsentrasi gas
SO3 adalah 7% dan suhu gas SO3 sekitar 42°C. Nisbah molar antara reaktan SO3
dan metil ester sekitar 1,2 – 1,3. MES segera ditransfer ke digester pada saat
mencapai suhu 85°C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam (42 menit).
13
Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31 – 41% (b/b, MES basis) dengan
suhu 95 sampai 100°C selama 1 sampai 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk
mengurangi pembentukan di-salt, mengurangi viskositas, dan mampu
meningkatkan transfer panas dalam proses pemucatan. Proses netralisasi
dilakukan dengan mencampurkan bleached MES dengan pelarut NaOH 50% pada
suhu 55°C. Selanjutnya produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145
°C dan tekanan 120 – 200 Torr agar diperoleh produk berupa powder atau flakes.
Reaksi kimia pada proses produksi MES dari metil ester disajikan pada Gambar 4.
ME
MESA
MES
14
lebih besar dibandingkan bahan baku dan memerlukan tahapan aging dengan
temperatur tinggi.
Pada tahap kontak metil ester terhadap SO3, metil ester menyerap SO3
untuk menghasilkan senyawa intermediet. Jika rasio mol SO3 terhadap metil ester
lebih rendah dari 1,2 maka konversi penuh metil ester tidak dapat diperoleh.
Tahapan ini biasanya dilaksanakan secara sinambung pada reaktor falling film.
Pada tahapan aging dimana senyawa intermediet bereaksi dan konversi metil ester
menjadi produk sulfonasi berjalan sempurna. Tahapan aging metil ester sulfonat
lebih intensif dibandingkan tahapan aging linier alkylbenzene (LAB) dimana
memerlukan suhu sekurang-kurangnya 80⁰C. Waktu tinggal yang diperlukan
tergantung pada temperatur yang digunakan, rasio mol SO3 terhadap metil ester,
target konversi dan karakteristik reaktor.
Proses aging pada reaktor batch atau pada PFR (plug flow reactor) ideal
dengan rasio mol 1,2 membutuhkan waktu aging sekitar 45 menit dan suhu aging
90°C atau membutuhkan waktu 3,5 menit pada suhu 120°C yang memberikan
tingkat konversi 98%. Sedangkan Chemithon melakukan aging MESA dari stearin
sawit C16-C18 pada suhu 83⁰ C selama 0,7 jam, pada lemak tallow (C16-C18) suhu
87⁰C selama 0,7 jam dan pada kedelai dominan C18 pada suhu 84⁰ C selama 0,7
jam.
Tahapan reaksi awal dalam sulfonasi ester terjadi selama proses kontak
metil ester dengan SO3. Senyawa intermediet α sulfonate terbentuk melalui
pembentukan kompleks reversible antara SO3 dan atom oksigen pada ester.
Senyawa intermediet mempunyai struktur RCH(SO3H)COOSO3CH3. Pada
tahapan aging, senyawa ini bereaksi dengan metil ester (RCOOCH3) yang belum
terkonversi (Gambar 5) sehingga menghasilkan methyl ester sulfonic acid
(MESA) dan senyawa intermediet III. Pada tahapan selanjutnya MESA
dinetralisasi menjadi MES, sedangkan netralisasi senyawa intermediet III
menghasilkan di-salt dan sodium methyl sulfat (SMS).
15
16
adanya dimetil sulfat sebagai komponen metilasi. Dimetil sulfat dapat dibentuk
oleh penyerangan MeOSO3H terionisasi pada gugus metil campuran anhydride
Precursor iso-MES adalah methylated mixed anhydride (MMA), karena
iso-MES dihidrolisa menjadi di-salt, maka MMA dapat dikatakan precursor di-
salt. Di-acid juga merupakan precursor di-salt. Penting untuk diketahui bahwa
MMA tidak mempunyai gugus sulfonat yang dapat diionisasi, tidak dapat melalui
rekasi intramolekular yang reversible menjadi cyclic mixed anhydride, yang
merupakan tahapan kunci untuk pelepasan SO3 selama aging (Gambar 7). SO3
dalam bentuk gugus OSO3CH3 pada MMA tidak dapat sebagai agen sulfonasi.
Pembentukan MMA menjelaskan alasan rasio mol SO3/ME 1:1 tidak cukup
memberikan konversi sempurna. MMA, di-acid dan di-MES adalah produk akhir
dalam proses aging.
Tahap Awal
Netralisasi
Di Acid
Iso MES
Tahap Akhir
Di Acid
17
18